Star Crossed Lover

By aurodian

49 9 0

Bagaimana jika realita tak sejalan dengan impian? -Andiana Marisa Takdir pahit harus dilaluinya ketika k... More

Chapter Two
Chapter Three

Chapter One

27 5 0
By aurodian

   Diana meringis sakit di kepalanya, bau obat-obatan mengisi ruangan yang ia tempati. Bingung? Tentu saja. Pikirannya mencoba mengingat hal terakhir sebelum ia jatuh pingsan.

  "Gue dimana?" Ucapnya tertatih. Kepalanya yang diperban terasa nyeri. Diana mencoba bangkit dari posisinya.

 "Diana sayang, kamu jangan bangun dulu. Kondisi kamu belum pulih". Wanita itu menahan tubuhnya yang lemah.

  "Tante, ayah sama bunda mana?"  Tanya Diana setengah sadar.

  Wanita itu diam meratapi wajah pucat Diana. Dia baru saja bangun dari tidurnya selama seminggu. Berita ini pasti akan mengguncang jiwanya. Kasian sekali, masih remaja tapi ujian hidupnya sudah berat.

 "Tante panggil dokter dulu yaa. Kamu tunggu disini dulu sebentar". Tangannya mengelus pipi Diana lembut.

  Diana merasa jera, hatinya belum tenang jika belum bertemu ayah-bunda. Peduli setan kepalanya yang terus berdenyut. Diana ingin bertemu ayah-bunda nya sekarang juga. Tanpa ragu, Diana mencopot kasar selang infus di tangannya.

  Ia menyusuri lorong rumah sakit dan masuk ke seluruh ruangan yang ada disana. Tapi nggak ada satu pun kamar tempat ayah-bunda nya berada. Sempat menyerah, Diana bertanya ke salah satu suster di resepsionis.

  "Sus pasien atas nama Hardi Gunawan sama Jihan Marinka dirawat dikamar berapa ya?"

  "Maaf, Mbak, kedua pasien telah meninggal dunia. Jenazah mereka sudah dibawa pulang oleh kerabatnya". Jawab suster tersebut.

  "Apaa?!! Nggak mungkin, Sus! Orang tua saya nggak mungkin meninggal. Suster jangan sembarangan ngomong ya!" Diana berteriak histeris tak percaya dengan apa yang baru dia dengar. Kakinya lemas tak mampu menopang tubuhnya, akhirnya Diana terperosot ke lantai dan menangis sejadi-jadinya.

   Alhasil tangisan Diana menarik perhatian orang-orang yang berlalu-lalang disana. Miranda lari terpongoh-pongoh menghampiri Diana yang tak berdaya di tempatnya.

  "Diana!!" Panggilnya sontak melihat keadaan Diana.

    Miranda mendekap tubuh Diana di pelukannya, tangis Diana semakin tak terkendali "Tante ayah-bunda nggak mati kan? Mereka ada kan?" Ucap Diana di sela-sela isakannya.

   Miranda tak kuasa membendung air matanya sendiri. Dirinya bahkan tidak tega mengatakan kebohongan atau kejujuran sekalipun. Miranda membiarkan Diana menumpahkan kesedihannya, beberapa suster beserta seorang dokter datang lalu menyuntikkan obat penenang ke Diana. Jarum suntik itu menembus kulitnya dan memasukkan cairan asing ke dalam tubuhnya. Setelah beberapa detik, Diana merasakkan efek aneh pada tubuhnya.

  'Ayah, bunda, mereka nggak mungkin pergi. Semua itu pasti bohong, ini mimpi kan? Tolong bangunin aku dari mimpi gila ini. Andai aku membuka mata, aku harap wajah ayah dan bunda adalah hal pertama yang kulihat'  

  Tangisnya perlahan reda, emosi yang tidak terkendali menjadi tenang, pandangannya mulai kabur, kemudian redup, dan akhirnya semua berubah gelap.

