book of us ¦ jjp

By ahgaphoenix

57K 4.6K 1K

[warning! ini ff jjp ya! dan ini hanya fiksi! jadi jangan salah lapak ya! makasih :)] Kumpulan fanfiction JJ... More

1.2
1.3
1.4
2.1 + How Can I Say?
2.2
2.3
2.4
2.5
3 + My Dear Children [Bonus]
4.1 + Kind-Hearted
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
5.1 + Present For You
5.2

1.1 + Lie

15.9K 713 141
By ahgaphoenix

Don't be a silent reader please.

xXx

"Hyera-ya, maafkan aku," ucap seorang pria dengan tangan yang menggenggam tangan seorang wanita yang dipanggil Hyera tadi.

"Sudahlah, aku tidak peduli! Aku membencimu. Membencimu!!!" teriak Hyera dengan air mata yang membasahi sekujur pipinya. Ia sudah tidak percaya dengan pria di depannya ini yang sepertinya adalah kekasihnya. Hm, mungkin bukan sepertinya lagi.

Wanita bernama Hyera itu sudah muak, muak dengan kelakuan yang pria itu lakukan. Pria yang dulu dicintainya dan sampai sekarang masih dicintainya. Hyera baru saka berkata bahwa ia membencinya? Tidak, itu hanyalah sebuah kebohongan.

Hyera mencoba untuk melepaskan genggaman kekasihnya itu dengan susah payah karena kekasihnya itu lebih kuat dari dirinya. Air mata yang keluar dari mata Hyera semakin lama semakin banyak dan sudah tidak dapat ia tahan lagi. Pria di depan Hyera itu terus saja mengucapkan kata maaf berkali-kali. Ia takkan menyerah sampai Hyera memaafkannya.

"Lepaskan! Kubilang lepaskan!"

"Hyera-ah, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Maafkan semua kesalahanku. Aku memang manusia tidak tahu diri," kata pria tersebut sambil berharap bahwa Hyera akan memaafkannya dengan setulus hati. Hyera menatap pria di depannya ini yang sedikit terhalangi oleh air matanya. Ia sudah tidak kuat lagi. Ia sudah tidak bisa berbohong lagi. Ia sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi.

"Aku juga mencintaimu." Akhirnya Hyera mengungkapkan isi hatinya itu. Spontan, sang pria pun memeluk Hyera dengan erat. Rasa lega melekat di hatinya. Akhirnya, Hyera memaafkannya juga.

"Terima kasih, Hyera. Akan kuusahakan kesempatan kedua ini dengan sebaik mungkin," ujar pria itu di telinga Hyera. Hyera membalas pelukan hangat itu. Air mata masih saja keluar dari matanya.

Pria itu melepaskan pelukannya dan menempatkan jari-jarinya di dagu Hyera. Ia menarik dagu Hyera dengan pelan, mendekati bibirnya. Hyera menutup matanya, begitu juga dengan pria itu.

Dekat.

Sangat dekat.

Danㅡ

Klik.

"Prakiran cuaca di Busan hari iniㅡ"

"YA!!! Jangan mengganti channelnya! Drama itu sedang seru!" gerutu seorang pria berwajah imut dengan pipi tembamnya. Ia meletakkan makanan cemilan yang ia makan tadi ke meja kecil di depannya dan mengambil bantal sofa di sampingnya. Ia pukuli pelaku kasus penggantian channel televisi secara tiba-tiba itu ㅡtemannyaㅡ dengan bantal sofa itu.

"Ck, kau kira melihat orang berciuman itu seru, huh?" balas teman pria imut ㅡsi pelakuㅡ itu dengan nada ketus. Ia mengambil makanan cemilan milik temannya itu dan memakannya dengan santai. Pria berwajah imut itu menghentikan pukulannya dan memeluk bantal sofa itu dengan bibir yang ia cemberutkan. Matanya terfokus pada televisi yang sekarang tengah diganti channelnya oleh teman menyebalkannya itu.

