Salah satu anak perusahaan Dnd group, Snacktopia terancam bangkrut usai ditipu 17 Triliun
CEO Snacktopia ambil tindakan hukum untuk tuduhan penggelapan dan pemalsuan
Memiliki hutang triliunan rupiah, Snacktopia bakal phk masal ribuan karyawan
Dnd group akan jual saham Snacktopia dalam jumlah besar
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba badai datang. Papa bahkan tidak pernah mengatakan apapun tentang perusahaannya yang sedang tidak baik-baik saja. Meski statusku adalah anaknya, aku mengetahui hal itu lewat artikel-artikel yang muncul di sosial media. Ya, memang aku tidak sepenting itu sampai papa harus membagi masalahnya denganku. Aku bukan anak kandungnya juga.
Kalau begitu, kenapa namaku harus ikut terseret. Netizen mulai membicarakan, 'Jidan gitaris viral dari grup 7Dream adalah anak dari CEO Snacktopia'. Memang, aku tidak pernah merahasiakan identitasku sebagai bagian dari keluarga Danendra. Tapi, aku tidak pernah mengumbarnya. Karena memang tidak ada yang perlu dipamerkan. Hari ini, tiba-tiba semua orang membicarakannya.
Komentar buruk tentu ada, tapi aku tidak peduli. Seperti yang mama katakan, Semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya. Semakin dikenal seseorang wajar kalau banyak pembenci dan orang-orang yang berusaha ingin menjatuhkan. Aku anggap ini sebagai pelatihan. Suatu saat, mungkin akan lebih parah dari ini. Tidak apa-apa, aku sudah siap untuk itu.
Daripada aku, sepertinya masalah ini lebih memengaruhi mama. Mama bahkan belum berhasil membujukku untuk kembali mengejar posisi papa. Tapi, posisi itu malah runtuh duluan.
Rencana mama selama ini sepertinya gagal total. Mama pasti kecewa berat. Karena itu, sudah tiga hari sejak papa pulang dalam keadaan mabuk berat, tapi mama masih saja tampak murung. Omelan yang biasa terdengar setiap harinya, tiba-tiba hilang. Mama tidak banyak bicara sejak saat itu. Benar-benar fenomena langka.
Namun, malam ini setelah aku pulang dari caffe tiba-tiba mama menghampiriku ke kamar. Menyuruhku duduk diam di ranjang sedangkan mama duduk di tempatku biasa duduk belajar. Katanya ingin bicara sebentar.
"Kamu serius pengen jadi artis?" tanyanya membuka obrolan langsung ke inti pembahasan, tanpa basa basi-basi sama sekali.
"Iya," aku mengucapkannya dengan yakin agar mama percaya. Mendengarnya, mama mengangguk pelan. Raut wajahnya tak terbaca. Entah artinya mama puas dengan jawabanku atau tidak.
"Kamu siap sama semua konsekuensinya?"
Apakah ini terlalu awal untukku merasa bahwa mama telah menyetujui keinginanku?
"Siap."
"Jangan pernah menyesal sama pilihanmu nanti!"
Woah, mendengar kalimat yang mama ucapkan sepertinya mama benar-benar sudah memberiku ijin. Dengan senyum tertahan, aku mengangguk patuh. Memang sedari awal aku memutuskan jalan ini, segalanya sudah kupasrahkan. Sesulit apapun nanti, aku tidak akan menyesali pilihanku sendiri. Lebih baik menyesal karena melakukannya daripada menyesal karena tidak melakukannya.
"Kamu bener, jalan hidup tidak mungkin selalu mulus. Perusahaan sebesar Snacktopia pun bisa runtuh. Bahkan Dnd group tidak bisa menyelamatkannya. Meski korban, papamu pasti mendapat hukuman dari kakekmu. Pria tua itu lebih mencintai perusahaannya daripada anaknya sendiri. Tidak heran, itu menurun pada papamu. Dan mama tidak ingin kamu menjadi orang seperti itu."
