Tacenda [Mafia SunaOsa🔞]

By Adtswb_

13K 1.3K 526

Tacenda (adj.) things to not mentioned or published. Also things that are better left unsaid. 🔞 Merahasiakan... More

Pengenalan tokoh dan Peringatan konten ⚠️
Prolog
1. Konsentrasi Ganda
2. Hukuman
3. Keberhasilan rencana
4. Orang lain
5. Gebrakan
6. Hadiah
7. Suasana baru
8. Orang baru
9. Malam yang panjang
10. Pertemuan
11. Jebakan
12. Suasana Baru
13. Kecurigaan
14. Dadakan
15. Koordinasi
16. Permulaan
17. Pencarian
18. Kedatangan
19. Kesibukan
20. Permintaan
21. Permohonan Maaf
22. Kesalahpahaman
23. Rencana
24. Kejutan
25. Tamu
26. Miskomunikasi
27. Kerusuhan
28. Go kart
29. Perasaan Aneh
30. Upah
31. Kuadrat
32. Suzuka
34. Imigrasi
35. Dua Sisi
36

33. Acara Amal

129 20 4
By Adtswb_

Jangan lupa vote dan berikan komentar!

______________________
• Tacenda •
Bagian 33. Acara Amal
_______

Suna baru saja selesai bertemu dengan para polisi di rumah sakit. Ia mendapatkan kabar bahwa Osamu dan Reina mengalami kecelakaan hebat. Keduanya tak sadarkan diri, dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk menolong nyawa mereka. Suna menjadi penanggungjawab utama dan mendapatkan telepon pertama dikarenakan dirinyalah satu satunya orang yang menjadi anggota keluarga dari salah satu korban, yaitu Reina.

Sekarang yang Suna pikirkan ada dua hal. Pertama, keadaan Reina dan Osamu. Kedua, reputasinya. Kekacauan yang ditimbulkan oleh Reina ini sudah jelas akan menarik perhatian para media dan publik. Kecelakaan yang terjadi ini mungkin saja akan menjadi langkah awal dari kehancuran reputasinya di kemudian hari. Apalagi namanya sedang berada di salah satu barisan partai politik. Topik ini akan menjadi sangat sensitif bagi publik.

Sebelum terlarut semakin jauh memikirkan reputasinya yang mungkin akan menjadi bom waktu selama beberapa hari yang akan datang, Suna ingin menyelesaikan terlebih dahulu urusan rumah sakit. Baru saja ia mendapat kabar bahwa Osamu dan Reina mengalami cedera yang cukup berat. Keduanya sedang menjalankan prosedur operasi untuk memperbaiki cedera tersebut.

Osamu mengalami patah tulang leher dan lengan atas, gerakan mobil yang terbalik dan meliuk hebat mengakibatkan stres rotasi/pergeseran pada tulang lehernya. Lengan atasnya terhantam sisi pintu mobil, sehingga mau tak mau Osamu melakukan operasi gabungan. Di sisi lain Reina tak jauh berbeda, ia mengalami patah tulang selangka akibat tubuhnya terlempar ke depan dengan badan yang masih terikat sabuk pengaman.

Malam sudah berganti pagi, matahari samar samar mulai memancarkan cahayanya. Langit yang sebelumnya berwarna hitam itu juga sudah bercorak kemerah merahan. Sial, jika Suna tidak bertindak cepat maka habislah namanya. Tak bisa dipungkiri bahwa Suna tak memiliki hak istimewa dalam mengendalikan media, belum lagi nama Reina yang sejak awal cukup terkenal.

Kedua langkah kaki Suna berhenti tepat di samping pintu kemudi mobilnya. Beberapa jam ia habiskan di rumah sakit untuk mengurus berkas dan laporan kepada polisi. Suna juga harus mengurus beberapa hal lain mengenai asuransi kendaraan Reina dan juga memberi kabar buruk ini kepada yang lain. Kekasih Reina dan juga anaknya.

"Oh sial.."

