Rose masuk kedalam kelas dengan sedikit dongkol, pasalnya Jeon dengan cueknya kini mengantarnya hingga sampai didepan kelas.
Meski Rose mati-matian menolaknya, sepertinya pemuda itu tak peduli.
"Udah stop sampai disini, sekarang kamu pergi sana.. Hush.. Hussh..!!" omel Rose.
"Hehe.. Yaudah met belajar ya..
Nanti istirahat aku temenin ke kantin.." kekeh Jeon sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Rose didepan kelasnya.
Rose hanya mendengus kesal melihat tingkah Jeon yang demikian.
Namun akhirnya kini ia mencoba menetralkan perasaannya untuk masuk kedalam kelas.
Ia menarik dan menghembuskan nafas pelan sebelum akhiernya masuk kedalam kelas seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya.
Didalam kelas ternyata ia sudah mendapati Evi yang duduk di bangku mereka.
"Pagi Ev.." sapa Rose ragu-ragu.
"Pagi.." jawab Evi acuh dan terus bermain dengan ponselnya.
Rose menjadi tak enak sendiri, Evi yang biasanya rame dan banyak omong, kini berubah 180 derajat menjadi dingin padanya.
Tak ada cara lagi, Rose harus meminta maaf dan menjelaskan semua yang terjadi pada Evi.
"Ev, ada yang pengen aku omongin ke kamu.?!" gumam Rose.
"Apa.?!"
"I..ini soal... J..jeon..
A..aku sama Jeooonn...--"
"Udahlah Sie, gak perlu dibahas lagi.
Jeon udah bilang semuanya kok kemarin."
"Aku bener-bener udah jauhin dia Ev..
Tapi dia selalu ada disekitar aku terus, aku sendiri gak tau harus gimana." murung Rose.
"Ya berarti emang kamu yang disukain dia."
Rose tertunduk dan tak menjawab apapun, ia masih tak enak hati membahas semua ini pada sahabat yang cintanya bertepuk sebelah tangan tersebut.
"Kamu beneran gak suka sama dia.?" tanya Evi lagi.
"A..aku... Akuuu...--"
"Kamu jujur aja sama hatimu sendiri kalo kamu gak bisa jujur ke aku, Sie.."
'Aku gak tau Ev, untuk saat ini aku masih belum mau mengenal cinta.
Meski beberapa kali pikiranku pun selalu terpaut pada Jeon.'
"Kalopun kamu juga akhirnya suka sama Jeon, aku akan iklhasin aja.
Aku gak akan sejahat itu misahin dua orang yang saling mencintai."
"Evi..."
"Dulu aku emang ngejar Jeon karena belum ada seorangpun yang bisa dapetin hatinya.
Tapi kalo ternyata sekarang dia udah ketemu cintanya, ya aku harus sportif.
Dan akupun gak mau ngorbanin persahabatan kita demi cinta picisan kayaj gini." ujar Evi tersenyum tipis.
Tanpa banyak bicara, Rose segera menghambur ke pelukan Evi.
Tentu ia tau rasanya jika cinta bertepuk sebelah tangan.
Ia berdoa semoga setelah ini Evi dapat move on dan menemukan seseorang yang tulus mencintainya.
"Masih banyak cowok yang lebih baik dan ganteng dari dia, Ev.." ujar Rose.
"Oya?
Siapa aja, coba kasih tau aku.." canda Evi.
"Emm.. Enzo, atau Mas Calvin aja..?!" saran Rose.
"Kayaknya gak mungkin Sie..
Meski Enzo ganteng, tapi dia terlalu good boy buat aku..
Kalo Mas Calvin kan udah punya Mbak Winda."
"Hehe iya lupa..
Lagian kamu dikasih spek baik-baik malah nyari yang badboy.." dengus Rose.
"Soalnya aku suka sesuatu yang menantang, kayak cowok-cowok badboy gitu.." jawab Evi.
"Ih.. Aku aja kapok dulu.." dengus Rose.
"Ya carinya jangan yang kayak mantan kamu itu.
Dia sih penjahat kelamin emang.." cibir Evi.
"Oya baru inget nih, aku tadi dapet info dari Bimo temennya Jeon, kalo Enzo hari pagi ini jadi korban pengeroyokan waktu mau berangkat sekolah." jawab Rose sedih.
"Ya ampun..!!
Yang bener Sie..??
Kejadiannya dimana?" pekik Evi.
"Di gang dari rumah dia mau ke jalan utama.
Pelakunya beberapa orang dan dicurigain itu anak-anak SMK 5."
"Itu kan sekolahnya Junno..?!!
Jangan-jangan...!!??"
