lol.

By 97JKHYUN

151K 15.2K 1.4K

[COMPLETED] [SEGERA DIREVISI] Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Baek Arin membuat dirinya terjebak di dalam... More

Accident
First : Stupid Decision
Second : Spoiled Snail
Third : His Cousin
Fourth : My Mother
Sixth : Barbarian Girl?
Seventh : Everyday With You
Eighth : Pitiable Problem
Nineth : Sleeping Handsome
Tenth : Slowly, Little by Little
Eleventh : Stay With Me
Twelfth : Cockroach Baby
Thirteenth : Lotte World
Fourteenth : Rock-Scissor-Paper
Fifteenth : I am You, You are Me
#16 : Confession Day
#17 : Closer : One Step Two Steps
#18 : Dream Catcher
#19 : Closer : Shooting Love
#20 : Jeon Jung(baby)kook
#21 : Closer : Cheer Up!
#22 : Draw a Love
#23 : Closer : Big Liar
#24 : I Need U
Twenty Five : Difficult Choice
Twenty Six : Between Mind and Heart
Twenty Seven : The Choices
Twenty Eight : God's Menu [FIN]

Fifth : Wet and Night

5.7K 608 46
By 97JKHYUN

Arin mengembungkan kedua pipi dengan tangan kanan yang sibuk menulis berbagai macam angka yang ada di dalam pikirannya untuk mengisi ulangan matematika detik ini. Arin suka matematika, suka sekali. Menurutnya, matematika itu menantang, menguji sekaligus mengguncang otaknya. Itu menyenangkan.

"Ah, selesai."

Arin mengembuskan napas lega sembari melirik jam dinding. Masih tersisa tiga puluh menit lagi agar ulangan matematika selesai. Dalam diam, Arin merutuki jam yang berjalan normal tersebut. Mengapa jam itu tak kunjung menunjukan pukul enam sore? Malah terus bertahan di jam dua belas siang.

Arin jadi kesal sendiri dibuatnya. Ia ingin segera pulang.

Menemui seseorang.

*×*

Yoongi keluar dari gedung apartemen dengan helaan napas yang senantiasa mengiringinya bahkan semenjak tiga puluh menit lalu, saat ia pikir ia harus menghirup udara segar lagi.

"Aku ingin makan ramyun," gumam Yoongi sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam saku.

Pria yang berjalan dengan kruk itu membuka pintu mini market dengan tangan kirinya dan langsung disambut hangat oleh sang kasir perempuan yang sudah biasa ia temui.

"Selamat datang. Wah, Min Yoongi, aku senang melihatmu kembali. Tapi, mengapa kau pakai kruk? Apa yang terjadi padamu?" tanya perempuan itu, terlihat begitu cemas.

Yoongi tersenyum kecil, kemudian berjalan perlahan menuju ke meja kasir, membuat tubuhnya dan tubuh perempuan itu berhadapan dengan meja kasir sebagai penghalang.

"Ini hanya karena kecelakaan."

"Astaga, kau begitu ceroboh sampai melukai kakimu sendiri."

"Aku sedang sakit, Im Chaewon, seharusnya kau mendoakan kesembuhanku, bukannya memarahiku."

Perempuan cantik dengan tahi lalat manis di hidung itu lantas terkekeh pelan. Im Chaewon, satu-satunya orang yang selalu bersama dengan Yoongi dahulu, orang yang selalu menemani Yoongi makan ramyun di meja yang disediakan oleh pihak mini market.

Orang yang membuat Yoongi tersenyum.

"Kau pasti akan membeli ramyun dan nori, 'kan? Hari ini aku membawa bekal, kau bisa makan nasinya dari bekalku."

Yoongi mengangguk dengan semangat.

"Ini."

Chaewon meletakkan empat cup ramyun di atas meja kasir beserta empat bungkus nori, membuat Yoongi mengerutkan dahi karena heran.

"Aku menyimpan ini di bawah meja saat kau tak lagi datang. Kupikir aku akan memberikannya kepadamu saat kau datang, dan sekarang aku memberikannya padamu. Jadi, kau tak perlu repot berjalan jauh mencari ramyun dan nori."

Chaewon tersenyum merekah.

"Ini gratis, aku yang akan bayar."

