[Author~pov¤]
Bastian tertidur di bangku penumpang pesawat. Dengan sebuah buku ia pegang erat diatas pangkuannya.
Bastian sedikit lelah setelah menyebrangi selat lalu berangkutan menuju bandara. Memang tidak mudah menuju lokasi yang menyimpan sejuta keindahan alam. Tapi semua perjalanan panjang itu terbayar lunas dengan panoramanya.
Tempat duduk Bastian berada satu deret dengan Ardan. Hanya dua tempat duduk dalam satu deret.
"Hei, Ardan." Seru Adam dari tempat duduknya. Tepat diseberang.
"Yup..."
"Maukah kau berpindah ke tempat duduk ku." Seru Adam lengkap dengan bahasa tubuhnya. Karena Adam tahu Ardan belum begitu paham dengan bahasa Indonesia. Dan memang Adam kurang begitu pandai dengan Bahasa inggris.
"For what?"
"I won't a ask someting with him."
Dan itu berhasil. Ardan berpindah tempat duduk dengan Adam.
Senyum Adam seketika terkembang memandang wajah damai itu. Hanya memandang tidak berani mengganggunya.
Memindahkan buku bacaan Bastian dari genggaman tangannya. Perlahan. Namun tetap saja Bastian sedikit melengkungkan punggung karena tidurnya sedikit terusik. Namun tetap terlelap.
Satu jam perjalanan udara cukup membuat semua orang sedikit jetleg. Namun semuanya belum berakhir sampai disana. Bastian dan Adam mendorong troli barang bawaannya. Memasukkan barang bawaannya kedalam taxi. Dan merekapun berada dalam perjalanan pulang.
"Terimakasih untuk beberapa hari yang indah." Ucap Adam sambil menggengam tangan Bastian.
Bastian hanya tersenyum simpul membalas Adam. Dan dengan sekenanya Adam menaruh kepala Bastian diatas pundaknya. Tidak perduli kalau kalau pak supir memperhatikan. Dan ketika Bastian hendak mengangkat kepalanya, dengan sigap Adam kembali menempatkan kepala Bastian lada posisi yang Adam mau.
~#~
Mereka berdua turun dari dalam taxi. Setelah hampir satu jam berada didalam perjalanan pulang.
Bastian memijit-mijit lehernya. Terasa kaku sebelah karena menempel terus pada pundak Adam selama perjalanan.
Sementara Adam membayar tagihan taxinya. Bastian menurunkan barang bawaannya dari dalam bagasi. Semuanya. Adam hanya kebagian satu kopor cukup besar miliknya.
Bastian menarik napas dalam dalam. Merasakan kembali udara lingkungannya. Ya.. walupun jauh berbeda dari pulau yang sesaat lalu ia tinggalkan. Setidaknya udara lingkungannya bisa menetralkan pernapasanya selama hampir enam jam total perjalanan pulang.
"Hei.. sedang apa? Nggak mau masuk?"
Bastian sedikit tersentak dengan perkataan Adam. Benar benar memperhatikan wajah bersih manisnya yang terlihat maskulin dengan sedikit bulu yang mulai tumbuh disekitar wajahnya. Berpikir bagaimana nantinya sikap yang harus ia terapkan kepada Adam. Setelah kejadian pengakuan yang ia sambut dengan gembira pada Adam. Bagaimana jika Bintang mengetahui apa yang telah ia lakukan di belakangnya.
"Ayoo.. masuk!" Ajak Adam dengan membantu membawakan satu kopor besar milik Bastian. Sementara kopornya sendiri ia tinggalkan tepat di depan antara rumahnya dan rumah Bastian.
Adam termasuk orang yang simpel dalam bepergian. Cukup barang yang ia perlukan saja yang ia bawa bepergian. Terbukti hanya dengan satu tas punggung dan satu kopor sedang ia bisa pergi ke pulau. Berbeda dengan Bastian yang super prepare hingga Dua kopor dan satu tas punggung ia bawa. Satu kopor berukuran besar untuk pakaian dan kopor satu lagi untuk toiletris serta perlengkapan kecantikannya.
Bastian mengetuk pintu rumahnya sendiri. Dan tidak menunggu lama Bintang muncul membukakan pintu.
"Sayaaannnkk..." Teriak Bintang melihat suaminya kembali dari tugas dan liburannya. Tanpa menunggu aba aba lagi Bintang menghambur kedalam pelukan Bastian. Sadar Adam masih berada disampingnya Bastian melirik Adam yang menatapnya dengan senyum pahit terukir di wajahnya.
"Sayang sudah donk... Malu ah di liatin mas Adam!"
