Sebuah ruangan yang sangat luas, dan isi dari ruangan tersebut adalah ratusan anak remaja dengan bayak darah di pakaian yang mereka kenakan, selain itu kebanyakan dari mereka memiliki perban entah itu di kepala, di tangan sampai ada yang berdiri menggunakan tongkat. Sementara itu di sebuah ruangan nampak dua sosok manusia berbeda jenis kelamin yang mengenakan pakaian seperti kebanyakan ilmuan.
"Sisa yang selamat?" tanya si pria sambil terus menatap ke arah layar proyektil di depannya yang menampakkan suasana di dalam rungan di mana para remaja itu berkumpul.
"Kita hampir kehilangan setengah dari Core akibat penyergapan dadakan itu, tapi para unit telah memilih anggota timnya masing-masing." jawab si wanita melihat total anak remaja di layar proyektil miliknya yang menunjukkan angka 160.
"90 Core itu terlalu banyak..." Guman si pria dengan mimik wajah kesal." sambungkan dengan ruangan itu." ucapnya dan segera mungkin wanita itu mengotak-atik keyboard di hadapannya.
"Sudah tersambung." balas si wanita singkat.
.
.
.
"Selamat malam..."
Suara pria itu menggema di dalam ruangan dan membuat penghuni ruangan yang awalnya ribut dengan berbagai macam bahasa menjadi diam, lalu pandangan mereka tertuju ke arah depan, di mana sebuah sosok berjubah merah dengan tudung sehingga wajah sosok itu tak nampak yang sebenarnya memang tak ada. Tepat di bawah sosok itu terdapat banyak kolom berisikan tulisan yang berbeda-beda bentuknya sehingga seluruh penghuni ruangan dapat membacanya dengan lancar.
"Sebelum saya memperkenalkan diri, di hadapan kalian seharusnya sudah terdapat pil yang melayang. Silahkan makan pil itu agar kalian dapat berkomunikasi satu sama lain dengan lancar."
Seketika tepat di hadapan mereka masing-masing muncul sebuah pil seukuran permen, sesaat nampak banyak yang masih ragu-ragu untuk memakannya hingga salah seorang memulai di ikuti oleh yang lainnya.
"Seharusnya saat ini kalian sudah bisa memahami apa yang saya katakan tanpa melihat kolom di bawah karakter ini, jadi akan dihilangkan saja agar tidak merusak pemandangan." ucap sosok itu lagi dan teks di bawahnya menghilang, sementara itu mereka yang mendengarnya dengan mudah memahami apa yang sosok itu ucapkan ataupun apa yang di dekatnya ucapkan.
"Sekali lagi saya ucapkan selamat datang di Inferno, dunia di mana kalian semua dapat bersenang-senang dan melakukan hal yang tidak bisa kalian lakukan di tempat asal kalian, yang kalian sebut sebagai Earth.
Seperti yang kalian dengar dari para Moretem kesayanganku, di tempat ini kalian akan melakukan sebuah permainan yang tentu saja tujuan utama dari permainan ini adalah membuatku terhibur dengan aksi kalian. Permainan ini akan kalian mainkan secara berkelompok yang beranggotakan empat orang dan satu pembimbing dengan kata lain pembimbing itu langsung dari orang-orang ciptaanku sendiri.
Di permainan ini siapa yang paling banyak mengumpulakan Core dalam waktu yang telah kutentukan dialah yang akan lolos ketahap selanjutnya sementara yang gagal memenuhi minimal dari Core akan dinyatakan gagal.
Core. Kalian pasti akan bertanya apa itu Core. Core adalah sebuah inti dari suatu makhluk hidup dan jika Core itu diambil maka secara automatis makhluk hidup pemilik Core itu akan mati. Kalian pun memiliki Core yang berasal dari Mortem.
Core di sini dibagi menjadi 3 kategori yaitu Normal, Rare, dan Legend. Cara mendapatkan Core itu adalah dengan membunuh makhluk yang kusebut sebagai Akami yang beberapa di antara kalian pasti sudah bertemu dengan salah satu jenis Akami itu."
Setiap perkataan dari sosok itu di cernah oleh para remaja meski kebanyakan dari mereka mulai tidak paham kemana arah pembicaraan sosok itu. Sejenak sosok itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan membuat penghuni ruangan makin ricuh dengan berbagai macam pertanyaan yang di lontarkan.
"Apalagi yang kalian tunggu? Apa saya tidak memberitahukan kalau tempat ini akan hancur dalam tiga menit lagi?"
Pernyataan satu itu sontak membuat penghuni ruangan tambah ricuh dan berlarian ke arah pintu keluar layaknya sekelompok semut yang sedang terkena air hujan.
"Benar! Larilah mainanku. Buat saya senang dengan aksi kalian."
Penghuni ruangan dengan sangat cepat berkurang hingga tersisa beberapa orang lagi, sementara yang lainnya sudah berpencar di dalam hutan gelap karena saat ini masih malam di mana sang rembulan tergantung dengan indahnya di langit malam. Beberapa saat kemudian, gedung yang sebelumnya berisi ratusan manusia langsung meledak menciptakan suara dan getaran yang cukup kuat. Banyak hewan di sekitarnya berlarian menjahui kobaran api akibat ledakan itu.
