Aster

By sofiahkhair

578 103 13

(FOLLOW DULU ATUH, BIAR SAMA-SAMA ENAK YE_KAN..) CERITA INI MENGANDUNG KETIDAKJELASAN, KEGABUTAN, KEHOREAMAN... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 34
Bab 35

Bab 33

16 3 0
By sofiahkhair

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sampai di apartemen depan padepokan, Aster masuk dengan langkah pasti bersama Tomi sudah tau persis arahnya kemana. Benar saja. Di depan pagar padepokan tadi memang ada beberapa orang sedang menunggu. Aster terlihat sudah bergganti baju menggunakan pakaian serba hitam lengkap dengan hoodie. Lagi-lagi Aster tak tau dimana Tomi mendapatkannya. Dia memang selalu bisa diandalkan.

"Ini Mas.." Tunjuk Tomi di depan sebuah pintu hitam setelah naik lift menuju lantai ketiga apartemen kecil itu. Aster sempat menghela napas panjang kemudian hendak meraih gagang pintu.

Eh.. Tapi tunggu. Ada yang Aster lupakan mengenai Tomi. Ini sudah satu Minggu sejak Aster melihat masa depannya waktu itu. Apakabar dengan ibunya?

"Tom..?"

"Ya Mas?"

"Ibu kamu baik-baik saja?" Tanya Aster. Mendengar pertanyaan Aster, entah mengapa Tomi berubah sendu. Dia bahkan menunduk semakin dalam. Kemungkinan matanya mulai memanas saat itu. Tubuh tingginya tak lagi bisa menahan getaran dalam dadanya.

Setelah berusaha menguasai diri, Tomi kembali mengangkat wajahnya hendak menjelaskan dengan tegar. "Waktu Mas nyuruh saya pulang seminggu yang lalu, saya temani ibu saya di rumah. Tapi malamnya dia meninggal di pangkuan saya Mas.."

Deg!

"Mas pasti sudah tau tentang ini. Makannya Mas nyuruh saya pulang waktu itu." Lanjutnya kembali menunduk sendu.

Masa depan yang Aster lihat berubah. Kemungkinan karena Aster meminta Tomi segera menemuinya. Mungkin para malaikat pencabut nyawa itu memang menunggu kedatangan Tomi saat itu. Atau bisa jadi ini permintaan ibu Tomi pada yang Maha Kuasa. Entahlah.. Aster tak bisa pastikan.

"Kenapa gak bilang saya Tom?" Aster tak terima karena baru mengetahui kabar ini.

"Saya kira ini masalah pribadi saya Mas. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan." Jawab Tomi tegas namun sangat kentara, dia berusaha menahannya. Tomi bahkan sudah berpikir dia bisa mengendalikan perasaannya seperti semula lagi. Tapi memang terbuat dari apa hatinya itu? Kenapa harus selalu berpura-pura padahal sebegitu rapuhnya?Aster benar-benar muak. Kenapa selalu saja seperti ini? Dia sama saja seperti Ayahnya.

"Kamu anggap saya apa?" Aster masih tak terima. Bahkan jawaban Tomi membuatnya makin kesal. Reaksi Aster tentu membuat Tomi terguncang. Padahal dia hanya ingin menunjukkan jika dirinya baik-baik saja sekarang.

"Maaf Mas.." Tomi hanya bisa menunduk tanpa bisa menimpali atau sekedar menjelaskan. Sekilas ia melihat Aster sepertinya benar-benar kecewa. Ia bahkan tak lagi bicara dan melanjutkan kembali langkahnya untuk masuk ke dalam apartemen itu lagi.

Apalagi memangnya? Dibahas pun hanya akan membuat semakin tak nyaman. Sudahlah..

Cklek..

"Nak.." Begitu Aster masuk, ternyata sudah ada Mbah Gun yang tengah menunggu bersama dua orang lainnya di sana. Mereka murid padepokan silat Mbah Gun. Aster sempat bertemu dengan mereka sebelumnya. Begitu melihat Aster datang bersama Tomi, keduanya terlihat bangkit dari sofa, hendak beranjak pergi.