Dan secepat kilat Bintang melepaskan pelukannya setelah ia sadar kalau Adam ada di samping Bastian. Dengan seutas senyun kuda Bintang menyapa Adam.
"Mas Adam?"
Adam pun juga cukup mengangguk sambil tersenyum yang ia paksakan karena kelelahan dan karena menahan sedikit rasa cemburu.
"Gimana kemarin liburannya??" Tanya Bintang dengan mata yang berbinar.
"Liburan? Kerja sayang.. Udah deh nanti aja ceritanya aku mau mandi and istirahat. Capek." Seru Bastian.
"Eumb.. Kalau begitu saya juga pamit Bintang. Mau istirahat juga."
"uh? Iya mas... Terima kasih ya."
"Iya sama-sama."
~#~
Langkah kaki Bastian tiba-tiba saja terhenti di depan ruang TV. Matanya terbelalak melihat seluruh ruang TV yang penuh dengan mainan anak-anak. Bahkan kopor yang sedari tadi ia gandengpun terjatuh.
Seingat Bastian sebelum berangkat lima hari yang lalu tidak ada boneka bebek nungging di atas bunga vas bunga. Tidak ada peralatan masak mainan yang berserakan di jalan depan TV. Tidak merubah warna sofanya dengan seutas kain rainbow yang bahkan tidak menutupi seluruh sofa. Dan Bastian pun masih ingat betul tidak pernah mengembang biakkan boneka barbie di atas mejanya.
"Sayank..??"
Tanya Bastian dengan ekspresi terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Bastian butuh penjelasan apa yang sudah terjadi dengan rumahnya.
"hehe... kalau masalah ini semua nanti aku pasti cerita. Kamu pasti capek kan? Lebih baik sekarang kamu istirahat dulu."
Bujuk Bintang dengan lembutnya. Dan, mungkin karena Bastian benar-benar sedang tidak bisa melakukan hal apapun lagi sekarang. Bastian menuruti apa kata istrinya.
"Ya...Baiklah. Tapi janji setelah aku bangun nanti kamu harus menjelaskan semua ini."
Tukas Bastian berjalan masuk kedalam kamarnya. Dan setelah mengganti pakaian serta mandi, Bastian beringsut kedalam tempat tidurnya. Mengistirahatkan diri serta perasaannya yang dia yakin akan semakin rumit kedepannya.
Namun, baru saja Bastian memejamkan matanya. Tiba-tiba saja Bastian ditimpa badan mungil yang melompat lompat di atas badannya. Dengan sedikit kesal Bastian membuka kedua matanya.
"Bila??"
"Banguun.. Bangun. Siang siang tidur. Pemalas." Seru Bila masih lompat lompat di atas tubuh Bastian.
"Sayaaankk...!!" Teriak Bastian memanggil Istrinya.
'Hadeh.. kenapa ini bocah bisa di sini. Kapan dia dateng?' Batin Bastian bangun dari tempat tidurnya. Duduk di samping tempat tidur sambil memandang ke luar jendela.
"Iya Say... ank." Ucap Bintang terbata melihat Bila sudah berada di kamar. Melompat lompat di atas tempat tidur. Mengganggu suaminya yang sedang istirahat.
Bastian menaikkan alisnya. Seakan memaksa Bintang untuk segera menjelaskan.
"Sayank, mainan di ruang TV tadi sebenarnya adalah milik Bila." Bastian masih memandang lesu penjelasan istrinya. "Mama sama Papanya ada pekerjaan d luar kota. Aku pikir karena kamu sedang liburan, aku ijinkan Bila dititipkan disini." Tatap Bastian dengan wajahnya yang semakin lesu. "Aku pikir tidak apa, aku juga kesepian disini."
"Om... Temenin ila main yuk." Ajak Bila dengan imutnya. Namun Bila hanya mendapat tatapan sinis dari Bastian. Selain karena sekarang dia sedang kesal karena waktu istirahatnya direnggut juga karena Bila memanggilnya dengan sebutan 'om'.
'Emang gue om om apa?' Batin Bastian. Namun Bastian masih bisa mengendalikan dirinya. Dengan memasang senyum kuda dia mengiyakan ajakan Bila.
"Bila mau main apa?"
"Main pahlawan super sama Raffa, om. Anterin ke rumah Raffa ya om."
Mendengar apa yang di katakan Bila Bastian kembali memandang Bintang. Meminta kejelasan yang sesungguhnya.
"Iya selama di sini teman mainnya Raffa. Kadang Raffa yang datang ke rumah. Kadang juga Bila yang ke rumah Raffa." Jelas Bintang sambil melipat tangan serta menyandarkan dirinya di bibir pintu.