"Kau juga akan seperti itu nanti dengan kekasihmu. Lihat saja nanti," celetuk pria imut itu pada temannya yang berperawakan manis. Pria berperawakan manis itu menatap pria di sebelahnya itu dengan tatapan tajam.

"Ingatlah, Kunpimook Bhuwakul. Aku tidak akan pernah merasakan hal menjijikan itu," sanggah pria itu pada seorang pria imut bernama Kunpimook Bhuwakul tadi. Hm, untuk orang yang baru pertama kali mendengarnya agak sulit ya untuk menghafalkannya. Jadi seperti ini kalau ingin menghafalkannya. KUN.PI.MOOK. BHU.WA.KUL. Bhuwakul itu marganya. Biasalah, orang Thailand.

Eh,

Tunggu dulu,

KENAPA JADI MEMBAHAS NAMA KUNPIMOOK BHUWAKUL?

Oke, kembali ke semula. Pria bernama Kunpimook Bhuwakul atau lebih sering dipanggil Bambam tadi kembali memeluk bantal sofa sambil mencemburutkan bibirnya. Matanya juga kembali terfokus pada televisi yang masih berganti channel.

Klik.

"Eunha-ya, aku mencintaiㅡ"

Klik.

"Harga minyak bumi di duniaㅡ"

"YA!!! JANGAN MENGGANTINYA!!! AKU INGIN MENONTON DRAMA ITU!!! DASAR PARK JINYOUNG!!!" teriak Bambam dengan posisi berdiri dan suara yang lantang sehingga suaranya menggema di seluruh ruangan di rumah ini. Pembantu-pembantu yang bekerja di rumah teman Bambam yang bernama Park Jinyoung itu menutup telinganya masing-masing untuk menghindari suatu hal yang disebut ketulian.

Salah satu pembantu keluar dari dapur itu melihat keadaan ruang tengah dengan tergesa-gesa.

"Apakah kalian baik-baik saja, Tuan Muda?" tanya pembantu tersebut pada Jinyoung. Jinyoung menoleh ke arah pembantu tersebut dan tersenyum. "Ya, kami baik-baik saja. Hanya saja aku memiliki sedikit urusan dengan anak di sampingku ini. Silahkan melanjutkan pekerjaanmu."

Pembantu tersebut membungkukkan tubuhnya sebentar, lalu kembali ke dapur. Jinyoung melunturkan senyumannya dan menoleh pada teman atau lebih tepatnya sahabatnya itu.

Tak!

"Aw! Jinyoung, ini sakit!" Bambam mengusap bagian kepala yang terkena jitakan dahsyat ala Park Jinyoung. Bambam kembali duduk di sofa sambil mengaduh kesakitan. Jinyoung berdecak, "Tidak bisakah kau tidak berteriak? Kau membuat telingaku terasa tuli saja."

"Suatu hari nanti, karma akan mendatangimu. Huh, dasar hati beku." Jinyoung hanya menaikkan bahunya, tidak peduli dengan perkataan sahabatnya itu. Bambam yang melihat respon Jinyoung yang biasa saja kembali memfokuskan pandangannya ke arah televisi. Tiba-tiba, ia tersadar bahwa ada sesuatu miliknya yang hilang.

"Omong-omong, dimana makanan cemilanku? Tadi kuletakkan disini," ucap Bambam sambil melihat kesana kemari, mencari cemilan yang dicarinya.

Jinyoung menepuk perutnya. "Semuanya sudah berada di perutku," jawabnya dengan nada santai, tanpa memikirkan apa akibatnya yang akan terjadi karena dalamㅡ

Satu,

Dua,

Tiㅡ

"YA!!! PARK JINYOUNG!!!"

xXx

Park Jinyoung atau yang lebih dikenal dengan nama Jinyoung adalah seorang pria berperawakan manis yang baik hati serta ramah. Ia memiliki senyum yang indah. Senyum itu mampu membuat orang lain jatuh cinta padanya. Sikap baik hati serta ramahnya juga dapat memikat orang lain. Sikapnya yang selalu menolong orang lain membuatnya memiliki banyak teman, termasuk Bambam.

