U GOT ME [FanFiction]

By linneaflume

10K 1.3K 374

"Aku juga terkejut sejujurnya, terkejut aku bisa seperti ini dan disebabkan oleh seorang kau. Beberapa bulan... More

-001-
-002-
-003-
-004-
-005-
-006-
-007-
-008-
-009-
-010-
-011-
-012-
-013-
-014-
-015-
-016-
-017-
-018-
-019-
-020- [Ending: Part 1]
EPILOG
[BONUS VIDEO+PHOTO] Gongchan & Mina's

-020- [Ending: Part 2]

326 27 6
By linneaflume


Tokyo, Jepang

"Ohayo, Channie!"

Begitulah cara Mina menyapa tunangannya, atau lebih tepatnya calon suaminya pagi itu. Kini, Mina semakin terlihat seperti wanita Jepang sungguhan. Diam-diam dia juga telah belajar banyak mengenai perbendaharaan bahasa Jepang. Selain itu, karena Gongchan akan mengajaknya untuk menetap di Jepang, jadi mau tidak mau Mina harus pandai berbahasa Jepang.

"Ohayo!" balas Gongchan yang sepertinya masih setengah mengantuk. Namun, dia membiarkan Mina membangunkannya. "Kenapa kau selalu terlihat cantik sekalipun kau baru saja terbangun dari tidur?"

"Aku tidak tahu," kata Mina dengan tawa kecil di ujung kalimatnya. "Kau seharusnya bertanya pada orangtua ku."

Gongchan pun bangkit dari tidurnya dan menarik Mina bersamanya untuk menyiapkan sarapan. "Kau ingin sarapan apa pagi ini?"

"Apapun yang akan kau masak," jawab Mina seraya memainkan beberapa helai rambut dengan jari-jarinya.

"Baiklah. Kurasa aku akan membuat tamagoyaki (omelet telur). Bagaimana?"

"Onegaishimasu."

Sambil menunggu Gongchan membuatkan sarapan, Mina pergi untuk membereskan kamarnya. Ditengah-tengah aktifitasnya, ponsel Mina berdering. Dilihatnya ke layar ponsel, dan ternyata ada panggilan masuk datang dari Jinyoung.

"Yeoboseyo.. Jinyoung-ah, waeyo?"

"Yeoboseyo, noona-ya.."

"Ne?"

"Kapan tepatnya kau akan menikah? Aku ingin mengirimkan paket hadiah pernikahanmu dengan Gongchan hyung."

"Ah, pernikahanku akan dilaksanakan pada hari Rabu mendatang, Jinyoung-ah."

"Baiklah. Kirimkan aku alamat tempat tinggal kalian secepatnya."

"Arasseo."

"Gomawoyo, Mina noona."

Usai panggilan Jinyoung berakhir, Mina segera meletakkan ponsel nya kembali di atas meja di dekat ranjangnya. "Kau sedang berbicara dengan siapa, Mina-ya?" terdengar Gongchan berteriak lirih dari dapur.

"Jinyoung baru saja menghubungiku," balas Mina.

****

Seoul, Korea Selatan

"Sepertinya dress merah pemberian Mina eonni ini akan tampak indah jika aku memakainya di hari pernikahannya nanti," gumam Nayeon seraya memandangi diri dengan dress merahnya di depan cermin.

"Kau akan selalu tampak indah."

"Y-YA!"

Kedatangan Jinyoung secara tiba-tiba itu mengejutkan Nayeon. Dia sudah berdiri di ambang pintu kamar Nayeon kurang lebih sepuluh menit dan Nayeon tidak menyadarinya.

"Sejak kapan kau berada disini?"

"Sepuluh menit yang lalu, dan kau bahkan tidak menyadarinya. Ah, kau melukai hatiku, Nayeon-ah," tukas Jinyoung yang sekarang sudah berada di samping Nayeon.

"Lihat!" Nayeon mengajak Jinyoung untuk memandangi mereka yang sudah terpantul di cermin di hadapannya itu. "Kita serasi, kan?"

"Sosok berparas biasa dan berwibawa. Kau seperti cahaya yang biasnya terpencar dan begitu temaram ... menyejukkan," lanjut Nayeon.

Tidak tahu dirinya harus mengatakan apa kali ini, Jinyoung hanya memberikan senyum hangatnya itu pada Nayeon. Kemudian, Jinyoung meraba postcard yang masih berada di dalam saku celananya. Kau harus membaca apa yang kutulis di balik postcard ini, Nayeon.

****

Selalu terletak di meja kecil di samping tempat tidur Himchan dan Chansung, secangkir sisa teh semalam dengan bekas kantong teh yang terkadang masih ada di dalamnya. Himchan masih mendapati Chansung tertidur dan dia pun beranjak dari sana.

----

Jam pun menunjukkan pukul Sembilan malam saat itu. Himchan membawa langkahnya menuju pohon besar yang pernah dipercayai Nana dapat mengabulkan sebuah permohonan apapun. Rasa penasarannya mengungguli dirinya saat itu. Sesampainya di hadapan pohon itu dia pun mulai mendekat.

"Apa benar kau akan mengabulkan permintaan apapun?"

Mata Himchan masih melirik menelaah dari atas sampai bawah, kiranya apa yang menjadi keunggulan pohon ini. Jika dilihat kasat mata, bentuk dan segala-galanya tidak ada yang unik. Pohon ini sama seperti kebanyakan pohon yang tumbuh subur di Korea Selatan.

Tapi setelah itu, entah apa yang akhirnya membuat Himchan mengepalkan kedua tangan dan memejamkan matanya di depan pohon tersebut.

"Mungkin aku bukan kekasih yang baik untukmu, Nana-ya. Terimakasih untuk kedatanganmu ke dalam hidupku. Terimakasih telah memberi melodi dan elegi dalam ceritaku. Terimakasih pula atas segala ocehan, nasihat, dan yang paling aku suka.. ya, cemburumu. Kuharap kita bisa terus bersama. Terimakasih, dan kau benar-benar layak mendapatkan ucapan Terimakasih itu dariku."

