Bubble Gum Mala

By laelytaaa

20.4K 1.3K 235

[Completed] Dalam Revisi Aku telah salah mencintai dia. Salah karena dia mencintaiku atas dasar balas dendam... More

Prolog
Bubble Gum Mala || Rasa Jeruk
Bubble Gum Mala || Rasa Anggur
Bubble Gum Mala || Gitar
Bubble Gum Mala || Refan (Papa Kedua Mala)
Bubble Gum Mala || Senjata Mala
Bubble Gum Mala || Lagi...
Bubble Gum Mala || CafΓ©
Bubble Gum Mala || Sakit
Bubble Gum Mala || Penerimaan
Bubble Gum Mala || Not Romantic (?)
Bubble Gum Mala || Romantic :)
Bubble Gum Mala || Damn!
Bubble Gum Mala || Its Back!
Bubble Gum Mala || New Cast !
Bubble Gum Mala || Twins
Bubble Gum Mala || Regret
Bubble Gum Mala || Dendam?
Bubble Gum Mala || Move On
Bubble Gum Mala || Halo cinta
CEK WORKS

Bubble Gum Mala || Last One

755 28 9
By laelytaaa

Bubble Gum Mala || Last One

Dear Diary,

Dia, yang membuatku jatuh cinta. Dia mampu membuatku tersenyum saat aku mulai rapuh. Dia, mampu membuatku tertawa saat air mata turun melalui pipiku. Dia, adalah yang terakhir untukku.

Saat dia menyatakan cinta padaku, aku harap itu memang pernyataan yang tulus dari hatinya. Aku harap, ini nyata dan bukan khayalanku saja. Aku harap, dia benar-benar melakukan ini karena hatinya.

Kim Rezal Stevano.

Dialah yang membuatku bisa menulis sepanjang ini di buku harianku. Laki-laki yang tidak pernah aku sadari selama satu tahun di sekolah ini. Dia, mencintaiku diam-diam. Dia mencintaiku, saat pertama aku pergi ke kelasnya. Itu terlihat, sangat klasik bukan? Jatuh cinta pandangan pertama dan diam-diam.

Aku menutup diriku karena laki-laki yang kini aku benci, sehingga aku tidak pernah tahu ada orang yang telah menungguku dengan hati yang tulus. Tetapi, kini aku mengecewakannya. Aku menggantung cintanya hanya karena aku harus mempertimbangkan ini benar atau hanya main-main saja.

Aku, bodoh.

Sangat bodoh.

-

-

-

-

-

Malam ini, acara prom night kelulusan kelas 12 diselenggarakan di sekolah. Semua siswa menghadiri acara tersebut, dari kelas 10 sampai 12. Termasuk Mala yang datang bersama Refan.

Dengan sackdress hitam yang membalut setengah tubuhnya, membuatnya nampak anggun. Rambutnya yang tergerai, bergerak sana sini seiring dia berjalan.

"Hy Mala."

Mala melihat seseorang yang memanggilnya. Melihat laki-laki itu memakai setelan jas hitam dan kemeja putih, membuatnya semakin tampan. Tersadar, Mala tersenyum pada laki-laki di depannya. "Kak Rezal, hy juga."

Rezal menyimpan kedua tangannya pada saku celannya. "Malam ini, kamu sangat cantik."

"Beda yah sama hari-hari biasanya?" Mala tertawa, dia mengambil segelas sirup dan meminumnya.

"Ya, begitulah."

Mala meletakkan gelas itu di meja. Dia sepenuhnya menatap wajah Rezal yang tampan. "Kak Rezal juga ganteng."

Dia tertawa, membuat Mala menunduk malu. "Sudah kudengar kata-kata itu dari orang lain."

"Gue, telat dong?"

Rezal mengangguk. Sedetik kemudian, mereka berdua diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Membuat Mala dalam keadaan canggung.

"Kita ke halaman belakang, mau 'kan?" kata Rezal setelah keheningan. Mala mengangguk, dan merasakan tangannya di genggam oleh Rezal. Mengalirkan kehangatan untuk malam yang dingin ini.