Yoongi memasang wajah mencibir, berusaha menyembunyikan senyumannya, kemudian meletakkan beberapa lembar uang di atas meja, membuat Chaewon menghela napas dengan raut wajah kesal yang dibuat-buat.

"Kubilang ini gratis," ulang Chaewon.

"Aku sudah banyak menerima hal gratis belakangan ini, makanya aku ingin bayar."

Yoongi menggeser lembaran uang itu lebih dekat, membuat Chaewon mau tak mau mengambilnya dan memasukkan uang itu ke dalam laci tempat menyimpan uang. Yoongi tersenyum dan mulai membawa cup ramyunnya satu persatu. Tetapi, nampaknya satu tangan saja tidak cukup untuk membawa makanan tersebut.

"Astaga, kau benar-benar tidak bisa hidup tanpa bantuanku," ujar Chaewon lantas mengambil alih empat cup ramyun dan empat bungkus nori.

"Kau tunggu saja di luar, aku akan menyeduh ramyunnya dulu."

Yoongi tersenyum dan mengangguk patuh. Setelahnya, dengan tertatih-tatih seperti biasanya, Yoongi keluar dari mini market dan berjalan menuju ke sebuah meja dengan dua kursi berhadapan yang dilindungi oleh payung.

"Ah, sepertinya ini akan menyenangkan," gumam Yoongi setelah pantatnya sukses menyentuh permukaan kursi.

Kedua mata Yoongi beralih kepada dinding kaca transparan mini market, memperlihatkan seorang gadis yang dengan telaten menyeduh empat cup ramyun. Diam-diam, Yoongi tersenyum sambil menopang dagu.

Chaewon adalah tulang punggung keluarga. Dia tidak melanjutkan sekolah karena masalah uang. Usianya sekitar tujuh belas tahun, sama seperti Yoongi. Sudah lama Yoongi menawarkan pinjaman uang kepada Chaewon, namun gadis ramah itu tetap bersikukuh kalau ia akan sekolah dengan uangnya sendiri.

"Ini ramyunmu."

Yoongi terkesiap saat empat cup ramyun dengan asap yang mengepul dari dalamnya itu sudah berada tepat di hadapannya, dengan empat bungkus nori dan satu kotak bekal.

"Kau membuatnya dengan cepat," ujar Yoongi sambil memegang sumpit.

"Tentu saja," ujar Chaewon yang langsung menopang dagu.

Yoongi melahap ramyun itu tanpa peduli kalau ramyun itu masih panas. Dia terlihat senang sekali makan ramyun.

"Ah, kau harus makan nasinya juga."

Chaewon membuka kotak bekalnya yang hanya berisikan nasi dan kimchi. Yoongi sempat menatap Chaewon lama sebelum akhirnya menyodorkan satu cup ramyun kepadanya, membuat gadis itu menaikan alis.

"Kau makan juga."

"Aku-"

"Aku tahu kau belum makan siang. Makan bersamaku."

Yoongi memang keras kepala, Chaewon tahu betul akan sifat alami pria itu. Jadi, dia hanya bisa meraih cup ramyun itu lebih dekat kepadanya sambil mengambil sumpit.

Makan bersama Im Chaewon, Yoongi kembali melakukan rutinitasnya yang sudah lama tidak ia lakukan.

"Bagaimana dengan kondisi adikmu? Terakhir kali kau bercerita kepadaku itu pada beberapa minggu yang lalu."

Chaewon menatap Yoongi sambil mengunyah ramyunnya.

"Sekarang dia baik, dia hanya keracunan makanan," ujar Chaewon.

Yoongi mengangguk mengerti sambil memasukan nori dan nasi ke dalam mulut setelah berhasil menelan ramyunnya.

"Dan bagaimana denganmu? Kau berhutang banyak penjelasan padaku mengenai kecelakaan yang kau maksud."

Yoongi tersenyum kecil. Di dalam hatinya, ia merasa sedikit ragu untuk membagi rahasianya kepada gadis ramah itu.

*×*

Arin berjalan santai di koridor, sesekali mencuri dengar mengenai hal-hal apa saja yang sedang menjadi topik terhangat di sekolah. Arin tidak suka menggosip, namun hanya suka mendengarkan gosip.