"Itulah Ev yang kupikirin dari tadi.
Udah pasti itu gengnya dia.
Tapi kok kebetulan banget Enzo yang kena!?
Tujuannya apa juga??"
"Yaudah kita umumin ke temen-temen kelas sekaligus wali kelas soal ini.
Biar nanti sepulang sekolah kita adain perwakilan buat jenguk dia."
Rose pun mengangguk, dan tak lama bel tanda masuk pun berbunyi.
Semua siswa segera berhamburan dan masuk kelas masing-masing memulai pelajaran.
*****
Jam istirahat berbunyi tepat pukul 12.00.
Jeon yang memang merasa bosan hari ini karena kedua sahabatnya kompak tak masuk akhirnya memutuskan menghampiri Rose dikelasnya.
Sekilas ia mengintip dibalik pintu kelas Rose, tampak gadis tersebut dan sahabatnya masih menghitung dana iuran kelas yang akan digunakan untuk menjenguk Enzo nanti sepulang sekolah.
Jeon terpaksa kembali menunggu didepan kelas Rose dengan sedikit tak sabar.
Sekitar 5 menit berjalan, akhirnya gadisnya keluar bersama sahabat wanitanya.
"Astaga J..Jeon...!!" pekik Rose yang terkejut melihat lelaki tinggi tersebut.
"Lama banget deh.
Ayo, aku udah keburu laper.." dengus Jeon menyeret tangan Rose pergi dari sana.
"Ee.. Eh.. Lepasin..!!
Aku mau pergi bareng Evi...!!
Ev.. Tolongin aku...!!" pekik Rose berusaha melepaskan diri sembari berjalan terseok-seok.
Sementara Evi hanya melambaikan tangan menatap kedua manusia tersebut yang perlahan pergi menjauh.
"Jeon lepas gak..!!
Aku malu diliatin anak-anak lain..!!" omel Rose.
Maka seketika Jeon pun melepas cekalannya dari tangan ramping tersebut.
Rose segera mengusap pergelangan tangannya yang memerah tersebut dengan tatapan kesal pada lelaki didepannya.
Sementara Jeon yang merasa telah menyakiti gadisnya tersebut, segera sadar dan meminta maaf.
"Sakit ya?
Sorry-sorry.." ujar Jeon panik.
Sementara Rose hanya menatap sinis padanya dan bersiap untuk pergi, namun suara murid lain yang tiba-tiba memanggilnya seketika menghentikannya.
"Rosie..!!"
"Iya.!?"
"Kamu dipanggil Pak Gibran, disuruh ke ruang guru."
"Oh, iya makasih ya.." jawab Rose tersenyum tipis.
Siswa itu hanya mengangguk kemudian berlalu begitu saja.
Jeon hanya merengut menatap Rose yang selalu bisa menampilkan senyumnya untuk orang lain, namun tidak padanya.
Sementara Rose tak peduli dan segera berlalu begitu saja meninggalkann Jeon yang masih terdiam tersebut.
"Permisi Pak.." sapa Rose begitu masuk kedalam ruang guru.
"Oh iya Rosie, sini masuk ada yang perlu bapak omongin." jawab Pak Gibran.
"Iya Pak, ada apa ya?"
"Jadi gimana soal proyek collab kamu sama band sekolah kita.?!
Udah mulai latihan.?"
"Emm.. A..anu Pak, sepertinya saya batalin aja deh niat itu Pak.
G..gimana kalo kali ini saya bikin konsep fashion show aja, gabung sama anak basket.
Kebetulan ayah saya mau menyeponsori untuk kegiatan kali ini."
"Maaf Rosie untuk kali ini bapak tidak menyetujuinya.
Bagaimanapun kamu dari kelas paduan suara, bagaimana bisa melenceng ke yang lain.?!
Seandainya kamu gabung ke klub tari atau karawitan pun bapak tetap setuju, karena disitu kamu masih bisa nyanyi.
Kalo fashion show gini, kamu bisa apa.?!"
"Masalahnya ekstra yang lain sudah full kuota Pak.."
"Yasudah kamu lanjutin gabung sama band sekolah kita saja.
Bapak rasa itu akan jadi persembahan bagus tahun ini, dan bapak akan sangat mengapresiasikannya."
Rose menggigit bibirnya mendengar ucapan dari sang guru.
Ia pun sedikit bingung kenapa Pak Gibran begitu kekeuh memaksa Rose untuk berkolaborasi dengan Jeon, meski sebenarnya alasannya masuk akal juga.
"B..baik Pak, saya akan bergabung dengan band sekolah untuk kegiatan kali ini." jawab Rose.
