Kita semua tersusun atas debu alam semesta. Semua partikel dan atom dalam tubuh kita, semua tercipta saat sebuah bintang lahir kemudian mati.
Beberapa menjadi supernova yang meledak, menghamburkan tiap materinya ke penjuru alam semesta. Bintang lainnya, yang tak cukup kuat, collapse menjadi lubang hitam, menghisap setiap energi ke dalamnya.
Mengertikah kalian?
Satu adalah pencipta dan satunya adalah pemusnah.
***
Beberapa calon astronom tengah mengamati teleskop bintang raksasa di Observatorium Boscha. Para peneliti muda ini tak berharap banyak untuk melihat keajaiban galaksi lain melalui lensa teropong tersebut. Mereka tahu, iluminasi dari rumah-rumah penduduk di sekitar Boscha (disebabkan booming-nya observatorium itu sebagai objek wisata) telah melenyapkan kemilau bintang di langit. Tempat penerawangan surga itu kini ditakdirkan terkutuk oleh bintang-bintang yang dahulu ditafsirkannya. Kubah megah itu tak lagi berfungsi semestinya dan hanya menjadi onggokan karat sejarah.
"Kita hanya bisa melihat galaksi tetangga, kita Andromeda dari sini. Jangan harap kita bisa melihat galaksi yang jauh seperti Kepler atau Pegasus."
Semua mengeluh. Impian mereka adalah melihat eksoplanet, planet di luar tata surya, yang sedang heboh-hebohnya ditemukan oleh NASA. Beberapa terpencar di galaksi-galaksi nun jauh dan ada secercah kemungkinan, mengorbit pada matahari yang memberikan kehidupan.
"Namun Andromeda cukup indah dilihat dari sini." profesor pendamping mereka mengintip melalui teleskop tersebut. Namun ia justru membeku bak patung es. Semua mahasiswanya heran dan memanggilnya.
"Prof, apa yang Anda lihat?"
"I ... ini mustahil."
Ia melihat pancaran yang tak ada sebelumnya, lebih terang dari cahaya bintang dengan magnitudo paling cerah sekalipun dari galaksi tersebut.
"Itu supernova ..."
"Hah?!" para mahasiswa yang mendengarnya menjadi terkejut, "Ada supernova?"
"Tapi jarak Andromeda lebih dari 2,5 juta tahun cahaya ..."
"Berarti," muridnya menyimpulkan, "Bintang itu meledak lebih dari 2,5 juta tahun lalu."
Benar, mereka tengah menatap cahaya dari masa lalu, yang tanpa mereka sadari, akan menentukan masa depan umat manusia.
***
Pemuda itu berjalan menembus hujan salju. Ia memegangi tangannya yang terkilir akibat pertarungan tadi. Mereka kehilangan jejaknya. Paling tidak di tengah hujan salju ini ia bisa bersembunyi dari para pengejarnya.
Tiba-tiba ia melihat seseorang tergeletak di atas salju. Ia menghampirinya.
Seorang pendaki yang pingsan?
Tidak, mustahil! Ia hanya memakai kaos tipis dan tak mengenakan ransel. Jelas ia bukan pendaki.
Apa yang dilakukannnya di puncak pegunungan bersalju seperti ini dengan pakaian seperti itu? Apa ia cari mati? Pasti ia sudah meninggal karena suhu dingin, pikirnya.
Ia menyentuh pundak pria itu dan terkejut karena sengatan listrik menyentak jemarinya. Energi listrik seakan menjalari tubuhnya, memberikan rasa hangat yang mencegahnya menemui ajal.
"Jangan-jangan dia ..."
Ia berusaha membaliknya dan terkejut setengah mati melihat wajah pemuda itu.
"Gundala?!"
BERSAMBUNG