###

   "Diana, gue mewakili  semua turut berduka cita atas musibah yang menimpa lo beserta keluarga. Semoga orang tua lo diterima disisi-Nya ". Ujar Rio sang ketua kelas mewakili seluruh murid XI IPA 3.

   Diana tersenyum hambar menatap teman-temannya yang hening di meja masing-masing. Mereka semua terlihat simpati dengan dirinya.

   Bayangkan saja, menjadi anak yatim piatu tanpa saudara maupun kerabat. Itu berarti tidak ada tempat untuknya merasakan kehangatan keluarga seperti dulu.

  Diana menarik kursinya dan meletakkan tas nya di meja. Ia berusaha tegar menghadapi cobaan ini, ayah dan bunda pasti sedih mengetahui putri semata wayangnya terpuruk dalam duka. Setetes air mata mengucur dari matanya, buru-buru ia menyeka agar tak ada seorang pun melihatnya.

  "Di, are you okay? " Diana mengangguk sesenggukan kepada Sarah, teman sebangkunya. 'Gue pasti bisa. Gue nggak boleh nyerah sama keadaan'  Batinnya menyemangati diri.

###

   "Dri, kenapa lo? Bengong mulu dih". Seru Farhan.

    "Palingan masalah cewek lagi. Yoi ngga, Dri?" Senggol Reza jail.

    "Bacot lo semua!" Adrian beranjak pergi meninggalkan kantin. Farhan dan Reza menatapnya bingung.

   "Kambuh dah penyakitnya". Reza berdecak sambil memakan nasi gorengnya.

    ###

   "Mama nggak mau tahu! Suka nggak suka, kamu harus terima keputusan Mama! Dia itu sebatang kara, Adrian! Apalagi dia perempuan, sendirian dirumah! Kamu tega?!"  Wanita itu menekan tiap kata yang diucapnya.

   "Terserah mama! Adrian males berdebat!". Adrian membanting pintu rumahnya. Miranda, mama Adrian hanya bisa ngelus dada melihat perilaku anak satu-satunya itu.

  Adrian mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menuju basecamp alias tempat pelariannya. Apalagi tujuannya kalau bukan ngerokok sekalian mabuk-mabukkan. Inilah hidup seorang Adrian Natama.

  ###

   "Diana, makan siang dulu yukk sama tante. Nihh tante udah bikinin makanan kesukaan kamu". Sambut wanita paruh baya itu mengajak Diana ramah. Semenjak kepergian orang tuanya, Miranda berusaha menjadi pengganti mereka. Walaupun tidak ada hubungan darah apapun, perlakuan Miranda sangat tulus padanya.

   "Nggg.. Nggak usah tante, Diana belum laper kok". Diana gugup. 'Tante Miranda kelewat baik sama gue. Udah dibolehin tinggal aja, udah syukur. Gue nggak boleh ngerepotin Tante Miranda' Batinnya.

  "Di, masa manggilnya masih tante sih. Panggil mama aja yaaa. Inget lohh MAMA". Perintah Miranda halus tapi agak maksa. 

  "Ehh iyaa, Tan.. Ehh maksudnya mamm.. mama". Diana tersipu malu-malu. Sifat pemalunya ini nggak pernah berubah dari kecil. Siapa pun yang melihat Diana, pasti merasa nyaman. Supel, lugu, baik. Tiga kepribadian itu cukup untuk menggambarkan karakter Diana.

  "Yaudah sekarang kamu ganti baju, abis itu kita makan sama-sama". Tukas Miranda yang sibuk mondar-mandir menyiapkan makanan di meja.

  "Iya, Mahh". Diana menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.

  ###

  "Gilss! Jadi disini anaknya! Lo dicariin tuh sama Bu Frida! Dia Kangen sama lo. HAHAHA!" Kata Reza meledek. Adrian menghisap rokoknya tanpa menggubris candaan Reza yang sama sekali nggak lucu.

   "Cabut nggak ngajak-ngajak! Temen tuh?" Sindir Farhan.

