Sementara di lain tempat, Panji masih sibuk mendorong motornya dengan gelisah. Karena tiba-tiba saja motornya itu mogok di tengah jalan yang cukup sepi.
Sesekali dia melihat ke sekelilingnya, berharap ada taksi atau orang yang lewat. Padahal tadi dia sudah menelpon bengkel langganannya dan memesan Grab, namun Sedari tadi tidak ada tanda-tanda kendaraan melewati jalan itu.
Sungguh Panji ingin melampiaskan emosinya saat ini pada apapun. Dia berdecak dan melihat jam tangan dipergelangan tangannya.
"Anjing!" Umpat Panji kesal.
Dia menelpon kembali bengkel langganannya dan meng cancel pesanannya.
Setelah selesai, Panji mengambil kunci motornya dan menyimpan motornya begitu saja.
Persetan dengan motornya yang hilang atau bagaimana. Yang dia pikirkan sekarang adalah Hana. Dia tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk bertemu dengan Hana untuk yang terakhir kalinya.
Panji berlari dengan sekuat tenaga menuju bandara. Dan dalam hati dia berdoa semoga Tuhan masih mengijinkan dia bertemu dengan Hana.
Panji berhenti berlari dan mengatur nafasnya, setelah dia baru saja menginjakkan kakinya di bandara. Keringat membasihi sekujur tubuh nya. Dia menelan ludahnya hanya untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
"Engga! Gue engga boleh berhenti sedetikpun!" Kata Panji yang tidak mau kalah dengan rasa lelahnya.
Bertemu dengan Hana jauh lebih penting untuk sekarang ini. Panji menghembuskan nafasnya panjang dan berlari kembali mencari keberadaan Hana.
Saat ini bandara sangat ramai. Panji mengusap keringat diwajahnya. Dia berlari lagi menuju terminal lima dan mendapati Dandi dan Irfan yang sedang duduk sambil mengobrol.
"Hana mana?"
Kedua cowok itu mendongak menatap Panji. Irfan berdiri dari duduknya. Dia memeluk Panji dan menepuk pundaknya beberapa kali. Setelah itu dia melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah.
Dandi menyodorkan air mineral pada Panji. "Nih! Minum!"
"Hana mana?" Tanya Panji lagi tanpa menghiraukan perkataan Dandi.
"Lo telat, Ji." Kata Irfan.
"Maksud lo?" Tanya Panji.
"Hana udah take off." Jawab Dandi.
Panji diam mematung di tempat. Matanya menatap kosong dan nafasnya tidak beraturan.
Detik selanjutnya, Panji mundur beberapa langkah dan berlari menuju suatu tempat.
Sedangkan Dandi dan Irfan, mereka tidak mencegah kemana Panji pergi. Karena mereka tau apa yang saat ini sedang Panji rasakan.
Panji berdiri didepan jendela kaca yang sangat besar. Matanya yang sudah berkaca-kaca itu menatap sebuah pesawat yang sudah lepas landas. Matanya mengerjap pelan agar cairan bening itu tidak meluncur bebas dipipinya.
"Panji."
Panji menoleh ke sumber suara dan mendapati Nova yang sedang berjalan menghampirinya.
Gadis itu tersenyum tipis ke arah Panji, matanya terlihat sembab. Sangat jelas bahwa dia sudah menangis. Tangannya mengulurkan secarik kertas yang dilipat rapih berwarna biru.
"Dari Hana."
Panji mengambil kertas itu dan langsung membuka lipatannya. Terlihat tulisan tangan Hana yang sangat rapih.
From : Hana Putri Pratiwi.
Don't ask me why. Because I don't know what the reason. It's not that I don't care about the love you have. It's not that I don't want to see you smile.
I'm sorry, but I have to go.
And I know you'll find someone who gives you the time I didn't give to you. Someone will give you all you want. Can give you all you need.
Nice to meet you, Panji. By the way, makasih buat semua puisi yang ada di kertas biru waktu itu. Aku masih nyimpen kertas itu kok. Samakan kaya kertas yang aku kasih ke kamu.
Akhirnya satu tetes cairan bening dengan mulusnya meluncur bebas di pipi Panji. Yang sejak Dari tadi sudah dia tahan sekuat tenaga.
"Take care, Han. I love you." Lirih Panji.