Fast Family. Salah satu yang kurindukan dari menjadi Brian O'Conner.
Oh ya... dibagian ini, mari kita tinggalkan dulu ceritaku semasa hidup hehe...
Ayo kita taikan sedikit daya khayal kita dengan membayangkan Paul Walker menjadi arwah, kata author.
Authornya gaje..coba coba segala ngebayangin aku masih ada di sekitar mereka, kalian, dan franchise film ini -_-
Okelah, yaa...kita langsung aja ke ceritanya. Kalau suka silakan vomentsnya ^_^
#author : typo anywhere
******************************
Present Day, LA...
Aku memandangi mereka dari balik bangunan rumah rusak yang jadi properti syuting. Dari scene utama, aku bisa melihat Vin sedang berbincang dengan sutradara Fast 8, Rob Cohen.
"Entahlah, Rob. Tapi kurasa adegan tadi cukup diambil satu kali saja. Berbahaya juga, soalnya."
Aku menyeringai. Hhm..setelah kutinggalkan 2 tahun ternyata dia tidak banyak berubah. Hanya mungkin makin bahagia dengan si kecilnya. Namanya Pauline. Saat aku baru diangkat dari tubuhku pun dia seakan langsung bisa melupakan semua kesedihannya dengan hanya memandang Pauline. Nama itu penghargaan untukku, katanya.
Kemudian terlihat dari sana, Rob mengangguk setuju dan mencukupkan pengambilan itu dengan sekali take.
"Hei, Vin! Ada Paul!"
Aku menoleh ke asal suara itu. Tyrese sedang menggendong Pauline yang balas melambai ke ayahnya.
"Ayah!"
Oh, dia sudah bisa berbicara sekarang. Lama aku tidak diizinkan turun ke bumi karena pertanggung jawabanku, saat turun, semuanya berubah sangat cepat.
Tak lama, aku berpindah.
Pastilah kalian tau ke rumah siapa....
.
.
Dan aku pun terhenyak.
Meadow, walapun sedang bersama Becca dan Cody disini, wajahnya masih menyiratkan guratan kesedihan. Ya, dia sedang sesengukan di kamar sementara Cody dan Becca tengah berusaha memanggilnya untuk keluar.
"Meadow? Keluar, sayang..ibu mohon.. Jangan mengunci diri seperti ini..."
Sementara itu Cody terlihat mengetuk-ngetuk pintu kamar Meadow dengan wajah gusar.
"Aku dobrak saja, ya?."
Becca setuju dengan Cody. Namun aku menekan pintu kamar itu hingga tidak biaa dibuka oleh mereka sama sekali.
Dan, Meadow.. Dia terlihat..kesal.
"Bukan waktunya ayah pergi saat itu, kalian tahu!" "Berhenti menyuruhku untuk melupakan---"
Kemudian ucapannya terpotong dengan tangis yang makin menjadi.
Brak! Aku lengah. Cody dan Becca merangsek masuk, lalu menenangkan Meadow.
"Berhenti disitu!"
Aku menoleh karena bentakannya. Meadow memandang paman dan ibunya dengan mata yang masih berkabut.
"Kalian sependapat denganku kalau kita harus menuntut porsche? Kalau tidak, aku pergi dari sini."
Apa? Mau menuntut porsche? Dia bercanda..
Oh, ya, soal porsche, mobil daro perusahaan itulah yang merenggut ragaku hingga hangus dengan 95 liter bensin di dalamnya. Ya, aku terbakar hingga tangki bensin yang sebelumnya penuh itu, di bagian belakang mobil benar-benar kosong.
"Tidak akan ada yang mau melayani itu, kau tahu!"bentak Cody pada Meadow. "Ayolah, tolong dewasa sedikit, Mi.. Memangnya dia pernah mengajarkanmu balas dendam seperti ini?"
Namun yang Meadow jadikan sebagai balasan adalah,
"Keluar dari sini!"
Aku tahu Becca tidak akan menurut. Sementara Cody keluar, menenangkan emosinya, Becca tetap di dalam dan langsung memeluk Meadow.
"Tidak ada yang percaya dia bisa pergi begitu cepat..memang. Tapi kita harus menerimanya, sayang.. Biar ayah tenang disana."
Meadow makin sesengukan dalam pelukan ibunya. Aku tahu hatinya membenarkan perkataan Becca barusan.
"Sekarang..." Becca melepaskan pelukannya. "...mari kita membuatnya bahagia."
Alis Meadow mengerut, "Dengan apa..?"
Aku tersenyum dan mengambil sandaran di dekat meja belajar Meadow, hendak menyaksikan penerimaan itu sepenuhnya. Toh, itulah kenapa aku turum kembali; untuk membuat mereka merelakan kepergianku.
"Meneruskan ladang amalnya, misalnya?"
Meadow hanya memandang Becca dalam diam. Tapi entah kenapa, aku masih merasakan ada yang tidak beres.
"Tapi sebelum itu, aku tetap harus menuntut porsche."
Mataku membulat mendengar keyakinan Meadow. Dapat kulihat, Becca dan Cody--meski di tempat yang berbeda--agak menyerah dengan keteguhan anak gadisku ini. Hh...semoga pihak porsche tidak emosi bila Meadow sedikit mencoreng nama mereka..