"Hei!"

Kedua mata Arin membulat ketika seorang pria bersurai coklat dengan senyuman kotaknya berlari menuju ke arah Arin. Gadis itu terlihat salah tingkah, ia berjalan ke kiri, dan kembali berjalan ke kanan. Sambil menggaruk tengkuk, Arin berbalik dan berjalan perlahan agar tidak ketahuan.

"Hei, sepupunya Yoo-empph."

Arin menutup mulut seseorang yang ia kenali sebagai Kim Taehyung itu setelah dirinya berbalik cepat dan berjinjit. Gadis itu menggigit bibir dengan raut wajah khawatir.

"Tolong jangan sebutkan hubungan darahku dengan Yoongi di sekolah," bisik Arin, memelas.

Taehyung mengangguk dan Arin bisa bernapas lega setelahnya. Gadis itu berhenti berjinjit dan menjauhkan tangan kanannya dari wajah Taehyung.

"Ada perlu apa?" tanya Arin.

Taehyung mengangkat bahu dengan tampang polosnya.

"Tidak, hanya ingin menyapa."

Arin mendengus.

"Ah, apa kau anggota tim basket?"

Taehyung mengangguk setuju dan mendapati wajah Arin yang terlihat lebih tegang dari sebelumnya.

"Memangnya kenapa?"

"Ah, itu ... apa posisi Yoongi benar-benar digantikan?"

Taehyung menaikan sebelah alis, menatap Arin dengan tatapan bingung sekaligus curiga. Namun, setelahnya berpikir selama kurang dari lima menit, Taehyung berdeham kecil kemudian memasukan kedua tangan ke dalam saku celananya.

"Aku tidak tahu. Biasanya, jika ada pergantian pemain, Jimin akan memberitahu kami. Tapi, sampai sekarang Jimin belum memberi kabar apapun."

Arin mengangguk mengerti sembari membuang pandangan, mendadak dadanya bergemuruh dan rasa khawatir sangat mendominasi keadaannya saat ini.

"Oh, baiklah. Terima kasih atas infonya, Kim Taehyung."

"Ah, ya, jika Jimin memberitahumu sesuatu tentang Yoongi, tolong katakan padaku, ya?"

Taehyung mengulum bibir sambil mengangguk mengerti. Namun, satu detik setelahnya, Taehyung tersenyum dengan sebelah alis yang naik. Senyuman mengejek, entah mengejek atau menggoda.

"Sepertinya kau khawatir sekali kepada Yoongi."

Arin melongo, mendadak tersedak salivanya sendiri. Gadis itu tersenyum kikuk sambil meremas jari-jari tangannya.

"Dia itu sepupuku ... aku tentu khawatir."

Taehyung mengangguk dengan raut wajah mencibir, membuat Arin ingin sekali melempar batu kepada wajah menyebalkan itu.

"Apa kau menyukai Yoongi?"

"Kau gila? Dia sepupuku!" tegas Arin, mendadak merinding mendengar pernyataan Taehyung.

"Ah, benar juga. Temanku ada yang menyukai Yoongi dan terlihat khawatir ketika aku berkata bahwa kau sepupunya."

Arin ingin mengumpati Taehyung sampai mulutnya berbusa. Taehyung tidak bisa menjaga rahasia dengan baik, sekarang Arin ingin melempar batu meteor kepada wajah menyebalkan itu.

"Tak bisakah kau sembunyikan rahasia itu dengan baik?" tanya Arin, terlihat geram ingin menginjak wajah Taehyung.

"Tapi kau tak pernah bilang kalau itu rahasia dan aku tidak boleh mengatakannya kepada siapapun," jawab Taehyung dengan raut wajah tidak mengerti, seperti anak gorila yang minta dihajar.

"Baiklah. Dengar, ya, pria menyebalkan. Jangan memberitahu siapapun mengenai hubungan darahku dengan Yoongi, dan jangan mengungkit hal itu lagi. Ini rahasia, oke?"

Taehyung mengangguk sambil tersenyum.

"Nah, itu baru jelas."

Arin menghela napas sambil memijat pelipis. Ia kembali berjalan melewati Taehyung.