"Sial sial sial"

Suna mengacak acak rambutnya, jantungnya tidak bisa berhenti berdegup kencang, rasa marah yang kembali terpacu, kedua lututnya yang terasa lemas, bahkan menjawab pertanyaan para polisi saja Suna harus terbata bata. Ia tak pernah seperti itu sebelumnya, sekalipun ia sedang ditodong dengan senjata api.

"SUDAH KUPERINGATKAN BUKAN?!"

"ARGH BRENGSEK!"

Suna menendang ban mobilnya dengan kasar, namun kerasnya ban mobil membuat kakinya terasa semakin lembek. Tubuhnya mendadak berbalik dan bersandar pada pintu mobil, tak mampu berbicara lagi, tubuh Suna mulai merosot dan terduduk di atas beton.

Kedua matanya terasa panas. Jika ancaman dari luar atau orang asing tidak menakutinya sama sekali maka ancaman dari dalam akan sangat merusak segalanya. Dua kali, Suna sudah mengalami dua kali di posisi seperti ini. Jika sebelumnya Suna sendiri yang membawa Osamu bersimbah darah, kini Suna tak berani untuk duduk di ruang tunggu rumah sakit.

Diperparah dengan keadaan Reina. Ia tak akan pernah mengira bahwa dua orang yang selalu mengganggu kehidupannya itu akan berada di dalam ruang bedah dan meregang nyawa di waktu yang bersamaan. Keadaan Suna jauh dari kata baik baik saja. Kepalanya tidak bisa berhenti berpikir hal hal yang buruk setelah mengetahui mobil Reina habis. Bagian belakangnya hilang menjadi serpihan besi, bagian depannya ringsek, bahkan bagian penumpang tak seperti untuk penumpang, kondisinya seperti habis dilindas sesuatu. Ruangnya mengecil dan menyempit.

Belum lagi tanggungjawab yang dibebankan padanya, belum lagi bisnisnya yang sedang macet karena kasus Sakusa, kira kira masalah apa lagi yang akan merundungnya nanti malam? Bukankah masalah ini akan menjadi kasus juga?

Terlalu kelu untuk berbicara, terlalu pening untuk berpikir, Suna mengeluarkan sekotak rokok dari dalam sakunya. Dengan jari jari yang gemetar ia mengambil satu batang dan menyalakan api sedang pada koreknya. Membakar ujung lintingan tembakau itu dari sematan bibirnya.

Suna berusaha keras untuk menyembunyikan rasa takutnya untuk menghadapi waktu. Meskipun sekujur tubuhnya mengatakan yang sebaliknya. Ia berusaha menutupi rasa sakit dan takutnya di balik gelungan asap rokok yang keluar dari bibirnya. Termasuk beberapa tetes air mata yang tak bisa ia kendalikan sama sekali itu.

Bayang bayang jika operasi tidak berhasil, kemudian keduanya akan lumpuh total. Bayangan itu terus merundungnya tanpa henti. Semakin banyak tembakau bercampur nikotin yang ia hisap. Rasanya mereka tak membantu banyak, Suna justru merasakan detak jantungnya semakin lama semakin cepat. Beberapa titik keringat muncul di dahinya, bahkan air matanya ikut serta membasahi busa rokok yang ia gunakan untuk meredam emosi. Percuma, rokoknya terlalu mungil untuk menghadapi masalah ekstrim.

Namun semuanya sudah terlanjur terjadi. Suna tak mungkin menyalahkan hal ini kepada siapapun termasuk Osamu sekalipun. Mungkin sasaran utamanya justru Reina yang tak mau mendengarkan tegurannya. Menonton balapan tidaklah menjadi masalah utama lagi, tertarik dengan dunia otomotif bukan menjadi sasaran lagi, Suna hanya menyayangkan mereka berdua yang sulit mendengar nasehatnya.