"Gak! Duduk aja." Pinta Aster pada mereka. Aster memilih ikut duduk bersama di sofa panjang itu. Sedangkan Tomi, tentu sigap berdiri tegap tak jauh dari Aster. "Gimana Mbah?" Tanya Aster begitu duduk tak jauh dari Mbah Gun.

"Sesuai tebakkan Mbah, dia bawa-bawa padepokan sekarang. Bisa lihat, di depan sana setiap hari selalu ada banyak orang yang menunggu. Mereka tanya ini itu tentang Agam. Padahal Mbah pun gak tau banyak sebenarnya. Padepokan makin terpojok sekarang. Ada banyak kabar buruk tentang padepokan. Mereka bilang padepokan sesat, padepokan santet, sihir, bahkan beberapa pejabat mulai berdatangan untuk meminta bantuan." Mbah Gun mulai menjelaskan.

"Maaf saya gak cepat menangani ini Mbah. Padahal waktu itu pun ketakutan Mbah soal ini seharusnya jadi pertimbangan untuk mempercepat kami menangkap Agam." Sesal Aster yang kemudian membuat Mbah Gun terkekeh.

"Kalian benar-benar mirip. Pak Erlangga pun mengatakan hal yang sama." Kekehnya. "Karena sudah seperti ini, apa boleh buat? Kadung kejadian juga. Hanya saja, Mbah kayaknya sudah ingin berhenti saja. Tolong carikan orang yang bisa memimpin padepokan dan membuatnya tetap bisa berjalan, kalau bisa berkembang menjadi lebih baik." Lanjutnya.

Deg!

Mungkinkah? Aster mulai berpikir liar. Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi pada Mbah Gun. Tapi apa? Aster belum bisa pastikan. Sejak tadi, ia berusaha untuk membaca masa depannya namun jelas. Tenaga Aster bahkan belum pulih sepenuhnya. Dia tidak bisa membacanya sekarang. Terlalu banyak energi yang hilang karena rasa sakit gaib tadi.

"Nak, jika sesuatu terjadi sama kamu, tolong ingat satu hal ini." Mbah Gun tiba-tiba menatap intens mata Aster bahkan menggenggam tangannya hangat. "Maafkan semuanya.." Pangkas Mbah Gun yang sama sekali tidak Aster pahami sejauh ini.

"Maksudnya gimana Mbah?" Tanya Aster.

"Nanti juga kamu paham." Wajah penuh kerutan itu kini tersenyum simpul.

"Terus, soal Agam, mau diapakan Mbah?" Aster masih meminta pendapat.

"Sebenarnya Mbah cuma pengen ketemu kamu aja. Soal Agam Mbah hanya minta tolong kalau dia memang punya kekuatan gaib, bisa gak kamu hancurkan kira-kira?" Tanya Mbah Gun berhati-hati.

"Saya gak bisa sejauh itu Mbah." Aster tentu saja tak pernah melakukan hal itu. Dia hanya bisa melihat, merasakan, dan memperhatikan sejauh ini. Namun Mbah Gun seperti tau lebih banyak namun tidak memaksakan apapun. Dia tersenyum simpul sambil mengangguk paham.

"Kalau begitu, artinya Mbah hanya butuh bantuan Pak Erlangga saja sekarang. Mbah ingin dia bawa Agam ke sini." Ucapan Mbah Gun sejak tadi sangat tenang. Bahkan wajahnya terlihat lebih cerah dari biasanya. Sebenarnya ada beberapa hal yang jadi pertanyaan, namun hanya melihatnya seperti ini pun membuat Aster sedikit lega karena menyempatkan diri bertemu.

Kalau tidak salah tebak, kemungkinan Aster akan mendengar kabar lain dari Mbah Gun setelah ini. Entah kapan tepatnya, Aster merasakan firasat itu meski enggan mengakuinya dengan pasti.

"Nak? Kamu sedang jatuh cinta?"

Deg!

Mbah Gun tiba-tiba bikin jantungan. Tak ada pertanyaan apapun mengenai celetukan itu. Aster hanya terdiam kebingungan.

"Hati kamu menyala sekarang. Dan pasti akan lebih sakit dari ini. Mbah yakin kamu bisa bertahan. Mas Aster kuat." Pangkasnya kemudian menepuk bahu Aster sebelum bangkit dan sekilas mengajak kedua muridnya juga dengan sebuah anggukan.

