Rachel melangkah menuruni tangga dengan gontai. Sesekali ia menguap. Dia benar-benar masih sangat mengantuk. Padahal sekarang jarum jam sudah menunjukan angka 9 pagi. Tapi rasa haus di tenggorokannya membuat ia rela meninggalkan pulau kapuknya--kasur--.
Rachel menuangkan air yang diambilnya dari lemari es lalu menuangkan pada gelas di tangannya. Ahh leganya. Setelah ini ia akan melanjutkan mimpi indahnya yang harus tertunda karena rasa haus ini. Rachel membalikkan badannya dan-
"Dorrrrrr"
"Huaaaaaaaaa" Rachel tersentak secara refleks ia menutup matanya dengan kedua tangannya.
"Hahahahaha" Rachel membuka matanya dan menatap tajam cowok di depannya yang sedang tertawa sambil memegangi perutnya.
"Radhiiiiiiiiiiitttttttttt" Rachel mencubit-cubiti perut Radhit tanpa ampun.
"Aduh sakit, Chel. Ampun deh ampun. Bercanda doang elah" Meskipun Rachel imut-imut gitu tapi cubitannya itu berasa banget. Lebih pedes dari pada b*n ca*e.
"Rasain. Lagian ngapain lo ngagetin gue. Mau bikin gue jantungan hah?" Rachel mendelik sambil berkacak pinggang di depan Radhit. Seketika rasa ngantuknya menguap entah kemana.
"Iyadeh sorry ya adikku cayangg" Radhit mencubit pipi Rachel dengan gemas. Bawaannya dia pengen nyubit pipi Rachel terus. Abisnya tembem gitu sih. Rachel makin mencebikkan bibirnya.
"Udah deh, mending lo temenin gue sekarang" lanjut Radhit.
"Kemana?"
"Cari makan. Laper gue"
"Emang mama nggak masak?"
"Enggak. Tadi Mama buru-buru pergi ke rumah tante Marisa. Nggak tau deh mau ngapain. Udah buruan sanah lo mandi. Gak pake lama"
"Iya bawel" Rachel menoyor kepala Radhit sebelum berlari naik ke kamar.
"Awas lo ya"
🔹🔹🔹
"Lo mau makan apa?" Radhit menunduk menatap Rachel yang berjalan di sebelahnya karena tinggi Rachel memang hanya sebatas dagunya. Mereka berdua kini sedang berada di sebuah mall.
"Apa ajadeh. Eh tapi gue lagi pengen nasi goreng seafood nih"
"Okeh. Kita ke sana aja deh" Radhit menunjuk sebuah cafe dengan dagunya.
Saat mereka berdua memasuki cafe tersebut sembari mengedarkan pandangan mencari meja yang kosong ada seorang cowok yang melambaikan tangan ke arah mereka.
"Radhit!"
Radhit membalas lambaian tangan itu dan segera berjalan mendekati meja tersebut. Rachel berjalan menunduk mengikutinya di belakangnya.
"Sini gabung aja sama kita"
"Oke. Nggakpapa kan Chel?" Radhit menolehkan kepalanya ke belakang menatap Rachel. Radhit tau, saat ini pasti Rachel gugup setengah mati karena harus makan satu meja sama cowok yang ditaksirnya itu. Randy. Radhit sengaja ingin mengerjai Rachel.
"I-iya, nggakpapa kok" Rachel tersenyum terpaksa kearah Randy dan Bimo lalu mendelikkan matanya ke Radhit. Radhit malah menjulurkan lidahnya seraya duduk di depan Bimo. Dan itu artinya Rachel harus duduk berhadapan dengan Randy. Oh My God.
"Rachel kan? Hay, kenalin gue Randy" Rachel yang mendengar itu refleks mendongakkan kepalanya menatap cowok yang duduk di depannya sedang tersenyum manis. Rachel terpana memperhatikan wajah tampan cowok di depannya, apalagi dengan senyum yang merekah di wajahnya. Menambah kadar ketampanannya. Rachel tak menyangka ia bisa melihat senyum itu dari jarak sedekat ini. 'Oh My God! Kuatkan hamba-Mu ini ya Tuhan. Mimpi apa gue semalem?! Gila gila?! Bisa makan bareng gini. Bahkan dia tau nama gueeee. Oh God' Rachel memekik di dalam hati. Untung dia bisa nahan buat nggak teriak dan jingkrak-jingkrak saking senengnya. Coba kalo keblabasan, mau ditaruh mana coba mukanya. Senggolan lengan Radhit ke lengannya membuat ia tersadar kembali ke dunia nyata.
"Hah? Eh, i-iya kak. Aku Rachel" Dengan gugup Rachel membalas uluran tangan Randy.
"Kalo temen gue ini, namanya Bimo" Randy menunjuk Bimo yang kini tengah tersenyum.
"Hay" Rachel hanya membalas dengan senyum kikuk.
"Lo berdua pesen makanan gih. Gue sama Bimo udah tadi"
Radhit memanggil waiter, lalu fokus ke buku menu yang baru saja diberikan oleh waiter tadi.
"Em, nasi goreng seafood-nya satu, sama orange juice-nya 1. Lo apa Chel?"
"Samain aja deh sama yang lo pesen"
"Oh gitu, oke jadi nasi goreng seafood-nya sama orange juicenya 2 ya mba"
Setelah waiter itu pergi dari meja mereka, Radhit yang pertama kali membuka pembicaraan.
