Bangun lebih siang dari biasanya Alderan merenggangkan tubuhnya yang sedikit kaku ia kalap mengejar tugas les sampai tertidur di meja belajar. Melihat jarum jam yang sudah menunjukan pukul 09.00 pagi, "Tumben banget gak ada yang gedor gedor ngebangunin. " Melihat sekeliling dan sadar akan sesuatu, "Mereka pasti udah pada berangkat. " Tidak ingin berlama lama memikirkan hal yang merusak suasana di pagi hari yang cerah ini Alderan beranjak menuju kamar mandi.
Menuruni tangga dengan langkah ringan bersenandung kecil ia menyukai suasana rumah yang tenang dan damai seperti ini jika kalian berpikir Alderan akan sedih di tinggal sendiri maka kalian salah. Nyatanya Alderan lebih sering di tinggal sendiri di rumah besar dengan para maid yang berlalu lalang daripada menghabiskan waktu bersama, meski tinggal di atap yang sama nyatanya jarak di antara mereka cukup jauh.
Duduk di meja makan yang jarang ia duduk Alderan mulai mengambil beberapa lauk yang ada di atas meja ia sibuk menikmati makanan di hadapannya ini. "Permisi den, di depan ada Sekertaris Bapak nyari aden. " Salah satu maid berhenti di depan Alderan ia menyampaikan jika ada tamu datang.
"Tunggu sebentar gitu ya bi. " Balas Alderan ia juga ingin mengatakan sesuatu pada Sekertaris Ayahnya yang sudah ia tahu siapa. Beberapa menit sejak maid tadi menghilang menyampaikan pesan Alderan sosok lain datang mengambil tempat di hadapan Alderan. "Paman nih gak sabaran banget bentar lagi aku juga selesai. " Omel Alderan.
"Saya kan harus kembali ke kantor gak bisa lama lama. " Jelas Dion ia cukup sibuk di kantor belum lagi tugas tambahan yang tidak bisa ia tolak. "Bosnya juga gak ada. "Lirih Alderan. "Karena bos gak ada jadi anda bisa seenaknya makan jam segini?" Alderan mengerut ia tidak mengerti.
"Maksudnya?"
"Kurang dari 10 menit lagi jam 10 itu artinya tidak ada lagi sarapan. " Dion mengingatkan Alderan betapa ketatnya keluarga ini untuk masalah makan saja ada banyak aturan tak tertulis. "Iya. Selagi gak ada matanya aku aman. " Segera menyelesaikan makannya dengan lebih cepat.
"Paman ngapain ke sini?" Kini Alderan sudah ada di ruang tamu duduk bersantai. "Menyerahkan beberapa barang ada setelan untuk anda pakai di acara kelulusan besok beberapa kado dan juga karangan bunga anda bisa membawanya besok. " Menunjuk barang barang yang Dion bawa dan itu bukan hanya sekedar beberapa.
"Om perasaan gak ada yang mati jadi kenapa harus ada karangan bunga segala? Ini bawanya gimana ya bambang? Yang ada Paman yang bawa buat aku itupun bucket bukan karangan segede gaban gini. " Omel Alderan ia tidak bisa membayangkan membawa karangan bunga dengan ucapan alay.
"YO MY BROTHER HAPPY GRADUATE SEMOGA PANJANG UMUR, SEHAT SELALU, HAPPY SELALU KARENA HIDUP KADANG KIDDING JADI TOLONG DI KUAT KUATIN AJA. "
Sungguh rasanya sakit mata sekali membaca untaian kata penuh makna yang sayangnya salah server tidak seperti ucapan untuk seseorang yang akan lulus.
"Ehm, nanti di sana paman kaya biasa. " Alderan berucap malu, Dion memang sering memperkenalkan diri sebagai paman atau kadang kakak pada sekolah dan teman temen Alderan ia tidak ingin di kasihani karena tidak ada yang datang.
"Mau panggil Alderan atau Al?"
