Theresia itu benci menulis, kecuali menulis soal jatuh cinta.
•••
“Kirain mami kan kamu sama si Yafi itu ada desas-desus cintanya, Ree” Mami masih berceloteh padahal mereka sudah sampai di rumah dari 30 menit yang lalu, Theresia memutar bola matanya sebal, “Ah, mami... aku sama dia tuh cuma temen”
Theresia lantas beranjak ke kamarnya karena enggan mendengar maminya berceloteh dan berspekulasi mengenai dirinya dan sosok Yafi itu.
Oh Tuhan, bahkan tadi mereka terdiam hampir 5 menit, suasananya menjadi awkward karena Maminya itu.
Tidak lepas dari situ, Yafi pun hanya cengar-cengir karena bingung akan merespon apa.
•••
Theresia menghela napasnya, hari ini ia memiliki niat untuk membersihkan rak-rak di kamarnya itu.
Ah, mengenai gelang, tadi sudah Theresia terima.
Sedikit perasaan kecewa menguar dari gadis itu, karena yang ia dapati mengantar gelang kesayangannya itu adalah ojek online, bukan yang memberinya gelang.
Gadis itu membawa tangannya untuk mengeluarkan buku-buku di rak 3 tingkat itu, matanya tidak lepas membaca satu-satu judul bukunya.
“Loh? ini kenapa disini?” gadis itu mendapati album foto polaroidnya yang ia miliki semenjak duduk di bangku SMA
Theresia berjalan ke kursi di depan meja riasnya, gadis itu membuka album foto polaroidnya, mengamati setiap kenangannya.
Terdapat banyak foto ia dan Gisella disana, masa-masa nakalnya pun tidak luput diabadikan, oh ayolah, Theresia bahkan tidak menyangka dirinya bisa dititik ini setelah melihat polaroid yang menggambarkan bahwa dirinya sedang di dalam ruang BK.
Gadis itu terus membalik tiap-tiap halamannya, hingga matanya menangkap satu foto. Laut, menggunakan almamater warna biru dongker dan disebelahnya terdapat dirinya yang masih menggunakan seragam SMA
Theresia membawa jemarinya untuk menarik polaroid itu keluar, ia membalikkan polaroid itu dan tersenyum.
“Keren juga pena gue enggak pudar sama sekali” bangga gadis itu, lalu mulai membaca tiap kalimat yang ada di belakang polaroid itu.
•••
‘23 Agustus 2017
Promosi kampus dari kampus swasta apa ya tadi? tapi terserah, kakaknya ganteng banget! thanks to Gisella yang mau fotoin kita berdua dan thanks to kakaknya yang mau foto sama gue!!
Anw, thanks God, si Kak Sandya Laut? mau ngasih nomor handphonenya ke gue haha!’
•••
Theresia terenyuh, ah dia suka sekali ya sama Laut itu? itu pertemuan pertamanya dengan Laut.
Saat itu, Theresia yang duduk di kelas 3 selalu menanti kedatangan kampus yang berkunjung ke sekolahnya, bukan... bukan untuk menentukan kampus tujuan... Gadis itu lebih tertarik dengan kakak-kakak tampan itu. Biasanya, kelas Theresia itu diisi dengan mahasiswi namun hari itu takdir bersama gadis itu, detik dimana gadis itu tidak melepaskan pandangannya dari sosok Laut.
Theresia si remaja labil itu bahkan dengan tidak tau malu meminta nomor Laut dengan alasan ‘mau tanya soal jurusan’ tapi syukurlah, Laut memberikannya, karena saat itu Theresia diejek habis-habisan oleh Gisella.
Theresia tersenyum, gadis itu seperti dibawa ke masa lalu.
“Bahagia banget gue kayaknya ketemu si Laut”
•••
Butuh waktu 2 jam untuk membersihkan seluruh kamar Theresia ini, gadis itu bahkan sekarang kelelahan seperti habis menguli.
Theresia merebahkan dirinya sambil membawa buku tulis dengan hardcover yang didominasi warna biru muda, ia membacanya dari halaman 1
Itu buku tulisnya sejak 2017, tepatnya setelah gadis itu bertemu dengan Laut.
Jujur saja, Theresia bukan gadis pecinta tulisan, bahkan Theresia muak untuk menulis! lebih baik mengetik, ujarnya.
Gadis itu beberapa kali tersenyum saat membaca tiap-tiap bait kata yang ia tulis, seraya menendang selimutnya.
“Buset, gue enggak tau malu banget ke Laut” seru gadis itu.
Ia berkutat lagi ke dalam buku yang dipenuhi tulisan tangannya yang berisi pujian untuk Laut, cerita bagaimana akhirnya mereka dapat berbicara lanjut ataupun bagaimana Laut mengajaknya pergi minum kopi, namun, saat halaman ketujuh ia temukan, gadis itu merenung.