Sekedar informasi, yang memimpin Dnd group saat ini masih kakek dari pihak papa yang sudah lama tinggal di Bandung. Kakek dan nenek sudah berpisah sejak lama ngomong-ngomong. Nenek menikah lagi dengan seseorang yang bekerja di ranah hukum. Suaminya itu sepertinya orang yang sangat sibuk juga. Untungnya masih ingat pulang. Lalu, keluarga kecil paman dan bibi juga tinggal bersama di rumah itu. Biasanya setiap tahun keluarga kami berkumpul di sana. Tapi, aku selalu merasa di kucilkan di sana. Jadi, seringkali aku tidak ikut datang beralasan harus belajar.
Sedangkan kakek memilih untuk tidak menikah lagi. Tentu saja karena kakek terlalu mencintai perusahaannya. Pria tua itu tidak begitu peduli dengan hubungan pernikahan. Lihatlah sekarang, diusianya yang ke tujuh puluh masih saja menggenggam erat dunianya. Seolah tidak akan ada kematian yang mungkin menjemputnya dalam waktu dekat. Maaf, bukan mendoakannya cepat mati, tapi faktanya usianya memang sudah senja.
"Maaf …, mama terlalu menekanmu selama ini." Aku terkejut mendengar kata keramat itu diucapkan oleh mama. Tidak mungkin. Apa aku salah dengar?
"Mama egois. Maaf …." Apa ini? Ternyata mama bisa mengucapkan kata maaf. Apakah setelah merenung selama tiga hari ini membuatnya tersadar?
"Aku juga minta maaf. Tidak bisa menjadi yang mama inginkan," aku tulus mengatakannya. Sebenarnya, aku sedikit merasa bersalah karena menentang keinginan mama. Rasanya benar-benar seperti anak durhaka.
"Itu tidak penting sekarang. Lagipula rencana yang mama buat sudah berantakan semua. Yang terpenting sekarang, kita fokus ke depan saja. Berjanjilah akan melakukan yang terbaik, apapun pilihanmu!"
"Aku janji."
Mama mengangguk sambil tersenyum tipis. Senangnya, akhirnya mama setuju dengan pilihanku. Aku tidak menyangka akan ada masalah seperti ini yang membuat mama akhirnya berubah pikiran. Kupikir, mama tidak akan pernah berubah pikiran, selamanya.
Mama diam untuk beberapa saat. Seperti masih ada hal yang ingin dikatakan. Tapi, tampak ragu untuk mengungkapkan.
"Kenapa?" tanyaku mencoba memancingnya untuk bicara.
"Sepertinya kita harus pergi dari rumah ini. Rumah ini disita, karena hutang papamu."
"Separah itu?" Kupikir masalah ini hanya badai yang datang sekejap, setelah beberapa saat papa pasti akan bangkit lagi. Dalam berbisnis, jatuh dan bangun itu biasa. Tapi, sepertinya semuanya benar-benar hancur.
"Iya. Kakekmu tidak akan membantu papamu, masalah ini harus diselesaikan oleh papamu sendiri. Papamu mungkin nanti
akan tinggal di rumah besar keluarga nenek. Tapi, mama tidak akan membawamu ke sana. Keluarga itu pasti menolak kehadiran mama juga dirimu."
Aku sudah bisa membayangkannya. Nenek sebenci itu kepadaku. Mana mungkin mau menerimaku untuk tinggal satu atap dengannya. Mungkin, belum juga masuk nenek tua itu sudah mengusirku.
"Kita akan tinggal di rumah lama keluarga mama. Karena sudah lama kosong, mungkin tidak akan senyaman rumah ini. Rumah itu juga tidak terlalu besar. Tapi, setidaknya kita masih bisa tinggal di Jakarta dan kamu masih bisa melanjutkan karirmu." Aku mengangguk setuju dengan rencana mama. Nenek dan kakek dari pihak mama memang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Dan mama tidak memiliki saudara. Jadi, rumah itu sudah kosong sejak lama.
