Summer Love: London

By kintamartin

32.6K 847 273

Aku bukan pemeran utama. Perempuan itulah pemeran utamanya. Perempuan yang kucintai. Aku hanya sekedar menema... More

It's Like a Fairytale (Prolog)
Cady: I'm in Vouge
Liam: Another Thing
Niall: When I Was Your Man
Cady: Some Sheets on the Street
Liam: Rain Won't Respect
Niall: Somebody's Watching Me
Cady: An Evil Act
Liam: Blame On You
Niall: X's Game
Liam: There's Something Between Him and Her
Niall: Yes, Imma Monster
Cady: From Sickness to Nothing Hill
Liam: Status Quo
Niall: This Is War!
Cady: Fortune Teller & Her Apple
Liam: When I Tell The Truth, You're just....
Niall: Happy Anniversary, Niall.. Payne..
Cady: Possession
Liam: Annabelle.
Niall: Clueless, Fearless
Cady: Euphoria From The X
Liam: Epic Cliche
Cady: Payneless (You're The One)

Cady: Time Stopped

901 24 3
By kintamartin

“Harusnya kau tak berada disini”.

Aku menengok dan mencari sumber suara tersebut. Kulihat dalam kabut seorang lelaki yang menyandarkan dirinya pada tembok pembatas ruangan.

“Mengapa?”, tanyaku.

“Tak pantas saja kau untuk berada disini”, cetusnya.

“Apa salahku?”, keras kepalaku melawannya.

“Kau tak sederajat dengan mereka, dan..”, ia memerhatikanku.

“Tunggu, Mereka?”.

“Kau sungguh tak sadar?”, tanyanya seperti meremehkanku.

“Young Lady, soulmate does exist but itu hanya untuk satu orang. Mencintai itu untuk satu orang”, kata lelaki tua itu membelai rambutku.

“Aku tak mencintai siapapun”, bantahku. Laki-laki tersebut tersenyum sinis.

“you’re the real byatch”.

Lelaki itu pergi dengan pudarnya warna ruangan tersebut. Aku seakan berada di ruang hampa tanpa gravitasi merasakan transferan gen yang menyerapku untuk pindah ke tempat lain. Inilah saatnya aku untuk bangun dari tidurku maupun mimpiku.

*********************************************

Wajahnya yang bening membuatku tersenyum dalam baringku. Ia terus menggenggam tanganku. Tanpa disadari, aku melihat Liam yang mengintip dari luar jendela. Ia tersenyum kepadaku dan mengatakan sesuatu dalam bibirnya. Aku tak dapat mendengar dan mengartikannya dengan jelas. Kutampilkan wajah kebingunganku untuk ia mengulang perkataannya lagi. Tapi ia lebih memilih untuk tersenyum dan membalikan tubuhnya. Please Liam, don’t be like this.

“Kubilang juga apa Cady..”, kata Niall.

“Apa?”, tanyaku tak connect.

“Kubilang juga apa, kau harus makan. Kau malah asyik dengan lampu-lampu kota”, ucap Niall.

“Kapan lagi aku bisa melihat hal seperti itu”, kataku.

“Kau juga tak pernah bilang kau punya penyakit!”, kesal Niall.

“Memangnya, seluruh dunia harus tau kalau aku punya penyakit?”, tanyaku.

“Ya, bukan begitu juga..”, jawab Niall.

“Tapi setidaknya aku bisa lebih menjagamu, Cady”, ucap Niall menatap mataku.

Aku memejamkan mata untuk menyembuhkan rasa bersalahku pada seseorang di luar sana. Aku tak bermaksud sejauh ini. Aku hanya ingin Niall tidak merasa pedih melihatku dengan Liam. Aku tak ingin hubungan seperti ini. Playgirl, kau cocok disebut seperti itu Cady! Bilamana aku bisa mengulang waktu, aku akan mengulang dari pertemuanku dengan One Direction. Aku tak mau tersangkut paut dengan kehidupan mereka. Belum lagi, aku mendapatkan send hate dari seluruh dunia. How patethic I am.

“Cads, are you alright?”, Niall menyadarkanku.

“Yeah”, jawabku melemah.

“Hari ini hari terakhirku di NYC, bagaimana kalau kita liburan. Aku akan membawamu ke central park, lalu kita akan menaiki Komedi Putar. Pasti romantis sekali. Lalu, kita melihat pesulap ber..”, terpaksa aku menyela perkataan Niall.