"Ayoo omm...!!!" Sergah Bila sambil menarik narik lengan baju Bastian.
"Iya... Iya. Ayo."
Bagaimanapun kemauan seorang anak kecil adalah kemauan seorang raja. Setidaknya seperti itu prinsip Bastian terhadap anak-anak. Walaupun terkadan ada prinsip yang kedua yaitu, seorang raja juga membutuhkan bimbingan dari rakyatnya. Bastian dan Bila sudah berada di depan pintu rumah Adam. Mengetuknya beberapa kali.
"Eh.. Mas Bastian? Masuk masuk mas." Bahkan sebelum disuruh masukpun Bila sudah berada di dalam. "Ada apa ya mas? Cari mas Adam ya?"
Bastian mengeryit mendengar pertanyaan si bibi. Terlebih si bibi mengucapkannya dengan raut muka mencurigakan. Nah loh, Kenapa tuh sama si bibi?
"Enggak Bi, ini si Bila mau main sama Raffa. Raffanya ada, Bi?"
"Raffa.!!!" Seru Bila dengan suara melengkingnya sambil berlari menuju ke halaman belakang rumah.
"Maaf ya Bi. Kayaknya Bila udah nemu dimana Raffa." Bibi hanya tersenyum melihat tingkah gadis tambun berambut seperti tokoh kartun Dora itu. "Saya susul Bila dulu ya, Bi."
Bastian pun mengikuti kemana arah langkah kecil ponakannya itu. Menuju taman belakang yang disana sudah ada Raffa dan juga ayahnya.
Bila dengan semangatnya langsung turut serta bermain dengan Raffa. Raffa sedang menendang nendang si kulit bundar ke arah gawang yang dijaga ayahnya. Bolanya pun menggelinding pelan menuju Adam. Bilapun menyambutnya dengan teriakan semangat karena Raffa sudah berhasil menendangnya.
Adam menangkapnya dengan gerakan yang dibuat buat.
"Raffa mainnya ditemenin Bila saja ya." Seru Adam sambil membelai lembut kepala buah hatinya. "Ayah temui kak Bastian dulu. Bila bisa main bola kan?"
"um.. iya om."
Kemudian kedua anak kecil itu mulai asik dengan keasikannya. Raffa menjaga gawangnya sedangkan Bila sedikit kesuliatan menendang bolanya. Sementara itu Adam mulai berjalan mendekati Bastian yang sedang bertekuk tangan melihat keponakannya bermain.
Bastian mengalihkan pandangannya ketika Adam berada dekat dengannya. Menarik tangannya yang tertekuk kedalam kantung celana tidurnya.
"Pasti Bila merengek mau ditemani kemari ya? Atau... kamu sendiri yang mau kemari?"
Seru Adam dengan senyum yang sesikit menggoda.
Bastian hanya bisa mengerutkan kening mendengarnya.
"Tebakan yang pertama." Jawab Bastian singkat.
Pandangan Bastian beralih lagi melihat keponakannya. Memandang Bila yang berlari memegang bola di tangannya, lalu menjatuhkannya setelah sampai di dalam gawang.
"Aaahh..." Bastian melenguhkan badannya keatas. Meregangkan tulang tulangnya sambil mencari tempat untuk memjamkan mata. Walau sekejap.
Adam hanya diam menatap mulut Bastian yang terbuka lebar. Ada rasa gemas ingin menutup lubang lebar mulutnya itu dengan tangannya. Namun, itu urung Adam lakukan karena terlalu cepat tertutup.
"Capek ya? Istirahat di kamar sana. Biar anak-anak aku yang jagain."
"Beneran mas??"
"Iya sungguh. Wajah kamu lusuh banget. Aku kasihan liatnya. Udah sana tidur. Percayain anak anak ke aku."
Bastian nyengir kuda menanggapi pernyataan Adam. Seakan berterima kasih dengan langsung berlalu ke kamar Adam tanpa pamit lagi. Adam hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepalanya melihat Bastian pergi.
"Ayo Bila tendang!" Seru Raffa bersemangat.
Bila yang sedari tadi sudah berusaha menendang bola plastik itu masih belom bisa mengenai apapun. Wajahnya kali ini berubah serius mengamati bola di kakinya. Sesekali melihat sasaran. Dan dengan keteguhan hati Bila mulai mengambil ancang-ancang. Berlari sekencang mungkin. Dan.
BUUK...
"Waaaaaa....!!!"
"Ye ye ye...!!!"
