Di tengah rimba yang sunyi, Xyon melangkah tanpa suara menuju sebuah telaga tersembunyi. Sinar matahari yang menembus dedaunan menciptakan permainan cahaya di permukaan air yang jernih. Di sana, bertengger dengan anggun di atas batu kristal, seekor Phoenix salju tampak berkilau bagaikan permata hidup.
Xyon terpana. Makhluk legendaris ini bahkan lebih indah dari yang digambarkan dalam buku-buku kuno. Bulunya seputih salju murni dengan gradasi biru es yang berpendar lembut, ekornya yang panjang menjuntai bagaikan tirai sutra, dan matanya - sepasang safir yang memancarkan kebijaksanaan ribuan tahun.
Dengan sangat hati-hati, Xyon melangkah mendekat. Ranting kering yang tak sengaja terinjak menimbulkan bunyi 'krak' pelan, membuat Phoenix itu menoleh tajam. Sayapnya mengembang defensif, cahaya es berpendar di sekitar tubuhnya.
"Jangan takut," Xyon berkata lembut, sangat kontras dengan image Kaisar Vampir yang selama ini dikenal kejam dan dingin. "Aku tidak bermaksud menyakitimu."
Phoenix itu memiringkan kepalanya anggun, mata safirnya menatap penuh selidik. Lalu terdengar suara merdu di kepala Xyon: "Sungguh mengejutkan. Seorang Kaisar Vampir berbicara selembut ini?"
Senyum tipis terukir di wajah Xyon. "Aku berjanji tidak akan memburumu. Aku hanya ingin memintamu ikut bersamaku, jika kau berkenan."
"Oh?" Phoenix itu terdengar tertarik. Ia mengepakkan sayapnya perlahan, menciptakan butiran es yang berkilau di udara. "Dan mengapa aku harus mempercayai kata-kata seorang vampir?"
"Karena ada seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu," jawab Xyon, matanya melembut saat membayangkan wajah Xienna. "Kekasihku. Dia memimpikan bisa melihatmu secara langsung."
Phoenix itu terdiam sejenak, mengamati perubahan ekspresi sang Kaisar yang biasanya selalu dingin dan tak terbaca. Ada kelembutan yang tak terduga di sana, sesuatu yang sangat langka dari seorang penguasa vampir.
"Menarik sekali," Phoenix itu akhirnya bersuara, nada geli dalam suaranya. "Sang Kaisar Vampir yang ditakuti, ternyata bisa menunjukkan ekspresi selembut ini karena seorang wanita."
Xyon tidak menyangkal. Ia hanya tersenyum, membiarkan Phoenix itu melihat sisi dirinya yang bahkan jarang ia tunjukkan pada siapapun.
"Baiklah, Yang Mulia," Phoenix itu memutuskan. "Aku akan ikut denganmu. Aku penasaran dengan gadis yang mampu mencairkan hati sedingin es ini."
Dengan gerakan anggun, Phoenix itu melayang turun dan hinggap di bahu Xyon. Kehangatan yang memancar dari tubuhnya terasa kontras dengan aura dingin sang Kaisar.
# Kembali ke Arena
Sementara itu di area penonton, Xienna duduk dengan gelisah. Waktu perburuan hampir habis, namun Xyon belum juga kembali. Para lady di sekitarnya masih sibuk membicarakan Lady Ciel yang duduk dengan anggun beberapa kursi darinya.
"Lihat! Lord Marcus sudah kembali!" seru seorang lady dengan antusias.
Lord Marcus, pria yang tadi meremehkan Xyon, keluar dari hutan dengan wajah penuh kemenangan. Di belakangnya, barisan pelayan membawa hasil buruannya yang memang mengesankan - 15 hewan berbagai ukuran. Tepuk tangan riuh menyambutnya.
"Lady Ciel pasti sangat terkesan," bisik-bisik mulai terdengar. "Gelar Ratu Perburuan sudah pasti miliknya lagi tahun ini."
Namun kerumunan mendadak hening ketika sosok terakhir keluar dari hutan. Xyon berjalan dengan tenang, pakaian berburunya yang sederhana terlihat lusuh, namun di bahunya... seekor Phoenix salju yang hanya pernah mereka lihat dalam lukisan dan dongeng duduk dengan anggun.
# Pengungkapan Identitas
"Mustahil!" Lord Marcus berteriak, wajahnya merah padam. "Itu pasti Phoenix palsu! Dia pasti menggunakan sihir hitam!"
Xyon hanya menatapnya datar, seolah Lord Marcus tidak lebih penting dari debu di sepatunya. Hasil perhitungan akhir dibacakan: Lord Marcus dengan 15 buruan... dan peserta misterius terakhir dengan total 17 buruan, plus seekor Phoenix salju yang masih hidup.
"Curang!" Lord Marcus semakin kalap. "Dia pasti melakukan semua ini untuk mendapatkan perhatian Lady Ciel!"
"Lady Ciel?" Xyon mengulang dengan nada bosan. "Siapa?"
Bisik-bisik semakin riuh. Lady Ciel, yang selama ini terbiasa menjadi pusat perhatian, merasakan wajahnya memanas karena malu dan amarah. Para lady di sekitarnya mulai bergosip tepat di sampingnya.
"Jadi," Lord Marcus tergagap. "Untuk siapa semua hasil buruan ini?"
Seringai tipis muncul di wajah Xyon. "Tentu saja untuk..." ia menoleh ke arah bangku penonton. "Sayang, kemarilah."
Xienna bangkit dengan pipi merona, mengabaikan tatapan terkejut dari para lady di sekitarnya. Ia berjalan anggun menuju Xyon.
Tawa mengejek mulai terdengar dari kerumunan. "Berani sekali dia mengumumkan pemenang seenaknya! Memangnya dia siapa?"
Senyum dingin terukir di wajah Xyon. Dalam sekejap, pakaian berburunya yang lusuh berubah menjadi jubah kerajaan yang megah. Aura kekuasaan menguar kuat dari tubuhnya, membuat semua orang terdiam ketakutan.
"Aku, Xyon, Kaisar Vampir," suaranya menggelegar di arena, "dengan ini memberikan gelar Ratu Perburuan kepada Lady Xienna, kekasihku."
Keheningan total menyelimuti arena. Wajah-wajah yang tadi mengejek kini pucat pasi. Lord Marcus melarikan diri dengan tergesa-gesa. Lady Ciel menggigit bibirnya hingga berdarah.
Dan Xienna... ia berdiri di samping Xyon dengan senyum bahagia, tangannya bergerak membentuk isyarat 'Terima kasih' pada Phoenix salju yang masih bertengger anggun di bahu kekasihnya.
Hari itu menjadi sejarah baru dalam Pesta Perburuan Tahunan - hari dimana sang Kaisar Vampir yang terkenal dingin, untuk pertama kalinya menunjukkan pada dunia bahwa ia bisa mencintai seseorang lebih dari apapun.