Bitter Sweet Life With You (P...

By dianjesika

5.7M 81.7K 1.4K

Sudah dipindahkan ke Dreame Novel dewasa Vanessa Stone memilih liburan ke Palembang untuk mencari penghiburan... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 8
Part 9

Part 7

331K 7.3K 114
By dianjesika

Author pov

Di sebuah kamar berdinding coklat susu, berukuran cukup luas dan dipenuhi perabot bergaya serta peralatan elektronik yang sangat menunjukkan kalau ruangan itu milik seorang pria. Bahkan sangat laki-laki sekali. Semua warna dan desain kamar sangat maskulin, bahkan aroma yang memenuhi isi kamar adalah bau dari sipemilik ruangan.

Andrew millard.

Yah, kamar itu milik laki-laki tampan yang hari ini, atau lebih tepatnya pagi tadi resmi melepas status lajangnya.

Dan di atas ranjang berukuran king size, di atasnya ditaburi banyak sekali kelopak bunga mawar merah. Bed cover-nya yang berwarna putih terlihat sangat kontras di tengah banyaknya kelopak mawar merah yang menghiasi tempat tidur itu. Sangat jelas kalau ranjang itu adalah ranjang pengantin.

Vanessa duduk di atas ranjang dengan dipenuhi perasaan gugup dan canggung. Tidak bisa di pungkiri kalau hari ini dia merasa bahagia, bahagia karena telah menikah dengan pria yang meski sulit di pahami---mengingat perkenalan mereka yang sangat singkat, tapi laki-laki itu membuatnya nyaman saat bersama dengannya.

Apakah Vanessa mencintai Andrew?

Itu pertanyaan yang sulit dijawab untuk saat ini, Vanessa sendiri belum tahu perasaan apa yang ia miliki untuk suami barunya itu. Hanya satu yang membuat Vanessa menerima perjodohan ini dengan mudah, yaitu rasa nyaman. Menurutnya itu adalah yang paling penting, untuk perasaan yang lain bisa menyusul. Ia percaya, rasa sayang dan cinta akan timbul dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Vanessa mengedarkan pandangannya ke setiap kamar, ia tidak tahu apa yang ia lihat. Sebenarnya Vanessa sudah sangat mengenal seluruh isi kamar itu, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan kegugupan di dalam hatinya selain menatap kosong benda-benda yang ada di dalam kamar itu.

Ini bukan kali pertama ia berada di kamar pria itu, tapi entah kenapa saat ini jantungnya berdetak dengan cepat sekali. Bayangan akan bercinta dengan suaminya membuat badan Vanessa panas dingin secara bersamaan. Ia merasa bodoh dan kolot bila menyangkut hal itu.

Lucu sekali bila mengingat kelakuannya tempo hari saat berada di kamar yang sama saat bersama dengan Andrew, dia tidak sedikit pun canggung merayu Andrew sampai ke tahap tak tertahankan pria itu. Tapi malam ini dia berubah menjadi sosok yang polos, yang sangat takut menghadapi suaminya di malam pengantin mereka.

Jam sudah menunjukan pukul delapan malam tapi Andrew belum juga datang ke kamar. Resepsi pernikahan mereka sudah selesai sejak satu jam yang lalu, Vanessa bahkan sudah mengganti gaunnya dengan piyama bermotif bunga-bunga yang sangat disukainya, bahannya lembut dan sangat nyaman dipakai. Gaun tidur sempat menjadi bahan pikiran gadis berambut panjang itu, dia bingung harus memakai gaun tidur seperti apa malam ini. Dan akhirnya piyama merah muda berpotongan cukup sopan menjadi pilihannya.