‘Tuhan, kali ini aku butuh sosok Laut! aku janji akan bahagiain Laut, aku janji kalau aku jadi jodohnya, Laut akan kurayakan setiap hari.
Tuhan, tolong... kali ini, aku mau kak Laut... Dia mungkin terlalu sempurna untuk aku, tapi, aku butuh yang sempurna untuk melengkapi hidup yang compang-camping ini.’
itu yang tertulis disana
Air mata gadis itu tidak terbendung, bahkan semakin deras saat ia terus membalikkan lembar kertasnya, tidak peduli jika air matanya dapat membuat buku itu rusak.
Isaknya semakin kencang saat ia temukan 2 polaroid yang tertempel disana, satu polaroid berisi dirinya yang memegang kue strawberry dan satu polaroid berisi dirinya dan Laut yang mengecup pipinya, gadis itu terenyuh bahkan semakin terlihat sengsara ketika membaca tulisannya disana.
‘Ulang Tahun ke 20 bersama Kak Laut!
Dia ngasih aku kalung... katanya simulasi untuk ngelamar aku 2 tahun lagi... Happy banget.
Bahkan kue ini dibikinin sama dia!! ya meskipun bareng sama tante Tari sih...
Tapi tapi tapi! happy banget!! enggak bisa didefinisikan.
Theresia, kamu waktu mau 18 tahun bilang kalau bakalan ngerayain Kak Laut, tapi nyatanya, dia yang selalu ngerayain kamu... Theresia, kamu beruntung banget, sumpah!
Theresia di umur 30, 40, apa 50 terus deh sampai 100, ini sosok yang bikin kamu bahagia, tolong jangan dilupakan ya? tolong...
Aku mungkin enggak suka suasana alam tapi kali ini, aku mencintai Lautan’
Sesak, rasanya sesak melihat dirinya 4 tahun lalu mengutarakan hal itu.
Gadis itu meraih handphonenya dan menghubungi seseorang dengan penuh harap.
•••
“Darimana sih lo? lama banget” celoteh Erik menghujam telinga Laut yang baru saja pulang, Laut tidak meresponnya namun lelaki itu memberikan bungkusan berisi croffle.
“Wih, wanginya” seperti bukan Erik yang barusan, lelaki berambut lurus itu sekarang seperti kucing yang diberikan whiskas oleh majikannya.
“Abis ketemu Rinjani” Erik yang baru saja mengunyah croffle itu langsung terbatuk, lelaki itu menatap Laut suram.
“Biasa aja kali” sahut Laut, Erik segera menuntaskan kunyahannya.
“Ngomong apa bos sama dia? enggak ngebuat kalian jadi beneran kan karena lo udahan sama Theresia?” Erik mulai mengomel.
“We're done too...” Erik melotot, “BISA KAYAK GITU?” seru lelaki itu.
“Bisalah! hati gue cuman ke There, mau apa dunia?” ucap Laut singut, oh ayolah, Erik hari ini terlalu galak untuknya.
“Oh jadi lo beneran nih ya? kayak serius seribu persen intinya?” Laut menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan sahabatnya itu.
“Beneran apa? cinta sama There? ya iyalah!”
“Buseeett! Enggak lupa gue kalau dulu Theresia ini ternyata anak SMA yang waktu itu kelasnya kita datengin” celetuk Erik, hal itu membuat Laut menoleh... ah iya, Erik juga datang ke kelas Theresia saat itu.
“Tapi kocak dah, maksud gue kayak, gue seenggak dinotice itu sama There...” kali ini Erik mengeluh, padahal dirinya sama saja saat pertama kali diberi tahu Laut bahwa Laut sedang menyukai anak SMA yang pernah mereka datangi kelasnya untuk mempromosikan kampus, Erik sama sekali tidak ingat.
“Kalau lo yang dinotice sama dia, yang ada dia suka sama lo! gue ngejomblo seumur hidup ya, sial” singut Laut
“Broo, kalau gue yang dinotice sama dia, dia mah enggak bakal gue selingkuhin nih, maaf banget sih” Jleb, hati Laut rasanya dihujam saat ini.
Lelaki itu mematung, terdiam meresapi kalimat sahabat karibnya.
“MAAF BRAYY ENGGAK MAKSUD BEGITUU, AH MAKASIH YA CROFFLENYA! I LOVE YOU KAKAK LAUT CINTAKU MANISKU!” lelaki itu berseru lalu berlari keluar dari apartemen Laut, membiarkan si pemilik mematung.
Matilah kau, Laut.
•••
To Be Continue
semangat.