"Yang, kamu bisa temenin aku ke pesta Tahun Baru kantornya Papa?"
Evan menoleh memandang Jihan. Mengalihkan dirinya sejenak dari steak yang jadi menu makan siangnya.
"Kapan?"
"Tanggal 30. Gak tanggal 31 soalnya tanggal 31 katanya mau ada acara untuk keluarga masing-masing,"
Evan tidak langsung menjawab. Ia mengingat-ingat agendanya pada saat akhir tahun itu. "Kayaknya aku gak bisa. Tanggal 27-29 aku ada meeting kick off di Jogja. Kemungkinan sampai tanggal 30 level General Manager ke atas masih stay di Jogja,"
Jihan mendadak lemas. Wajahnya langsung cemberut.
"Ya udah,"
"Memangnya kamu harus datang?"
"Kata Papa begitu, dia mau aku dan mama ikut supaya ngasih contoh ke karyawannya juga,"
"Papa kamu teladan banget ya. Aku denger katanya bakal masuk Top 10 CEO versi majalah Tempo,"
Jihan mengangkat bahu, sedikit banyak ikut bangga. "Karena diprediksi akhir tahun 2016 ini revenue Bank Mutiara mencapai 300 T,"
"Kamu gak ada rencana kerja di Bank Mutiara?"
"Nggak tuh. Lagian kan Papa juga bukan pemegang saham utama. Males juga masuk cuma karena papa CEO-nya. Papa juga gak keberatan aku kerja di biro aja,"
Evan mengangguk. Satu hal yang ia salut dari JIhan. Ia selalu ingin berjuang dengan keringatnya sampai batas maksimal. Kalau benar-benar sudah merasa kesulitan, baru ia meminta bantuan orang lain.
"Kalau aku gak bisa nemenin, kamu mau datang sama siapa?"
Jihan menopang dagunya dengan tangan. "Entah. Sepupuku dari pihak papa cuma Bang Le. Kayaknya gak bisa nemenin juga soalnya dia pasti sibuk di kantor. Sepupuku dari pihak mama, semuanya gak di Jakarta. Aku ajak Vino aja kali ya."
Jihan langsung meraih ponselnya, bermaksud menghubungi Vino namun Evan langsung memegang tangan Jihan. "Jangan. Sama siapapun boleh kecuali Vino."
Awalnya Jihan bengong, tapi kemudian dia paham. "Kamu cemburu?"
"Nggak," Evan menarik tangannya, memalingkan wajah. "Pokoknya jangan sama Vino,"
Jihan tertawa. "Iya iya. Ada anak magang di biro namanya Arjuna. Aku minta dia aja ya?"
"Single dia?"
"He's gay by the way," Jihan terkikik.
"Ya udah. Cuma nemenin kan," Evan mengangguk setuju.
***
"Selamat malam, Kak Jihan,"
"Halo Juna," sapa Jihan, mempersilakan juniornya di biro untuk masuk. Jihan masih terkikik meihat Juna. Begitu Jihan mengajak Juna untuk menemaninya ke pesta tahun baru Bank Mutiara karena Evan berhalangan, Juna langsung melonjak gembira. Dia melihat ini sebagai kesempatan untuk memperluas jaringan.
Malam ini Jihan begitu percaya diri mengenakan gaun Vera Wang. Juna juga mempersiapkan diri dengan mengenakan jas armani biru tua. Orang tidak akan tahu kalau dia gay.
"Gak ganggu malam mingguan kamu sama pacar kan?" goda Jihan.
"Gak kak, besok kami baru ketemu," kata Juna sambil agak tersipu. Juna hanya akan menemani Jihan sata pesta dimulai. Setelah itu Jihan dan Juna bisa mingle sendiri-sendiri.
"Kita berangkat sekarang aja yuk. Pake mobil kamu aja ya," kata Jihan.
"Boleh kak. Ayo. Gak bareng mama papa Kak Jihan?"
"Mereka udah berangkat duluan. Dandan disana. Maklum, yang punya acara," kata Jihan. Arjuna mengangguk dan tertawa.
Begitu sampai di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jihan berjalan dengan santai bersama Arjuna. Sebentar lagi acara akan dimulai dan Jihan memang berniat untuk tidak terlalu lama menunggu. Ia langsung dipersilakan masuk oleh Security begitu wajahnya terlihat. Jihan menghampiri meja yang khusus disediakan untuk CEO, Vice CEO dan para keluarganya.
"Halo ma, pa," Jihan menyalami orang tuanya.
"Macet gak kesini?" tanya Mama.
"Lumayan. Tapi gak macet-macet banget kan ya Jun?" Jihan menoleh kepada partnernya.
"Masih dalam batas aman, Tante," Juna Mengacungkan jempolnya. Jihan kemudian menyapa Vice CEO Bank Mutiara, istrinya, dan putri mereka.
"Kalila sendiri saja?" sapa JIhan.
Kalila tertawa. "Begitulah, Jihan,"
"Gak bareng Ilham?" Jihan sekilas mengenal Kalila memiliki pacar bernama Ilham. Pernah bertemu beberapa kali saat acara Bank Mutiara.
"Its over," kata Kalila santai.
"Oh. Mau kukenalkan dengan temanku?" tanya Jihan.
Kalila lagi-lagi tertawa. "No, thank you. Aku mau fokus yang lain dulu saja,"
"Kalila sedang menangani beberapa kasus hukum yang cukup berat, Jihan," kata Pak Indra Bratawijaya, ayah Kalila.