Terakhir Vanessa bertemu dengan suaminya, pria itu sedang bersama sahabat-sahabatnya, mereka mengobrolkan yang kebanyakan Vanessa tidak mengerti. Topik pembicaraan yang sangat jauh berbeda dengan pekerjaan yang digelutinya, apalagi Vanessa bukan termasuk gadis yang pintar membuatnya sulit bergabung dengan suaminya dan sahabat-sahabat pria itu. Pasti keadaannya akan berbeda kalau yang menjadi istri Andrew adalah salah satu dari kakaknya, ketiga kakaknya sangat berwawasan luas. Berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya mengandalkan kecantikan wajah dan keseksian tubuhnya untuk mendapatkan kepopuleran. Tapi meski begitu, tidak sesikitpun dia cemburu pada kakak-kakaknya, dia bersyukur dengan apa yang ia miliki. Dia memang tidak sepintar ketiga kakaknya, tapi ketiga kakaknya juga tidak secantik dirinya. Di tambah hal menyenangkan lainnya yang baru ia dapat beberapa jam yang lalu. Pertama, ia memiliki suami yang lebih tampan dari ketiga kakaknya, bahkan ketiga kakaknya juga mengakui hal itu. Kedua, suaminya menjadi menantu paling kaya yang papi-nya miliki, oh, yang satu itu sangat meñyenangkan untuk diketahui. Dan yang ketiga, suaminya sudah menjadi menantu kesayangan bahkan sebelum hari pernikahan berlalu. Sifat Andrew yang sopan dan dewasa saat berbaur dengan keluarganya telah berhasil merebut hati para sanak saudaranya, terlebih mami dan papinya. Tentu ketiga hal itu membuat Vanessa bahagia bukan kepalàng, ketiga hal itu juga membuatnya serasa menjadi pengantin terbahagia di seluruh dunia.

Vanessa menghempaskan punggungnya ke atas tempat tidur, matanya menatap langit-langit kamar dan bibirnya tersenyum. Tangannya mengelus-elus selimut, teksturnya sangat lembut di tangannya. Sambil menunggu suaminya datang Vanessa bersenandung pelan, menyanyikan lagu yang tadi saat acara pernikahannya dinyanyikan oleh ketiga kakaknya, mereka menyebutnya kado lagu buat adiknya tersayang. Senyuman Vanessa bertambah lebar mengingat hal itu, dia sungguh bahagia. Di acara pernikahannya semua orang-orang yang ia sayangi hadir dan berbahagia bersamanya.

Tok tok tok

Bunyi ketukan di pintu menyadarkannya dari lamunan bahagia nan menyenangkan.

''Siapa yang mengetuk?'' tanyanya dalam hati. ''Apa mungkin Andrew?''

Tiba-tiba jantungnya kembali berdebar setelah tadi sempat tenang, apakah sekaranglah saatnya? Mereka akan melakukan malam pertama?

Vanessa meremas-remas kedua tangannya yang mendadak basah, matanya menatap gugup ke arah pintu. Di saat seperti ini dia berperilaku seperti gadis perawan berusia 19 tahun pada umumnya, gugup dan takut saat akan menghabiskan malam pertama bersama suaminya dan bukannya berpura-pura dewasa dengan melontarkan tatapan dan kalimat-kalimat menggoda yang belakangan ini sering ia lakukan bila berduaan dengan pria yang baru saja menjadi suaminya itu.

"Tolol, dia itu suamimu Vanessa! Jangan jadi idiot!" Ia memaki diri sendiri, berusaha menenangkan degup jantungnya meski kelihatannya tidak berfungsi banyak.

"Sebentar!" Vanessa berteriak saat kembali terdengar suara ketukkan.

"Amelia?" Vanessa mengangkat alis menatap adik iparnya yang berdiri di depan pintu. Sebenarnya Vanessa sedikit janggal memanggil Amelia dengan namanya, secara dia itukan lebih tua dari Vanessa. Tapi karena ia sudah menikah dengan Andrew, mau tidak mau memang harus seperti itu.

"Ada apa?"

Amelia melirik sekilas ke arah ranjang pengantin mereka yang memang terlihat dari pintu, dan apa yang ia lihat membuatnya tersenyum. "Aku disuruh abang bilang ke kamu kalau abang sama sahabat-sahabatnya pergi keluar, katanya mau pesta lajang."

Vanessa mengernyit. "Bukannya pesta lajang diadain sebelum menikah ya?, ini kan..."

Terdengar Amelia terkekeh. Ia masih belum percaya kalau kakak laki-lakinya yang terkenal sangat cuek kalau menyangkut perempuan itu telah menikah. Dan diantara banyaknya wanita dewasa diluar sana yang menginginkan menjadi istrinya, pria itu justru melamar Vanessa, gadis muda yang sangat jauh dari kesan dewasa, menjadi istrinya.

