Ruangan besar penuh dengan kaca dan lampu gantung berkilau memenuhi langit-langit restoran. Meja dengan taplak putih formal, kursi besar dan tinggi, dan pelayanan super elegan melekat di restoran yang berada di jalan Veteran Shibuya.
Setelah Osamu menjemput Chelsea di rumahnya dan pamit kepada kedua orang tuanya, Chelsea langsung di bawa ke restoran yang ada di pinggir kota Tokyo. Sudah beberapa menit ia dan Osamu duduk di satu meja yang sama, tapi pikiran Chelsea belum bisa beranjak dari perasaan yang sebenarnya.
Ia melirik ponselnya, menekan tombol kontak dan hendak menelepon Ryu, tapi tindakan itu dihentikan. Seketika ia merasa lemah dan pasrah lagi. Sudah beberapa kali ia melakukan itu, tapi entah kenapa Chelsea tetap tak tahu ingin bicara apa nantinya jika Ryu sudah mengangkatnya.
"Kau kenapa, Asuka?" Suara Osamu menyebar ke pikirannya. Chelsea terkesiap dan tersenyum kecil.
"Tidak. Tidak apa, aku hanya..."
Hening sejenak yang membuat Osamu menerka dan dengan mudahnya menebak.
"Apakah Ryu?" terka Osamu sambil tersenyum. Chelsea ingin menggertak tapi ia tak bisa. Sudah lelah untuk di tutupi dan ia tak sanggup membiarkan orang lain tak mengetahui penderitaannya.
"Aku tak tahu, apakah dia benar-benar sedang ke luar kota bersama keluarganya atau... menghindariku."
Osamu mendelik dan tersenyum remeh, "menghindarimu? Yang benar saja," suara pria itu terdengar rendah.
"Hei, ada angin apa Ryu tiba-tiba menghindarimu? Bukankah Ryu nampaknya begitu mencintaimu, ya? Kau tahu... kalian sudah seperti suami-istri," terdengar Osamu terkikik kecil. Chelsea melirik lemas. Harusnya ia marah Osamu berbicara seperti itu. Tapi tenaga untuk melakukan itu saja, ia tidak punya.
"Osamu senpai, apa kau tahu Harukaze sudah kembali ke Tokyo?" tanya Chelsea. Pria di depannya seketika berhenti tertawa. Matanya yang sipit seketika melebar dan urat terkejut muncul bersamaan.
"Apa? Harukaze?" tanya Osamu terkejut.
Chelsea mengangguk kecil, "aku dan Ryu waktu itu sempat bertemu dengannya."
Osamu memajukan tubuh lebih dekat, lalu melirik ke kanan kiri sambil mengecilkan suaranya.
"A---apa yang di katakannya waktu kalian bertemu?"
Chelsea merasa tenggorokannya tercekat, dan hal yang paling tidak ia inginkan seketika muncul. Harukaze dan Yakuza. Dua hal yang paling ia takutkan tapi ia tak bisa menghindari itu selama ia masih mencintai Ryu. Ya, cinta.
"Dia seperti menutupi sesuatu. Tapi aku tak tahu itu apa," suaranya terdengar melamun dan Osamu menelan ludah.
"Kau tahu, antara Ryu dan Harukaze sekarang tidak ada apa-apa, seharusnya kau tak perlu cemas," ujar Osamu.
Sedikit berhasil Osamu untuk menenangkan dirinya. Tapi hanya sedikit. Kepalanya yang penuh dengan tanda tanya mengenai kejadian dua tahun lalu, perjanjian Ryu dengan Yakuza, hubungan Ryu dengan Harukaze, dan berbagai hal lain yang mungkin tak pernah ia bayangkan sebetulnya perlu ia ketahui, terus menerus meledakkan kepalanya.
"Aku ingin berpikir itu, tapi aku tak bisa," suaranya terdengar lirih. Segumpal emosi mendadak muncul di tenggorokannya dan membuatnya merasa kesal.
"Semenjak mengenal Ryu, aku tak menyangka kalau hidupku akan di bawa serumit ini. Aku tak tahu kalau Ryu begitu banyak menyimpan rahasia yang tak bisa dikatakan padaku," Chelsea menarik napas, berusaha mengatur emosinya, "tapi, karna itu, aku jadi tak bisa melepaskannya dan ingin mengetahuinya lebih dalam. Aku ingin mengenalnya sehingga aku bisa benar-benar menyukainya. Aku berharap ia juga menyadari itu, tapi kurasa aku salah."
Samar-samar suara gertakan gelas dan piring yang di angkat ke nampan oleh pelayan berdasi dan berompi ala pelayan Inggris merasuki kepalanya. Tapi itu hanya sedetik menyadarkan Chelsea kalau ia sedang ada di restoran, kemudian pikirannya kembali beranjak ke wajah Ryu dan Harukaze.
