Love And Rain

By GreenVii

203 47 16

"Gue dari dulu suka hujan, salah satunya karena hujan mempertemukan kita." -Gilang Ardan "Tapi, sekarang aku... More

Hujan 1
Hujan 2
Hujan 3
Hujan 4
Hujan 6
Hujan 7
Hujan 8
Hujan 9
Hujan 10
Hujan 11

Hujan 5

18 5 0
By GreenVii


😊

Bel pulang sudah berbunyi dua menit yang lalu, tapi siswa dari kelas X IA 2 masih sibuk dengan selembar kertas di meja masing-masing.

"Waktunya tinggal 5 menit lagi ya, anak-anak."

Iya. Sekarang mereka sedang ulangan. Ulangan matematika mendadak lebih tepatnya dan tentu saja tidak ada persiapan sama sekali. Uji kemampuan diri, begitu kata bu Rena tadi.

"Mampus, gue lemah kalo soal logaritma. Mana masih banyak yang kosong lagi. Gimana nih?" Racau Nada yang sibuk mencoret-coret kertas pencarinya. Tiva yang berada di sampingnya hanya bisa menoleh dan kembali berkutat dengan soal di depannya. Untung saja Tiva suka mengulang pelajaran pada waktu malam hari, jadi setidaknya dia bisa mengerjakan soal-soal ini.

"Kerjain sebisa kalian saja, ini cuma untuk latihan uji coba kemampuan. Gak masuk nilai rapor. Jadi nanti materi yang paling sedikit terjawab akan ibu bahas lagi di pertemuan selanjutnya."

"waktunya sudah habis, cepat kumpulkan ke depan." sambung bu Rena.

"Tiva, lo ke isi semua gak?" Tanya Nada kemudian setelah mengumpulkan lembaran jawabannya ke depan.

Tiva pun mengangguk. "Tapi gak yakin bakalan betul semua, soalnya gue lupa-lupa inget rumusnya." Tiva pun merapikan mejanya dan bersiap untuk pulang.