"Kamu belum mengenal teman-teman bang Andrew, apa lagi si Rio, mereka sangat...tak terkatakan. Abang sudah menolak, dia tadi sudah mau naik ke kamar, tapi," Amelia mengangkat bahunya, "mereka memaksanya pergi."

Vanessa terlihat tidak senang dengan berita yang di sampaikan adik iparnya barusan, bibirnya cemberut. Dia kesal karena bukan Andrew sendiri yang datang padanya.

"Jangan sedih," ujar Amelia saat melihat wajah Vanessa yang mendadak tidak bersemangat. "Abang nggak akan lama, dia pasti akan cari cara agar bisa cepat pulang. Tadi abang terlihat nggak sabar mau pergi ke kamar kalian." Kalimat terakhir hanya berupa bisikkan, yang meski begitu mampu membuat bulu kuduk Vanessa meriang.
"Dan," Amelia menyerahkan paper bag warna biru muda pada Vanessa, "ini akan berguna untuk malam pengantin kalian."

____

"Ini kesempatan buatmu untuk lebih menyiapkan diri. Pergunakan waktu yang singkat ini menenangkan kegugupanmu."

Itu adalah yang dikatakan Amelia sebelum adik iparnya itu pergi meninggalkannya. Tangannya menyentuh pipinya yang memerah karena apa yang dikatakan Amelia tadi. Apa benar Andrew sudah tidak sabar mau bertemu dengannya?

Vanessa malu karena ketahuan merasa gugup dimalam pengantinnya, Amelia jelas menyadari hal itu dari pipinya yang merah.

Dengan ragu-ragu Vanessa membuka paper bag yang ada di tangannya, terdengar suara bunyi saat ia menyibak untuk melihat isi dari paper bag tersebut.

"Kaset?" Vanessa menatap bingung dengan pemberian adik iparnya itu. Kemudian ia mengambil bungkusan lainnya, setelah melihat kado lainnya, kembali pipinya merona. Amelia menghadiahinya sebuah lingerie hitam yang sangat sexy. Bahannya dari sutera, potongan gaun itu sangat mini dan pasti akan sangat seksi bila dipakai oleh Vanessa.

Tanpa bisa dihentikan, bayangan tubuhnya yang terbalut lingerie transparan dan tatapan gairah Andrew, terngiang-ngiang di kepalanya. Bagaimana reaksi suaminya saat melihatnya nanti memakai lingerie itu?? Pertanyaan itu membuatnya tersenyum.

Dengan tergesa-gesa Vanessa pergi ke kamar mandi untuk mengganti piyamanya dengan lingerie yang diberikan Amelia. Sutera hitam transparan itu membalut indah tubuh molek Vanessa yang memang berkaki jenjang. Panjang gaun itu hanya melewati sedikit bokongnya, celana dalamnya hampir terlihat bila ia berjalan. Tidak ada yang disembunyikan dari balik gaun itu, semuanya terlihat, dan sangat menggoda.

Satu jam berlalu, dihabiskan Vanessa hanya dengan bergolek-golek di atas ranjang. Andrew belum juga datang. Vanessa mulai kesal, dari tadi ia sudah bosan mencoba gaya-gaya berbaring yang menggoda. Ia bermaksud memberikan penampilan terbaiknya saat Andrew datang, berpuluh-puluh tatapan dan suara menggoda sudah ia pelajari. Sebenarnya kalau hanya memberikan tatapan menggoda, bagi Vanessa tidak sulit. Dia sudah sering melakukannya saat melakukan pemotretan, tapi malam ini berbeda. Yang akan melihatnya nanti bukanlah orang-orang yang tidak mengenalnya, ini suaminya. Pria yang akan melihat seluruh bagian tubuhnya, luar dan dalam.

Tiga puluh menit yang lalu ia sudah akan turun ke bawah karena sangkin bosannya di dalam kamar, tapi ia mengurungkan niatnya itu. Selain karena ia sudah memakai gaun tipis dan malas menggantinya lagi, Vanessa juga merasa lebih baik menunggu suaminya di dalam kamar mereka. Akhirnya di sinilah Vanessa, berguling-guling seperti remaja galau yang ditinggal pacar.

Praakk

Vanessa melihat ke bawah tempat tidur, kaset yang tadi Amelia berikan terjatuh karena terdorong kakinya.