Di lain situasi tepatnya di udara sekelompok Akami nampak terbang dengan sangat cepat yang arah terbangnya menuju ledakan tersebut.
.
.
.
"Hahaha... Yang tadi itu menyenangkan. Benarkan?"
"Menyenangkan gundulmu! Kita hampir saja mati untuk yang kedua kalinya dalam waktu semalaman!"
"Tapi buktinya masih hidupkan?"
"Argh! Terserah kau saja! Saya ma-"
Di suatu tempat di tengah hutan nampak dua sosok manusia berbeda jenis kelamin di mana sang pemuda berambut hitam tengah membekap mulut gadis berambut merah itu lalu keduanya jongkok di balik semak-semak.
"A-apa yang kau lakukan?"
"Diam sebentar, ada yang sedang mengamati posisimu saat ini."
Gadis itu hanya bisa diam menuruti perkataan pemuda tersebut yang sendari tadi Ia selalu di tarik untuk mengikutinya bahkan sudah mengalahkan satu jenis Akami-Minare walau di detik terakhir mereka berdua terdesak dan mendapatkan bantuan dari gadis yang bernama Yuu. Lalu mereka di kirim ke dalam Aula hingga akhirnya berakhir di tempat ini, sementara Yuu tidak nampak dimana-mana.
Sesaat nampak beberapa sosok manusia yang berpencar di dalam hutan dan salah satunya sempat mendekat ke arah kedua remaja itu namun salah satu temannya menghampiri dirinya lalu kedua sosok itu berlari ke arah lain menjahui tempat kedua remaja tersebut. Si pemuda yang sudah tidak merasakan hawa keberadaan penguntit langsung menghela napas panjang dan membaringkan tubuhnya di atas rerumputan.
"Ha~ kukira akan berurusan langsung dengan sosok itu. Ah benar juga."
Baru beberapa puluh detik pemuda itu berbaring, Ia kembali bangun dan beranjak duduk menghadap gadis yang kini duduk sambil memeluk lututnya dengan katana miliknya berada di tangan kirinya.
"Sejak awal saya sudah mau memperkenalkan diri tapi beberapa puluh menit lalu saya tidak paham dengan bahasamu dan kau juga pasti tidak paham bahasaku. Sekarang sudah paham kan?"
Gadis itu hanya mengangguk pelan sebagai jawaban 'Iya'.
"Umm panggil saja Fili."
"Hi--QIz, panggil saja Qiz... Senang berkenalan denganmu."
"Saya juga."
Beberapa detik keduanya saling bersalaman lalu di detik berikutnya Fili kembali merebakan tubuhnya, sementara Qiz kembali memeluk lututtnya dan melihat ke langit malam.
"Sebaiknya Qiz juga baring... Enakloh."
Setelah mengucapkan kalimat itu Fili menjadikan kedua tangannya sebagai bantalan dan mulai menutup matanya untuk istirahat tapi tidak tidur, sementara Qiz yang melihat kelakuan Fili yang terlalu santai di tengah ancaman yang bisa saja datang kapan saja, membuatnya sedikit berdecik kesal. Meski begitu Ia sendiri tak dapat memungkiri bahwa tubuhnya saat ini memanglah terasa lelah, sedikit ragu Qiz mulai membaringkan tubuhnya sambil menjaga jarak baringnya dengan Fili.
Nyama. Perasaan itu langsung mengalir diseluruh tubuh Qiz. Perasaan nyaman itu membuatnya seperti tengah berbaring di tempat tidurnya sendiri dan tanpa Ia sadari khayalannya tentang tempat tidurnya, membuat pikirannya terbang jauh ke dalam dunia mimpi.
Beberapa menit berlalu dengan tenang hingga Fili kembali membuka kelopak matanya dan menyingkirkan kedua pedangnya yang sejak awal Ia letakkan tepat di atas perutnya, kemudian Ia beranjak duduk sembari meregakan otot tubuhnya. Saat Ia hendak memanggil Qiz untuk kembali melanjutkan perjalanannya, kedua matanya memandang tak percaya apa yang ada di hadapannya. Sosok Qiz yang saat ini tengah tertidur dengan pulas tanpa memperdulikan apa pun di sekitarnya.
Awalnya Fili tidak percaya kalau gadis itu sedang tidur hingga suara dengkuran halus keluar diselah bibir Qiz yang membuat pikiran Fili seakan di bantah dengan telak.
"Yang benar saja, tidur di tempat ini. Huh~ terpaksa." Guman Fili yang masih dalam posisi duduk memandangai sejenak Qiz yang tertidur pulas.
Setelah itu Ia lalu berdiri dari tempatnya kemudian memanjat pohon yang tak jauh dari posisi mereka saat ini. Fili duduk di dahan pohon itu untuk mengamati keadaan sekitar.
«To be Cntinued»