"Mending, daripada gue. Masih ada yang kosong, hahaha." ujar Nada dengan cengiran kecil. "Oiya, pulang bareng yuk..." "sampe gerbang depan sekolah, kan?" Tanya Nada dan langsung di iyakan Tiva dengan anggukan kecil.

~~~~

"Gue duluan ya Tiv, bawa sepedanya jangan kenceng-kenceng oke." ucap Nada saat telah sampai di depan gerbang. Tiva mengacungkan jempolnya dan setelah itu Nada langsung naik mobil Jazz warna putih. Mungkin itu kakaknya.

Melihat Nada yang sudah pergi, Tiva pun mulai mengayuh sepedanya dan teringat kejadian tadi pagi. Saat dia di Rooftop.

"Belum kenalan kan? Nama lo siapa?"

Melihat Tiva yang masih diam, membuat Gilang menghulurkan tangannya lebih dekat ke arah Tiva.

"Nama lo siapa?" Tanya Gilang lagi.

"Tiva" jawab Tiva.

"Kenalin, gue Gilang Ardan. Panggil Gilang aja." ucap Gilang sambil meraih tangan Tiva untuk berjabat tangan dengannya. "Nama lengkap lo apa?"

"Hm, Rativa Adinda." Tiva melepaskan jabatan tangan mereka dan Gilang langsung berdehem untuk menghilangkan rasa canggungnya.

"Lo suka hujan juga?" Gilang kembali ke posisi semula dan menatap pemandangan di sekitar sekolah yang tampak ramai karena siswa siswi yang berlalu lalang.

Tiva mengangguk. "Suka..." "tapi gue suka menikmati hujan pakai payung, gak basah-basahan." sambung Tiva dengan sedikit tekanan di kata basah-basahan. Berniat menyindir Gilang.

"Lo ngeledekin gue? Gue juga suka hujan. Caranya ya, basah-basahan. Tapikan gue kuat, gak bakalan sakit kalo cuma kena hujan." ujar Gilang membela dirinya.

"Gue gak ledekin lo, cuma ngomong aja. Ya bagus, kalau lo kuat. Jadi gak ngerepotin orang sekitar lo." Tiva membalas dengan suara datar.

Bel sudah bunyi, Tiva beranjak dari kursi dan pamitan dengan gilang. "Udah masuk, gue duluan."

Ternyata, gak cuma dia yang suka hujan. Ada orang lain yang suka hujan, tapi cara menikmati hujannya yang beda. Tiva memandang langit. Hari ini cerah, kemungkinan besar tidak akan hujan. Tiva memutuskan untuk singgah sebentar di taman komplek rumahnya. Kebetulan hari ini tiva membawa kameranya, jadi dia akan mengambil beberapa foto untuk koleksi.

Taman cukup sepi hari ini, mungkin karena panas. Jadi orang-orang malas walau sekedar duduk sebentar. Tiva tidak mempermasalahkan itu, lebih sepi lebih bagus. Dengan begitu dia bisa lebih fokus saat mengambil foto nanti.

Beberapa foto sudah diambil dan tiva memutuskan untuk duduk sebentar. Memandangi sekitar taman yang banyak di tumbuhi bunga dan ada beberapa pajangan yang menjadi khas dari taman ini. Kalau membicarakan bunga,Tiva selalu merasa bosan dan hanya bisa memutar bola matanya malas. Tiva tidak terlalu menyukai bunga. Bukan berarti dia membenci bunga, selain karena belum pernah ada yang memberinya bunga, Tiva hanya merasa bunga itu tidak terlalu menguntungkan. Hanya bisa di pandang dan setelah itu? Tentu saja terabaikan dan akhirnya layu. Jadi, kalau boleh memilih, Tiva memilih makanan atau mungkin barang yang akan bermanfaat nantinya.

Karena merasa haus, Tiva beranjak dari tempatnya. Melangkah ke arah minimarket terdekat.

"Hari ini panas banget, gue pulang aja. Capek juga kalo lama-lama disini." Tiva segera membereskan tas, mengambil kamera tadi dan mengalungkannya. Dia merasa sangat lelah hari ini, jadi saat di rumah nanti Tiva akan langsung istirahat. Mungkin itu dapat menghilangkan rasa lelahnya.

Tapi, setibanya di rumah. Ternyata bundanya telah menanti di ruang tamu dengan pakaian rapi. Bunda mau pergi kemana ya siang-siang gini?

"Kamu udah pulang nak? Abis dari taman ya? Sini duduk dulu." ucap bunda saat melihat Tiva yang baru saja pulang.

"Iya, bun." jawab Tiva.

"Kamu inget kan sekarang hari apa?"

"Sekarang? Hari selasa, bun. Kenapa emang?" Jawab Tiva seadanya karena dia sudah terlalu lelah.

"Kalau itu bunda juga tau, sekarang hari selasa. Coba kamu inget-inget dulu deh." ucap bundanya dengan mata berbinar.

Emang hari apa sih? Sekarang tanggal berapa emang? Tanggal 7, tunggu... tanggal 7 kan...

"Gimana? Udah inget?" Tanya bundanya lagi.

Tiva mengangguk. Dia ingat sekarang hari apa, tapi wajahnya berubah jadi murung saat mengingat itu semua. Sekarang adalah hari spesial di keluarganya, setiap tanggal 7 mereka akan pergi bersama-sama intinya hari mereka berkumpul bersama tanpa gangguan apapun. Entah sekedar makan atau pergi bermain. Ke pantai, puncak, kebun binatang. Kalau sedang sibuk, mereka akan berkumpul di rumah dan saling bertukar kado satu sama lain dan malamnya mereka akan makan malam bersama.

Huh, Tiva merindukan saat-saat itu. Sudah 2 tahun dia tidak melakukan itu semua, sampai-sampai dia lupa pernah melakukan itu bersama keluarganya. Tapi kenapa bundanya tiba-tiba teringat itu semua?

"Jadi, kita mau kemana dulu nih?" Tanya bundanya dengan senyum jahilnya.

"Kenapa bunda tiba-tiba ingin melakukan itu lagi?" Tiva menunduk untuk menyembunyikan air matanya yang akan keluar sebentar lagi.

"Hei, hei Tiva. Lihat bunda, kita gak mungkin kaya gini terus kan? Kita harus tetap bahagia, supaya adik-adik kamu bahagia juga. Kamu gak mau kan mereka sedih lihat kita yang terus-terusan begini? Hmm?" Ucap bundanya dengan senyum kecil yang menenangkan.

"Kamu juga taukan kalau adik-adik kamu suka banget tiap kali tanggal 7 datang? Mereka antusias banget, bahkan 2 hari sebelum tanggal 7 mereka pasti bakalan heboh buat mikirin mau kemana, kan?" Bundanya tersenyum mengingat itu semua.

"Maafin aku bunda. Gara-gara aku, kita gak bisa sama-sama kayak dulu lagi. Gara-gara kita gak bisa ngumpul lagi. Dan ayah--semua gara-gara aku bun. Maafin aku." bisik Tiva dengan sesenggukan, dia tak sanggup menahan air matanya. Ia rindu dengan ayahnya, rindu dengan adik-adiknya. Kalau saja dia tidak bertindak bodoh waktu itu, pasti mereka masih berkumpul bersama sekarang.

"Kamu gak boleh nyalahin diri kamu kayak gini nak. Bunda gak pernah menyalahkan kamu, semua adalah takdir tuhan. Kita gak bisa apa-apa kecuali ikhlas." Bunda menghela nafas dan berkata lagi. "Udah ah, kita kan mau senang-senang. Masa kamu nangis sih, ntar diliat orang malu lo."

Tiva berhenti menangis dan memeluk bundanya erat. Makasi bunda, masih sayang sama aku. Aku janji akan berubah, demi bunda. Ucap Tiva dalam hati.