Yah, sebenarnya kecelakaan 30 November lalu murni human error... Rodas dan aku sedang mengobrol tentang begitu serunya kegiatan terakhir kami di ROWW bersama anak-anak Afrika. Lalu dia tidak melihat jalan, kami menabrak pohon dan mobil yang ditumpangi kami korslet, kemudian meledak. Itu saja.
Ah, seandainya aku bisa dihidupkan lagi sementara untuk menjelaskan dan menenangkan semuanya..
.
.
Kupandangi TKP dimana aku dicabut nyawa dalam diam. Aku berjongkok, hanya bayangkan saja diriku dalam versi 'invisible man' karena aku ini sudah beda alam dengan readers sekalian haha...
Oke, kembali ke diriku. Jadi, aku disini tengah merenungi semuanya. Benar-benar semuanya--sejak aku hidup hingga tau-tau hinggap di tempat ini sebagai sesuatu yang lain.
Dua hal yang dapat kusimpulkan. Pertama, aku sudah berhasil dengan ROWW dan filmku--pengecualian untuk yang ke 7, karena aku membuat proses editingnya lebih lama dengan CGI. Kedua, aku belum berhasil pada kehidupan non-artisku. Seperti Becca, Meadow, Michele, Jordana, Jessica, Jammie, dan keluargaku. Di bagian itu, aku seolah berubah menjadi sesuatu yang lain. Bukan sebagai Paul-si-orang-biasa, tapi Paul-si-aktor. Sayang penyesalan selalu datang di akhir. Aku selalu terlambat untuk menyadari seharusnya aku tidak melakukan itu.
Menghela, sangat dalam, meski aku tahu tak ada udara yang bisa kuhirup lagi.
***
Keesokan harinya aku berkeliaran di sekitar rumah Michel. Berjalan santai saat matahari baru saja keluar dari peraduan, kulangsung saja melompat ke kamarnya.
Ups. Spontan aku berbalik--serasa seperti masih hidup saja...
"Iya sebentar, Mike!" Michel menyahut kepada teman motocrossnya, Mike. Sepertinya mereka akan pergi berdua. Tapi bukan ingin ke arena. Makan, mungkin? Entahlah....
Kemudian Michel keluar, aku mengikutinya dari belakang.
Tatapannya sejenak bertumpu pada foto-foto di lemari pajangannya.
"Paul..."
Dia tertumpu pada satu foto. Ah, aku ingat itu. Itu foto saat take terakhirku di Furious7.
Author: fotonya ada di mulmed
"Kau tau, aku selalu berharap kalian bisa benar-benar bersama."
Michel mengangkat wajah mendengar suara itu.
"Dia sudah punya keluarga, Mikey..."balasnya santai.
"Ya sudah.." "Bagaimana kalau kita latih tanding saja? Aku sungguh tidak mau merusak senyum manismu itu. Jika kita jadi makan, mungkin isi obrolannya tidak akan jauh dari Paul dan kau akan mengeluarkan wajah jelekmu lagi.."
Aha..wajah jelek, katanya?
Michel tertawa dan menyambut ajakan dari ayah beranak dua itu.
"Siap laksanakan, Pak."
Sungguhan, ini sudah kesekian kalinya aku lega melihat senyumnya merekah. Meski taruhan hatinya tak sepenuhnya seperti itu, setidaknya dia punya teman pelipur lara selain aku.
Kemudian, aku melihat-lihat isi rumah Chris, atau Chris Morgan bila kalian terbiasa melihat credit title setelah film selesai. Dia penulis skenario franchise ini.
"Apa yang mau kau tambahkan di fast 8?" Kudengar istrinya, Hilary, bertanya.
"Entahlah...kurasa semua ini sudah cukup. Setidaknya dengan Brian yang menemani Mia melahirkan anak keduanya, kemudian disusul dengan kematian Deckard di sebuah jembatan layang di Rusia saat bulan Desember gara-gara ditembak oleh Verone yang ternyata ada affair bisnis dengan Braga. Lalu diakhiri dengan munculnya Owen sebagai seseorang yang lain. Menurutmu?."
Diakhirinya penjelasan itu dengan mengangkat kepala kepada Hilary.
"Hmm.." Hilary berpikir, sementara aku menatap Chris seolah berusaha mengganti pikirannya dengan jalan cerita Fast 8. Terlalu bertele-tele, aku pikir.
"Tidakkah kau ingin membuat keberadaan Paul terus terasa sampai akhir franchise ini?"
Aku mengeluarkan wajah setuju pada balasan Hilary. Dia nampaknya juga tidak terlalu setuju dengan alur Fast8 ala Chris.
"Bagaimana kalau..kita jadikan Brian tetap membalap? Dia pisah rumah dengam kelompok Dom, membuka bengkel dan kafe."
Aku mendengus. Akhirnya ada juga yang mengerti isi kepalaku...
Kemudian sesuatu memanggilku, entah darimana.
"Paul, kembalilah. Biarkan author melanjutkan kisah hidupmu."
Oke...
Dan aku pun kembali melayang, terbang diantara raga hidup lainnya.
BERSAMBUNG....
Part selanjutnya kita kembali ke cerita Tuan Paul Walker semasa hidup, yaa
Danke schon untuk kesediaan membacanya ^_^ :*
Penulis