Kalila mengangguk. "Begitulah,"
"Oh ya..."
"Evan sendiri mana, Jihan?"
"Oh Evan juga punya acara kantornya. Jadi aku mengajak temanku di biro. Kenalkan, Arjuna,"
Arjuna menyalami Om Indra dan istrinya juga Kalila. Tersenyum lebar.
Acara pembukaan dimulai, dilanjutkan sambutan dari papa Jihan. Dilanjutkan acara penghargaan untuk divisi terbaik, karyawan terbaik secara nasional, cabang yang pencapaiannya paling baik, dan lain sebagainya. Diselingi acara hiburan dengan menampilkan Isyana, the Overtunes, Fatin, Afgan, dan Nidji. Ballroom menikmati suasana syahdu, ramai, menggelora, tenang, secara bergantian. Begitu acara dimulai, Arjuna sudah berjalan bolak balik kesana kemari, berkenalan dengan berbagai orang. Jihan biarkan saja. Ia sendiri memilih untuk duduk di mejanya, sesekali mengobrol dengan Kalila atau orang tuanya.
"Sebentar lagi Afgan nih," kata Kalila, matanya berbinar.
"Kamu suka Afgan?" Jihan terkikik.
"Suka. Imut sih. Lesung pipinya apalagi," kata Kalila. Mereka berdua tertawa. Afgan seumur dengan mereka berdua. Jadi rasanya wajar-wajar saja fangirling seperti ini.
Begitu muncul di panggung, Afgan langsung menarik perhatian Jihan dan Kalila. Mereka berdua menyanyi seperti ABG, membuat para orang tua menoleh dan menggeleg. Jihan dan Kalila tidak peduli, mereka menyanyi kencang ketika Afgan membawakan lagu Terima Kasih Cinta, Sadis, dan Knock Me Out.
"Eh aku mau minta tanda tangan ah," kata Kalila.
"Serius? Kamu bawa kertas?"
"Nggak. Di saputangan aja pake lipstick," kata Kalila, mengeluarkan lipstick Chanelnya. Jihan tertawa.
"Yuk aku temenin. Aku mau lihat,"
Mereka berdua keluar dari ballroom. Bersiap mencegat Afgan yang akan keluar lewat pintu belakang. Kalila cukup excited, melongok kesana kemari. Jihan ikut memandangi ke berbagai arah, siap menangkap Afgan kapanpun dia muncul.
"Oh God," Jihan berseru, menutup mulutnya.
Kalila mengira Jihan memekik karena melihat Afgan. Dia memandang ke arah pandang Jihan sambil bertanya, "Mana Afgannya mana?"
"Ya Tuhan," Kalila ikut berseru.
Bukan Afgan yang mereka lihat. Melainkan sosok yang begitu Jihan kenal dan juga cukup Kalila ketahui.
Pria itu semula menggandeng lengan gadis di sampingnya. Gadis tinggi semampai dengan gaun merah menyala. Si pria itu pun terlihat gagah dengan jas abu-abu muda. Wajahnya tampan seperti biasanya. Bersama-sama, Jihan dan Kalila melihat ketika mereka berdua akan memasuki Bali Room, ballroom lainnya yang ada di hotel ini, si gadis menghentikan langkahnya lalu mencium mesra pria yang berdiri di sebelahnya.
"Jihan, isnt that..."
Tak perlu disebutkan pun Jihan tahu siapa orang itu. Sebenarnya Jihan ingin berbalik dan berlari. Sama seperti yang ia lakukan beberapa bulan lalu. Tapi otaknya berkata lain dan untuk kali ini, Jihan menuruti otaknya.
"Jihan, mau kemana?" seru Kalila kaget.
Jihan mengabaikan Kalila. Ia berjalan cepat meski sedang mengenakan heels 10 senti. Jihan mendorong tubuh Andrea, membuatnya menjauh dari Evan. Seluruh tenaga Jihan dikerahkan pada tangannya.
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Evan. Menimbulkan warna merah di wajahnya yang putih.
"You said that you have an appointment? This is your appoinment? Getting intimate with this woman? How long you've been betrayed on me, Evan Dirga? How dare you?! How dare you! You said you love me and I trust you! I TRUST YOU, YOU DAMN Sh*T!" Jihan mendorong tubuh Evan seiring penekanan kata-katanya. Ia sudah ingin menangis. Air matanya sudah menggenang, ia tahu. Tapi ia marah dan kesal.
"Hey," Andrea berusaha menarik tubuh Jihan menjauh dari Evan. Jihan berbalik menghadapi Andrea, amarah juga terkumpul di wajahnya.
"And you! You know that Evan still have me and you keep on seducing him! How rude are you as a woman!" Jihan menunjuk wajah Andrea dengan telunjuknya.
"You kid.." Andrea hampir mengangkat tangannya dan menampar Jihan namun Evan berseru.
"Andrea, stop!"
Andrea dan Jihan sama-sama memandang Evan.
"Membela aku tidak akan mengubah keadaan Evan. WE'RE DONE!" Jihan mendorong dada Evan sekali lagi lalu pergi keluar. Di belakangnya, Kalila mengikuti. Lupa sejenak urusan Afgan. Jihan lupa juga bahwa ia datang kesini bersama Arjuna sehingga ia tidak membawa mobil. Ia hampir memesan taksi ketika Kalila sampai di sampingnya.
"Yuk naik mobilku aja,"
Jihan mengikuti Kalila tanpa berkata-kata. hatinya terlalu sakit.
Sialnya, malam ini juga hujan turun dengan derasnya.
***