   "Lagi pengen sendiri". Jawab Adrian ketus.

   "Kalo ada masalah curhat aja kali, Dri. Kita-kita bisa kok cari solusi. Ye gak, Han?"

   "Iyee.. Masalah di dokem sendiri. Kita mah apa atuhh". Farhan melengkingkan suaranya seperti banci.

   "Najis bet dah lu, Han!" Reza bergidik ngeri kearah Farhan. Farhan membalas dengan ekspresi straight face. Sementara Adrian masih keukeh menyimpan permasalahannya sendiri.

   ###

  Jam menunjukkan pukul 12.00 wib. Diana belum bisa tidur, tugas sekolah menumpuk akibat nggak sekolah dua minggu.

  Tap.. Tapp... Tapp... Suara langkah kaki menaiki tangga. Terdengar jelas di kuping Diana. Diana menghentikan pekerjaannya lalu mengintip melalui celah pintu kamarnya. Bayangan seseorang semakin dekat, Diana menutup pintunya kembali perlahan, merasakan jantungnya berdegung kencang. Takut, gelisah, semuanya campur aduk.

  Krekk... Pintu kamarnya terbuka perlahan, Diana berlari ke kasur dan menyelimuti dirinya. Tubuhnya berkeringat, hawa panas-dingin merayapi sekujur tubuhnya. 'Siapa sih yang masukPerasaannya cemas.

  "Gue ngantuk! Minggir!" Tanpa ragu cowok itu menghempaskan diri di kasur, tepat disebelahnya. Diana terlonjak kaget dan menggeser tubuhnya ke pinggir menjaga jarak. 'Damn! Adrian'.

  "Hemm.. Dri, lo ngapain disini?" Diana berusaha hati-hati berbicara dengan Adrian. Salah kata atau intonasi bisa menimbulkan kesalah pahaman.

  Adrian mengerutkan keningnya menatap Diana. Kok malah dia yang ekspresinya gitu? Harusnya kan Diana. Ini kamarnya kan? Ya kamar pinjeman sih. Berarti secara nggak langsung ini kamarnya juga kan?

  "Rumah gue, suka-suka gue mau tidur dimana aja! Hak lo apa?!" Sergah Adrian kasar.

  Diana memutar bola matanya 'Tau elah rumah lo, sombong bet. Eh Kayaknya dia mabuk dehDiana mengibaskan tangannya saat mencium bau alkohol yang keluar dari tubuh Adrian.

  Diana mendekatkan diri ke Adrian, matanya menjelajahi detail wajah tampannya yang sedang tertidur. Muka Adrian lucu kayak bayi pas tidur, bibirnya mengerucut sampai bikin Diana cekikian sendiri. Berbeda hal nya ketika Adrian terbangun, Diana takut setengah mati sama cowok itu.

  Pandangannya terganggu dengan rambut Adrian yang menutupi setengah matanya. Diana meniupkan angin kecil untuk menyingkirkannya. Sempat menggeliat, Diana takut Adrian terbangun dan marah padanya.

   Diana menghela nafas 'Kalo diliat-liat Adrian ganteng juga yaa. Tapi sayang anaknya badung' . Tanpa sadar, dirinya mengulas senyum tipis dibibirnya. Seketika ia langsung membuang jauh-jauh pikirannya tadi. Entah berapa lama ia menatap Adrian, Diana pun tertidur.

 ###

  Matanya mengerjap-ngerjap saat sinar mentari menembus jendelanya. Diana tersenyum, rasanya tidurnya semalam sangat pulas, badannya jadi segar. Ia melirik jam yang berada disebelahnya. 06.00. Itu berarti ia tertidur kurang lebih enam jam.

  Diana mencoba bangkit dari tidurnya, namun sebuah lengan kokoh menahannya. Lebih tepatnya lengan Adrian. 'Shitt!!'  Diana mengutuki kecerobohannya. Ia lupa Adrian tidur di kamarnya, lebih tepatnya TIDUR DI RANJANGNYA.

