Adit sengaja pergi tiba-tiba karena tidak ingin menghadiri acara makan malam itu. Ia diam-diam menyelinap keluar lalu melajukan motornya keluar dari pekarangan rumahnya.
Adit memutuskan untuk pergi ke rumah Tania. Tak berapa lama ia pun sampai di rumah tersebut. Ia menekan bel yang ada di pagar tersebut lalu muncul lah seorang pembantu.
"Eh ada nak Adit, silahkan masuk non Tanianya ada di dalam." sapa Bi Tuti yang merupakan pembantu di rumah Tania.
Adit tersenyum lalu ia memasukkan motornya ke pelataran rumah Tania.
"Assalamualaikum." salam Adit saat sudah masuk ke rumah.
"Walaikumsallam, nyari Tania ya dia ada tuh di kamar atas langsung aja naik." jawab Vano yang tengah asik menonton televisi.
Adit mengangguk lalu ia naik ke atas. Saat sudah sampai di depan pintu, ia langsung mengetuk pintu kamarnya.
Tok..tok..tok..
"Siapa? Masuk aja." ucap Tania setengah teriak dari dalam.
Adit pun membuka pintu tersebut, tampaklah disana Tania yang sedang membelakangi Adit.
"Adit? Lo ngapain disini?" tanya Tania yang kaget ketika Adit menepuk pundaknya.
"Mau ketemu lo."
Tania berdecih, "bukannya malam ini lo dinner ya sama keluarganya Caca, kok malah kesini? Pergi sana." usir Tania.
Adit menyengir lebar, "lo cemburu ya?" tanya Adit mencoba menggoda Tania.
Tania menautkan kedua alisnya, "gue cemburu? Nggak bakal." ucap Tania lalu menggeleng kuat.
"Bilang aja lo cemburu, dari cara lo ngomong kelihatan tau." ujar Adit, ia lalu mengacak rambut Tania.
"Serah lo." balas Tania sebal.
Karena gemas Adit pun menangkup kedua pipi Tania dengan tangannya, "lo lucu kalo marah." ucapnya lalu tertawa geli.
"Lhefhasin." pekik Tania susah payah sambil tangannya berupaya melepaskan tangan Adit dari pipinya.
Namun bukannya melepaskan, Adit malah sekarang menarik pipi Tania lalu mengendurkannya dan menarik lagi hingga berulang, lalu setelah merasa puas Adit melepaskan tangannya dari pipi Tania.
"Sakit tau pipi gue," ucap Tania sambil mengelus pipinya. "Pulang sono daripada lu ganggu gue terus." lanjut Tania memberengut sebal.
"Lo ngusir gue? Kebangetan banget si." jawab Adit sambil berjalan untuk mengambil sebuah gitar yang berada di pojokan kamar.
"Lo bisa main gitar?" tanya Adit sambil mengangkat sebuah gitar.
Tania menggeleng, "nggak bisa, itu punya bang Vano."
Adit mengangguk lalu ia duduk menghadap Tania, "lo mau request lagu apa?" tanya Adit sambil menyetel nada gitarnya.
"Hmm.. terserah lo deh."
"Oke." jawab Adit lalu ia mulai memetik gitar akustik tersebut. Mulailah terdengar suara petikan gitar lalu terdengarlah suara merdu milik Adit.
Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna - warna indahmu
Adit menatap Tania intens lalu tersenyum saat Tania menatapnya balik.
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Sifatmu nan s'lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Tania memperhatikan Adit intens, ia malah asik melihat jari-jemari Adit yang lihai bermain dengan senar tersebut.
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Adit mengakhiri permainan gitarnya lalu tersenyum tulus kepada Tania.
Tania pun membalas senyuman itu.
"Gue tau kok gue ganteng," kata Adit ketika Tania terus saja memandangi Adit.
"Pede banget si lo, gue nggak ngeliatin lo kok." jawab Tania mengelak.
"Udah deh lo nggak usah ngelak, nasib orang ganteng emang suka diliatin."
Tania memberengut sebal, "serah lo dah, gue bete deh."
Adit menyengir lebar, "wah kode ya nih?" Adit pun lantas berdiri, "yuk jalan."
Tania pun lalu terkekeh pelan, "wah lo peka juga ya, ya udah gue ganti baju dulu. Keluar sana."
"Nggak mau dibantuin?"
"Nggakk.. keluar sana, buruan!" ucap Tania setengah berteriak.
Adit pun menuruni tangga menuju ke bawah, terlihat lah disana Sania dan suaminya baru saja memasuki rumah.
"Hai Tante, om." ucap Adit lalu menyalami kedua orang itu.
"Ada Adit ya, mau pergi ya?" ucap Sania ramah.
"Iya, izin bawa Tania nya ya tante." ucap Adit sopan dan tak lama kemudian Tania turun ke bawah. "Pergi dulu, Tante. Assalamualaikum."