~~~~

Pukul 7 malam, Tiva dan bundanya sudah sampai di rumah. Tidak banyak yang mereka lakukan, hanya bermain di Timezone sebentar dan tidak lupa singgah sebentar untuk makan di KFC. Setelahnya, mereka singgah di toko baju.

Bunda membelikan Tiva sebuah gaun separas lutut berwarna putih. Lengkap dengan flatshoes berwarna putih dihiasi pita berwarna hitam. Simple but elegant, kata bundanya. Sedangkan bundanya membeli sebuah tas jinjing berwarna soft grey, warna kesukaan bundanya.

"Bunda, Tiva ke atas dulu ya. Capek banget, kayaknya ada tugas buat besok." Tiva beranjak menuju kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Dia benar-benar lelah hari ini. Tadi siang, dia berpanas-panasan di taman. Dan baru saja dia pulang dari acara special dengan bundanya.

"Gue mau tidur bentar, hari ini lelah banget. Mana panas lagi, enakan kalau hujan. Pasti sejuk." Ujar Tiva dan tak lama kemudian dia tertidur dengan lelapnya.

20 menit setelah Tiva tertidur, hujan turun dengan derasnya. Membuat hawa sekitar jadi sejuk membuat Tiva semakin lelap dalam tidurnya.

Di tempat lain, Gilang yang melihat hujan turun langsung senang dan membiarkan hujan membasahi dirinya. Kebetulan dia sedang berada di luar sekarang. Tiba-tiba saja dia teringat dengan Tiva. Sedang apa cewek itu sekarang? Apa dia juga sedang menikmati hujan dengan payung hijaunya itu? Tapi kan sekarang sudah malam, tidak mungkin dia keluar rumah hanya untuk hujan, kan? Pikir Gilang.

Mengingat itu, membuat Gilang tak sabar menunggu hari esok, dia ingin bertemu Tiva dan mengajaknya bicara lebih banyak. Semenjak pertemuan tak resmi mereka, tidak banyak yang mereka bicarakan. Selalu terhalang oleh hal-hal yang membuat Gilang kesal sendiri.

Besok gilang akan mengajak Tiva ke rooftop. Tapi kan Gilang tidak tahu dimana kelas Tiva. Lagipula lebih dari itu semua, yang Gilang pikirkan adalah...

Apa Tiva mau?

***

Edisi 31 Maret :*

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 34.2K 44
"Sialan Dara?!" "Si bangsat Aksa?!" Setelah kedua manusia itu saling melempar umpatan, lalu hening sekejap seolah semesta bercanda mempertemukan mere...
579K 622 37
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...
433K 27.4K 33
[Dalam penulisan terdapat typo dan kekeliruan, jadi mohon maklum.] Fanfic #jesbible #mpreg Menceritakan seorang Bagas yang jadi selingkuhan dari paca...
956K 29.2K 43
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...