  Apa jadinya kalau Tante Miranda, ehh ralat! MAMA MIRANDA, memergoki anak laki-lakinya tidur dengan perempuan lain dirumahnya sambil BERPELUKAN. Ditinjau dari angle mana pun, posisi mereka nggak ada bedanya.

  "Dri, bangun!" Ucapnya berbisik sambil mencolek-colek lengan kekar Adrian.

   Adrian bergumam pelan. Bukannya bangun, malah mempererat pelukannya. Jantung Diana berdetak cepat. Ini pertama kalinya ia pelukan sama laki-laki, selain ayah tentunya.

   Tangan Adrian menggenggam telapak tangan Diana, cengkramannya kuat namun lembut. 'Oksigen mana, oksigen!! Tolongin gue, please...' 

  Tokk..Tokk..Tokk..

   "Diana, kamu udah bangun belum?"  Pertanyaan itu muncul dari balik pintu kamarnya.

   'Mampus! Tante Miranda!!!!'  Runtuknya.

    Bagai kesetanan, Diana membangunkan dirinya gelagapan. Adrian juga rupanya mendengar panggilan mama-nya, buktinya ia langsung bangun dan mengacak-acak rambutnya panik.

   "Shitt!!"  Umpatnya. "Kok gue bisa disini?!" Diana menganga lebar. Seriously, dia beneran nggak inget kejadian semalem apa pura-pura amnesia? Diana masih ingat betul bagaimana Adrian nyelonong masuk kamarnya dan tertidur pulas disampingnya. Mungkin karena efek alkohol.

   "Tanya sama diri lo sendiri yang semalem kobam!" Gerutu Diana menatap Adrian yang keliatan bego tapi tetap aja ganteng.

   "Dianaa?"  Panggil Tante Miranda sambil mengetuk pintunya lagi.

    Gaswat kalo sampe masuk, bisa jantungan kali Tante Miranda. Diana memutar otaknya mencari ide, sedangkan Adrian hanya duduk ngumpulin nyawa.

   "Lo ngumpet gihh! Dimana kek! Keburu Tante Miranda masuk!" Tukas Diana kocar-kacir.

    Adrian berjalan menuju jendela kamar, menyibakkan korden yang menutupinya. 

   Awalnya Diana pikir, Adrian akan bersembunyi di balkon. Namun dugaannya salah! Adrian justru melompat menuju balkon samping -yang menurut-perkiraan Diana adalah balkon kamarnya. Dengan cekatan, Adrian mendarat mulus. Ia menyiratkan Diana kembali masuk ke dalam.

  Buru-buru Diana membuka pintu kamarnya dan menemukan Tante Miranda berdiri tegak dihadapannya. "Maaf tante, Diana abis dari kamar mandi". Diana mengulas senyum manisnya menyapa Tante Miranda.

  "Loh kok tante sih? MAMA, Diana". Koreksi Tante Miranda tanpa menghilangkan senyumnya.

  "Oh iyaa.. maaf, Mah". Diana menepuk jidatnya lupa dengan panggilan barunya ke Tante Miranda. Semua gara-gara ulah Adrian kampret.

   Tante Miranda sangat menyayangi sosok manis dihadapannya ini. Dari dulu Diana selalu dianggap layaknya putri kandungnya sendiri. Itu mengapa saat orang tua Diana meninggal, Tante Miranda ringan hati merawatnya.

   "Iyaa nggak apa-apa. Kita sarapan sama-sama yukk!" Ajak Tante Miranda.

  Diana mengangguk. Saat Tante Miranda meraih tangannya turun ke bawah. Langkah Diana terhenti sambil melirik kamar sebelahnya.

  "Mah, Adrian nggak diajak sarapan?" Bukan perhatian atau cari muka ya, Diana cuman takut Adrian tersinggung karena mama-nya lebih perhatian sama anak orang dibanding anaknya sendiri.