Mendengar suara tangis dan suka cita bersamaan Adam menoleh dengan cepat. Dan ketika tahu Raffa sedang menangis tersedu sambil menutupi wajahnya Adam langsung berlari menghampiri mereka berdua.
"Lho... Lho kenapa jagoan Ayah nangis?"
"Itu... Bila, Yah!" Serunya sambil menunjuk pada gadis yang terdiam bertampang tak bersalah menatap kearah Raffa.
"Emang Bila ngapain sayang?" Tanya Adam.
"Enggak... Bila cuma tendang bolanya aja, om."
Adam masih mencoba menenangkan tangisan Raffa yang semakin menjadi.
"Sudah.. Sudah. Anak laki-laki gak boleh cengeng. Malu loh di liatin Bila yang perempuan."
"Waaa... tapi sakit, Ayah.!! Raffa gak mau main lagi." Ucap Raffa seraya berlari meninggalkan Ayahnya dan Bila di halaman belakang.
Adam jadi dilema sendiri menghadapi situasi seperti ini. Adam tahu Bila tidak sengaja melakukan itu. Tapi Raffa juga tidak menganggap tadi hanya permainan biasa.
Sebenarnya masalah ini sederhana. Namun, karena hal ini terjadi pada anak anak yang(tau sendiri bagaimana sifatnya). Hal itu lah yang membuat Adam harus berusaha keras.
Adam tidak punya pilihan lain selain mengejar Raffa. Dengan menggandeng tangan Bila Adam menghampiri Raffa yang berlari menuju kamar tidurnya.
Tanpa perlu mengetuk pintu kamar Adam membuka pintunya. Dan seketika itu Adam mendapati Raffa sudah berada dalam pelukan Bastian.
Bastian memandang Adam dengan tatapan tajam. Entah itu karena tidurnya kembali terganggu atau karena dia kecewa dengan Adam karena tidak bisa mengasuh anaknya sendiri. Adam pun membalas menyesal pada Bastian.
"Raffa..." Seru Adam hati-hati.
Bila dengan sigap melepaskan diri pada genggaman Adam, lalu melompat naik ke atas tempat tidur. Menghampiri Raffa.
"Maafin Ayah ya sayank..."
"Gak mau! Ayah egois." Seru Raffa semakin memeluk Bastian erat.
"Raffa gak boleh bilang gitu. Apa yang ayah bilang itu benar. Anak laki-laki memang gak boleh menangis. Karena menangis simbol diri yang lemah. Dan laki-laki gak boleh terlihat lemah. Karena apa?" Ucap Bastian berusaha mengurai masalah. Dan sepertinya berhasil.
"Apa kak?" Seru Raffa.
"Karena tugas laki-laki adalah melindungi perempuan. Jadi, kalau Raffa nangis siapa yang melindungi Bila?" Tambah Bastian. Semakin memegang kendali.
Adam masih terdiam terpukau dengan cara Bastian menenangkan buah hatinya.
"Nah... Sekarang mau kan berhenti nangis dan mau kan maafin Ayah." Tuntas Bastian sambil mengembangkan senyumnya pada Bocah lucu itu.
"Mau kak. Tapi dengan satu syarat."
"Lha kok ada syaratnya?" Seru Adam kecewa. "Apa syaratnya?"
"Peluk." Seru Raffa dengan wajah bersemu merah.
"Ya sudah sini biar Ayah peluk Raffa." Adam membentangkan kedua tangannya. Siap mendekap buah hati tercintanya.
"Gak mau!!, peluknya disini. Sama kak Bastian juga."
Mendengar perkataan Raffa Bastian tersentak kaget. Seakan bola matanya hendak keluar. Namun, Bastian tidak bisa berbuat apa-apa karena Raffa masih erat memeluk dirinya.
Berbeda dengan Bastian. Adam sangat gembira begitu tau dia harus memeluk Bastian bersama buah hatinya. Seakan kebahagiaan keluarganya menjadi lengkap sekarang.
》》》》
Terima kasih buat viewers yang sudah membaca cerita saya.
Jangan bosen bosen buat terus ikutin lanjutan ceritanya. Ya... walaupun saya suka telat updatenya.
Jujur gak nyangka bisa tembus 6 ribu view. Padahal masih banyak cerita bagus di WP ini. Thanks ya semua.
O iya yang silent readers harus bisa move on dari gelar itu. Comet aja. Baik atau pun buruk saya pasti terima dengan lapang dada.
Dan buat komenters arigato sudah mau mengobrol tentang kurang lebihnya cerita ini.
Voters juga saya haturkan terimakasih banyak. :)
Thanks so much vomenters and viewers.
☆♡☆