"Pria sialan. Menyukai Min Yoongi si bayi siput itu? Astaga, pantatku ingin tertawa mendengarnya," umpat Arin.

*×*

"Senang rasanya dapat berbicara lagi denganmu."

Yoongi mengulum bibir.

"Tentu, aku juga."

Mereka berdua saling melemparkan senyuman, sampai akhirnya ada seorang wanita yang memasuki mini market, membuat Chaewon bangkit berdiri dan berjalan tergesa untuk masuk.

"Dia sibuk sekali," gumam Yoongi, mengingat entah sudah berapa kali gadis itu masuk untuk melayani pelanggan dan keluar untuk menemani Yoongi.

Yoongi hanya bisa menopang dagu sambil menatap dinding kaca mini market. Namun, rintikan air yang mendarat di atas payung yang meneduhi Yoongi menimbulkan suara yang menyadarkan Yoongi bahwa hujan telah turun.

"Ah, hujan."

Yoongi mengeluarkan ponsel, kemudian menghela napas saat mengetahui bahwa hari sudah semakin sore.

"Gadis itu akan pulang sebentar lagi. Dia pasti mengomel kalau tahu aku makan ramyun."

Yoongi mengambil kruk, kemudian berdiri dengan dibantu kruk itu. Dapat ia lihat, Im Chaewon sedang tertawa ria bersama dengan pelanggan wanitanya, mungkin karena mereka teman?

Yoongi berjalan perlahan keluar dari teduhan payung, merasakan dinginnya air hujan yang mendarat di permukaan tubuhnya.

"Hei!"

Setelah mendengar suara teriakan itu, Yoongi berbalik. Ia terlihat terkejut ketika seorang gadis berlari ke arahnya.

*×*

Arin mendengus sebal sambil menendang batu kerikil di hadapannya sekuat mungkin. Sekarang, dirinya tengah dimandikan oleh guyuran air hujan. Ia hanya melapisi tasnya dengan jas hujan, agar buku-bukunya tidak basah.

"Ugh, pikiran bodohku berkata bahwa ia mungkin akan menjemputku. Namun, hei, dia bahkan tidak bisa keluar dari apartemen tanpa aku."

Arin mengerucutkan bibir, kemudian mengusap permukaan wajahnya yang basah oleh air. Gadis itu mendongak menatap langit.

"Langit sorenya masih terlihat cerah tapi hujan tetap turun."

Arin mendesah pelan, menghentak-hentakan kakinya ke atas aspal. Dengan malas, ia kembali menatap ke depan.

"Hei!" teriak Arin.

Kedua mata Arin membulat ketika melihat seorang pria berpayung transparan tengah berjalan di hadapannya. Dengan langkah tergesa, gadis itu menghampiri pria yang tengah tersenyum setelah berbalik itu.

"Hei, mengapa kau hujan-hujanan, huh?"

Arin meringis ketika dirinya mendapat sentilan kecil pada kening setelah tubuhnya terteduhi oleh payung transparan itu.

"Itu sakit, Jimin-ah."

Jimin terkekeh sambil memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celana.

"Ada apa? Apa kau mau tumpangan?"

Arin menggeleng dengan bibir yang mengerucut, masih merasa kesal setelah keningnya terasa sakit karena ulah Jimin.

"Apa posisi Yoongi benar-benar diganti?"

Senyuman ceria Jimin perlahan luntur, tergantikan dengan senyuman canggung. Pria itu menggaruk tengkuk.

"Ah, itu ... kalau untuk turnamen, sepertinya aku harus mendiskusikannya lagi bersama dengan anggota yang lain. Tetapi, untuk latihan persiapan, posisinya diisi oleh Kogyeol."

Arin menghela napas lega. Masih ada turnamen, masih ada kesempatan.

"Hei, Jimin-ah."

"Hm?"

"Mau tahu sesuatu?"

"Apa?"

Arin tersenyum, lantas menatap Jimin.

"Yoongi pasti sembuh. Jangan gantikan posisi Yoongi, aku akan membuatnya sembuh."

Jimin ikut tersenyum, kemudian menepuk-nepuk kepala Arin yang basah.

"Tentu, aku akan mempertimbangkannya."