  "Emangnya dia pulang? Tumben". Mulut Diana menganga, nggak nyangka respon Tante Miranda bakalan dingin gini. Sepertinya hubungan antara ibu dan anak berjalan tidak harmonis.

  "Ehh Diana juga nggak tau sih, Tante. Adrian jarang pulang yaa?" Diana mengumpat dirinya yang kelewat kepo. Ngapain juga dia nanya-nanya Adrian. Ewh! Nggak penting.

  "Yaa gitu deh. Suka-suka Adrian aja lah. Biarin aja dia, kalau laper juga nanti turun!" Nada Tante Miranda berubah drastis jadi cuek. Hello!!  Itu anaknya sendiri loh.

  ###

   "Di, lo tinggal dimana sekarang?" Tanya Sarah tiba-tiba saat makan di kantin.

    Diana tersedak siomay yang barusan ia telan.'Diana menepuk dadanya yang sakit kemudian meminum air mineral miliknya. 'kenapa mesti nanya itu sih'  

  "Di, jawab dong!" Sarah melotot ke arah Diana yang masih meneguk air mineralnya.

  "Dirumah lah". Dustanya. Mana mungkin dia bilang kalau tinggal sama Adrian, bisa gempar seantero sekolah. Secara Adrian kelewat famous kebanyakan tittle mulai dari tukang cabut, berandalan sampai playboy, sedangkan Diana? Siswi teladan, peringkat satu seangkatan, anti nyari masalah.

   "Ahh bohong lo, Di! Kemaren gue ke rumah lo gaada orang. Gue tanya tetangga lo, katanya lo pindah. Pindah kemana sih?" Tuntutnya meminta penjelasan. Bukannya nggak mau jawab, tapi pertanyaan Sarah bikin Diana pusing tujuh benua. 

  "Dirumah temen ortu gue!" Singkat Diana datar. Untung pinter ngeles. Sarah ber-oh-ria. Baguslah kalau gitu. Jangan sampe dia nanya yang lain-lain.

   ###

   Diana membaca novel yang baru dia beli, semuanya tentang percintaan. Ada yang sad ending bikin termehek-mehek, ada juga yang happy ending sampai terharu.

  'Gimana sama cerita cinta gue yaaDiana menghela nafas membayangkan akhir kisah cintanya. Hidup 16 tahun belum pernah Diana merasakan jatuh cinta. Berbeda dengan teman sebaya-nya yang rata-rata udah gonta-ganti pasangan selusin.

  Boro-boro pacaran, ayah paling menentang hal yang satu itu, alasannya Diana masih terlalu kecil, polos, belum pantes pacaran. Sedangkan bunda cuman terkekeh sama sikap protektif ayah.

  'Tuh kan jadi inget ayah-bunda lagi'  Bukannya bermaksud ngelupain mendiang orang tuanya, tapi Diana belum bisa merelakan kepergian mereka yang tiba-tiba. Terkadang ia menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ayah-bunda.

Andai waktu dapat diputar....

###

  Hari udah sore, tapi Tante Miranda belum pulang dari kantor. Maklum aja, buat seorang single parent  sekaligus business woman, jadwal Tante Miranda tergolong sangat sibuk. Bisa makan bareng aja udah keajaiban.

  "Ngapain bengong?" Diana mengangkat wajahnya dan mendapati Adrian yang bersandar di dinding kamarnya. Dia mengenakan kaos berwarna putih dipadu celana navy  diatas lutus. Diliat dari penampilannya, Adrian pasti nggak ada niatan buat pergi.

   "Lo ngomong sama gue?" Diana mengarahkan telunjuk ke dirinya.

   Adrian berdecak kesal kemudian mendekatkan diri ke Diana. Benar-benar dekat sampai jarak diantara mereka hanya sejari. 'Maunya apa sih nih orang?'  Diana berusaha menetralkan jantungnya yang nggak karuan.