Jinyoung dan Bambam sudah lama menjalin hubungan persahabatan. Mereka dipertemukan saat di bangku sekolah menengah atas, dimana Jinyoung yang agak pendiam dan tidak memiliki teman saat itu. Bambam merasa Jinyoung sangat pemalu saat itu dan mendekati Jinyoung. Mereka pun berteman, tapi karena Jinyoung yang dulu masih pendiam, hubungan pertemanan mereka tidak terlalu dekat.

Suatu hari, Bambam melangkah menyebrangi jalan di salah satu kawasan di kota Seoul. Jinyoung yang tak sengaja melewati daerah itu melihat Bambam hendak menyebrang dan sebuah mobil bergerak kencang ke arah Bambam. Jinyoung segera berlari ke arah temannya itu dan menarik tangannya ke pinggir jalan. Tepat saat itu juga, sebuah kecelakaan terjadi tepat di depan mata mereka. Sejak saat itulah Bambam dan Jinyoung memiliki hubungan persahabatan. Dan berkat Bambam, Jinyoung dapat menunjukkan senyumannya kembali setelah beberapa tahun senyuman indah itu terkubur dan tak pernah ditunjukkan.

Tak hanya Bambam, Jinyoung juga bersahabat dengan mahasiswa dari fakultas ekonomi. Mereka bernama Choi Youngjae dan Kim Yugyeom. Hubungan persahabatan mereka juga terbilang sangat dekat. Bambam juga bersahabat dengan mereka berdua, karena sahabat Jinyoung adalah sahabat Bambam juga.

Hubungan persahabatan mereka berempat yang sangat dekat membuat mereka saling mengenal tentang sikap diri mereka. Dan pasti mereka mengetahui perbedaan Jinyoung dengan orang lain.

Ya, Jinyoung memang sedikit berbeda dari orang lain. Jinyoung tidak menyukai hal yang bernama cinta. Ia membenci cinta. Sahabat-sahabatnya sudah menanyakan apa yang membuatnya membenci hal yang kebanyakan orang membutuhkannya, tapi Jinyoung selalu menjawab bahwa ini adalah urusan pribadi dan tidak ada yang boleh mengetahuinya. Sampai sekarang, ketiga sahabat Jinyoung itu masih belum mengetahuinya. Jawabannya masih berupa tanda tanya dan jawabannya, hanya Jinyoung dan Tuhanlah yang tahu.

xXx

Suara asahan pisau terdengar di sebuah rumah mewah nan besar di kota Seoul. Seorang pria tengah mengasah pisau, membuat sisi-sisi pisau tersebut lebih tajam dari awalnya. Ia terus menggesekkan setiap sisi pisau ke permukaan batu yang datar, sampai akhirnya ia memastikan bahwa pisaunya kini telah tajam.

Pria itu menjauhkan pisaunya dari permukaan batu. Ia membolak-balikan pisaunya, melihat sisi-sisi pisau yang ia asah. Ujung pisau yang tajam memantulkan cahaya. Bisa dibayangkan setajam apa pisau itu.

Ia melempar pisau yang tajam itu ke arah dinding, tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang akan lewat.

Hap!

"Kau hampir membunuhku, Tuan Im," ucap seorang pria berbadan kekar yang berhasil menangkap pisau yang dilempar oleh seseorang yang bermarga Im.

Pria yang dipanggil Im atau yang lebih dikenal dengan nama Im Jaebum itu memutar bola matanya malas dan duduk di kursi santai di halaman belakang rumahnya yang besar. Pria berbadan kekar tadi duduk di kursi santai yang lain. Mereka hanya dipisahkan oleh meja kecil di antaranya.