Usai permohonan singkat itu, Himchan membuka kembali kedua matanya.

­----

"Untungnya Jinyoung datang setelah aku membuat permohonan itu. Karena kurasa dia sudah menganggapku gila karena percaya pada sebuah pohon biasa seperti itu," gumam Himchan pada dirinya ketika dia sedang asyik menghirup udara segar dari balkon apartemen.

"Permohonan apa yang kau buat?" Chansung tiba-tiba datang sambil menguap dan berdiri di samping Himchan.

"Rahasia." Himchan membalikkan tubuhnya agar bisa melihat Chansung.

"Ah, begitu ya."

"Hyung.."

"Hm?"

"Jinyoung mengundangg kita untuk hadir di acara pernikahan Gongchan hyung dan calon istrinya di Jepang."

"Gongchan?" Chansung berusaha mengingat nama itu. Anehnya, dia memang sempat tidak mengingatnya.

"Kakak laki-laki Nayeon," sahut Himchan.

"Ah, ya aku baru saja ingat. Di Jepang, ya? Baiklah." Chansung pun bersandar di pagar pembatas balkon tersebut seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa kau akan mengajak Nana untuk ikut serta?"

"Ne, Jinyoung mengatakan bahwa Gongchan ingin kita semua hadir dan itu sudah termasuk dengan Nana."

Bagus! Nayeon dan Nana akan berada disana. Dan aku pun masih belum bisa menghindari kenyataan yang membawa Nana kembali muncul di kehidupanku, batin Chansung. "Terimakasih sudah memberitahuku, Himchan."

"Ye, hyung."

****

Tokyo, Jepang

"Kita akan pergi kemana?" Mina memandangi Gongchan yang sedang serius menyetir mobil putih Toyota Supra Turbo miliknya itu.

"Aku akan memperlihatkanmu mengenai tempat pernikahan kita. Aku harap kau akan menyukainya."

Tidak lama kemudian, Gongchan dan Mina pun sampai di tempat tujuan. Tempat yang akan menjadi saksi pernikahan suci mereka adalah hotel Peninsula, tepatnya di The Ginza Ballroom.

The Ginza Ballroom ini memiliki desain Jepang modern yang dilengkapi dengan lampu kristal Swarovski dan dapat menampung hingga 160 untuk resepsi dan 90 untuk perjamuan. Begitu Mina dan Gongchan mulai masuk untuk melihat lokasinya, Mina pun ternganga karena takjub.

"Yeppeuda!" Mina tidak lagi bisa menahan rasa takjubnya hanya dengan ekspresi wajah saja. "Aku tidak bisa berkomentar, apalagi menolak yang satu ini, Gongchan-ah."

"Benarkah?" Gongchan memeluk pinggang calon istrinya itu dan mendekapnya erat. "Aku akan membuat hari itu menjadi salah satu hari yang tak terlupakan untukmu, dan aku tentunya."

"Arigato," ujar Mina, lalu mengecup pipi Gongchan.

"Sumimasen," kata salah satu pegawai wanita yang bekerja di sana sebagai pengurus bagian reservasi venue untuk pernikahan. "Ikaga nasaimashita ka?"

"Eh?" gumam Mina.

"I want to book this place for my wedding," ujar Gongchan seraya menatap pegawai tersebut.

"When?"

"On 7 October, please."

"OK. Please come with me to do the booking."

Sembari Gongchan dan Mina pergi mengikuti pegawai wanita itu untuk melakukan pemesanan tempat, Mina masih tidak bisa mengalihkan pandangannya dari berbagai ornamen indah di sekeliling hotel tersebut. Begitu mengingat tidak lama lagi dia akan menjadi Nyonya Im, jantungnya berdegup dengan kencang. Rasanya seperti mimpi, tapi inilah mimpi yang menjadi kenyataan. Bahagianya pun tak bisa digambarkan melalui kata-kata.

Gomawo, jeongmal, kata Mina dalam hati seraya tersenyum kecil melihat ke arah Gongchan.

****

4 October 2015 - Tokyo, Jepang

Tepat pukul delapan pagi di bandara internasional Narita, Jinyoung dan Nayeon mendapat sambutan hangat dari Gongchan dan Mina yang telah menanti kedatangan mereka. Pagi itu langit Tokyo tampak cerah, mungkin Tokyo sedang mewakili perasaan Mina-Gongchan bahkan Jinyoung-Nayeon.

"Nayeon-ah!" seru Mina yang kemudian berlari untuk memeluk Nayeon.

"Welcome to Tokyo, Japan, baby." Gongchan merentangkan kedua tangannya dan kemudian tersenyum lebar.

****

Di bulan Oktober ini, Tokyo sedang mengalami pergantian musim pada musim gugur. Daun penuh warna dan inilah musim panen. Meskipun musim panas berkepanjangan hingga September di sana-sini, akhirnya penduduk Tokyo dapat merasakan cuaca yang sejuk dan segar.

Musim gugur di Jepang bercirikan daun yang berubah warna menjadi warna-warna terang seperti merah, emas, tembaga, dan kuning, yang kemudian berterbangan seperti berputar-putar hingga akhirnya jatuh ke tanah. Daun-daun tersebut menghiasi bukit-bukit dan pegunungan bagaikan karpet penuh warna.

Di daerah pedesaan, sawah-sawah pun berubah warna menjadi warna emas, dan padi-padinya sebentar lagi akan dipotong dan ditumpuk atau digantung dengan barisan yang rapi dan rata. Tidak hanya itu, musim gugur juga waktunya untuk pengadaan berbagai festival, pertandingan olahraga dan pesta-pesta budaya di seluruh negeri.

****

"Menginaplah di apartemen kami," ujar Mina seraya memutar-mutar cangkir kopi Starbucks nya.