Sekarang apa? Haruskah Suna batal menjadikan Osamu kepemilikannya penuh untuk seumur hidup? Suna tak menginginkan seseorang yang lumpuh untuk dinikahi. Tidak masalah jika sedari awal ia memang memiliki keterbatasan fisik, namun masalah yang diakibatkan mereka sendiri? Suna enggan.

Langit semakin cerah, gumpalan awan nampak samar sama menutupi secercah cahaya matahari. Angin semilir pagi mulai terasa, beberapa kicau burung juga terdengar, sudah saatnya mereka berburu untuk mencari makan. Sebatang rokok yang ia nyalakan untuk meredam rasa takut itu tak membantu banyak, namun Suna berhasil melawan rasa takutnya.

Tubuh pria berambut hitam sedikit panjang itu bangkit, satu tangannya terangkat untuk mengisap wajah basahnya, membuang puntung rokoknya pada asbak saku, kemudian menepuk nepuk pelan bagian belakang celananya. Membersihkan beberapa debu dan daun kering yang tak sengaja menempel, ikut serta dalam kesedihannya.

Tak ada waktu lagi untuk menatap ke belakang, sekarang Suna wajib mengeksekusi apapun untuk mencegah hal buruk yang lain terjadi.

***

Acara pelelangan amal digelar secara ekslusif. Bokuto dan Kuro berhasil menghubungi para tamu yang Suna incar dengan sedikit pemaksaan. Acara pelelangan untuk amal yang seharusnya digelar esok lusa, dilaksanakan malam ini. Selain dengan sedikit paksaan dan kerja keras dari Bokuto bersama Kuro, nampaknya Suna menggelontorkan sedikit banyak uang pula untuk mennggiurkan para tamu.

Menyewa kapal pesiar untuk melakukan lelang. Selain dapat melelang barangnya, Suna secara eksklusif memberikan acara lain disini. Seperti makan malam, dan juga acara minum minum. Tak bisa dipungkiri bahwa acara ini juga tak jauh jauh dari hal bisnis. Dengan cara seperti ini mungkin Suna bisa bertemu dengan seseorang yang dapat membantunya.

Pandangan mata Suna terarah pada permukaan air laut, gelapnya malam dan lampu lampu pantai memberi pantulan kelap kelip yang indah. Angin malam terasa dingin namun tak membuat menggigil, minum minum tetap menjadi pilihan utama bagi Suna.

"Selamat malam tuan.."

"Selamat malam" Suna menoleh ke arah sumber suara, seorang pria berumur 50an dengan istri cantiknya itu menyapa. Beberapa orang yang melintasinya juga akan menegur Suna sebelum kemudian mencari tempat duduk.

Para pelayan sibuk kesana kemari untuk menawarkan kudapan dan juga sampanye kepada para tamu. Gemerlap indah dari pantulan lampu dan perhiasan wanita nampak menyilaukan pandangan. Masing masing dari mereka menunjukkan bahwa mereka pantas memenangkan pelalangan.

"Acaranya cukup mendadak sekali ya.."

Pria itu bertanya, sang istri setuju dan mengangguk untuk mengiyakan. Suna tersenyum lebar sebelum kemudian menjawab.

"Kebetulan aku dan teman temanku juga ada acara penting lusa. Jadi kami mengusahakan untuk memberikan uang amalnya esok hari"

"Oh, jadi dimana pasti asuhan yang akan menerima hasil pelelangan malam ini?"

Suna tertawa dalam hati. Panti asuhan? Rumah sakit? Uang itu diamalkan kepada dirinya tentu saja. Untuk apa ia susah susah melelang barangnya sendiri kemudian uangnya diberikan kepada organisasi lain. Ini keadaan genting, acara lelang dengan kedok amal selalu lebih cepat daripada tanpa embel embel sama sekali. Untuk masalah amal, Suna sudah menyiapkan uangnya sendiri. Untuk saat ini amal ini hanya untuk kedok.

"Penerima utama justru rumah sakit"

"Ohh, bukankah itu kabar yang bagus? Jika kami tidak memenangkan lelang malam ini, kami bisa berkunjung secara pribadi bukan?"