"Elea?" Aku teringat gadis kecil itu. Dia akan ikut siapa nanti. Kalau ikut mama, mungkin biaya sekolahnya akan terlalu membebani mama. Apakah papa tetap mau membiayai putrinya itu walaupun ikut dengan mama?
"Mama akan bertanya padanya nanti. Keluarga Danendra tidak akan menolaknya, meski mama tidak yakin mereka akan memperlakukannya dengan baik atau tidak. Setidaknya, kebutuhannya terjamin di sana. Tapi, kalau Lea memutuskan ikut dengan kita, tentu mama akan senang hati membawanya. Walaupun, mama tidak yakin bisa memenuhi kebutuhan kalian."
"Mama akan bekerja?" Mama akan memenuhi kebutuhan kami, itu artinya mama akan bekerja. Tapi, selama ini mama hanya sibuk di rumah mengurus pekerjaan rumah. Mau bekerja dimana? Andai saja aku sudah memiliki penghasilan sendiri. Hasil dari nge-band di caffe dan konten di sosial media itu tak seberapa karena dibagi untuk tujuh orang, bahkan untuk staff juga. Aku jadi sedikit merasa bersalah.
"Pasti. Apapun itu, mama harus mulai bekerja untuk bertahan hidup dengan kalian. Tenang saja, selama ini mama sudah mengumpulkan tabungan yang cukup. Perhiasan dan emas, itu tidak akan terhitung harta gono gini."
"Mama juga pernah berinvestasi kepada seorang teman. Meski awal mulanya itu uang yang diberikan papamu yang mama tabung, tapi itu akan terhitung sebagai penghasilan mama sendiri. Teman mama itu memulai usaha butik. Usahanya sudah mulai berkembang sekarang, mama bisa ikut bekerja di sana nanti."
"Mama … akan cerai?" Berpisah rumah dan membagi harta benda? Itu artinya mereka akan bercerai. Aku tidak pernah mengharapkan ini sebelumnya. Bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ku pikir hubungan keduanya masih bisa diperbaiki.
"Iya. Tapi, mungkin nanti. Kalau sekarang, orang-orang akan menganggap mama sengaja meninggalkan papamu saat sedang kesulitan. Dan itu tidak akan baik untuk karirmu. Mama akan menunggu beberapa bulan."
"Mama nggak papa?" aku mencoba menatap kedua mata itu. Tidak mungkin mama baik-baik saja. Ini semua pasti sulit dan berat.
"Tidak masalah. Selama ini juga papamu memang tidak ada bersama kita. Tidak akan ada bedanya."
Benar juga, memang selama ini papa tidak pernah hadir untuk keluarganya. Hanya uangnya yang terus mengalir untuk kebutuhan kami. Tapi, apa tidak apa-apa sampai sejauh ini? Perceraian bukan hal mudah. Lewat tatapan mata mama, aku sudah tahu hal ini bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Otak mama saat ini pasti penuh sekali.
Rasanya aku ingin memeluk mama sekarang. Mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi, kenapa berat sekali? Kenapa hubungan kami kaku sekali? Sejak kapan? Andai aku bisa memperbaiki ini. Baru saja aku bergerak turun dari ranjang, mama sudah pergi lebih dulu keluar dari kamarku. Kurang cepat. Seharusnya aku langsung memeluknya saja tadi. Maaf, Ma. Aku belum bisa menjadi seseorang yang bisa diandalkan. Belum bisa menjadi sandaran bagi mama yang kesepian. Aku harap nanti bisa memperbaikinya.
Setelah ngilang berbulan-bulan
Maaf
Aku nggak bisa beralasan lagi
Entah masih ada yang nungguin atau nggak
Tapi, aku akan usahakan untuk tetap tamatin cerita ini
Sebenernya mau aku up nanti kalau udah punya draf sampe tamat
Tapi
Hari ini spesial dong
Aku ultah hehe
Mumpung belum ganti tanggal
Ini hadiah dari aku❤
1/10/24