"Eh? Aniya. Aku dan Jinyoung akan tinggal di hotel, eonni. Kau tidak perlu khawatir soal itu. Aku sudah mempersiapkannya dengan Jinyoung," jelas Nayeon.

"Benarkah?"

"Ne." Nayeon pun mengangguk. "Bagaimana dengan persiapan pernikahan kalian?"

"Kau juga tidak perlu khawatir soal itu," timpal Gongchan. "Aku harap, aku tidak akan gugup saat acara berlangsung."

"Baguslah, hyung," sahut Jinyoung.

Melihat wajah bahagia Mina dan Gongchan, Nayeon pun rasanya seperti bunga yang baru saja akan merekah. Rasanya seperti baru semenit yang lalu Gongchan menanyakan perihal Mina pada Nayeon, dan sekarang dia akan segera menikah dan menjadi suami Mina.

Hal ini menjadi sebab Nayeon sering berangan mengenai kehidupan selanjutnya bersama Jinyoung. Namun, momen itu menjelma menjadi gumpalan udara mematikan yang menyumbat aliran nafas, karena dia tidak tahu sampai kapan kiranya dia bisa bersama Jinyoung. Walaupun, dia sama sekali tidak menginginkan kejadian yang menimpa hubungannya dengan Himchan dulu akan terulang.

"Kau melamun?" Jinyoung membuyarkan lamunan Nayeon seketika.

"Eh?"

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Jinyoung mendekatkan wajahnya ke wajah Nayeon, dan Nayeon pun sedikit bergidik.

"T-tidak ada," jawab Nayeon singkat seraya mengedipkan kedua matanya berulang. "Jangan mengira yang tidak-tidak."

"Ah, begitu ya? Kupikir kau sedang melamunkan tentang apa yang akan kita lakukan saat di hotel bersama nanti," ujar Jinyoung dengan senyum tipis di ujung bibirnya.

"YA!" Nayeon mengerutkan bibirnya.

Jinyoung, Gongchan, dan Mina pun tertawa geli melihat respon Nayeon. Setelah mereka puas menghabiskan obrolan singkat mereka di Starbucks, akhirnya masing-masing pun kembali ke apartemen dan hotel.

****

Sesampainya di apartemen, Mina langsung menuju kamarnya untuk beristirahat. "Aku akan menunggumu di kamar, Channie-ya."

"Arasseo."

Gongchan pergi ke dapur untuk memeriksa sesuatu yang bisa dimakannya dari dalam lemari es. "Buah.. buah.. dan buah. Kurasa aku akan makan apel ini saja." Gongchan pun melempar-lemparkan apelnya kemudian mulai memakannya.

Saat akan menyalakan televisi, tiba-tiba sesuatu mengingatkannya akan satu hal yang terlupakan. Gongchan pun segera mengambil ponsel dan mencari nama seorang rekan dekatnya untuk segera dihubungi.

"Moshi-moshi."

"Oh, Ryo-san. Dimana kau?" Gongchan kembali menggunakan bahasa Jepangnya yang terdengar sangat lancar, karena jelas Tokyo telah merubahnya seperti penduduk asli Jepang dalam beberapa tahun ini.

"Aku sedang berada di rumah. Apa ada sesuatu yang bisa kubantu?"

"Aku ingin mengundangmu ke acara pernikahanku dengan istri koreaku," ujar Gongchan, lalu menggigit kembali apelnya.

"Eh?! Menikah??" Ryo terkejut dengan apa yang didengarnya barusan. "Bagaimana dia? Apakah dia cantik?"

"Mochirondesu!" Gongchan menambahkan tawa di akhir kalimatnya. "Bagaimana? Apa kau bisa datang? Aku ingin foto pernikahanku diabadikan olehmu."

"Baiklah. Kapan acaranya berlangsung?"

"Tanggal 7 Oktober di hotel peninsula, The Ginza Ballroom."

"Yosh!" Ryo terdengar sangat antusias, dan jelas tidak sabar untuk menjadi salah satu saksi di pernikahan rekan dekatnya itu. "Siapa nama calon istrimu?"

"Mina."

"Dono yo na sutekina namae!"

"I know right? Baiklah, sampai bertemu denganmu 7 Oktober nanti. Jaa!"

Panggilan Ryo pun berakhir. Gongchan merasa lega akhirnya dia dapat mengundang Ryo untuk hadir ke pernikahannya. Rekan Gongchan itu bernama Okada Ryo1. Dia adalah seorang fotografer terkenal di Tokyo. Semua hasil potret Ryo tidak bisa diragukan lagi. Lagipula, sangat sedikit penduduk Tokyo yang tidak mengenal seorang Okada Ryo.

"Mina-ya, aku datang!" seru Gongchan seraya menghampiri Mina di kamar.

****

"Benarkah ini kamar kita?" Nayeon memeriksa ulang nomor kamar yang telah dipesannya dengan Jinyoung.

"Hm, kurasa benar ini kamarnya. Lihat saja nomor itu," ujar Jinyoung yang kemudian menunjuk ke arah nomor 301 yang tertera di daun pintu kamar.

"Nayeon-ssi!" seru seorang gadis yang berada tidak jauh dengan tempat Nayeon dan Jinyoung berada.

"Eh?" Nayeon menoleh ke arah gadis yang berseru padanya.

"Dia lagi," gumam Jinyoung yang mendapati Himchan dan Nana mulai berjalan mendekat ke arahnya dan Nayeon.

"Hotel Villa Fontaine benar-benar mempertemukan kita kali ini," ujar Nana.

"Ah, kau benar juga." Nayeon memandangi Himchan dan Nana bergantian. "Omong-omong, kalian tidak pergi kemari bersama Chansung?"

"Dia akan kemari tidak lama lagi. Dia sedang ingin berjalan-jalan melihat Tokyo," sahut Himchan.