“Niall”, kataku pelan.

“Yes?”, jawab Niall.

“Maafkan aku..”, ucapku melemah.

“Sorry? for what?”, tanya Niall.

“I do like you, tapi aku tak bisa bila harus menjalin hubungan denganmu”, jelasku.

“Is it because...”, Niall menebak-nebak.

 “We kissed?”, tanya Niall unsure.

“it’s because ‘us’ but it’s not your fault, it’s mine”, kataku sambil memegang tangannya dan Niall langsung melepaskannya. Niall terdiam melihat ke arah jendela sebelah kanan tempat tidurku.

“Please say something”, ucapku melemah. Niall menatapku dengan tatapan keji. Tak berani aku menatapnya.

“Why?”, tanya Niall. Aku hanya terdiam menunduk.

“Answer me, Cady!”, sentak Niall. Aku hanya bisa melihat lurus dan air mata yang ingin jatuh dari pelupuk mata.

“Cady, say you don’t love me”, kata Niall melemahkan intonasinya. Air mataku terus mengalir.

“Say you don’t love me!”, bentak Niall.

Kutengokan kepalaku, dengan mata yang berair aku menatapnya. Cady kau harus melakukannya. Ini balasan apa yang telah kamu lakukan kepada lelaki yang mencintaimu dan yang kau kagumi. Kau bisa Cady!

“I don’t love you, Niall”.

Niall terpaku dan menunduk. Ia tak menatapku sama sekali. Mengalihkan pandangan untuk menahan tangis. Aku tahu yang sebenarnya dari kedua mata indah itu. Ia menyembunyikan suatu perasaan yang tak lain dan tak bukan adalah kekecewaan kepadaku. Aku tak suka menjadi seorang peran yang terus menyakitinya. Walaupun sebenarnya aku memiliki.. ah sudahlah.

“Well..”, ucap Niall.

“Goodbye, Cady”, kata Niall meninggalkanku dari ruangan dan membanting pintu.

Tangisanku tak dapat kuhentikan. Ini konsekuensi ketika kau jatuh di dua hati. Ketika kau memilih satu dari dua orang tersebut, dan kau harus meninggalkan yang lainnya. You do the right things Cady, you do the right things.

***********************************************

Liam menjemputku dari rumah sakit. Dokter bilang aku harus menjaga kestabilan asupan makanku. Memang aku mempunyai maag setelah aku pindah ke New York. Aku masih belum bisa menyeimbangkan kesehatanku dengan pekerjaanku. Maka dari itu, dari tadi Liam hanya bisa menceramahiku tentang hal ini.

“Kalau pagi itu sarapan! Bukannya update twitter”, omelan Liam.

“Yeay, siapa juga yang update twitter coba. Bukannya kau ya yang selalu menyapa para directioner?”, tanyaku.

“”Itu beda cerita hahaha”, tawa Liam. Aku terdiam mendengar tawanya.

“Cadycads, matamu bengkak. Kau habis menangis?”, tanya Liam.

“W-what? Oh.. ini.. aku.. Tadi malam kan kita tidur jam 3an jadi mataku seperti ini”, aku berbohong.

“Oh.. Kau masih mengantuk kali ini?”, tanya Liam.

“Sudah tidak kok”, ucapku diselingi dengan senyuman.

“Baiklah.. Kau harus bersiap?”.

“bersiap untuk apa?”, tanyaku penasaran.

“For the best farewell ever”, Liam tersenyum.

“What is that?”, tanyaku sambil tertawa.

“Sudah, kau akan mengetahuinya nanti. Sekarang, aku akan mengantarkanmu pulang”, ucap Liam.

“Kau bilang kita akan bersiap”, tanyaku bingung.

“Kau bersiapnya di rumah saja. Nanti aku akan menjemputmu jam 7. Okay?”, ujar Liam.

“Okay”.

*************************************************

Sesosok wanita muda berdiri dihadapanku dengan mimik gelisah memerhatikan dress yang ia kenakan. Matanya terus melirik ke arah jam dinding.Tampaknya bukan hanya itu yang ia ragukan. Ada masalah lain yang ada dibenaknya. Matanya dipaksanya untuk terbuka, bibirnya dipaksakan untuk tersenyum. Ia mengucapkan goodbye  berkali-kali dan kemudian ia menghempaskan tubuhnya terduduk.

“Kau bodoh, Cady”, ucapku pada cermin dihadapanku.

“Ini sebuah perpisahan, bagaimana bila Niall mengetahuinya?”, kataku.