Keduanya saling melemparkan senyuman. Namun, senyuman gadis itu berakhir ketika ia melihat seorang pria yang berjalan dengan kruk tengah berdiri mematung di sebelah meja mini market. Arin baru saja akan berlari, namun terhenti ketika seorang gadis dengan pakaian khas pegawai mini market keluar dan melindungi pria itu dari hujan dengan payung kuningnya.

"Melihat apa?"

Arin mengalihkan pandangannya kepada Jimin yang tengah tersenyum dengan sweet eye smile miliknya.

"Tidak. Ah, sepertinya aku harus segera pulang. Sampai jumpa lagi, Park Jimin!"

Arin berjalan menjauh bahkan sebelum Jimin hendak menawarkan payung.

"Gadis itu masih saja lupa membawa payung. Kebiasaan buruknya."

*×*

Yoongi menekan beberapa tombol angka yang menjadi password apartemennya. Dengan pakaian yang sedikit basah, Yoongi masuk dan melepaskan sepatu. Ia berjalan perlahan menuju ke kamar hanya dengan kaus kaki putih.

Yoongi mengambil kaus putih berlengan pendek dan celana hitam pendek. Setelah itu, ia duduk di sisi ranjang dan menaruh kruk, kemudian melepaskan jaket dan kaus hitam, menggantinya dengan kaus putih berlengan pendek. Yoongi juga mengganti celana, bahkan celana dalamnya pun ikut diganti.

"Dia pulang," gumam Yoongi setelah mendengar suara tombol apartemen yang ditekan.

Pria itu mengambil handuk kecil dan meletakkannya di atas kepala. Dengan dibantu kruknya, Yoongi berdiri dan berjalan keluar.

"Oh, kau sudah ... pulang."

Yoongi terkejut ketika melihat penampilan Arin yang basah kuyup. Gadis itu terlihat tidak baik-baik saja ketika melepaskan tas dan menaruhnya di dekat pintu.

"Kau tidak bawa payung?"

Arin tidak menjawab, gadis itu sibuk melepaskan kancing blazer seragam. Setelah mambukanya, Yoongi terkejut bukan main ketika seragam putih Arin juga basah, membuat dalaman hitam gadis itu terlihat dengan jelas.

"Ah, sialan," gumam Yoongi, merutuki matanya yang terus mengekori punggung basah gadis itu sampai di telan pintu.

Yoongi berjalan perlahan menuju ke dapur dan menuangkan air ke dalam gelas. Setelahnya, pria itu meneguk air dengan sekali tegukan.

"Tak bisakah dia tidak menunjukan hal itu kepada remaja dengan hormon yang mudah bergejolak seperti aku?"

Yoongi mengatur napasnya yang tidak beraturan, kemudian berjalan ke arah pintu, meneliti tas punggung Arin yang dilapisi jas hujan transparan.

"Oh, ini robek," ujar Yoongi, menyadari robekan besar pada bagian atas jas.

*×*

Arin keluar dari kamar mandi, lalu mengganti pakaian dengan cepat. Gadis itu keluar dari kamar dengan handuk putih yang melingkar di lehernya.

"Jasmu robek."

Arin tertegun, menatap tidak mengerti kepada Yoongi yang berdiri mematung di hadapannya.

"Kubilang jas transparan tasmu robek."

Kedua mata Arin membulat dan kaki-kaki kecil itu berjalan cepat menuju ke pintu apartemen. Dia mengangkat tasnya dan baru menyadari ada robekan besar di sana. Setelahnya, Arin membuka rasleting tas dan menemukan seluruh isinya basah, termasuk buku-buku catatannya.

"Ah, sialan!"

Gadis itu teduduk dengan bibir yang mengerucut sebal, menatap prihatin kepada nasib buku-bukunya.

*×*

Dan berakhilah Arin di sini, duduk di atas lantai dengan rambut dan buku-buku yang basah. Handuk putihnya ia gunakan untuk menjadi alas buku. Sementara itu, tangan kanannya sibuk memegang pengering rambut yang digunakan untuk mengeringkan buku catatan.

"Apa masih basah?" tanya Yoongi yang entah sejak kapan masuk ke dalam kamar Arin.

Arin berdecak kesal.

"Tak bisakah kau mengetuk pintu?" tanya Arin.

Yoongi tidak menjawab. Pria itu malah berjalan perlahan mendekati Arin.