Walaupun masing-masing dari Nayeon dan Himchan sudah mendapatkan penggantinya, tetapi setiap kali mata mereka bertemu, perasaan bahagia yang sama selalu terasa. Dan, Jinyoung masih sedikit tidak menyukai keberadaan Himchan di sekitar Nayeon. Dia kerap kali merasa Nayeon terancam direbut darinya dan kembali bersama Himchan.

"Ah, Nayeon-ssi.."

"Ne, Nana-ya?"

"Terimakasih sudah mengundangku untuk datang ke pernikahan kakak laki-lakimu. Aku tahu, kita belum begitu dekat, tapi kau sudah mau mengakui keberadaanku."

"Kau tidak perlu berterimakasih seperti itu. Aku senang kau menyempatkan waktu untuk datang." Nayeon pun tersenyum dan memperlihatkan gigi kelinci mungilnya itu.

"Nayeon-ah, kita harus beristirahat." Jinyoung berbisik pada Nayeon, dan membuat Himchan-Nana pun merasa mereka sebaiknya pergi dari sana.

"Mianhae, tapi aku dan Jinyoung ingin menata barang-barang kami dan pergi beristirahat."

"Oh, baiklah. Sampai bertemu lagi, Nayeon-ah," ujar Himchan.

****

6 Oktober 2015

D-1 Gongchan & Mina's Wedding

Lattest Omotesando Espresso Bar berlokasi di 3-5-2, Jingumae, Shibuya-ku, Tokyo. Kafe tersebut memiliki barista yang cukup ahli, dan seluruh barista di sana adalah kalangan wanita. Nayeon memilih tempat itu untuk bersantai dengan Jinyoung, karena Gongchan merekomendasikannya.

"Aku suka dengan Tokyo," ujar Jinyoung.

"Benarkah? Haruskah kita pindah kemari?"

"Tidak. Walau begitu, aku masih lebih mencintai Seoul." Jinyoung lalu tertawa kecil dengan kerutan di ujung kedua matanya yang masih tampak memesona.

Kenyataan sampai hari ini Jinyoung masih bersama Nayeon membuatnya semakin giat mengoleksi segala perasaan yang Nayeon hasilkan. Entah itu rindu, cinta maupun sayang.

Menurut Jinyoung, dirinya dan Nayeon itu seperti sepasang tangan, yaitu tangan kanan dan kiri. Mereka berdua harus selalu ada, lengkap, dan saling bekerja sama. Kalau bisa dibayangkan, bila salah satu pasang tangan tidak ada, maka akan ada yang kurang sempurna. Begitulah persepsi Jinyoung ketika dirinya masih asyik menikmati wajah Nayeon di hadapannya.

"Omong-omong, aku penasaran dengan sesuatu yang kau tulis dibalik postcard milikmu," kata Jinyoung seraya mengetuk-ketuk meja kafe dengan jari telunjuknya.

"Kau akan segera mengetahuinya," jawab Nayeon.

"Ah, Nayeon-ah."

"Ne?"

"Aku telah mempersiapkan sesuatu untukmu besok."

"Mwo?"

"Bukan sebuah kejutan jika aku mengatakannya sekarang padamu. Ditambah lagi, bagaimana kalau kita juga saling menukarkan postcard itu?"

"Baiklah, let's see tomorrow!"

****

"Yeoboseyo, hyung."

"Oh, nuguseyo?"

"Jinyoung. Park Jinyoung, hyung." ujar Jinyoung yang masih berbicara dengan suara pelan. "Aku ingin meminta ijin darimu."

"Huh? Ijin? Untuk apa?"

"Aku berencana untuk memiliki Nayeon sebagai tunanganku," jelas Jinyoung tanpa ragu.

"MWORAGO?!" Gongchan kemudian berusaha mengecilkan suaranya, karena dia tidak ingin membangunkan Mina dari tidurnya. "Apa kau sudah yakin?"

"Tentu saja. Berulang kali sudah kupikirkan, dan kurasa inilah saatnya."

"Kapan kau akan melakukannya?"

"Besok setelah pernikahanmu dengan Mina noona," kata Jinyoung. "Aku sudah menyiapkan cincinnya. Dan, jujur saja mungkin aku jauh lebih gugup daripada kau, hyung."

"Mungkin." Gongchan lalu tertawa di ujung kalimatnya. "Ah, Jinyoung-ah.. aku sungguh berterimakasih kau telah mencintai Nayeon dengan begitu besar. Aku titip dia padamu, arra?"

"Gomawoyo, hyung."

----

"Mina-ya."

"Ada apa sayang?"

"Nayeon akan bertunangan dengan Jinyoung."

"Oh." Mina tetap melanjutkan makan siangnya tanpa mendengarkan apa yang dikatakan Gongchan barusan. "M-mwo?! Bertunangan?" Inilah reaksi yang dinantikan Gongchan.

"Ye."

"Kapan Jinyoung akan melakukannya?"

"Besok setelah kita menikah. Kurasa dia akan melakukannya di ballroom itu juga."

"Ah, aku harap mereka akan menjadi pasangan yang dipenuhi dengan banyaknya kebahagiaan," kata Mina seraya mengepalkan kedua tangannya.

"Aku harap juga begitu."

"Love recognizes no barriers. It jumps hurdles, leaps fences, penetrates walls to arrive at its destination full of hope," gumam Mina.

"Eh? Apa yang barusan kau katakan?"

"Sebuah kutipan dari Maya Angelou mengenai sesuatu yang bernama Cinta. Kurasa untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, akan selalu ada hambatan dan usaha yang berjalan beriringan. Dan begitu yang telah Jinyoung dan Nayeon alami."

"Kenapa kau jadi seserius ini?" Gongchan menatap Mina lekat-lekat.

"Gongchan-ah.. mereka layak merasakan kebahagiaan yang lebih, kan? Ya, mereka berhak akan itu."

"Hmm.."