Seiring berjalan, Mala hanya terdiam merasakan kehangatan tangan Rezal. Belum pernah dia merasakan hangatnya tangan seseorang. Hingga sampai di halaman belakang sekolah, Mala masih tetap diam. Dia menikmati momen ini.

"Mala? Kamu diam saja dari tadi." Rezal tersenyum, dia masih menggenggam tangan Mala.

Mala mengerjap, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, iya maaf gue bengong kak."

"Tidak apa-apa."

"Canggung, kenapa harus bahasanya seformal itu?"

"Aku, sudah terbiasa diajarkan oleh kedua orang tuaku, Mal."

"Oh, aku akan mencoba berbahasa sepertimu, kak."

"Lucu."

Mala memalingkan wajahnya, pipinya bersemu merah saat ini. "Gue 'kan baru mencoba."

Musik klasik yang mengalun di aula masih bisa terdengar sampai halaman belakang. Walaupun samar-samar. Rezal berdeham, dia menegakkan badannya. Menatap Mala dengan intens.

"Mal, mau dansa denganku?"

Mala menatap tidak percaya pada laki-laki di depannya ini. Dia terkejut dengan apa yang dilakukan Rezal. "Kak, gue nggak bisa dansa. Lo tahu gue 'kan? Gue hobinya mungkin berantem."

"Terus, bagaimana? Aku ingin berdansa."

Saat ini, dada Mala sedang kelojotan tak karuan. Dia mati-matian menahan degupan jantungnya yang tidak teratur. "Gue, gue, gue nggak tahu juga."

Tersenyum, Rezal menarik kedua tangan Mala. "Emm, terdengar klasik sih. Tapi, injak kaki aku aja ya Mal."

"Nanti sakit dong."

"Tidak apa-apa, asalkan heels kamu lepas."

"Oke." Mala mulai melepas heelsnya, menaiki kaki Rezal. "Sakit ya? Gue berat loh kak."

Rezal tersenyum, dia merangkulkan tangannya pada pinggang Mala. "Tidak. Kita, mulai ya?"

Mala menelan salivanya kuat-kuat, dia benar-benar bingung harus bagaimana. Akhirnya, dia mengalungkan tangannya pada leher Rezal, menyandarkan kepalanya di dada bidang Rezal.

Mereka berdua larut dalam musik samar-samar ini. Rezal menaruh dagunya pada kepala Mala, begitupun Mala yang menaruh kepalanya pada dada Rezal. Dia, bisa merasakan detak jantung Rezal yang membuatnya tenang.

"Mal, aku mau bilang sesuatu sama kamu."

"Apa?"

Rezal masih melanjutkan gerakannya, menahan kakinya yang mulai kesemutan. "Aku, sayang sama kamu. Udah dari dulu waktu pertama kali kamu datang ke kelasku."

"Berarti, lama banget dong?"

"Ya."

Mala terdiam, dia merasakan gerakan dansa ini semakin pelan. Hingga berhenti. "Berat ya kak? Gue turun deh." Mala berjalan mengambil heelsnya, lalu mendekati Rezal yang masih setia berdiri. "Kita duduk di sana aja ya?"

Rezal dan Mala duduk di bangku yang berhias lampu kecil-kecil. Memposisikan dirinya dengan nyaman, Rezal menatap Mala lagi. Meyakinkan gadis di depannya. "Gimana dengan perasaanmu, Mal?"

"Perasaan gue?" Mala menunduk, dia menggigit bibir bawahnya. "Gue, gue, gue nggak tahu perasaan gue sekarang."

Terdapat kekecewaan yang di lihatkan oleh Rezal dari raut wajahnya. Dia menatap langit malam yang hitam tanpa bintang. "Oh, gitu. Jadi, kamu belum mengetahui perasaanmu?" Rezal berdiri dari duduknya, dia menyimpan kedua tangannya pada saku celananya. "Aku, ingin mendengarkan jawaban itu Mal."

"Gue, pikir-pikir dulu ya?"

"Oke. Aku, pergi."

"Kak," panggil Mala. Dia menyusul Rezal. "Maaf, jika aku menggantung pertanyaanmu."