"Ryu terlalu sulit untuk melupakan masa lalunya," suara Chelsea terdengar getir. Ia tahu sekarang Osamu sedang menatapinya penuh kerutan. Ia tahu pria itu hanya diam dan membiarkannya berbicara terus.
"Kau tahu... kau hanya perlu menunggu, aku yakin suatu saat Ryu akan memberitahumu."
"Kapan?!" Chelsea mengangkat wajah dan tarikan emosi yang tak tertahan membuatnya memekik kecil dengan cepat. Osamu berkerut dan mengamati orang-orang di sekitarnya yang sedikit menoleh.
"Apa tunggu sampai Yakuza mengambil nyawanya?!" tambah Chelsea dengan suara semakin keras. Osamu terkesiap dan sekali lagi menoleh ke sekitar.
"Asuka, kecilkan suaramu saat kau menyinggung Yakuz---"
Chelsea memukul meja dengan keras,
"Persetan dengan Yakuza! Aku tak peduli lagi dengan perkumpulan bodoh macam itu! Aku mencintai Ryu dan itu yang seharusnya terjadi! Tanpa ada Yakuza atau Haruka!"
Osamu melebarkan matanya dan terkejut. Chelsea bangkit dan buru-buru keluar dari restoran.
"Maaf, Osamu senpai," gumam Chelsea sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Osamu yang terkejut dan membeku.
Tanpa ada yang tahu, seorang wanita yang duduk di pojok ruangan dengan gaun putih selutut mengamati keduanya sedari tadi.
****
Jalanan piggir kota sepi. Lampu jalanan tak semuanya menyala. Chelsea menarik mantelnya lebih rekat, menutupi leher dan dadanya yang semakin membeku. Dadanya sesak, napasnya tersengal dan ia tak berhasil mengatur emosinya di restoran tadi. Osamu senpai pasti marah atau malu setelah Chelsea mengucapkan kata-kata yang begitu keras, seakan-akan Osamu-lah yang salah.
Ah, sudah begitu banyak masalah batin, kapan ada penyelesaiannya? Apakah masalah cinta akan serumit ini? Atau ini hanya terjadi diantara dirinya dan Ryu?
Tokyo malam ini sangat dingin. Oh, astaga. Hampir pertengahan musim gugur. Chelsea baru ingat, setengah tahun lagi, ia akan naik jenjang berikutnya. Dan setengah tahun lagi, apakah ia masih menyukai Ryu seperti ini? Ah, terlalu jauh untuk dipikirkan.
Tiba-tiba dada Chelsea terasa sesak. Langkahnya terhenti seketika dan bersamaan dengan itu, angin malam menusuk hatinya lebih dalam, membuatnya menjadi sulit bernapas. Sementara itu, pikirannya terpaku pada bayangan wajah Ryu.
Tanpa sadar, mata Chelsea buram, napasnya semakin sesak dan ia mulai menangis.
Ya Tuhan, apa ada hal memalukan lain selain ini? Kenapa merindukan seseorang aku sampai menangis seperti ini?
"Asuka," panggil seseorang dari belakangnya.
Chelsea terkesiap. Ia mengangkat wajahnya dan merasakan seorang pria bertubuh jangkung berdiri tepat di belakangnya. Seketika ia menoleh dan ia menemukan wajah gelap seseorang itu.
"Apa yang kau lakukan disini?" Suara beratnya menyebar dan Chelsea bisa merasakan pusing di kepalanya seketika berubah ringan.
"Ryu?"
Pria di depannya berjalan mendekat dan wajahnya muncul di atas sinar lampu jalanan. Dada Chelsea mendesir lembut, dan wajah pria itu, ada di depannya dengan jelas.
"Jangan menangis lagi. Aku di sini."
Senyum Ryu mengembang, dan entah dorongan apa, Chelsea langsung melempar tubuhnya memeluk tubunya.
Astaga, apa Chelsea bisa merasa selega ini sebelumnya? Apakah Chelsea bisa serekat ini merasakan Ryu yang benar-benar sudah melekat dalam hidupnya?
"Ryu, kau kembali."
Tangan pria itu menarik lebih dalam dan kepalanya ditaruh ke pundaknya.
"Aku di sini, Asuka."
***
Wah panjang sekali. Part ini agak ga penting sih, jujur ya hehe. Tapi smoga feelsnya ngena ya. Kalo ga, please komen hehe biar aku bs revisi.
Maaf updatenya lama, maklum masalah koneksi dan kuota hehe😀
Btw, mkasih ya, buat yg msh stay tune and vote atau nunggu ini dg setia, aku bener2 menghargai kalian krn udh baca crita ini bener2😋
Ha'i, minna-san, ittekimasu😘