Detektif Mitologi

By enosius

134K 15.3K 1.6K

Pernah dengar tentang puteri duyung, pegasus, centaur, harpies, sphinx dan deretan makhluk mitologi lainnya? ... More

Prolog
File : Puteri Duyung #1
File : Puteri Duyung #2
File : Puteri Duyung #3
File : Puteri Duyung #4
File : Puteri Duyung #5
File : Puteri Duyung #6
File : Puteri Duyung #7
File : Puteri Duyung #8
File : Puteri Duyung #9
File : Puteri Duyung #11
File : Puteri Duyung #12
File : Puteri Duyung #13
File : Puteri Duyung #14
File : Puteri Duyung #15
File : Puteri Duyung (Case Closed)
Petualangan Baru
File : Makhluk Tanah #1
File: Makhluk Tanah #2
File: Makhluk Tanah #3
File: Makhluk Tanah #4
File : Makhluk Tanah #5
File : Makhluk Tanah #6
File : Makhluk Tanah #7
File : Makhluk Tanah #8
File : Makhluk Tanah #9
File : Makhluk Tanah #10
File : Makhluk Tanah #11
File : Makhluk Tanah #12
File : Makhluk Tanah #13
File : Makhluk Tanah #14
File : Makhluk Tanah #15
File : Makhluk Tanah (Case Closed)
The Journey
Eternal White
Kanchanjunga Demon
Missing Person
Clash of Cluster

File : Puteri Duyung #10

3.4K 437 31
By enosius

Aku agak kebingungan saat wanita tua itu berjalan menjauh, sedangkan tadi dia yang mendatangiku dan dengan semangat memaki-maki aku.

"Nyonya, tunggu!" aku mengikutinya, sebenarnya aku tidak perlu berteriak padanya, wanita itu berjalan lambat.

"Tuan Anderson, tunggu." aku menoleh pada Adam yang keluar dari mobil. Dia mengenakan topi bulat setelah menutup pintu dan dengan cepat menyusulku sambil membenarkan kacamata bulatnya, dan mobilnya ia biarkan terparkir di pinggir jalan desa.

Kabut lumayan tebal karena sekarang masuk musim dingin, bahkan salju mulai turun. Tapi memang di wilayah ini udara selalu dingin, berada di kaki gunung yang terselimuti salju abadi.

Sepanjang jalan orang-orang desa menatap kami, dan itu membuatku enggan menyapa. Kami berjalan lambat, hingga sampailah kami di rumah yang agak jauh dari pemukiman, rumah tua kecil berdinding kayu yang sendirian, jauh dari rumah warga lainnya, dengan halaman sempit tanpa tanaman.

Wanita tua itu membuka pintu, menoleh padaku dan Adam tanpa berkata-kata lalu masuk tanpa menutup pintu, aku tahu maksud dia mempersilahkan kami masuk.

Aku masuk disusul Adam, dan berada di dalam rumah yang hampir seluruh perabotnya terbuat dari kayu. Wanita tua tadi berjalan perlahan setelah melepas mantel dan penutup kepalanya, menuju sebuah lampu minyak yang menempel pada dinding dan berusaha menyalakannya.

"Anda tinggal sendirian, Nyonya... em, boleh tahu nama anda?" kataku sambil membantunya menyalakan lampu.

Lalu dia mengambil sebuah lampu minyak duduk dan memberikannya padaku, aku pun menyalakannya.

"Mau minum sesuatu?" kata wanita itu tanpa melihat pada kami.

"Boleh, saya mau..."

"Tidak usah repot-repot, Nyonya," aku menyela kata-kata Adam, "anda duduk saja, kami hanya ingin menanyakan sesuatu."

Adam melirik padaku sambil membetulkan kacamatanya, padahal benda itu sudah tepat bertengger sempurna di hidung mancungnya. Aku terkekeh, berhasil membuat Adam sedikit kesal.

Wanita tua itu kembali berjalan, dia menuju sebuah kursi dengan meja di depannya dan ada kursi kayu panjang lain yang berhadapan. Aku duduk di hadapannya, begitu juga Adam.

"Namaku Eirlys Wahl, dan tidak ada Wahl lagi yang tersisa di desa ini." kata wanita tua itu tiba-tiba.

"Apa yang terjadi, Nyonya Wahl?" tanya Adam, pria jangkung setengah tua itu lagi-lagi membenarkan letak kacamata bulatnya yang tidak melorot sama sekali.

Eirlys mengusap rambut putihnya, "kalian terlalu banyak ingin tahu, itu tidak baik." wanita yang tadi terlihat menakutkan itu sekarang terlihat lebih lembut tapi tetap misterius. Mungkin dia tidak mau bercerita tentang keluarganya, aku memakluminya meski penasaran.