Ia melihat cukup lama ke arah kaset yang ada di atas lantai berwarna coklat gelap itu, kaset itu di bungkus dengan kertas kado dan dilingkari dengan pita hijau tua di setiap sudutnya. Vanessa penasaran dengan kaset itu dan memutuskan untuk membukanya.

Saat pembungkus kaset tersebut lepas, ada secarik kertas di sana. Perlahan Vanessa mengambil kertas itu dan membacanya.

Tonton sampai habis. Ini adegan 'ena-ena' yang akan sangat membantu.

Semoga berhasil.

Semangat.

Vanessa kembali mengarahkan pandangannya pada kaset yang saat ini dipegangnya. Ia tentu tahu apa isi kaset itu tanpa harus menontonnya terlebih dahulu. Dunia model tempat ia bekerja sudah memberinya pengetahuan tentang hal itu, dan ia merasa terkejut Amelia memberinya kado seperti ini. Vanessa mengenal Amelia masih dua hari yang lalu tapi mereka sudah semakin akrab. Sifat ramah yang dimiliki adik iparnya itu mampu menghancurkan kecanggungan di antara mereka. Vanessa sudah tidak malu lagi dengan kejadian salah paham mereka kemarin, Amelia meyakinkannya kalau hal itu bukan masalah.

Vanessa menimang-nimang benda itu di kedua tangannya. Ia ingin menonton kaset itu tapi pikiran warasnya menentang keras hal itu. Ia melirik ke arah pintu kamar, bagaimana nanti kalau Andrew tiba-tiba datang?

"Ck," Vanessa berdecak kesal. Ia bingung dengan keadaannya, Andrew yang tidak kunjung datang semakin membuatnya frustasi. Apa sebenarnya yang pria itu rencanakan?

Ia menelantarkan istrinya di malam pengantin mereka dan malah lebih memilih menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya.

Setelah setengah jam kembali berlalu dan Andrew masih juga belum datang, Vanessa memutuskan untuk menonton kaset yang dari tadi dilirik-liriknya tapi tidak berani ditontonnya.

Ia berjalan ke arah DVD di sudut ruangan. Dia menghidupkan benda itu dan menunggu beberapa saat kemudian memasukkan kaset itu ke dalamnya. Setelah semua selesai, Vanessa mengambil remote dan kembali ke tempat tidur. Ia memutuskan untuk menonton dari atas ranjang.

Jantungnya berdebar menunggu proses film itu. Ini adalah kali pertama ia akan menonton blue film, dan itu membuatnya merasakan perasaan aneh, seperti salah menurutnya.

Vanessa mengatur posisi berbaringnya supaya nyaman, matanya fokus menatap ke depan, ke tv layar datar yang sedang menayangkan seorang pria gendut berkulit hitam berbicara menggunakan bahasa yang tidak ia mengerti. Terdengar seperti bahasa perancis di telinganya.

Ada sekitar sepuluh menit pria hitam itu berceloteh sebelum akhirnya, tiba-tiba layar tv memperlihatkan sepasang manusia telanjang yang sedang berciuman dengan panasnya, seolah dunia akan kiamat dan mereka tidak ingin melewatkan setiap detiknya. Sontak Vanessa menganggkat kedua tangan dan menutup matanya, seluruh tubuhnya memerah karena malu melihat adegam erotis di depan matanya.

Vanessa cepat-cepat mengambil remote yang tadi sempat terjatuh karena perasaan gugupnya, ia ingin segera mematikan tv itu. Ini tidak benar, ini sungguh tidak bisa dibenarkan.

Ia sudah akan mematikan tv saat terdengar suara erangan kuat yang pasti berasal dari siwanita di dalam layar datar itu. Entah kenapa, Vanessa jadi membatalkan niatnya yang sebelumnya akan menyudahi acara menonton blue film itu. Seperti kepalanya punya pikiran sendiri, Vanessa memberanikan diri melihat adegan panas yang ada di depan matanya saat ini.

Wanita di dalam layar datar itu berada di bawah pria berkulit hitam berbadan besar, mereka menyatu dalam percintaan panas yang sangat erotis. Vanessa menelan ludah saat melihat kejanjantanan laki-laki itu keluar masuk di dalam kewanitaan wanita berkulit putih dan berambut pirang itu. Pria itu mengulum dengan rakus payudara si wanita pirang sedangkan payudaranya yang lain diremas-remas, tangan kasar dan hitamnya sangat kontras dengan payudara putih wanita tersebut.

