"Jaemin--masih hidup.."
Benar, Jay--juga meragukan kewarasannya sendiri sekarang..
"Matt, kau harus percaya pada ku!" Jay meraih tangan Matt, membawa tangan lelaki itu ke dada Jaemin.
"Aku benar kan? Jantung Jaemin masih berdetak, kan?" Jay menatap Matt penuh harap.
Chanyeol maju mendekati keduanya, "Jay hentikan--"
"Benar! Jantung Jaemin masih berdetak!" Matt berseru, walau amat lemah, detakan jantung Jaemin masih terasa.
Dokter Kath segera maju mendengar hal tersebut.
Jay terpaku, menatap dokter dan para perawat yang kembali mendekati Jaemin, ia memilih menurut saat Chanyaeol menariknya untuk keluar.
Jaemin--masih hidup..
___________________________
Jaemin dengan perlahan membuka matanya, air matanya mengalir kala sadar ia benar benar masih hidup.
"Jaemin? Kenapa menangis? Dimana nya yang sakit?"
Suara Jay terdengar khawatir, menunggu Jaemin sadar sejak semalam dan nyatanya lelaki itu baru membuka mata pagi ini.
"Jaem--"
"Kenapa--aku masih hidup?" lirih Jaemin pelan, menatap Jay dengan tatapan tak percaya.
"Apa yang kau katakan? Tentu saja kau masih hidup, untung nya aku menemukan mu kemarin--"
"K-kenapa menyelamatkan ku? KENAPA KAU MENYELAMATKAN KU?!" Jaemin berteriak parau, mati matian berusaha mengangkat tangannya dan mendorong Jay dengan seluruh tenaga yang ia punya.
"Aku t-tak minta di selamatkan, kenapa kau ha-rus datang? Kenapa?!"
Jay menatap Jaemin sendu, dengan hati hati menggenggam tangan Jaemin yang terus mendorong nya, "Karena aku tak mau kehilangan mu."
"Karena kau belum bahagia, karena masih banyak yang sayang pada mu."
Jay menarik senyum menenangkan, "Ni-ki dan yang lain datang, mereka khawatir, semua khawatir. Karena itu aku menyelamatkan mu, karena masih banyak orang yang ingin kau hidup."
Jaemin terkekeh getir, "Tapi aku tak mau hidup!"
"Kau--ARGHHH KAU MENGACAUKAN SEMUANYA!"
Rean dan Matt masuk mendengar keributan di dalam.
"Jaemin--"
Rahang Jaemin mengeras, memilih mengalihkan pandangan keluar jendela, "Pergi, pergi dari sini! Pergi kalian semua!"
Matt dengan cepat menarik Jay, sadar keadaan Jaemin masih sangat kacau, lelaki itu tak akan mau mendengar perkataan baik siapapun sekarang.
"Baiklah, kami keluar. Jika ada apa apa, panggil kami, kami di depan," ucap Matt lembut sebelum ketiganya berlalu pergi keluar.
Isakan Jaemin terdengar, melirik pergelangan tangan kirinya yang terbalut perban, kenapa--Jaemin selamat..
Padahal Jaemin sudah memberanikan diri untuk menyayat pergelangan tangannya, padahal Jaemin sudah bersusah payah menahan sakit di dalam air dingin tersebut, tapi kenapa ia masih selamat? Berapa lama lagi ia harus menderita?
Jaemin tak mau hidup lagi..
_____________________________
Jay meraup wajahnya kasar, duduk dengan tak tenang seraya terus melirik jam, "Kita harus memantau Jaemin, bisa saja dia nekat melakukan hal itu lagi, kan?"
Sam mengusap punggung Jay menenangkan, "Ada cctv, tak perlu khawatir."
"Jaemin tampaknya benar benar stress, dia--pasti tak memiliki keinginan untuk hidup, kita harus bagaimana? Apa dia harus berkonsultasi dengan psikiater?" tanya Jay benar benar bingung.
Allen menggeleng, menerima air mineral yang di buka kan Matt, "Tidak, dia akan menolak. Itu pilihan buruk, biarkan dia tenang sendirian dulu."
"Ini karena Rean sialan itu, kenapa dia terus menyudutkan putranya? Dia hanya punya Jaemin, seharusnya dia menjaga satu satunya pewaris yang ia miliki seperti berlian," geram Jay.
"Saat pertama dia memang harus menggunakan segala cara untuk memperluas kekuasaannya, cara berpikirnya sudah benar kok, tapi dia hanya salah dengan cara melakukannya," sahut Matt tenang.
Di banding pewaris, kekuasaan lebih penting. Pewaris tak berguna jika tak ada kekuasaan. Maka dari itu, Rean benar dengan mengambil tindakan untuk memperluas kekuasaan nya lebih dulu, namun dia salah karena menggunakan cara kotor dan mengorbankan putra nya seperti ini.
Jay berdecak kesal, "Aku kesal dengan kehidupan seperti ini!"
Allen terkekeh miris, memutar mutar cincin di jari manisnya, cincin pasangan dengan Jaemin,"Benar, tak seru. Apa aku harus hidup miskin, ya?"