****

7 October 2015 – Gongchan & Mina's Wedding Day

🎵Recommended song when you read this : https://soundcloud.com/anri-okamaulana/ashita-e-no-tegami  🎵

"A successful marriage requires falling in love many times, always with the same person."

—Mignon McLaughlin

"Being someone's first love may be great, but to be their last is beyond perfect."

—Unknown Author

"The greatest marriages are built on teamwork. A mutual respect, a healthy dose of admiration, and a never-ending portion of love and grace."

—Fawn Weaver

####

Ruangan The Ginza Ballroom benar-benar telah disihir menjadi ruangan serba putih dengan bunga mawar putih di setiap meja. Para tamu undangan satu per satu telah memasuki ruangan. Beberapa ada yang berjalan berdampingan dengan pasangannya, adapula yang sendiri.

Gongchan yang menanti kedatangan Mina pun tidak sanggup menahan kegugupan yang tiba-tiba menerjangnya. Gongchan tampil maskulin dengan setelan rapi serba hitam dan poni yang menutupi keningnya.

Tiba-tiba tak jauh dari jarak pandang Gongchan, dia melihat seseorang yang dikenalnya berjalan masuk dengan tas kamera yang dibawa di tangan. "Ryo-san!" seru Gongchan.

Seseorang itu adalah Okada Ryo, dia berjalan menghampiri Gongchan dengan dua orang lainnya. "Ah, gokekkon omedetou gozaimasu," ujar Ryo seraya membungkukkan badannya.

"Honto ni arigato, Ryo-san."

"Aku tidak menyangka, akhirnya kabar seperti ini datang juga darimu."

"Kau harusnya bahagia, karena aku sudah tidak lagi lajang," ujar Gongchan. Kemudian dia melirik dua orang yang datang bersama Ryo. "Siapa mereka?"

"Ran!" sahut Okada Ran2, adik perempuan Ryo.

"Bisakah kau sedikit lebih sopan kepadanya, Ran?" Ryo mengoreksi sikap Ran barusan. "Aku tahu kau mengidolakannya, tapi aku yakin kau bisa lebih baik dalam memperkenalkan diri."

Satu orang lainnya yang berdiri di samping Ran pun hanya tertawa kecil. "Ohayo, watashino namae wa Nishimura Takeo3 desu," timpal Take dengan membungkukkan badannya ke arah Gongchan.

"Oh ye, Ohayo.. watashino namae wa Gongchan Im desu."

"Watashino namae wa Okada Ran desu," tambah Ran.

"Senang bertemu dengan kalian," kata Gongchan lalu tersenyum memandangi Ran dan Take bergantian.

"Omong-omong, dimana pengantin wanitanya?" Ryo menyebarkan padangannya ke sekeliling ruangan.

"Kau akan segera mengetahuinya." Gongchan menepuk pundak Ryo pelan.

****

"Himchan, eodiseo?" Chansung risau menunggu Himchan dan Nana yang bahkan sampai saat ini belum juga muncul. Bukan hanya mereka, Jinyoung dan Nayeon juga belum terlihat hadir di acara tersebut. "Tch!"

Gongchan dan Mina saling menghadap satu sama lain. Para tamu pun mulai beranjak dari duduknya, dan inilah saat dimana Gongchan dan Mina akan mengucapkan janji pernikahan mereka.

"Myoui Mina, today I take you to be my wife. Together we will create a home, becoming a part of one another. I vow to help create a life that we can cherish, inspiring your love for me and mine for you. I vow to be honest, caring and truthful, to love you as you are and not as I want you to be, and to grow old by your side as your love and best friend," ucap Gongchan dengan lantang seraya menggenggam kedua tangan Mina.

"Gongchan Im, today I take you to be my husband, and from the moment I first saw you, I knew you were the one with whom I wanted to share my life. Your beauty, heart, and mind inspire me to be the best person I can be. I promise to love you for eternity, respecting you, honoring you, being faithful to you, and sharing my life with you. This is my solemn vow." Mina menatap kedua mata Gongchan dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

Dari tempat duduk para tamu, terdengar Ran dan Take bergumam mengenai prosesi pernikahan yang manis ini. "Hari ini akan menjadi hari yang sangat spesial. Aku bisa menyaksikan pernikahan seorang komposer lagu terkenal, Gongchan Im," gumam Ran yang sama sekali tidak memindahkan perhatiannya kepada Gongchan dan Mina.

Selain itu, Chansung masih tidak menampik kenyataan bahwa Himchan, Nana, Jinyoung dan Nayeon belum juga tiba. "Kemana perginya mereka, aigoo."

Setelah pengucapan dan pertukaran cincin selesai, akhirnya Gongchan dan Mina resmi menjadi sepasang suami-istri. Mereka berdua benar-benar berhasil membuat siapapun yang masih lajang di sana berkeinginan untuk segera menikah.

Secara bergiliran, tamu-tamu yang ingin mengambil foto dengan pengantin pun dipersilahkan. Terutama lagi, Okada Ryo lah yang akan menjadikan foto itu sebagai momen paling indah yang tidak akan dilupakan oleh para tamu undangan.

Tiba giliran Chansung dan yang lain, namun dia hanya berdiri di tempat yang sama. Sampai akhirnya Chansung tidak tahan lagi, dia pun menghampiri Gongchan dan Mina. "Kau tahu dimana Himchan dan yang lain?" bisiknya pada Gongchan.

"Tidak." Gongchan pun menyebarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Himchan dan yang lain. "Mereka belum tiba di sini?"

"Aku juga tidak melihat kedatangan mereka sejak tadi," timpal Mina yang mulai tampak khawatir.

Tiba-tiba ponsel Gongchan berdering, dan tertera nama Nayeon di layar ponselnya itu. Dengan sigap Gongchan menerima panggilannya. "Ne, Nayeon-ah?"

"Himchan dan Jinyoung.. mereka.. m-mereka kecelakaan."