Setelah puas menindih wanita itu, laki-laki berkepala pelontos itu mengganti gaya bercinta mereka, sekarang si wanita menugging dan kembali kewanitaannya di hunjam dengan ritme yang sangat cepat. Suara erangan dan desahan saling menyahut di antara keduanya, bibir si wanita terbuka dan terengah-engah sedangkan si kulit hitam masih saja menyodok-nyodokkan miliknya sambil kedua tangannya meremas payudara wanita itu.

Melihat persetubuhan itu membuat tubuh Vanessa memanas tiba-tiba, meski sangat malu mengakuinya, tapi ia terangsang. Pasti hal ini yang di harapkan adik iparnya saat memberikan blue film ini, ia ingin membuat Vanessa bergairah dan menginginkan Andrew.

Setelah puas dengan gaya bercinta kedua, si pria hitam mengangkat wanita mungil itu. Wanita itu menjerit saat ia melayang akibat tarikan pria itu yang sangat kuat, refleks Vanessa pun ikut berteriak. Ia takut terjadi hal buruk pada siwanita. Sebenarnya ia agak seram menonton adegan tersebut. Bagaimana tidak, si wanita bertubuh sangat mungil sedangkan pria itu terlalu besar dan hitam. Wanita mungil tersebut mengerang kuat saat kewanitaannya kembali dihunjam dengan kuat, sekarang mereka bercinta sambil berdiri. Terlihat siwanita sudah mulai kewalahan melayani nafsu sikulit hitam yang tampaknya belum juga puas. Kejanjantanannya masih saja memompa dengan kasar.

"Kau suka gaya apa?"

Jantung Vanessa hampir saja melompat keluar saat mendengar suara serak tepat di telinganya. Pikirannya kalang kabut sekarang, bagaimana ini? Andrew sudah pulang.

Dengan tergesa-gesa Vanessa mengambil remote dan sudah akan mematikan tv saat Andrew menghalagi tangannya dan mengambil remote itu.

"Biarkan tv nya menyala," suara Andrew sangat dalam dan sarat akan perintah.

"Drew?" Vanessa malu, salah tingkah dan memerah total. Seandainya ia bisa menyuruh dirinya sendiri untuk mati, pasti saat ini itu yang akan dilakukannya. Dia benar-benar sangat malu dan memaki dirinya sendiri kenapa tidak memperhatikan pintu apakah terkunci atau tidak.

Adrew melemparkan remote tv ke ujung terjauh tempat tidur, Vanessa yang berbaring telungkup ditindihnya. Vanessa ingin berbalik tapi Andrew semakin menekan punggungnya.

"Kenapa kamu lama sekali?" Vanessa mencoba mengalihkan perhatian suaminya meski dirinya sendiri pun tidak bisa menghindari suara desahan erotis yang semakin keras terdengar dari tv.

"Hhhmm,?" Andrew mengacuhkan pertanyaan istrinya, bibirnya mulai menjilati leher putih dan harum milik Vanessa.

"Drew, kamu minum ya?" Vanessa bertanya saat mencium bau alkohol dari mulut Andrew. "Kamu mabuk?"

Andrew menyingkap rambut panjang Vanessa kesamping kemudian menjilati tengkuknya yang membuat Vanessa mengerang nikmat, "hanya sebotol, dan whiskey segitu belum mampu membuatku mabuk. Aku masih sadar dan aku sudah nggak tahan ingin berada di dalammu."

Dengan sekuat tenaga Vanessa mencoba untuk berbalik dan akhirnya berhasil. Kedua matanya memandang kedua mata suaminya yang memerah, ia tidak tahu itu memerah karena apa. Apakah karena alkohol yang diminumnya ataukah karena gairah yang sudah membuncah.

"Kenapa kamu menonton film seperti itu?" tanya Andrew dengan suara yang semakin serak, tangannya mulai bergerilya memasuki gaun Vanessa. Tangannya mengelus pelan perut telanjang wanita itu.

"Aku gugup, jadi aku menontonnya." wajahnya merona karena malu.