   Dengan sekali dorongan, Adrian menjatuhkan tubuh Diana ke ranjang dan menimpanya. Diana nggak bisa berbuat apa pun, laki-laki ini terlalu berat menindihnya, senyum puas terulas di bibir sang penerkam. Diana berusaha menggeser tubuhnya, namun tangan Adrian membatasi sisi kanan-kirinya

  "Apa harus sedeket ini ngomong sama lo?" Ledek Adrian dengan senyum nakalnya.

  "Lepasin gue, Dri!" Sergah Diana sambil memukuli dada Adrian. Dalam hati dia bersumpah serapah mengutuk cowok diatasnya.

  "Kalo gue nggak mau, lo bisa apa?" Mata Adrian menatap lekat gadis dibawahnya. Diana baru sadar kalau Adrian punya hazel abu-abu yang.... menawan?

  "Gue bakalan teriak dan gue nggak main-main sama omongan gue barusan!" Ancam Diana tegas.

  "Teriak aja sepuas lo, ngedesah pun juga boleh! Nggak akan ada yang denger! Cuman ada kita berdua doang dirumah. Mama bakalan pulang larut, jadi kita punya waktu banyak buat bersenang-senang". Ujar Adrian sambil mengelus pipi Diana dengan jarinya.

  "Brengsek!! Lepasin gue! Lepasin gue, Dri! Please..." Pinta Diana memohon, matanya berkaca-kaca ketakutan.

  Rasa pasrah Diana membuat Adrian semakin menikmati permainannya. Adrian kedua tangan Diana dan membawanya keatas kepala gadis itu. Diana memejamkan matanya tak ingin melihat hal buruk akan terjadi, tetesan air mata jatuh di pipi Diana, yang awalnya setetes lama-lama mengalir deras.

   "Hiks.."  Isaknya. Adrian terkejut melihat Diana menangis karna ulahnya. Refleks, ia mengusap air mata Diana dan menempelkan tangannya di pipi Diana. Ada kehangatan yang merambat dari telapak Adrian, memberi efek nyaman pada Diana.

   "Maaf" Lirihnya kemudian bangkit keluar dari kamar Diana. Mata Diana kembali terbuka setelah beban diatasnya menghilang. Ia tidak mendapati Adrian disekitarnya. Diana sejenak menghentikan isakannya. Apa telinganya nggak salah dengar? Adrian minta maaf? Tiba-tiba perasaan aneh hinggap di dadanya. Pertanda apakah ini?








































Continue Reading

You'll Also Like

294K 34.7K 26
This is the second part of Unwanted Wife of Mafia King. If you are new then please read the first part otherwise you will not understand this part at...
276K 34.9K 70
#Book-3 Last book of Hidden Marriage Series. ๐Ÿ”ฅโค๏ธ This book is the continuation of the first and second book "Hidden Marriage - Amazing Husband." If...
172K 8K 29
๐˜ฟ๐™ž๐™˜๐™–๐™ก๐™ข๐™š๐™ง : ๐˜๐˜ง ๐˜บ๐˜ฐ๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฌ ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ค๐˜ฆ ๐˜ช๐˜ด ๐˜ข๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ด๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ต, ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฐ๐˜ฌ ๐˜ช๐˜ด๐˜ฏ'๐˜ต ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜บ๐˜ฐ๐˜ถ. ๐˜๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ท๏ฟฝ...
457K 16K 61
"๐‘ต๐’๐’•๐’‰๐’Š๐’๐’ˆ ๐‘พ๐’Š๐’•๐’‰๐’๐’–๐’• ๐’€๐’๐’–, ๐’Ž๐’š ๐’๐’๐’—๐’†. ๐‘ญ๐’๐’“ ๐’š๐’๐’– ๐’Š๐’ ๐’š๐’๐’–๐’“ ๐’‘๐’“๐’†๐’”๐’†๐’๐’”๐’†, ๐’Ž๐’š ๐’‰๐’†๐’‚๐’“๐’• ๐’‡๐’Š๐’๐’…๐’” ๐’Š๐’•'๐’” ๐’‰๐’๐’Ž๐’† ๐’‚๐’๏ฟฝ...