"Kapan kita kembali menggunakan pistol-pistol itu lagi?" tanya pria berotot itu sambil meletakkan pisau yang ia tangkap tadi di atas meja. Jaebum menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi sambil menghela nafas. "Aku belum ingin untuk membunuh orang, Jackson."

"Polisi sedang mencari kita. Apa yang kau lakukan jika mereka benar-benar menemukan kita? Kau masih ingin menjauh?" tanya pria berotot itu yang bernama Jackson atau lebih tepatnya Jackson Wang. Jaebum hanya mengangkat bahunya, merasa tak peduli dengan pertanyaan teman karirnya itu. Jackson yang melihat respon biasa saja dari temannya itu berdecak kesal.

"Jika kita tidak menemukan mangsa lagi, kita tidak akan mendapatkan uang, Im bodoh Jaebum," ujar Jackson menambahkan kata bodoh sebagai nama tengah Jaebum. Sama dengan yang lain, Jaebum hanya menanggapinya dengan biasa saja.

"Kita punya banyak uang yang kita simpan di brankas di ruang bawah tanah, kau ingat?" jawab Jaebum sambil memandang malas sahabat karibnya itu. Jackson menepuk dahinya. Ia benar-benar lupa dengan brankas penuh uang itu.

"Ya ampun, aku benar-benar lupa dengan hal itu."

Sekali lagi, Jaebum memutar bola matanya dan bangkit dari duduknya berniat untuk pergi sambil bergumam, "Dasar bodoh."

Gumaman Jaebum terdengar oleh telinga Jackson. Jackson berdecih. "Aku memang bodoh, tapi kau lebih bodoh dalam urusan menggoda wanita."

xXx

Suara kendaraan terdengar di jalan raya di kota Seoul. Sang Matahari sudah naik lebih tinggi, memancarkan sinar terangnya. Seorang pria tengah berlari dengan tergesa-gesa karena keterlambatannya masuk ke kampus.

"Park Jinyoung, sepertinya kau sedang sial hari ini," ucap pria itu pada dirinya sendiri. Ya, pria itu adalah Jinyoung. Ia bangun kesiangan dan saat dilihat lagi, ternyata sahabatnya ㅡBambamㅡ sudah tidak ada di rumahnya. Catatan sedikit, Bambam tinggal di rumah Jinyoung.

Sumpah serapah diucapkan Jinyoung dalam hati. Lihat saja nanti, kalau sudah bertemu Bambam, Jinyoung akan memarahinya sampai Bambam minta ampun.

Bruk!

"Maafkan aku, Tuan!" sahut Jinyoung sedikit menoleh pada seseorang yang pundaknya ia senggol secara tak sengaja, kemudian ia kembali berlari menuju kampusnya dengan cepat.

Seseorang yang ditabrak Jinyoung hanya menggelengkan kepalanya dan tidak terlalu memikirkan kejadian tadi. Ia kembali melangkah menuju tempat yang ia tuju. Hm, bahkan ia tidak tahu tempat apa yang ia tuju.

Drrt.

Drrt.

Getaran ponsel membuat langkah kakinya berhenti. Pria itu merogohkan saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengerutkan dahinya ketika melihat sesuatu di layar ponselnya. Nomor tidak dikenal.

"Yeoboseyo?"

"Apa kabar, Im Jaebum-ssi," jawab seseorang dari seberang sana. Jaebum masih mengerutkan dahinya. Ia semakin bingung dengan si penelpon ini.

"Kau siapa?"

"Temui aku di cafe di daerah Gangnam, sekarang. Kalau tidak datang juga, kau akan tahu akibatnya."

Tut.

Tut.

Jaebum menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia berdecak sebal karena panggilannya diputus secara sepihak dan pertanyaannya tidak dijawab oleh seseorang disana.

Jaebum menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mencari sosok yang ia harapkan segera datang. Ia melihat jam yang melingkar di tangannya dan kembali mencari taksi, sosok yang dicarinya.