Tuk
Tuk
Tuk

Seseorang terdengar mengetuk pintu sebelum Mbah sempat berjalan ke arah keluar. Tomi sigap lebih dulu menghampiri pintu, kemudian membukanya.

Terlihat ada sepasang suami istri tengah berdiri di sana lalu menatap lurus penuh kehati-hatian pada Mbah Gun yang memang bisa langsung terlihat dari luar apartemen saking kecilnya ruangan itu.

"Oh? Masuk!" Mbah Gun menyambut ramah bahkan menjemput suami istri itu dan membawanya ke dalam. Tomi yang masih berdiri diambang pintu, akhirnya menutup pintu itu rapat-rapat ketika mereka berdua masuk.

"Ini?" Tanya Mbah Gun pada kedua muridnya.

"Njeh Mbah.." Jawab salah satunya dengan sopan.

"Mas, bisa tolong Mbah sebentar?" Mbah Gun kembali berbisik pada Aster yang masih duduk di tempat semula tanpa bergeser sedikit pun.

"Ya?" Aster masih belum bisa paham maksudnya.

"Duduk duduk.." Mbah Gun meminta pasangan itu duduk kemudian dia pun kembali duduk di dekat Aster. "Ini cucu saya, ini sopirnya, dan ini.." Mbah Gun memperkenalkan namun ketika menunjuk kedua muridnya, pasangan pasutri itu langsung memotong.

"Murid-murid Mbah.. Mereka yang saya desak supaya bisa mempertemukan kami dengan Mbah.." Jawab sang suami dengan hati-hati.

"Njeh.." Mbah Gun tersenyum kemudian mengangguk dengan sedikit canggung sebenarnya. Namun, karena sebelumnya sudah mendengar cerita mereka dari kedua muridnya itu, akhirnya Mbah Gun menyetujui untuk membantu mereka. "Kalau begitu, silahkan. Saya bisa mendengarkan masalahnya terlebih dahulu." Ujar Mbah Gun, lalu menoleh ke arah Aster seolah memintanya menyimak juga.

Ah.. Mungkin ini klien Mbah Gun. Sepertinya dia meminta Aster untuk melihat masa depan mereka, atau hanya sekedar melihat makhluk yang berkeliaran di sekitar mereka, atau bisa juga hanya memperhatikan aura mereka saja? Oke. Kalau gitu, kekuatannya harus segera pulih. Dia harus menolong Mbah Gun kan? Pikir Aster.

"Jadi gini Mbah, saya mengenal baik Istri saya sudah hampir sepuluh tahun lebih. Dan ini pertama kalinya dia seperti ini. Beberapa bulan terakhir kalau lihat saya tuh katanya bawaanya pengen mutah." Suami mulai menjelaskan.

Aster hampir menyembur namun di tahan karena melihat Mbah Gun dan yang lain terlihat masih memperhatikan dengan seksama.

"Saya nonton podcast Ki Ageng katanya kalau ciri-cirinya kayak gini tuh artinya istri saya kena guna-guna Mbah. Dan saya pun minta solusinya supaya bisa menghilangkan guna-gunanya Mbah.." Lanjutnya.

"Bisa liat?" Tanya Mbah Gun sekilas pada Aster.

Mendapati ucapan Mbah Gun, Aster mengangguk paham kemudian berusaha fokus untuk mengeluarkan kekuatannya untuk ini. Entah itu melihat guna-guna yang mereka sebutkan, menghapus memori jelek tentang perselingkuhan itu, atau bisa juga dengan melihat masa depan salah seorang dari mereka yang mungkin akan mendapat petunjuk dari sana.

Mbah Gun sempat terdiam sejenak namun entah mengapa terlihat sedikit cemas.

Uhuk..

Gak bisa. Alih-alih bisa mengeluarkan kekuatan biru, Aster malah kembali merasakan sensasi rasa sakit yang perlahan mulai menjalar kembali.

"Ah.. Kayaknya memang benar. Ada guna-guna yang mengganggu hubungan kalian. Cucu saya sampai gak kuat lihatnya." Kekeh Mbah Gun yang kini mengusap punggung Aster pelan seolah memintanya berhenti. Aster tak henti-hentinya curiga jika Mbah Gun sebenarnya bukan orang sembarangan. Kalau dipikir-pikir masuk akal karena Ayahnya pun begitu menghormati dia. Lalu siapa sebenarnya Mbah Gun ini? Gumam Aster yang masih berusaha mengendalikan rasa sakit itu.