"Maafkan kami, Nyonya Wahl."

"Kalian seharusnya tidak ke sini."

"Ada apa sebenarnya dengan desa ini? Apa karena isu Orthros itu?"

Eirlys tiba-tiba menatapku, bibirnya yang pucat dan keriput berkedut-kedut, "mereka tidak akan membiarkan orang luar mengusik rahasia desa."

"Mereka siapa, Nyonya?"

"Para pengabdi, dia bukan menjaga, dia mengambil jiwa."

"Nyonya Wahl, beritahu aku siapa mereka!" aku sedikit gemas.

Eirlys melirik sekejap lalu kembali memandang ke bawah, "tidak, kalian juga tidak akan pernah tahu, mencari tahu mereka juga percuma. Mereka pengikut suatu bangsa yang sudah dianggap hilang. Kalian tidak akan bisa tahu meski menyelidikinya di sini. Mereka tidak ada di sini, mereka ada di tempat-tempat tertentu di seluruh dunia."

Aku sedikit bingung dengan kata-kata Eirlys yang ngelantur dan berputar-putar. Bangsa apa? Di tempat tertentu di dunia, dimana?

"Nyonya, apa anda tahu tentang sepasang suami istri yang kesini?"

Eirlys kembali mengedutkan mulutnya, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan, "mereka tidak akan kembali, jiwa yang diberikan pada Echidna dan keturunannya tidak akan bisa kembali, anakku tidak akan kembali..." dia bergumam seperti orang yang menggigau.

"Nyonya, apa yang terjadi?" aku mendekati Eirlys yang berbicara seperti orang kesurupan.

"Kalian pergilah ke tebing salju, di samping laut, di lereng gunung Snowdon, melewati hutan kabut dan lembah hijau. Dan jangan kembali lagi kesini!" Eirlys berbicara tanpa menatap kami.

"Ada apa di sana?"

"Pergi saja ke sana, dan sekarang keluarlah."

Aku menghela napas, "baiklah, terimakasih, Nyonya Wahl," lalu aku berpaling pada Adam, "ayo, kita harus ke sana."

"Tunggu, bawa ini, mungkin bisa jadi petunjuk." Eirlys memberikan beberapa lembar kertas usang yang dijahit menjadi satu, "itu milik Harry, sekarang pergilah."

Harry? Aku menerimanya lalu ku gulung dan aku masukkan ke kantong jas ku, "terimakasih."

Kami bergegas keluar, aku menengok sebentar ke belakang, saat itu Eirlys melihat dengan tatapan tajam ke arahku, lalu menutup pintu dengan pelan.

Kami kembali menaiki mobil setelah meninggalkan rumah wanita tua itu lalu menuju tempat seperti yang dikatakan olehnya.

Kami ke luar dari desa melalui jalan lain, jalanan desa yang lebih sepi dan kabut rasanya semakin tebal.

"Tuan Anderson, coba anda lihat sesuatu yang diberikan Nyonya Wahl tadi." kata Adam di belakang kemudinya.

"Oh, aku sampai lupa." aku menarik benda tadi dari kantong jas, "ngomong-ngomong panggil aku Nick saja, dan boleh kan aku panggil anda Adam?"

"Eh...iya, begitu malah terdengar lebih bagus." Adam terlihat tersenyum kaku, mungkin baginya orang seperti aku adalah tipe orang yang kurang ajar.

"Hahaha... meski kita jarang bertemu, tapi teman Yodha adalah temanku juga. Dia juga memanggilmu Adam, kan?"

"Anu, sebenarnya dia memanggilku Tuan Arnett." dia melirikku lalu kembali melihat jalan.

"Oh, hehehe. Tidak apa aku tetap memanggilmu Adam."

Adam kembali menengok padaku, "sepertinya kau tidak terlalu khawatir tentang Edward."

"Haha..." aku hanya tertawa pendek, Adam belum mengenalku, secemas apapun aku tidak suka menunjukkannya, "dia hebat, Adam, aku tahu dia baik-baik saja."

Aku berkata seperti itu tentu pikiranku berkata lain, kalau tidak, aku tidak akan mencarinya.

Aku kembali ke kertas yang diberi oleh Eirlys tadi, lalu ku amati isinya.

Kertas kusam itu berisi tulisan tangan dengan nama Harry Wahl di sebelah atas. Entah siapanya Eirlys, suami atau anaknya.