"Al aja biar lebih deket. Hati hati sama yang namanya Iksan dia temen baik aku. " Alderan memberi peringatan, kadang Dion memandang teman teman atau siapapun yang berada dalam radius 3 meter dengannya seperti tatapan hewan buas yang lapar itulah kenapa tidak ada yang betah berteman dengan Alderan setelah melihat Dion mereka akan bilang, Ayah kamu gangsternya? Serem banget di tambah Alderan yang jarang mau ikut bermain membuat mereka semakin menjauh tidak ada alasan untuk lebih dekat.
Acara dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah, dekorasi meriah seperti balon dan spanduk bertuliskan "Happy Gradulation" menghiasi ruangan. Pemberian penghargaan piagam kepada siswa berprestasi tengah berlangsung dan Alderan berada dalam satu baris terdepan ia kembali meraih peringkat 1 paralel.
Disana Alderan tersenyum tulus ia merasa bangga pada dirinya sendiri, tepukan tangan dan jepretan poto terdengar silih berganti Iksan yang memang duduk di barisan paling depan bersorak heboh, "AL LU EMANG KEREN BANGET. ITU TEMEN GUE YANG PALING CAKEP WOYY! DIA JUARA SATU ALWAYS NUMBER ONE!! YOU WIN BROTHER! "
Tidak peduli dengan lirikan dan kode yang di berikan Alderan anak itu tetap pada posisinya berdiri di bangku dan dengan banner "Al ganteng siapa yang punya?" Sungguh Alderan sangat malu ia tidak akan mengakui orang gila itu sahabatnya.
Di akhir acara para siswa siswi berkumpul saling berpelukan dan berpoto bersama teman, guru dan orang tua mengabadikan momen yang tak akan terulang kembali.
Alderan masih berada di posisinya memegang beberapa bucket bunga dan piagam tidak aneh memang jika banyak yang memberinya hadiah ucapan perpisahan ia cukup terkenal karena sering berada di podium wajahnya juga lumayan yang menjadi daya tarik utama tapi satu kekurangan anak itu ia miskin dan yatim piatu.
Para orang tua saling bercengkrama memeluk satu sama lain, membanggakan prestasi anak mereka, dan saling berpoto seakan teman lama yang kembali reuni tapi diantara para orang tua kelas 12-1 kelas Alderan mengabdi sudah mejadi rahasia umum anak yang selalu mendapat peringkat tinggi itu tidak memiliki apa apa jika bukan hanya nilai A+ dalam raport.
Karena umumnya para orang tua akan selalu datang ketika sekolah mengadakan rapat mengenai anak anak mereka dan hanya orang tua Alderan yang tidak pernah hadir bahkan hanya untuk 5 menit. Merasa penasaran dan sedikit kesal pada sekolah yang seakan tidak keberatan dengan ketidak hadiran orang tua dari salah satu murid seseorang berdiri menyampaikan pendapatan yang sudah ia tahan tahan.
"Bu guru, orang tua Alderan ini bagaimana sih? Kami juga orang sibuknya tapi selalu meluangkan waktu untuk anak anak kami tapi bahkan sekali pun anak itu tidak pernah datang dengan orang tuanya. Jika bisa seenaknya maka lakukan juga untuk kami. Kita tidak perlu berkumpul di sekolah untuk membahas ini dan itu kalian saja yang datang dan temui kami. " Wanita itu salah seorang orang tua murid yang menjadi saingan Alderan makanya ia sedikit tidak suka pada Alderan yang seperti mendapat sokongan dari sekolah.
"Maaf ibunya Anna, orang tua Alderan memang tidak bisa datang kami juga tidak memperlakukan Alderan dengan istimewa semua anak sama namun karena satu dan dua hal lainnya mereka tidak bisa datang jadi mau tak mau segala informasi yang akan saya bahas hari ini akan saya sampaikan pada Alderan secara langsung. " Wali kelas Alderan mencoba memberi pengertian karena jika ia mengatakan jika orang tua Alderan salah seorang dari Cillision bukan hanya kemungkinan ia akan di pecat hari ini juga.