"Rambutmu basah."

"Aku tahu," jawab Arin.

Yoongi menghela napas, kemudian berdiri di belakang tubuh Arin. Pria itu duduk dengan perlahan dan menyimpan kruknya di samping tubuh. Setelah itu, Yoongi mengambil handuk putih yang melingkar di lehernya, kemudian digunakan untuk mengeringkan rambut Arin yang basah.

"Hei," panggil Arin setelah merasa bahwa rambutnya sedikit ditarik.

"Diam," ujar Yoongi, terkesan dingin.

Arin menghela napas, kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya untuk mengeringkan lembaran kertas itu dengan menggunakan pengering rambut.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Arin.

"Kau sering sekali bertanya."

Arin mendengus, namun dia berteriak kesal setelah rambutnya di tarik begitu kasar.

"Yak!"

"Aku akan menjawab pertanyaanmu."

Tanpa sadar, gerakan tangan kanannya yang semula bergerak ke depan dan ke bawah untuk membuat kertas kering dengan rata itu terhenti.

"Turnamen basket itu beberapa bulan lagi. Apa kau tak ingin mengikutinya?"

"YAK!"

Arin berteriak kesal setelah kepalanya di dorong dengan kasar oleh seseorang yang semula tengah mengeringkan rambut panjangnya.

"Itu pertanyaan bodoh."

"Tinggal jawab saja, apa susahnya," gerutu Arin, kembali membuka lembaran kertas yang basah.

"Aku tidak akan menjawab karena itu pertanyaan bodoh."

Arin berdecak kesal. Gadis itu benar-benar kesal karena Yoongi tidak mau menjawab, padahal Arin sangat ingin tahu mengenai hal tersebut.

"Tak bisakah kau bersikap lembut? Rambutku bisa rontok kalau terus kau tarik kasar seperti itu," omel Arin, membuat Yoongi mendengus dan kembali mendorong kepala Arin dengan keras.

"YAK!"

Arin menolehkan kepalanya ke belakang, menatap Min Yoongi yang tengah menunjukan wajah datarnya itu dengan tatapan tajam.

"Besok hari minggu, lusa aku akan sekolah."

Kedua mata Arin melebar mendengarnya.

"Benarkah? Dengan keadaan kaki kanan yang masih patah?"

"YAK!" teriak Arin setelah Yoongi melemparkan handuk dan tepat mengenai wajah Arin.

"Berhenti berteriak, telingaku jadi sakit."

Arin mengambil handuknya dengan kasar, kemudian kembali menolehkan kepalanya ke depan. Gadis itu meletakkan handuk di atas kepala dan kembali mengarahkan pengering rambut ke arah kertas basah.

"Jika di sekolah, apa aku harus pura-pura tidak mengenalmu?"

"Bodoh, kalau kau berpura-pura, bagaimana kau bisa menemaniku."

Gerakan tangan Arin otomatis terhenti karenanya. Dengan perlahan, gadis itu kembali menolehkan kepala ke belakang, dan mendapati Min Yoongi sedang menyeringai senang sambil melipat tangan di dada.

"Apa kau lupa? Selain sebagai pelayan, kau juga pengawalku."

Dan saat itulah Arin ingin mencakar dan membenturkan kepalanya ke dinding.

*×*

Hari minggu pertamanya setelah tinggal bersama dengan Min Yoongi yang menyebalkan. Arin terbangun pukul dua dini hari karena ingin buang air kecil. Setelahnya, pada dua jam setelah ia kembali terlelap, Min Yoongi mencipratkan air dingin ke wajah Arin, membuat gadis itu membuka mata dengan terpaksa sambil mengumpat.

"Bangun, buatkan sarapan, atarkan pakaian kotor ke laudry, bereskan rumah dan bersihkan kamar mandi kamarku."

Pria itu berdiri di samping ranjang Arin sambil menyeringai bak Ibu tiri yang sedang menyiksa Cinderella.

Arin mengerang frustasi sambil menggigit bantal, dan bantal hasil gigitan itu berhasil mengenai wajah Yoongi.

"Ini hari minggu! Aku tidak mau melakukan apapun!"

"Dasar pemalas."