"Lo pada habis darimana? Berdua aja nih?"
"Nggak habis dari mana-mana. Gabut aja dirumah. Emang mau sama siapa lagi? Lo kan tau kalo gue sama Bimo ini jomblo-jomblo bahagia, ya nggak Bim? Hahaha" Randy menyenggol lengan Bimo.
"Yoi bro, tapi bukan jones loh"
"Asal nggak melenceng aja sih, lo berdua kan nempel mulu udah kaya amplop sama perangko aja. Lengket" Radhit menimpali omongan mereka berdua dengan entengnya. Ya memang mereka cukup dekat karena mereka satu tim basket di sekolah. Meskipun Randy dan Bimo adalah kakak kelasnya, Radhit tidak sungkan memanggil mereka berdua tanpa embel-embel 'kak' atau apapun itu.
"Ya kagak lah. Amit amit dah" ucap Randy dan Bimo bersamaan.
"Tuh ngomongnya aja kompak, jangan-jangan jodoh tuh" Radhit menatap horor Randy dan Bimo.
Rachel terkekeh mendengar obrolan mereka. Rachel tidak menyangka kalau ternyata mereka seakrab ini, dia kira mereka hanya sebatas satu tim yang hanya mengobrol seperlunya tentang tim basket mereka. Memang sih, Radhit sudah sering kali mengajak Rachel saat ia latihan basket tetapi Rachel selalu menolak. Malu katanya.
Obrolan mereka berlanjut terus sampai makanan yang mereka pesan habis tak bersisa. Obrolan mereka diiringin canda tawa yang nggak ada habisnya. Rachel mulai nyaman dengan kedua kakak kelasnya itu. Ternyata mereka orangnya gokil, suka bercanda. Rachel tak menyangka ia bisa mengobrol sedekat ini dengan Randy. 'Semoga aja bisa kaya gini terus' batin Rachel.
🔹🔹🔹
"Pitaaaaaaa. Aaaa gila gila gue seneng banget" Teriakan Rachel yang baru saja datang itu membuat seisi kelas mengernyit karena suaranya yang begitu memekakkan telinga. Beberapa ada yang sampai menutup kedua telinganya sambil memutar kedua bola matanya. Rachel tak peduli dengan mereka, yang terpenting sekarang dia sangat senang. Dan ingin berbagi kebahagiaan dengan sahabatnya,Pita. Yang dipanggil masih fokus dengan ponsel di tangannya. Rachel segera menghempaskan tubuhnya ke kursi di sebelah Pita.
"Pitaaaa" Rachel kesal karena tidak mendapat respon apapun dari sahabatnya itu.
"Apaan sih? Brisik tau" Pita memutar bola matanya lalu meletakan ponselnya di meja.
"Lo tau nggak-"
"Nggak"
"Ihhh diem dulu. Gue kan belum ngomong. Ehm..jadi, kemaren gue makan bareng sama kak Randyyyyy"
"Ah nggak percaya gue. Ah iya gue tau maksud lo. Maksud lo kalian makan bareng satu cafe tapi beda meja kan? Trus lo ngeliatin dia dari jauh iya kan? Ck sabar ya Chel. Suatu saat pasti lo--" ucap Pita dengan muka sedihnya.
"Enak aja?! Gue beneran makan bareng dia. Dan dia duduk di depan gue. Dan dia juga tau nama gue?!" Potong Rachel.
"Serius?! Wahhh kemajuan tuh. Dan ya jelaslah dia tau nama lo. Emang siapa sih yang nggak kenal lo disini"
"Emangnya gue kenapa? Kok pada kenal gue?" Tanya Rachel dengan polos. Membuat sahabatnya itu memutar bola matanya jengah akan sifat lemot Rachel yang kadang-kadang muncul itu.
"Pikir aja sendiri. Oh iya, lo minta nomernya atau line nggak?"
"Nggak" Rachel menggeleng dengan polosnya.
"Bego?! Kenapa lo nggak minta sih. Kesempatan nggak dateng 2 kali loh"
"Masa gue yang minta sih. Gue kan cewek"
"Yaelah, makan tuh gengsi" Pita gregetan sendiri dengan sahabatnya yang satu ini. Ingin rasanya dia menjitak Rachel.
Rachel hanya mengerucutkan bibirnya. Lalu tanpa sengaja dia menolehkan kepalanya ke samping--ke bangku di belakangnya--dan pandangan matanya bertemu dengan mata hazel berwarna hitam pekat itu. Selama beberapa saat ia terkagum melihat mata indah itu yang juga sedang memandangnya dalam. Ingin rasanya ia menyelam lebih jauh ke dalam mata itu. Tapi kemuadian ia tersadar dan hanya tersenyum kaku. Adrian sang pemilik mata itu membalas senyum itu dengan senyum tipis yang menambah ketampanannya. Cukup satu kata untuk menggambarkan senyum itu. Manis. Lalu Ia membenarkan posisi duduknya menghadap depan karena guru kimia sudah memasuki kelasnya.
Tbc...
Hay hay 😊 udah lama ya nggak ngepost. Ada yang nungguin cerita ku ini nggak? Oh iya maaf ya kalo ceritanya tambah aneh ngaco gitu. Mohon dimaklumi 😀
Nidananw