Andrew menarik gaun Vanessa ke atas kemudian melepasnya. "Kamu terlihat panas saat mengenakan baju transparan ini," pria itu diam dan menatap intens wajah istrinya yang juga menjadi panas. "Tapi akan lebih lezat kalau kamu telanjang bulat."

setelah melepas semua pakaian Vanessa hingga wanita itu polos, Andrew kembali menindihnya masih dengan pakaian lengkap. Kemeja putihnya sudah kusut dan celana bahannya terasa menyempit di selangkangannya.

Andrew tidak menyia-nyiakan payudara telanjang istrinya yang membusung, yang terpampang di depan kedua matanya yang membara. Mulutnya langsung mengulum puting itu dengan kuat, menghisapnya seperti bayi sedangkan tangannya meremas yang sebelah lagi. Vanessa terkesiap saat merasakan sakit di putingnya karena suaminya itu menggigit dengan rakus.

"Pelan, Drew!" Vanessa meringis saat Andrew masih saja tidak mengindahkan permintaannya, punggungnya melengkung merasakan kenikmatan hisapan mulut Andrew yang sangat ketat di putingnya.

Persetubuhan di layar datar masih belum berakhir, suara desahan terdengar nyaring memenuhi kamar.

Dari payudara, mulut Andrew naik ke leher hingga berhenti di bibir Vanessa. Bibirnya mencium dengan nikmat, menjilat dan menghisap tanpa menyisahkan apa pun. Tangangnya bergerak ke bawah, keselangkangan istrinya yang sudah sangat lembab. Andrew memasukkan jari tengahnya ke dalam kewanitaan Vanessa, keluar masuk dengan lambat. Jarinya menjadi licin karena dilumuri cairan wanita itu.

Vanessa terengah-engah saat Andrew melepas ciumannya, tapi kemudian kembali saling melumat lagi. Andrew memasukkan lidahnya ke dalam mulut Vanessa, lidah mereka saling bertaut. Suara decapan bibir mereka yang menyatu menjadi alunan merdu di telingah sepasang pengantin baru itu.

"Aahh...eenngghhh..." Vanessa mengerang saat Andrew menambah satu jari lagi ke dalamnya, tangannya meremas rambut Andrew.

Andrew meninggalkan bibir Vanessa dan kembali menghisap payudara Vanessa. "Aahh...sangat nikmat menyusu di putingmu," Andrew mulai meracau.

Bibir Vanessa bengkak dan memerah akibat ciuman beringas suaminya, dan sekarang payudara akan bernasib sama. Wajah Vanessa memerah saat menunduk dan melihat bagaimana rakusnya Andrew menyusu di payudaranya, mengulum satu puting kemudian berpindah ke puting yang lain sementara jarinya di bawah sana masih keluar masuk.

Vanessa tidak bisa menghentikan erangan nikmat lolos dari bibirnya.

Tubuh Vanessa menegang saat merasakan sesuatu yang akan meledak, remasan tangannya di rambut Andrew semakin kencang sedangkan tanganya yang lain memilin seprei dengan kuat, matanya terpejam dan mulutnya terengah-engah. Wanita itu sudah akan menuju puncaknya saat tiba-tiba suaminya berhenti, berdiri dan meninggalkannya.

"TTIIDDAAAKKK." Vanessa menjerit frustasi, matanya memohon pada Andrew meminta dipuaskan.

Bibir suaminya tersenyum iblis, tampaknya sebotol wiski mampu meringankan kepalanya. Sudah dari tadi pagi ia menahan gairahnya pada Vanessa, melihat wanita itu dibalut gaun pengantin yang indah memunculkan perasaan mendamba dalam dirinya. Tapi ia mampu menahan nafsu itu dengan mengalihkan perhatiannya pada teman-temannya. Dan malam ini, di saat mereka sudah resmi menjadi suami istri, mereka hanya berdua di dalam kamarnya yang entah sejak kapan telah dirubah menjadi kamar pengantin yang sangat eksotis dan ditambah keseksian tubuh telanjang Vanessa yang terlentang di atas ranjangnya, menatapnya penuh dengan gairah, meruntuhkan setiap pertahanan apa pun yang sempat ia miliki sebelumnya. Ia sudah tidak sabar, lebih tepatnya tidak tahan ingin segera bercinta dengan satu-satunya wanita yang
akhir-akhir ini membuatnya terangsang.