Jaebum menyipitkan matanya. Matanya yang sipit menjadi semakin sipit. Hatinya terasa lega. Ia segera menjulurkan tangannya ke depan, berusaha memanggil sang supir taksi untuk menepi. Tak lama, taksi tersebut pun berhenti di dekat tempat Jaebum berdiri. Jaebum pun segera memasuki taksi di kursi belakang.

"Kita pergi ke Gangnam," kata Jaebum pada sang supir taksi. Taksi pun segera melesat pergi ke Gangnam. Jaebum melihat jalanan dari kaca jendela. Ia hanya dapat berharap bahwa yang menelponnya bukanlah polisi.

xXx

Jinyoung berlari memasuki gerbang kampus. Hatinya gelisah. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia takut terkena hukuman karena terlambat. Terlebih lagi, dosen yang mengajar pelajaran hari ini terkenal oleh ketegasannya. Sungguh sial Jinyoung di hari ini.

Klek.

"Annyeong haseyo, maafkan aku karena terlambat. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Jinyoung sambil membungkukkan badannya sembilan puluh derajat. Ia arahkan tatapannya ke lantai, tidak berani untuk menatap kedua mata tajam milik dosennya itu.

Bunyi jangkrik terdengar krik-krik-krik. Yang terdengar hanya suara angin yang numpang lewat di kelas Jinyoung. Karena tak mendengar berbagai ocehan dosen, Jinyoung memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan menegakkan tubuhnya. Jinyoung melihat suasana kelas yang begitu sepi, tak ada seorang pun yang ada di kelas, kecuali Jinyoung. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan melihat layar ponsel. Hari apa ini?

"Oh sial, aku lupa ini hari Minggu," gumam Jinyoung setelah melihat hari dan tanggal yang tertera di layar ponselnya. Ia menutup pintu kelasnya kembali dan menghela nafas. Sudah lelah berlari-lari, tapi ternyata tidak ada jadwal kelas hari ini. Jinyoung benar-benar pikun hari ini.

Jinyoung melangkahkan kakinya menuruni tangga. Ia berniat untuk pulang kembali ke rumahnya. Ia ingin beristirahat dan mencari sosok Bambam yang membuatnya mengira bahwa ia sudah berangkat lebih dulu.

Jinyoung berjalan keluar dari gerbang besar kampus. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Aah, kenapa aku tidak memikirkan kondisi yang ramai ini? Kalau hari kerja kan keadaannya tidak terlalu ramai," monolog Jinyoung. Jinyoung melangkahkan kakinya menjauh dari gedung kampus. Ia berjalan dengan santai sambil melihat ke sekelilingnya. Tiba-tiba, ia menghentikan langkah kakinya.

"Tunggu, jika Bambam tidak ada di kampus, kemana anak itu pergi?" tanya Jinyoung pada dirinya sendiri. Ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sambil berpikir tentang sahabatnya itu.

"Ah, sudahlah. Nanti saja aku memikirkannya," katanya berniat melangkah kembali ke rumahnya. Baru selangkah dan ingin melangkahkan kakinya menuju dua langkah, perutnya menggerutu minta diisi. Jinyoung menghentikan langkahnya dan memegang perutnya itu yang belum ia isi dari tadi pagi karena terburu-buru.

"Aku lapar," gumam Jinyoung sambil memegang perut malangnya itu.

Kruyuk /anggep lah suara perut laper :v/

"Ututututu, thayang, thayang, jangan marah ya. Aku akan mengisimu dengan segera," ujar Jinyoung dengan suara khas ibu-ibu sedang menenangkan anak bayinya yang menangis. Yah, bisa dibayangkan bagaimana ekspresi Jinyoung.

Drrt.

Drrt.

Jinyoung memindahkan tangannya dari perut menuju saku celananya. Ia merogohkan saku celananya dan mengambil ponselnya yang sempat bergetar tadi.

Tada!

Mata Jinyoung dibuat berbinar-binar. Mulutnya mengembangkan senyum lebar. Hatinya berbunga-bunga. Akhirnya, keberuntungan berada di pihaknya.