"Tentu" Suna meletakkan gelas minumannya di nampan seorang pelayan di dekatnya. Ia mengerti arah pembicaraan ini, menggiring Suna untuk menunjukkan lokasinya. Tentu saja mereka juga ingin memastikan bahwa latar belakang dari amal ini memang benar adanya.

Suna mengeluarkan pena dan secarik kertas dari dalam sakunya, ia menorehkan tinta untuk menulis rangkaian kata yang menjadi sebuah alamat. Tentu saja itu rumah sakit pribadinya, lagipula mereka tak akan tahu. Rumah sakit sektor swasta tidak mungkin mempublikasi nama pemilik, mereka fokus dengan kredibilitas institusi dan tim medis.

Berbeda kasus dengan keluarga Bokuto dan Kanoka yang berbisnis di bidang kesehatan. Mereka justru wajib mempublikasi informasi diri dan keluarga untuk meningkatkan reputasi. Memiliki keluarga sebagai komisaris rumah sakit atau bahkan seorang menteri kesehatan, tentu saja mereka akan berlomba lomba untuk membenahi reputasi.

"Oh hei.."

"Selamat malam tuan"

Suna mempercepat tulisan tangannya saat mengetahui seseorang datang. Senyum canggung dan tawa paksaan mulai melingkupi mereka. Suna segera memberikan alamat itu kepada sepasang suami istri yang sebelumnya menyapa mereka dan memohon kepada mereka untuk segera duduk.

Sial, Suna tak mengira bahwa orang ini akan datang.

Setelah sepasang suami istri yang meminta alamat itu benar benar pergi menjauh. Sampai sekiranya pembicaraan mereka tak bisa didengar oleh yang lain. Pria yang baru datang itu menggeser posisinya, berdiri tepat di samping tubuh Suna. Satu tangannya terangkat dan mencekal belakang leher Suna untuk ditundukkan.

"Kenapa harganya turun?"

"Kami sedang ada masalah internal, akan ku pastikan bahwa masalahnya tuntas sebelum kampanye dimulai" Suna berusaha menarik lehernya yang terus ditarik tarik oleh pria yang 10 tahun lebih tua darinya. Namun pria diktator itu nampaknya tak peduli, ia ingin berbicara dengan berbisik dengan gestur mencurigakan.

"Kau tau? Aku tidak mungkin melakukan likuidasi sekarang juga, jika kau tidak segera mengatasinya maka aku akan menuntutmu"

"Ingat, kau sudah melakukannya berkali kali"

"Dua kali" Suna menarik jari jari pria yang menekan lehernya itu, kedua sudut bibirnya dipaksakan untuk tersenyum meskipun berujung nampak masam.

"Sama saja, ayahmu juga melakukannya berkali kali"

"Aku bisa memastikan bahwa masalah akan selesai sebelum kampanye, kau hanya perlu bersabar untuk menunggu waktu. Jika aku tak bisa melakukannya sampai batas yang aku janjikan maka aku bukanlah orang yang kompeten, kau boleh menuntutku disaat itu" Suna kembali berusaha tersenyum yang dibuat buat, investor besar yang ternyata diundang oleh Kuro dan Bokuto itu kesal melihat Suna ingin segera pergi.

"Kau menyepelekan sekali! Aku ini investor besarmu!"

"Aku tahu aku tahu, tapi bukankah tugasmu hanya berpangku tangan dan menikmati hasilnya? Untuk apa kau marah marah kepadaku?" Suna meraih gelasnya kembali dari baki pelayan dan mengangkat setinggi dagu, memiringkan sedikit gelasnya untuk menunjuk si investor besar itu.

"Tapi aku hadir untuk memperingatkanmu! Kau akan kehilangan investor besar sepertiku jika kau tidak kompeten!"

"Oh, kau pikir investor besarku hanya kau?"

"Sialan, dasar sok penting!"