Bercampur dengan isakan tangis, Nayeon berusaha menyampaikan apa yang ingin disampaikannya, agar kakak laki-lakinya itu tahu dimana Nayeon dan yang lain berada hingga terlambat hadir ke acara pernikahan itu.

"Mwo?! Kau dimana sekarang?" Gongchan terkejut setengah mati.

****

Nayeon dengan mini dress merahnya sedang menanti kedatangan Jinyoung untuk menjemputnya. Dia sama sekali tidak ingin terlambat untuk momen sekali seumur hidup menyaksikan kakak laki-laki satu-satunya akan menjadi seorang suami.

Angin Tokyo saat itu tidak terlalu kencang, sehingga tidak begitu membuat Nayeon merasa kedinginan, walaupun rasanya sedikit sejuk. Berulang kali pula Nayeon melirik ke arah jam tangannya untuk memastikan Jinyoung menjemputnya tepat waktu.

"Nayeon-ah."

Nayeon membalikkan tubuhnya, dan mendapati Himchan di sana. "Oh, Himchan."

"Kau... kau terlihat cantik. Sangat cantik," ujar Himchan seraya berjalan mendekati Nayeon.

"Gomawo. Kau juga terlihat masih sama tampannya dengan pakaian serba hitam itu." Nayeon membalasnya dengan senyum di ujung kalimatnya.

Kemudian terbesit di dalam kepala Himchan bahwa seharusnya hari ini yang pergi mendampingi Nayeon di acara pernikahan Gongchan adalah dirinya, bukan Jinyoung. Lagi-lagi Himchan merasa menyesal tidak bisa kembali menjadi kekasih Nayeon, karena mereka terlalu lama berpisah, ditambah lagi Nayeon menganggap dirinyalah yang mendadak menghilang dari hidupnya.

"Kau akan kedinginan," kata Himchan seraya melepaskan jas hitamnya untuk diselubungkan ke tubuh Nayeon. "Pakailah sembari menunggu Jinyoung datang."

"Hm, gomawo Himchan," tanpa menolak kebaikan Himchan itu, Nayeon pun mulai menanyakan keberadaan Nana. "Dimana Nana?"

"Dia akan segera tiba."

"Ah, kita sama-sama sedang menunggu seseorang sekarang," ujar Nayeon dengan menambahkan tawa kecil di akhir kalimatnya.

"Nayeon-ah." Himchan dengan berani menggamit kedua tangan Nayeon. "Aku merindukanmu. Benar-benar rindu."

"Himchan-ah..."

"Perasaan seperti itu menyiksaku. Aku bahkan harus menahannya sampai aku bisa menyampaikannya padamu seperti ini." Himchan memeluk Nayeon dengan erat.

Nayeon tidak dapat merespon apa-apa. Tapi dia membiarkan Himchan melakukan pelukan itu padanya. "Dengan sesering ini aku melihatmu, sejujurnya aku masih sulit pergi darimu," tukas Himchan.

"Aku juga merindukanmu, Hwang Himchan."

Angin mulai menderu, perlahan masuk ke dalam pori-pori kulit. Suara langkah pejalan kaki di sekitarnya pun terdengar lembut berirama.

Himchan mencium Nayeon.

Nayeon hanya bisa membelalak dan terkejut, membiarkan Himchan menciumnya. Bagaimana kalau Jinyoung melihat ini? Nayeon berulang kali mengatakannya dalam hati.

"YA! HIMCHAN!"

Teriakan Jinyoung terdengar marah karena kecemburuan sehingga beberapa pejalan kaki pun menghentikan langkahnya, memandangi dirinya dan seseorang yang bernama Himchan itu.

Tanpa berpikir panjang, Jinyoung melayangkan pukulannya tepat ke wajah Himchan. Bahkan saat tersungkur di atas tanah pun, Jinyoung masih terus memukuli Himchan. Menarik kemeja putihnya kemudian pukulan demi pukulan terus saja mendarat melukai wajah Himchan.

"Jinyoung-ah! Hajimaseyo!" Suara Nayeon memecah perkelahian saat itu. Dia berusaha menarik Jinyoung menjauh dari Himchan.

Nana yang ternyata menyaksikan ciuman itu juga berjalan menghampiri Himchan dan yang lain. Tidak disangka Nana bahkan sudah menangis lebih dulu sebelum akhirnya dia mendapat penjelasan dari Himchan.

"Brengsek kau! Pergilah sejauh mungkin dari kehidupan Nayeon! PERGI!!" Jinyoung meluapkan segala kekecewaannya terhadap Himchan, seseorang yang telah merelakan Nayeon untuknya, kini rasanya Jinyoung seperti ditusuk dari belakang.

"CUKUP!" Nana membuat semua bergeming. "Aku tidak pernah menyangka kau akan melakukan ini, Himchan. Jika kau tanya apa aku marah, sedih, dan kecewa.. jawabannya adalah IYA. Katakan padaku bahwa kau bukanlah orang yang salah untukku. Tapi sepertinya memang begitu."

Masih dengan tangisan paraunya, Nana malah berlari pergi meninggalkan yang lain. "Nana-ya!" seru Himchan yang berusaha mengejar Nana.

Terlihat sebuah mobil melaju kencang dan sepertinya akan menabrak Nana, namun dengan cekatan Himchan berlari menghampiri Nana dan berhasil membuatnya selamat. Walaupun dirinya yang harus menerima hantaman mobil tersebut.

Himchan yang tertelungkup di atas tanah, berusaha melihat Nana memastikan bahwa dia baik-baik saja. Himchan berusaha bangkit dengan erangan rasa sakit di bagian kakinya. "Syukurlah, Nana-ya.." gumamnya.

Tet! Tet!!

Kali ini tanpa diduga, laju truk yang sama sekali tak memelan membuat Himchan berpikir bahwa inilah cara dia mengakhiri hidupnya. "Argh!" geram Jinyoung, namun dia berlari ke arah Himchan. Entah demi apa, Jinyoung berhasil menggeser Himchan dari maut. Namun, dirinya tergeletak begitu saja, dan darahnya membasahi sebagian pakaian dan jalanan Tokyo.