"Oh Tuhan, terima kasih atas berkatmu." Jinyoung bergegas ke pinggir jalan dan mencari taksi yang akan mengantarkannya pada restoran yang sedang mengadakan paket murah meriah dengan catatan selama persediaan masih ada.

Tak lama, taksi pun datang. Jinyoung memanggil taksi tersebut dan langsung memasuki taksi itu, tentunya setelah taksi tersebut menepi.

"Ahjussi, tolong antarkan aku ke Gangnam."

xXx

"Terima kasih, Ahjussi. Hati-hati di jalan ya," kata Jinyoung setelah membayar ongkos taksi sambil melambai ke arah sang supir. Taksi tersebut segera pergi dari hadapannya. Jinyoung membalikkan badannya dan segera berjalan menuju restoran yang ia incar tadi, tapi sebelumnya ia ingin mengecek sisa uang yang ia bawa dari rumah.

Jinyoung membuka tasnya dan mengeluarkan uang yang dimilikinya untuk menghitungnya, tapi...

Grep!

"HEI, KAU! DASAR PENCOPET!" teriak Jinyoung dengan keras saat seorang pencopet mengambil uangnya secara tiba-tiba. Ia berlari mengejar pencopet itu, berusaha mengambil uangnya kembali.

Pencopet itu berlari dengan sangat cepat, membuat Jinyoung yang mengejarnya kelelahan setengah mati. Jarak antara Jinyoung dengan pencopet itu terhitung lumayan jauh. Apa kabar Jinyoung yang belum makan sejak tadi pagi?

Tiba-tiba, Jinyoung menghentikan lariannya ketika melihat seseorang berhadapan langsung dengan sang pencopet. Seseorang itu berkata sesuatu pada pencopet itu. Percakapan itu tidak bisa terdengar oleh telinga Jinyoung karena jarak mereka yang agak jauh. Jinyoung tidak mendekat. Ia takut kalau seseorang itu adalah komplotan si pencopet.

Tiba-tiba, seseorang itu memukul pipi pencopet itu dengan kepalan tangannya. Jinyoung bisa melihat memar merah bekas pukulan di pipi pencopet itu. Uhh, rasanya pasti aw sekali.

Sang pencopet menyerah dan melempar uang hasil copetannya ke seseorang yang memukulnya habis-habisan tadi. Pria itu mengambil uang milik Jinyoung dan menatap Jinyoung sebentar dengan tatapan tajamnya. Jinyoung tersadar dengan tatapan itu dan merasa semakin takut.

Jinyoung terkejut saat seseorang yang menatapnya tajam tadi melangkah mendekatinya. Jinyoung hanya bisa terdiam melihat pria yang sedang mendekatinya itu. Ia tidak peduli lagi apakah pria ini adalah pria baik atau justru lebih parah dari pencopet tadi.

Dep /suara langkah kaki :v/

"Ini milikmu kan?" tanya pria tersebut sambil menunjukkan uang milik Jinyoung yang sekarang berada di tangannya. Jinyoung menatap wajah pria itu. Sekarang, wajah itu tidak terlihat menakutkan, tetapi wajah itu dapat melembutkan hati. Tatapan tajam itu berubah menjadi tatapan lembut yang membuat orang-orang luluh seketika. Senyumannya mengembang di wajah tampannya. Dapat dipastikan bahwa pria ini adalah pria baik.

"Ah, ya. Ini milikku. Terima kasih sudah menolongku," ucap Jinyoung sambil mengambil uang itu dari tangan pria tampan itu. Pria itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Jinyoung membeku melihat senyuman itu. Perasaan hati Jinyoung terasa aneh.

"Maaf, aku ada urusan. Aku perㅡ"

"Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanya pria yang tadi menolong Jinyoung dari pencopet. Ia memotong perkataan Jinyoung sambil menahan Jinyoung pergi. Jinyoung terlihat kebingungan. Haruskah ia memberi tahu namanya pada pria yang baru ia temui ini?