"Memang" Suna tertawa, tubuhnya berbalik dan meninggalkan pria narsis itu. Jangankan berdebat orang penting sepertinya, Suna saja malas menanggapi. Biarkan saja dia merasa dirinya paling berpengaruh dalam sahamnya. Bagi Suna kehilangan lima belas orang diktator tidak akan merugikannya. Masih ada ratusan investor lain yang menyokong kehidupannya.

Lagi pula untuk apa? Bukankah investor besar hanya perlu duduk manis dan menunggu, terlalu banyak komplen tidak merubah kenaikan harga pasar. Kemudian jika ia berhenti menjadi investor apakah mengganggu pekerjaan Suna? Tidak sama sekali. Toh dia juga pernah datang dengan sukarela.

Malam itu pelelangan berjalan dengan lancar. Pria diktator itu mencoba keras untuk memenangkan pelelangan namun nampaknya ia tak mampu. Tamu lain Suna yang terbukti jauh lebih hebat berhasil mendapatkan barangnya. Tidak lupa rencana bulus Kuro untuk menunjukkan para media berita ini. Nampak beberapa orang dengan kamera mahal dan besarnya itu sibuk memotret dirinya dari tepian pelabuhan.

Kabar pelelangan amal ini sendiri berasal dari orang orang yang diperintahkan oleh Kuro. Memberi kabar ekslusif juga akan menaikkan nama media mereka di permukaan internet. Ini tidak merugikan siapapun termasuk Suna dan Sakusa sendiri.

***

Suna meletakkan kembali plat besi berbentuk lingkaran yang baru saja ia gunakan. Beberapa keringat menetes dari dahi dan pelipisnya. Sekalipun suasana hatinya tak bagus, ia menggunakan rasa sakit itu untuk menjadi suatu hal yang produktif. Tidak semua orang bisa melakukannya dengan baik, Sakusa bahkan tak bisa melakukannya.

Menahan diri untuk tidak menjenguk Reina dan Osamu cukup sulit bagi Suna. Ia mengerti bahwa dirinya menjadi seorang penanggung jawab dari kejadian ini. Namun nama Reina dan dirinya yang sudah melambung kemana mana itu membuat Suna urung untuk menjenguk. Jangankan menjenguk, Suna saja diuntit setelah selesai dengan pesta dan acara amal semalam.

Bayangkan, sudah mengalami kerugian besar akibat kasus Sakusa, kini ia harus mendapat anncaman lain dari kasus keluarganya sendiri. Jangankan pergi menjenguk saudaranya, mendengar bahwa kabar Sakusa juga sakit membuat Suna ketakutan kehilangan kesehatan tubuhnya sendiri. Belum lagi ia mengetahui Kuro juga kehilangan banyak berat badannya akibat kasus Sakusa. Ini terlalu rumit.

"Tuan, kami mendapat surat"

"Oh ya? Surat perintah undur diri ya?"

Suna bertanya mendapati salah satu pelayan datang membawa beberapa surat di tangannya. Satu tangannya mengusap keringat di dahi dan leher menggunakan handuk. Seluruh otot di balik kulitnya itu terasa panas dan pedas, bahkan beban ratusan kilo yang sering ia gunakan itu bisa dilampauinya hari ini. Pagi ini.

Rasa marahnya itu ia ubah menjadi sesuatu yang lain.

"Tidak tahu tuan"

Suna meraih beberapa surat yang diberikan. Ia sempat memilah milah surat untuk dibaca. Dan yap, benar saja. Ia mendapatkan surat somasi dari ketua umum partai politik. Wajah datarnya itu menjelaskan semuanya, menjelaskan bahwa Suna sudah bersiap dengan apapun dan sudah menduganya.

Jadi apapun yang akan terjadi beberapa hari kedepan. Suna sudah siap menanggung semuanya, segalanya, apapun itu akhirnya. Asalkan Reina dan Osamu kembali ke rumah, maka semuanya akan cukup. Sisanya bisa ia perjuangkan kembali esok hari. Benar, hanya itu.