Matt dengan gemas menyentil kening Allen pelan, "Kau tak akan tahan, hidup saja dengan semua warisan mu itu."
"..baiklah."
___________________________
Cklekk
Jaemin tak menoleh saat pintu terbuka, masih terdiam dengan pandangan kosong. Rose masuk dengan senyum teduh nya.
"Jaemin, ada yang sakit?"
Jaemin menggeleng, membiarkan Rose berdiri di samping nya.
"Biar mommy obati luka Jaemin, ya."
"Tak perlu--" ucapan Jaemin terhenti, spontan menutup mata dan melindungi wajahnya dengan tangan saat tangan Rose terangkat untuk mengusap rambutnya.
..trauma sialan..
Rose terdiam iba, berusaha mempertahakan senyum dan kembali menarik tangannya, "Boleh mommy bantu Jaemin untuk duduk?"
Jaemin mengerjap ling lung, "I-iya."
Lantas Rose dengan hati hati membantu Jaemin untuk duduk, "Mau minum? Atau Jaemin mau makan?"
"Tidak," Jaemin menggeleng pelan, menatap pergelangan tangan kirinya lekat.
Ia tersentak kaget saat Rose menggenggam tangannya lembut. Ia mendongak, menemukan wanita itu tersenyum manis padanya.
"Jaemin, dengar sayang. Mommy menyayangi Jaemin, Jay dan daddy juga, lalu ada Allen, Matt, dan Sam, teman teman di sekolah juga begitu, bahkan ada Jungwon dan yang lain. Jadi, Jaemin juga harus menyayangi diri sendiri," ucap Rose lembut.
"Jangan menyakiti diri sendiri, karena jika Jaemin melakukannya, maka Jaemin menyakiti orang orang yang menyayangi Jaemin."
Rose mengusap tangan Jaemin, "Mommy menyayangi Jaemin, sangat. Tolong jangan membuat mommy menangis karena Jaemin terluka."
"Jika Jaemin kesulitan, Jaemin boleh datang pada mommy. Kapan pun itu, mommy selalu punya waktu untuk anak anak mommy."
Jaemin hanya diam, memilih kembali menunduk, menatap tangannya yang di genggam Rose.
Tak mau, Jaemin--tak mau hidup..
Mau bagaimanapun, Jaemin tak mau hidup..
"Mama sayang Jaemin banyak banyakk."
Jaemin--tak mau hidup?
______________________________
"Apa?" Allen melotot tak percaya mendengar ucapan sang pacar. Ia menatap Danielle yang kini dengan enteng memakan cup cake di hadapannya.
"Kamu serius?"
"Iya, katanya tulang hidung Zin patah, kaki kirinya juga," ulang Daniell lagi, terkekeh gemas melihat raut wajah Allen.
"Kenapa siih? Lagipula kamu kan juga melihat bagaimana Jaemin memukulnya, aneh kalau Zin baik baik saja setelah di pukuli seperti itu."
Benar sih, tapi Allen tak menyangka akan separah ini..
"Ayo makan, kamu akan terus diam begitu?" tanya Danielle, melirik kantin rumah sakit yang lumayan ramai.
Allen tersenyum, kembali melanjutkan makannya seraya menimpali cerita Danielle sesekali.
____________________________
Angin malam terasa menusuk kulit, sepi, suara mobil dan motor di jalanan raya juga terdengar jauh dari lantai 4 ini.
Jaemin mengerjap, menatap ke bawah dengan tatapan sendu, rambutnya terasa acak acakan karena angin kencang.
"Benar, disini--siapa yang bisa menyelamatkan ku, ini akan berhasil," lirih Jaemin pelan.
"Kau akan melompat dari sini?"
Deg
Jaemin berbalik dengan cepat, menemukan Mingyu yang kini menutup pintu rooftop.
Mingyu mendekat, melirik sekilas ke bawah lantas kembali menatap Jaemin. Netra hazel anak itu terlihat kosong seolah tak lagi hidup.
Ah, jika ini korban Mingyu, maka Mingyu akan melepaskannya. Tak seru sekali memangsa orang yang tak punya semangat hidup seperti ini.
"Kenapa? Kau muak dengan kehidupan mu? Kau menyerah?"
Jaemin terkekeh hambar, "Aku juga ingin hidup."
"Lalu? Kenapa berusaha membunuh diri mu sendiri?"
Bibir pucat Jaemin menarik senyum miris, "Memang--ini bisa di sebut hidup?"
"Aku tak tau bagaimana orang lain menilai kehidupan sempurna ku ini."
"Tapi bagi ku--ini neraka, panas--dan menyakitkan."
"Lalu apa guna nya terus berada dalam neraka dunia ini?"
AKU UPPPPPP
walaupun udh baca cromulent, kayaknya kalian tetep deg degan ya sama kondisi Jaemin?
ga sempat cek ulang, maklumin kalau typo ya cintaaaahh
komen yang banyaaaaaaak di tiap paragraf
⚠️ 200 vote dan 100 komen buat next
⚠️ jangan jadi siders!
see u di next chap, lop u all
jangan lupa vote dan komen💚💚