Aku membacanya agak keras agar Adam juga mendengarnya,

"Harry Wahl

Mereka mungkin dianggap hilang, punah, tapi ini benar mereka.

Mereka masih mempersembahkan jiwa untuk dikorbankan pada sang ratu pelindung di tempat mereka.

Snowdonia, bagian dari koloni kecil mereka, mempersembahkan jiwa turun-temurun, tapi di sini hanya bagian kecil.

Inca, Maya, Aztec, bagian dari koloni, ratusan tahun mempersembahkan jiwa pada sang ratu yang dianggap memakmurkan mereka.

Iceland, hanya sedikit yang masih bertahan dari mereka.

Jawa, pusat utama koloni mereka selama ribuan tahun, hingga datangnya Raja Vaivasvata yang memaksa mereka bersembunyi. Meski begitu, hingga kini persembahan masih berlangsung secara sembunyi."

"Seperti membicarakan suatu bangsa kuno." kata Adam memotong bacaanku.

"Iya, dan ini menyebar ke penjuru dunia, aku belum pernah dengar sejarah kaum penyembah Echidna."

"Betapa mengerikannya makhluk satu ini hingga ada yang memujanya."

"Sepertinya Harry bukan penulis yang baik, tulisannya kacau."

"Namanya juga catatan."

"Aku mempelajari makhluk kriptid, tapi baru tahu jika ada persembahan seperti ini yang berhubungan dengan mereka, kenapa jadi terasa mistis."

Mobil kami berjalan perlahan melalui jalan sempit berkabut, di kiri dan kanan kami pohon-pohon yang daunnya mulai gugur tumbuh sangat rapat.

"Nick, kau yakin yang dikatakan oleh Nyonya Wahl tadi kalau kita harus ke sini?" Adam membenarkan kacamata di wajahnya dan sebelah tangannya masih memegang kemudi.

"Tidak ada petunjuk lain selain harus ke sini."

Semakin ke dalam kabut semakin tebal meski sekarang masih siang hari, dan sedikit salju turun menerpa kaca mobil kami. Pandangan kami terbatas hanya beberapa meter.

Aku kembali ke catatan Harry dan membuka lembar berikutnya, belum sampai aku membaca, aku terkejut karena Adam mengerem secara mendadak.

"Ada apa?"

"Lihat itu!" Adam menunjuk ke depan ke arah benda yang terlihat samar-samar. Sebuah mobil berhenti agak ke pinggir dari jalan yang akan kami lewati.

"Siapa yang membawa mobil ke tengah hutan kabut seperti ini? Kurang kerjaan sekali." aku membuka kaca jendela mobil.

"Nick, kau seperti bilang kalau kita juga kurang kerjaan."

Benar juga, pikirku, aku ingin menertawakan diri sendiri rasanya.

Aku melongokkan kepala melalui jendela mobil, "Hei! Ada orang di situ?"

Tidak ada jawaban, hening.

"Nick, sepertinya mobil itu sudah berhenti lama, lihat tumpukan saljunya yang tebal, padahal baru sedikit salju yang turun dari kemarin."

Aku keluar dari mobil dan mendatangi mobil itu. Kaca jendelanya pun tertutup salju tipis.

"Apa mungkin itu mobil yang dibawa Edward, Nick?" rupanya Adam ikut turun dari mobil.

"Entahlah, bisa jadi begitu."

Aku mengusap lapisan salju pada kaca mobil dan melongok ke dalam, tidak ada siapapun.

"Pintunya terkunci, Nick."

"Berarti mereka meninggalkan mobil dengan tenang jika sempat menguncinya."

"Maksudnya?"

"Tidak terjadi sesuatu saat mereka meninggalkannya. Lihat itu, Adam!" aku menunjuk pada jalan di depan kami.

"Oh, tidak. Sepertinya kita juga harus meninggalkan mobil kita dan berjalan kaki."

...

Oh, tidak! Ada yang lebih seram dari menemukan mobil kosong di tengah hutan.
Yaitu mobil goyang di tengah hutan pada malam jumat atau malam minggu.

Perlu dibakarin menyan, tuh.

Yang di dalem mobil, absuurrd.

Continue Reading

You'll Also Like

220K 19.6K 30
Marie Lucianne mati di tangan Suaminya sendiri, namun bukannya pergi ke alam baka Ia justru kembali terbangun di beberapa bulan setelah Pernikahan me...
294K 30.4K 46
"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari t...
823K 48.1K 27
Dulu, Calista Evangeline pernah ditipu, dikhianati, dan di saat kematiannya, dia akhirnya mengerti betapa berliku-liku takdirnya. Orang tuanya telah...
1.5M 128K 34
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...