“Apa yang akan kau ucapkan nanti bodoh?”, ucapku sambil membanting sisir.

Tok.. tok.. tok..

“Wait a minute”, teriakku dari kamar. Aku berjalan dengan gontai menuju pintu. Kuhela napasku sebelum aku membukanya. Dengan perlahan aku membuka pintu tersebut.

“Miss Cady, Mr.Payne telah menunggu anda di bawah”, ucap seorang pria menggunakan setelan jas dan dasi.

“Cad, siapa?”, tanya Shanne.

“Shan, kayaknya gue pergi dulu deh”, kataku tergagap.

“Cad, lo mau kemana? Cad!!”, Panggil Shanne namun aku telah menutup pintu tersebut. Aku dituntun menuju halaman apartemenku. Dibukakannya pintu untukku. Sungguh kaget luar biasa aku dibuatnya. Sebuah mobil limosin bertengger di depan apartmentku dengan Liam yang berdiri disamping limosin tersebut.

“Hey Cadycads”, sapa Liam.

“Kau..”, aku masih dalam keadaan speechless.

“This is our best farewell ever”, ucap Liam.

“Tapi..”, speechless.

“Sudah cepat masuk. Pesawatku sebentar lagi berangkat. Aku tak ingin telat”, ucap Liam tegas.

“Kau bilang kita akan farewell”, kataku.

“Oh jadi kau penasaran ya?”, tanya Liam menggoda.

“Ah tidak juga”, ucapku langsung masuk ke dalam limosin. Sebenarnya aku mengumpat malu.

Liam masuk ke dalam limosin dan duduk di sampingku. Limosin perlahan bergerak, begitu juga dengan alunan musik yang mulai terdengar dalam limosin. Ini pertama kalinya aku berkendaraan dengan mobil satu ini. Dahulu, aku lebih menyenangi menggunakan angkot bila harus berpergian. Tapi kurasa duniaku dan dunia Liam sangatlah berbeda. Maka dari itu, apa aku bisa meneruskannya?

Beberapa kali Liam memandangku dan tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman lagi. Aku tahu dan aku tidak sepenuhnya bodoh. Setiap kali aku tersenyum kepadanya, aku tahu ada satu orang yang telah aku sakiti. Dan aku tak sanggup untuk mengelaknya. Ia telah masuk ke dalam kehidupanku dan mengoyak ketenangan bathin. Tapi yang aku selalu terbayang-bayang adalah sampai kapan aku mampu beracting dihadapan kedua lelaki ini?

“So.. this is it”, kata Liam membangunkan dalam lamunanku.

“Times square?”, tanyaku bingung.

“Yup!”, ucapnya bersemangat.

“Why here?”, tanyaku masih bingung. Liam menatapku sejenak dan mengangkat kedua tanganku. Ditempelkannya tanganku di depan dadanya.

“Semua pasangan bermimpi untuk berada disini..”, ucap Liam perlahan.

“they kiss, and wish for their relationship”, Liam meneruskan perkatannya.

“Yeah, tapi itu hanya pada waktu malam..”, ucapku mengeyel.

“Malam pergantian tahun, I know”, Liam menyelaku.

“Aku membawamu malam ini, karena aku tahu.. aku tak akan berada disisimu ketika Malam Pergantian Tahun nanti”, ucap Liam tersenyum kepadaku.

“Liam..”, aku tak tahu harus berkata apa.

“Aku tak peduli bahwa kau tak pernah mengatakan 3 kata kramat itu”, ucap Liam. Aku tertawa kecil dalamnya.

“Tapi, sebisa mungkin aku akan mengatakannya dalam hati dan dihadapanmu”, kata Liam mendalam.

“Cady, I love you”, ucap Liam. Ia menciumku, melumatkan bibirnya dalam bibirku. Ini ciuman terlama yang pernah aku dapatkan. Berada di tempat umum, di tengah keramaian. Aku hanya bisa pasrah, karena degub jantung ini mengembara ke seluruh sel tubuhku.

**************************************

Hirup pikuk La Guida Airport sangatlah ramai. Mungkin karena sekarang adalah musim panas sehingga banyak anak-anak sekolah yang meminta orang tuanya untuk berlibur ke daerah pesisir misalnya. Banyak juga pasangan-pasangan yang mengaku akan honeymoon ke Hawaii. Aku hanya dapat tersenyum, karena aku berada disini untuk mengantarkanya pergi. Dan sekarang aku tak tahu siapa yang dimaksud dengan nya, Liamkah atau Niall?