"Benar Mbah?" Suami langsung percaya bahkan terlihat lega. Begitupun dengan sang Istri yang juga terlihat tak lagi gelisah seperti sebelumnya.

"Ya.. Akan coba saya hilangkan.." Mbah Gun kini bersiap duduk tegak kemudian menutup mata sambil menghela napas beberapa kali. Sepasang suami istri itu terlihat memperhatikan dan begitu percaya dengan apa yang kini Mbah Gun lakukan.

"Mohon bersiap juga Pak, Buk, silahkan tutup matanya, hilangkan semua pikiran-pikiran negatif, fokus, minta pada Tuhan supaya diberi perlindungan ekstra mulai dari sekarang.." Salah satu murid Mbah Gun seperti paham harus berkata apa jika Mbah Gun sudah seperti ini.

Aster menghela napas panjang. Rasa sakit itu kembali mereda. Kali ini dia bisa memperhatikan mereka. Dan Mbah Gun?

Ternyata tak ada yang dia lakukan sebenarnya. Melihat kedua orang itu menutup mata, Mbah Gun malah kembali mengusap punggung Aster lembut dengan tatapan cemas.

"Kita hilangkan semua kecemasan yang ada.. Hilangkan semua amarah di masa lalu, Gusti Allah akan menghalau semua.." Murid Mbah Gun masih merapalkan supaya mereka tetap menutup mata dan fokus.

Haagh...
Hiya..

Mbah Gun terlihat sedang mengibaskan sesuatu namun malah terlihat lucu hingga Aster pun tersenyum.

"Lailahailallah.. Subhanaka innikuntu minadhzolimin.." Pangkas Mbah Gun setelah berakting bak menempas sihir. "Alhamdulillah.." Kalimat hamdalah itu adalah yang terakhir. Namun kedua orang itu masih fokus dan menutup mata. "Sudah.." Mbah Gun sampai harus mengintruksi supaya mereka kembali membuka matanya.

"Gimana perasaan Bapak sama Ibu sekarang?" Tanya Mbah Gun meminta testimoni. Padahal benar-benar tak ada yang ia lakukan sejak tadi.

"Masyallah Mbah.. Hati saya plong.." Suami terlihat puas sambil mengelus-elus dadanya. Mbah Gun beralih pada sang istri.

"Tadi di telinga saya kayak ada tiupan udara yang tiba-tiba keluar. Itu guna-gunanya kali ya Mbah?" Istri ternyata benar-benar tersugesti.

"Ya.. Sudah saya keluarkan tadi." Mbah Gun malah mengklaim dengan senyuman tenang.

"Alhamdulillah.." Si suami terlihat kegirangan mendengarnya. Mereka bahkan kembali menautkan tangan dengan senyuman cerah. "Apa yang bisa saya lakukan untuk membayar kebaikan Mbah ini?" Dia kini terlihat bersyukur bahkan membicarakan imbalan.

"Hidup rukun saja, silahkan bahagia bersama anak-anak dan keturunan-keturunan kalian kelak."

"Terimakasih banyak Mbah.." Suami Istri itu terlihat begitu senang mendengarnya.

"Ya.. Ya.. Silahkan.. Antar mereka.." Mbah Gun meminta muridnya mengantar mereka keluar.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 9.4K 26
nina and papa (21+)
35.2K 2K 60
Hanya curahan seseorang yang selama ini selalu diacuhkan dan dianggap sampah. Menghibur dan memberi solusi kepada orang membutuhkan, namun justru yan...
4.7K 239 48
Seorang remaja yang bernama langit baskara, 17 tahun sudah ia hidup tanpa sosok seorang ayah. Hidup dalam dunia yang menurutnya kadang adil dan tak a...
2.6K 216 55
!! FOLLOW AND VOTE JIKA MENYUKAI CERITA, ENDING TETAP TROBOS VOTE!! Keterpurukan seorang ayah yang membuat nya mengadopsi seorang anak dari panti as...