"Walaikumsallam."
***
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Haryo dan Resti sudah pulang dari kediaman Surya.
"Adit kemana ya Pa, kok belum pulang jam segini?" tanya Resti cemas.
Haryo mengedikkan bahunya, "nggak tau juga ma, dia kan juga anak laki."
"Tapi kan anak laki juga perlu waspada pa." ucap Resti.
Tak lama kemudian, terdengarlah deru mesin motor yang baru saja masuk ke garasi.
"Kamu kemana Dit?" tanya Haryo ketika Adit baru saja masuk ke dalam rumah.
"Pergi sama Tania." jawab Adit singkat.
"Oohh.. jadi kamu nggak datang ke rumah Caca malah pergi sama Tania?" tanya Haryo dengan nada yang cukup tinggi.
Adit menghela nafas panjang "Pa, kan sudah Adit bilang kalau Adit nggak mau tunangan sama dia, jadi jangan maksa dong pa." ujar Adit. "Kenapa nggak papa ganti aja duitnya, ngga usah pake acara pertunangan begini." lanjut Adit.
"Ini kan biar kerja sama antara kita dan keluarga Caca makin harmonis." ujar Resti menambahkan.
"Pokoknya Adit nggak mau tunangan, Adit tau pasti Caca punya rencana lain dibalik pertunangan ini." balas Adit kesal lalu berjalan ke atas dan masuk ke kamar.
***
"Lo jadi ya dijodohin sama Caca?" tanya Beni lalu menyeruput es tehnya.
Adit mengedikkan bahunya, "nggak tau juga gue tapi kaya nya bokap gue maksa banget biar gue sama Caca tunangan." jawab Adit lalu memakan baksonya.
Adit lalu menatap sekelilingnya. Suasana di kantin semakin ramai saja. Banyak para murid yang tidak dapat tempat duduk lagi sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk membeli makanan.
"Jadi lo terima pertunangan itu Dit?" tanya Zio sedikit teriak karena kantin semakin riuh.
"Sebisa mungkin gue mau nolak, tapi--" jawab Adit menggantungkan ucapannya.
Zio mengeryitkan dahinya, "tapi apa?"
Adit mengusap wajahnya pelan lalu menghembuskan nafas panjang, "tapi kalo gue nemuin bukti kalau Caca punya maksud terselubung dibalik perjodohan ini."
"Maksud lo?" tanya Beni tidak mengerti.
"Kan gue bilang sama bokap gue kalau Caca punya niat yang nggak baik, jadi katanya gue harus bisa buktiin itu, kalau nggak terbukti gue tetap mau dijodohin." ucap Adit lemah.
Beni mengangguk mengerti, "gimana caranya?" tanya Beni.
"Itu yang gue nggak tau."
***
Tania berjalan sendirian menuju toilet yang terletak di koridor kelas dua, karena toilet yang berada di koridor kelas tiga sedang diperbaiki. Koridor tampak sepi dikarenakan jam pelajaran masih berlangsung.
Tania pun memasuki salah satu bilik toilet perempuan. Saat ia hendak keluar, terdengar suara pintu masuk dibuka disertai dengan suara dua orang perempuan tertawa. Tania pun mengurungkan niatnya untuk keluar dan malah mencoba menguping pembicaraan mereka karena rasa penasaran yang timbul mendadak.
"Lo beneran ya mau dijodohin?"
Mendengar ada kata perjodohan, Tania semakin menguping secara saksama. Mungkin itu adalah Caca dan temannya, pikir Tania.
"Ya beneran lah, walaupun dianya belum setuju."
"Hebat lo bisa di jodohin sama orkay kaya dia, nanti harta lo nggak habis tujuh turunan."
Sepertinya itu adalah Caca, lantas Tania mengeluarkan ponselnya dan membuka alat perekam suara.
"Gue gitu lho, walaupun dia sahabat gue dari kecil kalau dia nggak kaya ya gue nggak bakalan mau, walaupun dulu gue tulus suka sama dia tapi sekarang kan sudah beda kondisi. Terus lo mau tau lagi nggak apa alasan gue mau sama dia selain dia ganteng dan kaya?"
"Emang apaan Ca?"
"Nanti perusahaan bokapnya itu bakalan diserahkan sama Adit, jadi kan gue bisa menguasai harta dia." ucap Caca lalu tertawa tanpa beban.
"Oh jadi dia mau sama Adit cuman karena harta dan perusahaan." pikir Tania dalam hati lalu mematikan alat perekam suaranya.
"Udah yuk, balik ke kelas lagi."
Lalu, terdengar lah langkah orang keluar dari toilet. Setelah merasa aman, Tania keluar dari toilet lalu tersenyum dalam hati.
"Gue harus ngasih ini ke Adit." gumam Tania sambil menggenggam ponselnya.
----------------------
Vote and comment nya ya.
Makasih :D