“Flight jam 9 ya guys”, ucap Louis.

“Cady, kau tak mau ikut?”, tanya Harry.

“No..”, kataku menggeleng.

“Yakin?”, tanya Louis menyahut.

“Yes Lou”, jawabku.

“Are you sure?”, tanya Louis dan Harry dengan kompak. Aku tersenyum dan segera memeluk mereka berdua.

“Guys, I’ll miss you! You’re always be my favorite bromance!”, kataku.

“I’ll miss you too, Cad!”, ucap Harry sambil melepaskan pelukannya. Begitu pula dengan Lou.

“Hey Lads, ada yang ingin menunggu di dalam tidak?”, tanya Gerrard, asissten manager One Direction.

“Me”, ucap Niall singkat. Aku menatapnya bersalah. Apa dia menjauhiku?

“Cadycads, I’ll miss you Indonesia!”, tiba-tiba Zayn merangkulku.

“Hahaha.. of course you will miss me”, candaku.

“Jangan lupa makan! Jangan lupa juga, salamkan pada Mrs.White. Okay?”, ceramah Zayn.

“Aye.. Aye.. Captain!”, kataku sambil menghormat kepadanya.

“Hahaha.. Alright, aku masuk ya. Goodbye Cad”, ucap Zayn sambil memelukku.

“Goodbye Zaynudin!”, ucapku dalam pelukan Zayn. Ia melepaskan pelukannya dan meninggalkanku. Diikuti dengan Lou dan Harry yang masuk ke dalam pintu besar. Mereka berdua melambaikan tangannya untukku. Aku tersenyum dan melambaikan tanganku juga.

“Gosh, Cady! Aku hampir lupa dimana gate-ku”, Liam datang membawa dua cup kopi.

“This is your vanilla latte”, Liam memberikanku cup yang berada di tangan kanannya.

“Thank you”, ucapku.

“Where’s everyone? Did i miss my plane?”, tanya Liam ketakutan.

“No, mereka hanya masuk terlebih dahulu”, kataku.

“Oh..”.

“Liam, masuklah.. 15 menit lagi”, ucapku mengingatkan.

“Tapi aku..”, Liam mengelak.

“Go..”, kataku dengan tersenyum. Liam menghela napas dan menatapku.

“I’ll miss you”, ucapku.

“I miss you already”, kata Liam. ia menciumku. Kiss goodbye yang sangat menyakitkan. Seperti aku mendapatkan heart attack namun beribu kupu-kupu berterbangan di perutku.

“Liam”, terdengar suara yang familiar di telingaku.

“Niall?”, ucap Liam kaget. Aku pun terlonjak melihatnya. Masalahnya, Niall melihat aku dan Liam sedang posisi seperti ini. Aku telah menyakitinya lagi. Kau sungguh.. Byotch! Cady!

“10 menit lagi”, ucap Niall singkat dan langsung pergi meninggalkan aku dan Liam.

Aku masih tak bisa mengatakan apapun. Bulu kudukku berdiri dan jantungku bergerak tak beraturan. Apa yang ada dipikiran Niall saat ini? tolong... aku telah menyakitinya 2 kali hari ini. tak cukupkah?  Baru kali ini aku berada dalam keadaan di bawah alam sadarku. Aku tak terlalu menghiraukan apa yang dikatakan Liam dan Liam lakukan. Aku ingin berlari mengejar Niall saat ini, tapi kakiku terlalu lemas untuk berlari.

“Excuse me, Miss”, ucap seorang wanita membawa Troli di belakangku. Aku menggeser tubuhku dan tersadar dalam lamunanku.

“Where’s Liam?”, tanyaku pada wanita tersebut.

“Laki-laki yang bersama miss?”, tanya wanita itu.

“Yeah.. yeah”, kataku.

“Ia telah pergi”, ucap wanita itu dan ia tersenyum kepadaku.

Aku terdiam dan mencoba untuk mengingat beberapa detik ke belakang. Namun semakin kupaksa semakin ku tak bisa. Yang aku dengar hanyalah Cady, aku pergi. Maafkan aku. Entah siapa yang harusnya meminta maaf. Aku atau diakah?

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 83.1K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
567K 59.9K 43
Bertransmigrasi menjadi ayah satu anak membuat Alga terkejut dengan takdirnya.
13.9M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
184K 21.2K 57
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...