"Good.. Itu jawaban yang saya inginkan..!!
Baiklah, jangan kecewakan bapak ya..!!" ujar Pak Gibran tersenyum bersemangat.
"I..iya Pak, kalau begitu saya permisi jika memang sudah selesai Pak."
"Oh, oke silahkan Rosie..
Jangan lupa jadwal latihan besok.."
Rose hanya tersenyum kecut sembari mengangguk pelan, setelahnya ia pun segera keluar dari ruang guru dengan perasaan campur aduk.
Jeon yang nyatanya kini sedang menunggunya didepan ruang guru tentu mendengar obrolan antara Rosie dan Pak Gibran tadi, hanya saja ia berpura-pura tak mengerti apapun.
"Ada masalah??" tanya Jeon yang melihat Rose keluar dengan wajah lesunya.
"Pak Gibran minta aku buat tetep collab sama kamu dan nyuruh batalin gabung sama anak basket." gumam Rose.
"Oya...???
Emang keputusan yang tepat sih itu.." ujar Jeon tersenyum miring
"Tapi jangan kamu kira kita bakal lebih deket meski kita collab ya..!!
Semua ini demi profesionalitas aja..!!" dengus Rose.
"Iya-iya...!!" jawab Jeon tersenyum geli.
Sepulang sekolah Rose bersama beberapa temannya yang lain sepakat untuk menjenguk Enzo dirumahnya.
Jeon memaksa untuk mengantar Rose, tentu karena ia tak mau melihat gadis itu terus berduaan dengan Enzo disana.
Untungnya Evi memilih tak ikut dengan alasan ada urusan lain.
Maka hari ini Rose hanya pergi bersama Juwita dan beberapa perwakilan Osis.
Wanita paruhbaya yang masih terlihat cantik tersebut segera membukakan pintu setelah mendengar bel rumahnya berbunyi beberapa kali.
"Selamat siang tante, Enzo nya ada?
Saya dan teman-teman yang lain datang untuk menjenguk Enzo." ujar Rose.
"Oh Rosie..??!!
Iya-iya, ayo masuk semuanya..!!" ujar wanita yang diketahui adalah ibu Enzo tersebut.
Semua mengangguk sopan dan segera masuk kedalam.
Begitu sampai dikamar Enzo, semua pun akhirnya dapat melihat pemuda itu masih terbaring dengan luka lebam dibeberapa sudut wajahnya.
Sementara Enzo cukup terkejut kala melihat teman-temannya berbondong datang untuk menjenguknya.
"Lho, temen-temen...??!!" pekik Enzo.
"Hai Zo, kita semua dateng buat jenguk kamu.
Katanya kamu abis dikeroyok murid sekolah lain ya tadi pagi..?!" ujar Juwita.
"Emm.. Siapa yang bilang?"
"Tuh Rosie yang bilang.." ujar Juwita menunjuk temannya yang baru muncul dibelakang.
Enzo menatap dalam gadis yang ia cintai tersebut, ternyata ia juga ikut datang menjenguknya.
Namun atensinya sedikit berubah masam kala melihat seseorang lagi yang kini berada dibelakang Rose, siapa lagi kalau bukan Jeon.
Lelaki tersebut hanya menatap datar padanya, maka ia pun tak harus menunjukkan wajah ramahnya pada rivalnya tersebut.
"Aku dapet kabar dari Bimo tadi pagi kalo kamu dikeroyok anak-anak SMK 5." ujar Rose.
"Kok bisa Bimo ngabarin kamu..?" tanya Enzo.
"Ee.. A..aku..--"
"Karena tadi pagi Rosie berangkat bareng gue.
Dan Bimo nelfon di HP gue, jadi otomatis Rosie juga denger." sahut Jeon tanpa basa-basi.
Seketika Enzo pun merasa sesak didadanya, baru saja kemarin gadis itu memberi hal yang indah untuknya namun nyatanya Rose juga memberi kebahagiaan untuk Jeon.
Sedangkan Rose seketika menahan nafasnya kala dengan frontal Jeon mengatakan hal demikian didepan Enzo dan teman-temannya.
Yang lain pun tak berani bereaksi apa-apa, sementara Jeon tersenyum penuh kemenangan karena berhasil memanasi lawannya saat ini.
"Emang mereka ngelakuin itu atas dasar apa Zo.?!" tanya salah satu temannya.
Enzo hanya menggeleng kikuk seperti menyembunyikan sesuatu.
"E..enggak tau, tiba-tiba aja mereka ngehadang terus langsung main pukul gitu aja." bohong Enzo.
"Tapi barang-barang kamu masih utuh kan.?!" tanya Juwita.