"Mmm, aku Park Jinyoung." Jinyoung menjulurkan tangan kanannya ke depan sambil memandang pria di depannya dengan senyuman manis yang berani ia munculkan. Pria itu membalas jabatan tangan Jinyoung. "Aku Im Jaebum. Panggil saja Jaebum hyung karena kelihatannya aku lebih tua darimu. Salam kenal."

Jinyoung tersenyum sebentar dan melepas tautan tangan itu sambil menatap kedua mata indah milik seseorang yang ia kenal bernama Im Jaebum tadi. Oh tidak, tatapan Jaebum sukses membuat mata Jinyoung terkunci pada tatapannya.

"Eh, maaf aku harus pergi. Selamat tinggal. Semoga kita bisa bertemu lagi," kata Jinyoung sambil melangkah pergi menjauhi pria bernama Im Jaebum itu. Jinyoung terus berlari semakin jauh dari Jaebum. Ia tidak mengerti kenapa perasaannya terasa aneh saat melihat pria yang baru dikenalnya itu. Tidak seperti yang ia rasakan biasanya. Ah, entahlah. Mungkin hatinya sedang error atau... memang Jinyoung perlahan akan berubah?

"Ah, apa sih aku ini. Aish," gumam Jinyoung sambil mengacak-acak rambutnya tidak teratur. Jinyoung terus mempercepat langkah kakinya sampai akhirnya berhenti di depan pintu sebuah restoran. Jinyoung memandang banner besar yang tertampang di atas pintu restoran. Perlahan, ia melupakan pria bernama Im Jaebum itu dan tersenyum bahagia saat melihat promo dari restoran tersebut. Jinyoung langsung memasuki restoran tersebut dan mengantri di barisan pertama.

Jinyoung memasangkan sepasang earphone ke telinganya. Jarinya ia gerakkan di layar ponsel untuk memulai lagu yang ingin ia dengarkan. Sesekali, Jinyoung bersiul dan bersenandung untuk mengusir rasa bosannya. Ia masukkan ponsel serta kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. Ia menunggu gilirannya untuk memesan pesanannya.

"Silahkan maju!" seru sang pelayan. Jinyoung tersenyum lebar sambil melangkah maju. Akhirnya, gilirannya tiba.

"Aku ingin memesan menu ini dan minumannya yang ini," kata Jinyoung sambil menunjuk buku menu yang ia tujukan pada sang pelayan. Pelayan tersebut mencatat pesanan Jinyoung dan memintanya untuk menunggu sebentar.

Jinyoung kembali bersiul-siul menyanyikan sebuah lagu. Jari-jarinya ia ketuk di meja pesanan sambil menunggu pesanannya datang.

"Ini pesananmu." Sang pelayan datang sambil membawa nampan berisi pesanan Jinyoung dan meletakkannya di meja pesanan. Jinyoung memberikan beberapa uangnya kepada sang pelayan. Pelayan sekaligus kasir itu memberikan uang kembaliannya pada Jinyoung.

"Terima kasih. Selamat datang kembali." Jinyoung tersenyum sambil memasukkan uang kembaliannya ke dalam saku celananya. Ia mengambil nampan hitam tersebut dan membawanya dengan mata yang menulusuri area restoran ini, mencari tempat kosong untuk makan.

"Oh, disana!" Jinyoung segera melangkahkan kakinya menuju tempat kosong tersebut. Tempat yang berada di pojok dan di sampingnya adalah kaca yang membuat Jinyoung dapat melihat ke arah luar.

Jinyoung duduk di tempatnya dan meletakkan nampan itu di atas meja. Ia sedikit meregangkan ototnya sebelum melahap makanan yang menggoda seleranya.

Kruyuk.