Satu-persatu pakaian terlepas dari tubuh berototnya, hingga pria itu sama polosnya dengan wanita cantik di atas ranjang yang sudah sangat menginginkannya.

Vanessa menatap takjub tubuh telanjang di depannya, tubuhnya sudah kehabisan stok memerah karena dari tadi ia selalu saja merona. Tubuh suaminya sangat mengagumkan, tidak ada sedikit pun lemak di dirinya. Apalagi kejantanan pria itu yang menegang sempurna, terlihat menantang dan ingin segera di puaskan.

Satu hal yang membuatnya semakin terangsang, tato yang ada di atas lengan suaminya. Vanessa tidak menyangka, di balik tampilan sopannya dari luar, tetapi di dalam, suaminya menyimpan kenakalan yang tidak semua orang dapat melihatnya. Saat terakhir kali ia melihat tubuh telanjang pria itu, Vanessa tidak menyadari adanya tato tersebut. Lalu ia ingat saat itu Vanessa langsung memalingkan wajahnya, mungkin juga karena gugup membuatnya tidak terlalu fokus pada lengan itu.

Melihat tato itu, ingin rasanya ia menjilatinya dari atas sampai bawah, sampai ia puas.

Dengan langkah bak hewan buas yang akan memaksa buruannya, Andrew melangkah mendekat pada wanitanya, pada istrinya. Tatapan matanya menatap tajam dan dipenuhi kabut gairah yang terlihat jelas, semakin lama semakin gelap.

Tidak berbeda jauh dengan Vanessa yang terbaring pasrah di atas ranjang pengantin mereka, ia sudah sangat menginginkan suaminya itu. Kewanitaannya basah karena terangsang.

Andrew mematikan tv kemudian naik ke atas tempat tidur, tidak sekali pun matanya meninggalkan istrinya. Dia menindih tubuh telanjang Vanessa yang tak berdaya di bawahnya.

"Matikan lampunya, Drew!" Ucap Vanessa lemah.

"Jangan."

Andrew kembali mencium bibir Vanessa yang sudah bengkak, rasanya pria itu tidak akan pernah puas melumat bibir merah muda itu, rasanya sangat manis dan nikmat. Vanessa tidak mau kalah, ia juga menyambut ciuman Andrew dengan tidak kalah bergairahnya. Bibir dan lidah mereka saling melumat, mencecap setiap manis yang terasa.

"Aku menginginkanmu sekarang! Aku sudah tidak tahan...Vanessa."

"Lakukan, Drew. Aku juga udah nggak tahan."

Andrew mengarahkan kejantanannya yang sudah sekeras kayu ke pintu kelembutan Vanessa, memasukkannya perlahan, sangat perlahan bahkan. Dia tahu Vanessa masih perawan, dan dia tidak mau menyakiti istrinya itu. Dengan menahan napas, Andrew semakin memasukkan miliknya, sedikit demi sedikit. Sungguh tidak tertahankan untuknya, dia sudah sangat terangsang dan terasa akan meledak sebentar lagi. Karena sudah tidak tahan lagi, Andrew menghunjam dengan kuat hingga kejantanannya sepenuhnya berada di dalam milik Vanessa yang sempit.

"Aaaaaaaaa...." Vanessa menjerit karena rasa sakit yang di terimanya.


Continue Reading

You'll Also Like

161K 2.9K 7
My Bae (Series 2) Vio memang bukan pacar pertama Arga, tapi Vio adalah gadis pertama yang membangunkan sisi primitifnya. Arga yang sangat suka melaku...
1.1M 17.8K 35
"Oh wow roti sobek!" Queen berbinar, bibir gadis itu terbuka, matanya menyayup mengagumi keindahan otot tubuh Kai. "Cewek nakal," umpat Kai, sebelum...
5.3M 30.7K 7
[COMPLETED] Dibawah umur mohon tanggung sendiri. Beberapa judul part sudah saya tuliskan peringatan. Selamat membaca Seorang Raline Amarola, salah s...
55.1K 1K 28
Warning area 21++ 🔞🔞🔞 Vincent tak habis pikir dosa apa yang telah dia lakukan hingga sang ayah menghukum dirinya dengan menjodohkannya pada peremp...