"Masih kok, mereka gak ngambil apapun."
Semantara Rose hanya diam melihat Enzo menjawab semua pertanyaan teman-temannya.
Karena ia tau Enzo saat ini sedang berbohong, maka ia harus menanyakan sendiri secara pribadi tentang alasan orang-orang itu melakukan penganiayaan pada Enzo.
"Anak-anak, yuk minum sama makan dulu.
Tante udah siapin semuanya diruang tamu" ujar Ibu Enzo memecah suasana.
"Iya tante, terimakasih.." ujar salah satu diantara mereka.
Akhirnya semua pun keluar menuju ruang tamu, namun Rose memilih tetap tinggal sebentar dikamar tersebut.
Tentu hal tersebut membuat Jeon sedikit jengkel.
"Aku mau ngomong empat mata dulu sama Enzo, kamu gabung aja sama yang lain disana." gumam Rose.
"Tapi..--"
Ucapan Jeon tertahan kala mendapat pelototan tajam dari Rose.
Akhirnya mau tak mau lelaki tersebut beranjak meninggalkan kedua orang tersebut.
Perlahan Rose duduk dikursi samping tempat tidur Enzo.
Kali ini Enzo hanya terdiam dan enggan menatap gadis disampingnya tersebut.
"Zo, kamu jujur deh sama aku.
Apa yang orang-orang itu omongin ke kamu.
Aku tau kamu nyembunyiin sesuatu kan.." ujar Rose to the point.
"Kenapa kamu pengen tau?
Apa kamu ada hubungannya sama mereka?" tanya Enzo.
"Aku kenal beberapa orang disana.
Dan aku bisa nyimpulin orang yang ngeroyok kamu pasti orang yang kukenal juga." jawab Rose.
"Siapa.??
Siapa orang itu..??" sewot Enzo.
"Kamu jawab dulu apa yang mereka omongin ke kamu.!?"
Enzo membuang nafas pelan sebelum menjawab.
"Salah satu dari mereka nyuruh aku buat jauhin kamu kalo aku masih pengen hidup tenang.
Dan mereka bisa aja nyakitin kamu juga kalo aku masih deket sama kamu setelah ini.
Aku gak bisa biarin kamu diapa-apain sama mereka Rosie." ujar Enzo menatap khawatir gadis disampingnya.
Namun Rose masih terdiam, ia tak menyangka Enzo akan mendapat teror seperti ini setelah sekian lama ia putus dari mantan pacarnya.
Tentu Rose dapat menjamin bahwa hal ini perbuatan Junno dan teman-temannya.
"Sekarang kamu jujur, siapa orang-orang itu." pinta Enzo.
"M..mereka geng mantan pacar aku dulu waktu awal kelas satu SMA."
"Terus apa maksudnya kayak gini coba?
Dia kan udah mantan.." dengus Enzo tak terima.
"Apapun alasannya, aku minta maaf ke kamu.
Karena aku kamu jadi gini." sesal Rose.
Dengan pelan Enzo menggenggam tangan Rose, membuat Rose seketika memusatkan pandangannya pada mata teduh lelaki tersebut.
"Aku akan berusaha sekuat tenaga buat lindungin kamu.
Aku bersumpah dari dalam hati aku Rosie.." lirih Enzo.
"J..jangan Zo.. Aku mohon jangan terus berkorban demi aku.."
"Kenapa Rosie?
Apa karena Jeon..??
Kamu mulai suka sama dia?" desak Enzo.
Rose tak menjawab, lidahnya terasa kelu untuk sekedar menjawab iya atau tidak.
Ia pun bingung dengan perasaannya sendiri.
Ia tak ingin menyakiti hati Enzo namun ia pun mulai menikmati kehadiran Jeon disampingnya walau sedikit.
Apakah Rose begitu serakah sekarang?
Dibalik semua itu ternyata mereka tak tau bahwa sedari tadi Jeon mendengarkan pembicaraan mereka berdua diluar kamar Enzo.
Ia berinisiatif memanggil Rose karena teman-temannya mengajak untuk pulang.
Namun apadaya, nyatanya kini ia harus mendengarkan obrolan yang menyesakkan dada tersebut.
Sekuat apapun Jeon untuk percaya diri dapat merebut Rose dari Enzo, namun nyatanya Enzo masih mempunyai tempat tersendiri dihidup Rose.
Dan sepertinya hal itu sedikit sulit bagi Jeon untuk menembusnya.
'Aku orang pertama yang akan mati-matian ngelindungin kamu apapun yang terjadi, dan bukan dia.
Dan aku pastiin si bajingan itu gak akan berani sentuh kamu seujung rambutpun setelah ini.'