"JINYOUNG-AH!! ANDWAE!" suara Nayeon pecah sampai ke penghujung kota Tokyo.

----

Di rumah sakit internasional St Luke's, Himchan dan Jinyoung dibawa untuk diperiksa lebih lanjut mengenai kecelakaan beruntun tersebut. Nayeon yang telah menghubungi Gongchan pun berharap dia, Mina dan Chansung segera datang.

Di keadaan seperti ini pula, Nayeon dan Nana tidak terlihat bersama. Mereka berjauhan. Masing-masing masih mengkhawatirkan Himchan dan Jinyoung. Tapi kedua mata mereka alhasil bengkak akibat tangisan yang belum berhenti sampai saat ini.

Secara kasat mata, Jinyoung mengalami luka lebih parah daripada Himchan. Di ruang ICU, Jinyoung harus dirawat. Sedangkan kabar mengenai Himchan, dokter mengatakan bahwa dia hanya mengalami retak yang ringan di bagian kaki kirinya.

"Nayeon!" seru Gongchan, buru-buru menghampiri Nayeon. "Apa yang terjadi?" mata Gongchan melirik kedua telapak tangan Nayeon yang bersimbah darah.

"Jinyoung..." Nayeon tidak sanggup rasanya untuk bercerita. Pikirannya kacau, karena dia terus memikirkan kondisi Jinyoung. Bahkan susah payah Nayeon juga berusaha mengenyahkan pikiran negatif terhadap Jinyoung, yang tetap mengatakan padanya bahwa kalau begini Jinyoung bisa mati.

Mina langsung memeluk Nayeon dan mengusap-usap punggungnya agar dia bisa sedikit lebih tenang. "Jinyoung akan baik-baik saja, Nayeon-ah."

Hal yang sama juga dilakukan Chansung terhadap Nana. Gongchan tidak mengira bahwa di hari pernikahannya akan ada kejadian mengejutkan seperti ini. Kemudian, ponsel Gongchan berdering. Ryo menghubungi Gongchan untuk memastikan bahwa segalanya baik-baik saja.

"Moshi-moshi."

"Oi, Gongchan! Apa kau baik-baik saja?"

"Bung, gomen ne? Aku jadi menitipkan acaraku padamu. Dan keadaan di sini sangat 'tidak' baik-baik saja."

"Apa yang terjadi?" Ryo sedikit mengeraskan suaranya, karena di dalam ballroom terlalu ramai.

"Ada beberapa masalah, tapi aku akan segera menyelesaikannya. Terimakasih sudah menanyakannya," ujar Gongchan seraya memijit keningnya karena fokusnya mendadak pecah. Untungnya, Mina mau mengerti keadaan yang terjadi.

"Apa kau yakin? Aku bisa pergi ke tempatmu sekarang, dan melakukan segala hal yang bisa kulakukan untukmu."

"Tidak perlu, Ryo. Honto ni arigato gozaimasu."

"Baiklah. Jaga dirimu. Jaa!"

****

Masih dengan pakaian yang sama, Gongchan dan yang lain tetap tinggal di rumah sakit hingga waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Chansung dan Nana pergi keluar untuk mencari makan malam, sedangkan Nayeon tertidur di pundak Mina dengan lelap. Gongchan masih mondar-mandir menunggu kabar soal Jinyoung.

Hingga akhirnya penantian Gongchan terjawab. "Apakah saya bisa bertemu dengan keluarga Park Jinyoung?" ujar dokter pria yang menangani Jinyoung.

Dengan segera, Gongchan menghampirinya dan mengatakan bahwa dirinya adalah kakak laki-laki Jinyoung. Mendadak kedua tangan Gongchan gemetar, karena dia sama sekali tidak ingin kabar buruk bahwa Jinyoung tidak dapat diselamatkan terdengar ke telinga Nayeon.

"Detak jantungnya hilang timbul. Kami masih tidak dapat memastikan apakah dia dalam keadaan koma atau tidak lagi bernyawa," jelas dokter itu.

"Andwae.." gumam Gongchan pelan.

"Dia mengalami pendarahan yang cukup parah pada bagian kepalanya. Kurasa dia harus segera di operasi."

"Lakukan saja operasinya. Saya mohon dengan sangat, tolong selamatkan Jinyoung." Gongchan bahkan membungkukkan badannya sedikit lebih rendah kepada dokter itu.

"Kami akan mengerahkan seluruh usaha kami untuk menyelamatkannya." Dokter itu lalu memintanya untuk berhenti membungkuk dan menepuk pundaknya pelan.

"Arigato, sensei."

Sementara itu, Chansung dan Nana akhirnya kembali. Mereka dengan segera menuju kamar Himchan, namun Chansung berhenti untuk menghampiri Gongchan. "Bung," sapanya.

"Aku ingin meminta maaf atas nama Himchan," ujar Chansung seraya membungkukkan badannya di hadapan Gongchan yang saat itu sedang duduk dengan santai. "Karena dia, Jinyoung mengalami kecelakaan itu."

"Aniya. Sudahlah, masing-masing dari mereka akan baik-baik saja. Mereka akan belajar banyak dari kejadian ini," ungkap Gongchan dengan meminta Chansung berhenti membungkuk seperti itu. "Aku harap Himchan bisa segera pulang."

"Aku berharap hal yang sama pada Jinyoung. Kurasa, aku harus pergi menemui Himchan sekarang."

****

10 Oktober 2015

Tokyo, Jepang

"Sampai kapan kau akan tidur seperti ini, Jinyoung-ah?" Nayeon mengelus tangan Jinyoung dengan lembut dan memandangi wajah pucatnya.

Pagi ini, Nayeon bahkan tidak dapat merasakan kesejukan yang hadir di sekelilingnya. Matanya pun mengarah pada dua benda yang tertata rapi di atas meja di samping ranjang Jinyoung.