Suna menghabiskan waktu setidaknya beberapa puluh menit untuk bersiap siap. Hari ini ia berniat untuk menemui Kenma dan juga memiliki beberapa janji dengan investor besarnya. Yah benar, semalam ia mendapatkan banyak komplen dan hari ini adalah saatnya untuk menghadapi kembali permasahalan hidupnya.

Namun satu hal yang tak pernah ia duga terjadi ke dalam kehidupannya. Sengaja hari ini Suna yang tak ingin banyak menghabiskan energi itu menggunakan supir pribadi untuk mengantarnya pergi. Tepat ketika Suna akan keluar dari rumahnya, tepat ketika gerbang rumahnya terbuka. Puluhan orang datang beramai ramai untuk menyorotnya dengan kamera.

Memiliki rumah yang jauh dari peradaban adalah sebuah solusi bagi Suna disaat seperti ini. Bahkan puluhan orang yang datang dan berusaha meliputnya itu sudah diminimalisir dengan lokasi rumahnya. Namun tetap saja Suna pusing menghadapinya. Mungkin jika rumahnya di pusat kota, ratusan orang yang akan datang untuk memintai keterangan.

Mobil berjalan sangat perlahan lahan, berhati hati membelas keramaian yang berusaha mengetuk ngetuk kaca jendela penumpang bagian belakang. Beberapa teriakan dan pertanyaan kasar mulai berhamburan. Suna bahkan bisa mendengarnya dengan jelas. Sial, tidak ada yang bisa Suna lakukan selain memejamkan mata dan berusaha mengabaikan semuanya.

Namun ternyata itu hanya sesaat saja. Tepat ketika mobil yang ia tumpangi itu berhenti tepat di sebrang pintu utama gedungnya. Para media sudah menunggu kedatangannya selama beberapa jam terakhir. Mereka beramai ramai untuk menutupi akses jalan Suna yang bahkan kesulitan membuka pintu.

Tepat ketika kakinya berhasil mendarat pada permukaan beton puluhan jepretan kamera itu menghujaninya. Beberapa diantaranya berusaha untuk menyodorkan alat perekam suara yang terus berusaha didorong oleh Suna. Kegaduhan yang terjadi membuat Suna tak merasa nyaman. Ia nampak berusaha keras untuk membelah keramaian dan memberontak untun ditanyai.

"Bagaimana caramu mengembalikan kerugian besar kepada investor yang merasa dirugikan akibat kejadian ini?"

"Mengapa kau belum membuat pernyataan publik terkait keterlibatanmu dalam kasus Real Estate itu?"

"Bukankah seharusnya kau mengundurkan diri dari tim partai politik itu? Keluargamu bermasalah dan memperburuk reputasi orang lain!"

"Apakah uang amal yang kau dapatkan saat itu digunakan untuk menutupi kerugian investasi?"

"Acara amal itu hanya untuk pengalihan isu bukan?"

"Acara amal itu hanya untuk menutupi kedok bukan?"

"Citramu sudah buruk, berhenti mementingkan keuntungan bisnis daripada moralitasmu itu!"

Hujanan pertanyaan membuat Suna semakin enggan menjawab. Ia terus terdorong dorong kesana kemari melawan puluhan orang yang berusaha mendapatkan jawabannya. Ingin sekali Suna berteriak dan menjawab "Tidak tahu dan pikirkan sendiri jawabannya!" Namun mengingat Sakusa berakhir tak baik dengan para media, Suna mau tak mau harus menahan diri.

***

Votenya di pojok kiri sini ya ↙️ 15 vote baru kita lanjut

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 139K 51
Bertransmigrasi menjadi ayah satu anak membuat Alga terkejut dengan takdirnya.
291K 20.8K 99
Tiga pasang remaja yang di takdirkan menemukan bayi yang di takdirkan mengurus ke empat bayi karna suatu insiden dulunya bayi bayi itu di tempatkan...
12.6K 722 20
kumpulan cerita yang author halukan bersama tokoh-tokoh haikyuu warning! bxb yaoi
476K 42.9K 61
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...