"Iya, iya, aku akan mengisimu. Sabar ya," ucap Jinyoung yang ditujukan pada perutnya yang lagi-lagi menggerutu minta diisi. Jinyoung membuka bungkus nasi dan langsung melahapnya dengan rakus. Ia memakan makanan pesanannya layaknya tidak pernah makan selama setahun, padahal di rumah ia selalu makan banyak.

"Dilaporkan telah terjadi pembunuhan di distrik Sinchon semalam dengan waktu sekitar pukul dua belas lewat tiga puluh dua menit. Korban dari pembunuhan tersebut ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Entah apa maksud dari pembunuhan ini, pihak kepolisian masih menyelidikinya."

"Aish, dasar orang tidak tahu diri. Kalau mempunyai masalah tidak pelu untuk membunuh orang itu. Semakin memperbesar masalah saja," komentar Jinyoung disela aktivitas makannya ketika mendengar berita yang ia dengar dari televisi yang berada di restoran itu. Jinyoung kembali melahap nasinya dan mengalihkan pandangannya keluar sana.

"Oh, bukankah itu Jaebum hyung?" tanyanya pada dirinya sendiri saat melihat seseorang yang baru dikenalnya memasuki cafe di seberang sana. Jinyoung hanya menaikkan bahunya dan kembali memakan pesanannya.

xXx

Drrt.

Drrt.

"Hm."

"Ya? Im Jaebum-ssi! Lama sekali!"

"Aku sudah di depan cafe, tunggu sebentar."

Jaebum memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan tangannya ia julurkan untuk membuka pintu cafe. Jaebum mencari sosok yang dari tadi menelponnya. Pandangannya terhenti pada seorang pria yang melambaikan tangan padanya. Ia pun menghampiri pria yang duduk di pojok ruangan tersebut.

"Selamat pagi, Im Jaebum-ssi."

"Ah, se-selamat pagi," balas Jaebum sambil tersenyum kecil.

"Silahkan duduk." Jaebum pun terduduk di hadapan pria yang tidak dikenalnya itu.

"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan."

Pria tak dikenal tersebut langsung mengucapkan hal yang ingin ia katakan pada Jaebum dengan suara yang sangat pelan dan bervolume kecil. Kalau dilihat-lihat, sepertinya ini sangat penting dan rahasia.

Jaebum dan pria yang tidak dikenalnya itu terlalu larut dalam pembicaraan dan pemikiran mereka, sampai-sampai mereka tidak menyadari ada seseorang yang sedari tadi memata-matai mereka. Dari Jaebum menerima panggilan pertama dari pria yang tidak dikenalnya itu sampai Jaebum datang menemui pria itu di cafe ini.

Seseorang yang memata-matai mereka mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak seseorang. Setelah itu, ia mendekatkan ponselnya ke telinganya.

Tut.

Tut.

"Apa?"

"Bos, kita dalam masalah besar."

-To be continued-

Akhirnya bisa published jugaaaaa :v

Udah lama pengen dipublished, tapi ragu-ragu gituuuu.

Pake otp keduaku yang kucintai dan kusayangi setiap hariiiiiii /apaan dah/

Btw, tadinya pengen dibuat oneshot tapi kayaknya bakal kepanjangan, takut bosen. Jadi dibikin twoshot atau mungkin lebih dari 2 chap yang pasti kurang dari 10.

Vote dan commentnya kalo mau lanjut ke part 2 :) Gomawoyo😚💕.

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 192K 16
"Oh rupanya yang meretas sistem kita adalah bayi mungil ingusan?" "Brengsek. Lepaskan aku!!" "Oh tidak semudah itu babe. Sekarang, mari kita menghuku...
1.5M 181K 56
SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS!! Boyslove! BxB alias cerita Ganda Putra! Zean Kanandra, Sang Badboy yang sulit diatur bertemu dengan Ketua Osis dingin d...
2M 179K 35
• BXB • 18+ • FAM'S • ACTION • "SIAPA DIA MARK JUNG !! Kenapa kau membawanya kemari, ini akan menjadi masalah besar untuk kita maupun dirinya!!" "Sor...