Yoongi kembali melemparkan bantal itu dan tepat mengenai wajah Arin. Dengan seluruh kekuatan yang masih tersisa, Arin menarik selimutnya, membuat Yoongi semakin geram.

"Bangun, idiot."

Yoongi menarik selimut Arin sampai gadis itu mengeluarkan isakan-isakan, seperti sedang berpura-pura menangis.

"Bangun atau aku akan malakukan hal yang tidak terduga," ancam Yoongi sambil mempertahankan seringaiannya.

Kedua mata Arin mengerjap ketika Yoongi berusaha naik ke atas ranjang. Dengan gerakan cepat, Arin menegakkan punggung.

"Baiklah, baiklah! Aku bangun!"

*×*

Arin mengelap keringat yang membanjiri wajahnya sembari duduk di sofa. Gadis itu menyingkirkan rambutnya ke belakang, merasa terganggu karena lehernya juga berkeringat.

Setelah membuatkan dan menemani Yoongi sarapan, Arin membawa tiga tas jinjing yang berisi pakaian kotor menuju ke laundry yang jaraknya cukup dekat dari apartemen. Setelah kembali ke apartemen, Arin mencuci piring lalu menyapu dan mengepel seluruh penjuru apartemen Yoongi, sementara pria itu hanya duduk santai di sofa sambil memakan keripik kentang.

"Ini melelahkan," gumam Arin sambil mengibaskan tangannya di udara.

Arin menoleh ke samping dengan cepat setelah sofa berdecit, menandakan ada seseorang yang duduk di samping Arin.

"Berbalik."

Arin mendengus.

"Cepat berbalik!" titah Yoongi.

Arin membalikkan tubuhnya, dan Yoongi memposisikan diri untuk berada di belakang tubuh Arin. Setelahnya, Yoongi mengeluarkan sebuah ikat rambut berwarna hitam dari dalam saku celana. Dengan lembut, pria itu mengikat rambut Arin.

"Kau ... mengikat rambutku?"

"Aku menemukan ikat rambut ini di dekat tempat sampah."

Arin mendengus, lalu menoleh ke belakang dan menatap Yoongi dengan tatapan kesal.

"Tidak masalah, sama-sama," ujar Yoongi, merasa seolah Arin akan berterima kasih.

Arin kembali mendengus kesal kemudian bangkit dari sofa.

"Hei, apa kau tidak bosan?" tanya Arin.

Yoongi menggeleng pelan sambil melipat tangan.

"Kenapa?"

"Ayo pergi ke luar, aku bosan."

*×*

"Festival malam memang sangat menyenangkan," gumam Arin.

Kedua insan itu tengah berada di festival malam yang diadakan di tengah kota. Banyak orang yang datang, terutama pasangan-pasangan, baik remaja maupun orang dewasa. Selain itu, banyak pedagang makanan murah dan lezat di setiap sudut, membuat Arin merasa benar-benar senang.

"Yoongi! Ayo ke sana!"

Arin menarik pergelangan tangan Yoongi sampia pria itu harus menepuk tangan Arin dengan kesal.

"Sudah kubilang, jangan tarik tanganku! Apa kau mau aku jatuh, huh?"

Arin mendengus, kemudian berjalan perlahan mendahului Yoongi. Gadis itu banyak membeli makanan, seperti buah stroberi, coklat, kue beras pedas dan masih banyak lagi.

"Apa kau mau?"

Arin menyodorkan sebuah kue beras pedas yang sengaja ia tusuk. Yoongi mengangguk dan membuka mulutnya lebar-lebar untuk membiarkan makanan lezat itu masuk ke dalam mulutnya.

"Apa enak?"

Yoongi mengangguk senang. Arin mengusap sedikit saus yang berada di sudut bibir Yoongi, membuat pria itu cukup terkejut untuk sesaat.

"Uh, apa itu? Ayo lihat!"

Arin berjalan riang menuju ke pedagang pernak-pernik. Kedua mata Arin berbinar ketika mendapati banyak benda-benda unik di sana. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Arin. Sebuah stiker ponsel berbentuk alphabet. Arin sempat menoleh ke belakang dan melihat Yoongi yang asik sendiri melihat ikan koi.

"Aku beli ini."