"Tapi setidaknya mereka merasa bersalah. Mengantarkan satu atau dua potong kue dan es teh tidak akan membuat mereka rugi kan? Mereka pasti menghasilkan banyak uang jika memang sibuk. " Orang tua lain berpendapat ia jenggah dengan pihak sekolah yang terus menerus menghidangkan kue kue kering setiap pertemuan.
"Hei, Ibunya Melina jika orang tua anak itu memberi kita kue dia harus membelinya dari toko kue di ujung jalan yang terkenal susah untuk mendapatkan sepotong kuenya dengan harganya yang mahal ia tidak akan mampu. "
"Benar juga. Mereka sudah pontang panting menyekolahkan anak itu di sekolah elit sampai tidak ada waktu untuk datang jadi sudah pasti mereka bekerja secara serabutan. " Wanita itu terkekeh di ikuti yang lain.
Suasana menjadi semakin memanas pertemuan antara wali kelas dan orang tua murid yang seharusnya berjalan lancar dan tenang malah penuh dengan ejekan beserta tawa menyindir. "
Bahkan anak itu selalu berangkat dan pulang jalan kaki dan menjajakan printilan murahan setiap harinya meski begitu anak itu tetap tidak bisa ikut studi tour. Malangnya haha. " Meski kalimatnya terdengar prihatin dengan kondisi Alderan tapi nada suaranya menyiratkan mengejek dengan gaya.
"Kasihan sekali, jangan jangan orang tuanya memang sudah tiada. Benarkan bu guru?" Ditanya begitu Bu Elina hanya mengangguk mungkin dengan begini mereka tidak akan menanyakan orang tua Alderan lagi.
"Al, ayo poto bareng. " Iksan menarik tangan Alderan, ini akan menjadi momen yang berarti karena itu teman baiknya ini harus ada di dalam bingkai yang sama. "Ayo. " Mereka berpoto dengan berbagai pose dan gaya, perlahan teman teman kelas Alderan dan Iksan datang menghampiri mereka juga ingin satu bingkai dengan peringkat paralel siapa tau bisa di manfaatkan.
"Orang tua lu mana Al? Gak dateng lagi mereka?" David bertanya namun yang ia dapat malah cubitan di lengan, "Orang tuanya Al kan udah gak ada. Gimana sih? Lu mau mereka bangkit dari kubur buat nyamperin Al? "
Pelaku pencubitan David mendumel ia berniat mengingatkan dengan berbisik pelan namun malah terdengar semua orang yang ada di sana termasuk Alderan, ia sendiri bingung kenapa mereka mengatakan orang tuanya sudah meninggal?
"Siapa yang meninggal?" Suara berat terdengar dari balik punggung para siswa, "Orang tua Alderan masih hidup sehat dan makmur jadi jaga omongan kalian. " Kilatan peringatan dan intimindasi di layangkan pemuda bersurai coklat membuat para siswa itu bergindik geri dengan perlahan mundur satu demi satu.
"Orang tuanya Al kan gak pernah keliatan mereka juga gak dateng dan malah paman yang disini itu artinya orang tua Alderan gak ada. " Dengan berani Iksan menjawab dengan tenang ia menatap surai Dion tanpa ragu. 'Kalau beneran idup ya tunjukin batang idung lu peak. ' Batin Iksan.
"Dah dah napa malah ngerubutin hal yang gak ada. " Pecah Alderan tidak perlu di ingat ingat lagi kalau ia masih memiliki orang tua yang masih sehat secara jasmani atau rohani sangat bugar sampai setiap minggunya selalu memiki jadwal ke luar negeri.
"Biarin aja mereka anggap Ayah sama Ibu gak ada biar nanti gak pusing di tanya mana orang tuanya?"
.
.
.