Rezal berbalik, menghadap Mala yang berada di belakangnya. "Nothing Mal." Lalu, dia berjalan meninggalkan Mala yang merutuki dirinya saat ini.

-

"Gue bego, kenapa gue nggak terima langsung sih cintanya?" Mala menjambak rambutnya gemas. Sesekali berguling sana sini untuk menenangkan hatinya. "Gue nggak bisa kayak gini terus, itu udah seminggu yang lalu Niaaa."

Nia melempar kacang polong pada Mala. "Lo sih, bego atau gimana? Kalau gue jadi lo, gue terima Maaaal."

"Iya, gue bodoh ya?"

"Kalau lo mau balas perasaannya, gue tahu kok alamat rumahnya."

"Serius? Kita pergi sekarang!"

Nia diam, memperhatikan Mala dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Yakin? Mau berangkat dengan keadaan lo yang kayak gini?"

Menyengir kuda, Mala menuju kamar mandi dan bergegas mandi. Memakai baju sepantasnya dan memoles wajahnya natural.

"Udah, cantik 'kan?"

"Oke."

Mala dan Nia menyetop taksi, mereka menuju rumah Rezal. Selama setengah jam, akhirnya mereka sampai di depan gerbang besar ini. Kontras dengan rumahnya yang megah dan mewah.

"Ck ck, memang sangat besar rumahnya Mal."

"Apa gue pantes?"

"Ayolah Mal! Keburu telat!"

Mala menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Oke, kita masuk."

Setelah gerbang terbuka oleh satpam, mereka berdua masuk di antar oleh satpam. Berjalan dari gerbang menuju teras memakan waktu sepuluh menit. Membuat Nia merutuki kakinya yang pegal dan kesemutan.

"Sebaiknya, kita bawa taksi sampai depan rumah deh, lain kali gitu."

Mala hanya mendengus kesal kepada Nia yang cerewet. Lalu dia menekan bel pintu rumah besar ini. Dengungan bel terdengar sampai keseluruh penjuru rumah. Membuat siapapun menyadari ada tamu.

Salah satu pintu terbuka, menampakkan wanita paruh baya yang Mala yakin itu ibu Rezal.

"Cari siapa ya?"

"Selamat siang tante, saya mencari kak Rezal."

"Rezal? Dia sedang berada di kantornya. Kalian siapa ya?"

"Oh, kami adik kelas Kak Rezal tante. Ya udah, kalau begitu, saya pamit dulu. Terimakasih tante."

"Tunggu, kalian bisa masuk sebentar? Pasti datang jauh 'kan? Perkenalkan, saya ibu Rezal, Gina."

Mala menatap Nia yang mengedikkan bahunya. "Emm, saya Mala dan ini Nia tante. Terimakasih atas kebaikan tante. Tapi, kami pulang saja."

"Baiklah, nanti tante bilang kepada Rezal. Hati-hati di jalan ya."

Mala dan Nia pulang, hanya Mala yang menunduk lesu karena bingung harus bagaimana lagi. Takut kalau Rezal sudah melupakannya. Ini adalah kesalahan dia sendiri, dan yang membuatnya sedih juga karena dirinya sendiri. Dia tidak bisa menyalahkan siapapun. Kecuali dirinya sendiri.

"Aku mencintai dia, sungguh. Dan dia, yang terakhir untukku."

-

END

Uh, akhirnya cerita ini selese. Gantung ya? Wkwk, sama sama gantung buat Rezal. Kapan-kapan aku post epilognya, dan mungkin ada one shot cerita ini juga. Tentang Mala dan Rezal kelanjutan cerita ini. Oh oh. Tunggu saja ya!

15 Juli 2015

Laelyta


Continue Reading

You'll Also Like

14M 1.1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
460K 18.7K 44
π™π™Šπ™‡π™‡π™Šπ™’ π™Žπ™€π˜½π™€π™‡π™π™ˆ 𝘽𝘼𝘾𝘼~ ____________πŸ•³οΈ____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...
8.8M 529K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
THEORUZ By L I L Y

Teen Fiction

16.1M 1.5M 54
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...