"Kotak cincin ini... dan postcard Jinyoung..."

Nayeon mengambil keduanya. Pertama yang menarik perhatiannya adalah kotak cincin itu. Saat dibuka, cincinnya benar-benar tampak indah berkilau. Dia berpikir, apa yang akan dilakukan Jinyoung dengan cincin itu. Kemudian, postcard itu mengingatkannya pada sebuah pesan yang mereka tulis dibaliknya.

Nayeon mulai membacanya,

진영 & 나연

"Aku juga terkejut sejujurnya, terkejut aku bisa seperti ini dan disebabkan oleh seorang kau. Beberapa bulan yang sudah berlalu merupakan bulan-bulan untuk bisa menyayangimu apa adanya. Belajar untuk membiarkan rasa berjalan dengan caranya sendiri. Belajar untuk menyerahkan semua kepada Dia, yang menciptakan rasa. Dan belajar untuk tulus menyayangimu. Belajar menyayangi tanpa walaupun, tanpa tetapi, tanpa karena, tanpa apapun. Terimakasih telah bersedia berdampingan denganku, Nayeon-ah."

Air mata Nayeon jatuh membasahi sebagian tempat di postcard milik Jinyoung. Usai membacanya pun Nayeon mengeluarkan postcard miliknya. Dia mulai membacakannya pada Jinyoung, seolah-olah Jinyoung sedang mendengarnya dengan senang hati.

"Aku tidak akan menyerah untuk menunggumu bangun dari tidur panjangmu, Jinyoung-ah," ucap Nayeon sehingga membuat Gongchan dan Mina yang mendengarnya pun merasa iba.

"Kotak berisi cincin itu adalah cincin untukmu, Nayeon."

"Untukku?"

"Dia akan menjadikanmu sebagai tunangannya di hari pernikahan kami," sahut Mina.

Pernyataan Mina membuat Nayeon semakin tidak kuasa membendung air matanya lebih lama. "Jinyoung-ah.." Tangannya menggenggam erat tangan Jinyoung yang tertancap jarum infus. Lalu, Nayeon mengecupnya dan isakannya mewarnai seisi ruangan ICU rumah sakit St. Luke's.

"Gomawoyo, jeongmal."

****

13 Oktober 2015

Tokyo, Jepang

"Dowa juseyo!!" teriak Nayeon dengan penuh kekhawatiran di dalam suaranya. Dia mengguncangkan tubuh Jinyoung berulang kali. "Bangunlah, Jinyoung-ah! Jangan seperti ini! Dowa juseyo!"

Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki yang datang memasuki ruangan ICU. Seorang dokter dan dua perawat akhirnya mengambil tindakan. Detak jantung Jinyoung berhenti begitu saja. Nayeon merasa hidupnya diambang kematian yang sama seperti yang dirasakan Jinyoung.

"Anda bisa menunggu diluar. Kami akan berusaha untuk Jinyoung," ujar salah seorang perawat.

Tapi Nayeon tidak ingin meninggalkan Jinyoung. "Andwaeyo! Jinyoung membutuhkanku di sana! Biarkan aku menemaninya!" rengek Nayeon.

Tiba-tiba Gongchan dan Mina datang dan langsung dibuat terkejut bahwa sepertinya sesuatu telah terjadi pada Jinyoung. "Kami tidak bisa membiarkan Anda masuk ke dalam. Biarkan dokter bekerja untuknya." Perawat itu pun berusaha dengan keras meminta Nayeon untuk menunggu diluar. Namun, Nayeon semakin menjadi-jadi, dia menangis parau sambil berusaha merangsek masuk ke ruangan ICU.

Gongchan yang mengetahuinya pun menahan Nayeon. "Kau tidak bisa seperti ini Nayeon-ah."

"ANIYA!! Jinyoung pasti merasa kesepian dan kesakitan. Aku harus berada di sampingnya, oppa..."

Nayeon membuat hati Gongchan terasa sakit. Dia tidak pernah melihat Nayeon seperti ini. Memeluknya adalah pilihan Gongchan untuk menenangkan adik perempuannya itu. Bahkan Mina turut mendekap Gongchan dan Nayeon.

Kau harus melakukannya, Jinyoung-ah. Kita akan bertunangan, kan? Bertahanlah sedikit lagi, aku akan menunggumu. Kau berjanji untuk menjagaku, kan? Maka hiduplah untukku.


 ****


Footnotes:

1 : Okada Ryo (baca  The Perfect Two, ditulis oleh haans22 )

2 : Okada Ran (baca The Perfect Two, ditulis oleh haans22 )

3 : Nishimura Takeo (baca The Perfect Two, ditulis oleh haans22 )


Notes:

Sumimasen : Excuse me..

Ikaga nasaimashita ka? : Can I help you?

gokekkon omedetou gozaimasu : Congratulation on your marriage

Honto ni arigato : Thank you so much

watashino namae wa....desu : My name is....

gomen : sorry

Jaa! : bye!

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 61.7K 110
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
6.6M 179K 55
⭐️ ᴛʜᴇ ᴍᴏꜱᴛ ʀᴇᴀᴅ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ ꜰᴀɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ ᴏɴ ᴡᴀᴛᴛᴘᴀᴅ ⭐️ ʜɪɢʜᴇꜱᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢꜱ ꜱᴏ ꜰᴀʀ: #1 ɪɴ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ (2017) #1 ɪɴ ᴋʏʟᴏ (2021) #1 IN KYLOREN (2015-2022) #13...
1.7M 17.4K 3
*Wattys 2018 Winner / Hidden Gems* CREATE YOUR OWN MR. RIGHT Weeks before Valentine's, seventeen-year-old Kate Lapuz goes through her first ever br...
4.8M 255K 34
Those who were taken... They never came back, dragged beneath the waves never to return. Their haunting screams were a symbol of their horrific death...