Arin memberikan beberapa lembar uang kepada sang pedagang, kemudian mengambil dan menyimpan benda itu di dalam saku jaketnya.

"Yoon, ayo berkeliling lagi."

Kemudian mereka berkeliling bersama, membeli banyak makanan dan benda-benda yang menurut mereka cukup menarik untuk dibeli. Setelah lelah berkeliling, Arin membeli es krim dan mengajak Yoongi duduk di sebuah bangku yang terletak di dekat danau.

"Ini."

Arin menyodorkan es krim cone rasa vanilla kepada Yoongi.

"Dasar bodoh, makan es krim di malam hari seperti ini," gerutu Yoongi, tetapi tetap menerima es krim cone yang Arin berikan.

Keduanya menikmati es krim bersama-sama sambil menatap danau yang tenang.

"Yoon ...."

"Hm."

"Yoongi."

"Hm."

"Yoongi-ya."

"Hm?"

"Min Yoongi?"

"Apa?"

Yoongi menoleh ke samping dengan perasaan jengah, menatap gadis yang masih menjilati es krimnya itu dengan tatapan kesal karena sudah melakukan hal bodoh, menurutnya.

Arin ikut menoleh dan hanya tersenyum, senyuman bodoh.

"Apa kau senang?" tanya Arin.

Yoongi mengedikkan bahu.

"Tidak tahu."

Arin menatap Yoongi dengan tatapan tajam, kemudian memukul lengan Yoongi dengan keras sampai pria itu berteriak.

"YAK!"

"Berhenti berteriak, telingaku jadi sakit," ujar Arin sambil mengusap telinga, mengikuti apa yang pernah Yoongi ucapkan.

Yoongi mendengus ketika merasa bahwa Arin sedang mencibirnya. Dengan perasaan kesal, Yoongi mendorong kepala Arin dengan keras sampai es krim vanilla gadis itu mengenai helaian rambutnya.

"Yak! Apa yang kaulakukan, bodoh?!"

Arin menatap Yoongi dengan tatapan kesal setelah beberapa helai rambut panjangnya menjadi berwarna putih karena es krim vanilla. Sementara itu, Yoongi hanya bisa mengulum bibir menahan tawa, kemudian kembali menatap ke depan dan memakan es krim cone nya.

"Dasar bodoh! Lihat, rambutku jadi lengket!"

"Dasar tua, rambutmu sudah beruban."

Rahang Arin mengeras mendengarnya. Gadis itu memukul kepala Yoongi sampai es krim vanilla pria itu berhasil mengotori dagu dan bibirnya. Arin tertawa puas sementara Yoongi hanya bisa mengerang sambil berteriak.

"Yak!"

"Rasakan!"

Yoongi menatap Arin yang sedang asik tertawa itu dengan tatapan tajam. Dengan cepat, Yoongi menangkap kedua tangan Arin dan menariknya, membuat tubuh Arin bergeser lebih dekat.

"Yak! Apa yang kaulakukan?!"

Yoongi menyeringai sambil mendekatkan wajah.

"Jilat," titah Yoongi dengan suara berat.

Tawa Arin terhenti begitu saja, digantikan dengan bulatan mata sipitnya yang seolah akan keluar.

"A-APA?!"

Yoongi mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Arin, kembali mendekatkan wajah sampai ia dapat merasakan embusan napas gadis itu.

"Kau tahu jilat? Seperti ini."

Yoongi menjilat helaian rambut Arin yang terkena es krim vanilla tadi dengan sensual, membuat Arin merinding takut.

"Hentikan!"

"Jilat!"

Arin mencoba membuang pandangan, mencari objek lain yang lebih menarik selaian wajah tampan Min Yoongi dengan seringaian iblis mengerikannya.

"Jilat apanya? Dasar gila! Lepaskan tanganku!"

"Jilat dagu dan bibirku yang terkena es krim."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TO BE CONTINUED

Maaf LOL telat update :D untuk yang sudah baca, mohon tinggalkan jejak yaa ^_^

Continue Reading

You'll Also Like

118K 15.2K 59
"Kita batalin aja pertunangan ini" [TREASURE SERIES 1/12]
THEORUZ By L I L Y

Teen Fiction

16.1M 1.5M 54
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
29.7M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...