Geovan terbangun dengan rasa pegal di seluruh badannya karena insiden balapan semalam. Benar-benar menguras tenaga dan pikirannya. Susah sekali membuka kedua matanya seolah-olah kelopak matanya diberi perekat.
Tenggorokannya terasa sangat kering, buru-buru ia meraih gelas berisi air putih yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya. Ia minum dengan mata masih terpejam.
Setelah menghabiskan minumannya, akhirnya ia meraih ponsel yang juga ada di nakas, mengecek notifikasi yang masuk dari media sosialnya.
Ia membuka pesan LINE dari mamanya.
Mama berangkat dulu ya, Nak. Ada pertemuan dengan pengurus yayasan pagi ini. Mama sudah menyiapkan sarapan di meja. Jangan lupa dimakan.
Ternyata tadi mamanya berbicara dari luar kamarnya hanya untuk ini? Sepertinya memang suara asli mamanya yang sayup-sayup ia dengar, bukan suara yang berasal dari dalam mimpi.
Dia mengernyitkan alis ketika melihat notifikasi chat dari grup LINE 'COGAN ADDISON' yang seperti biasa, spam berpuluh-puluh chat tidak penting dari mereka.
Geovan harus menggeser layarnya beberapa kali agar sampai pada chat pertama yang masuk di ruang obrolan grup pada hari ini.
Tristan : Geo sayaaang, kamu udah bangun apa belum?
Tristan : Leon sayaang.. Kamu juga udah bangun kan?
Danu : Gaje lo, Tan.
Tristan : Eh Danu sayang udah banguunn..
Danu : Tristan berisik anjir!
Tristan : Hehehe
Tristan : Danu sayaaang nanti jemput gue yaa.. Gue nggak ada mobil *emoticon nangis*
Danu : Emangnya gue sopir pribadi lo? Dari kemarin antar-jemput lo melulu.
Tristan : Danu kenapa jahat gitu sih sama aku? Sejak kapan kamu kayak gini mas?
Danu : Aku jijik sama kamu
Tristan : Aku juga jijik sama kamu mas!
Danu : Yaudah lo naik bus hari ini
Tristan : Ampun mas.. Kutunggu kamu di rumah ya mas! *kiss kiss*
Danu : NAJIS!
Leon : Berisik lo berdua! Mending siap-siap ke sekolah deh. Jam pertama ada ulangan matematika. Jangan sampe telat.
Geovan membaca chat panjang tersebut dengan senyuman singkat. Para sahabatnya memang bisa membuat mood pagi harinya menyenangkan.
Namun hal tersebut tak berlangsung lama ketika ia melihat jam yang ada di dinding. Pukul 06.45 WIB, itu tandanya lima belas menit lagi bel masuk berbunyi dan ulangan matematika dimulai.
"Damn!" Teriaknya sambil melompat turun dari tempat tidur.
Ia mandi secepat kilat dan memasukkan sembarang buku ke dalam tasnya. Ia harus sampai di sekolah sebelum ulangan matematika dimulai. Guru matematika Geovan adalah sahabat mamanya. Beliau adalah salah satu dari sedikit guru yang tidak takut kepada Geovan. Karena ia bersahabat dengan mamanya tentunya.
Geovan memakai seragamnya dengan asal-asalan. Bahkan kancing kemejanya ia biarkan terbuka. Lucky him, ternyata Geovan masih mendapatkan kesempatan untuk menyadari kebodohannya memakai kaos kaki. Ia memakai kaos kaki berwarna putih di kaki kanannya, sedangkan kaki kirinya sudah melekat kaos kaki berwarna hitam. Ia tidak bisa membayangkan betapa hancur reputasinya di sekolah hanya karena kaos kaki.
Setelah mengganti warna kaos kakinya dengan warna yang sama, akhirnya dia bergegas menuruni anak tangga menuju garasi. Geovan segera memakai helm full face-nya dan mulai menyalakan mesin motornya. Di situasinya saat ini, menaiki motor ke sekolah lebih efisien daripada memakai mobil.
Keramaian pagi hari di jalanan tidak menghentikan Geovan untuk mengebut. Salah satu perilaku buruk namun ia harus melakukannya demi kelangsungan hidupnya. Ia tidak ingin guru matematikanya mengadu kepada orang tuanya jika ia tidak mengikuti ulangan di kelas. Geovan tidak ingin berakhir dengan pemutusan akses dirinya terhadap mobil, motor, dan rekening tabungan oleh orang tuanya.
Dari kejauhan ia sudah melihat gerbang sekolah yang masih terbuka namun suasana sudah sepi. Ia melihat seorang pria berseragam security berjalan ke arah gerbang sekolah, bermaksud untuk menutup lalu menguncinya.
Refleks Geovan langsung membunyikan klakson panjangnya berkali-kali, membuat pria setengah baya itu terlonjak kaget dan menoleh ke arah sumber suara. Ia tetap melajukan motornya dengan kecepatan tinggi dan berharap satpam itu mengetahui bahwa murid terlambat ini adalah anak ketua pengurus yayasan di sekolah ini.
Akhirnya satpam tersebut memberi kesempatan kepada Geovan untuk masuk ke area sekolah. Ia harus berterima kasih kepada satpam itu namun tidak sekarang. Tujuannya sekarang hanyalah masuk ke kelas secepatnya.
Geovan memarkir motornya asal-asalan dan melepas helm full face-nya dengan cepat. Ia berjalan setengah berlari menuju kelasnya. Ia melirik sekilas ke arah arloji yang berada di pergelangan tangan kirinya.
Pukul 07.20 WIB. Dia mengerang kesal sambil mempercepat langkahnya. Baru kali ini ia menyesal menempati kelas yang berada di gedung belakang. Untunglah suasana kelas lain sepanjang lorong sudah sepi karena kegiatan belajar mengajar sudah mulai berlangsung, sehingga membuatnya leluasa untuk berjalan cepat menuju kelasnya.
Akhirnya ia sampai di depan ruang kelas yang bertuliskan XI IPA 2. Geovan mengatur napas dan merapikan rambutnya yang berantakan karena berlari. Kemudian ia mengetuk pintu ruang kelas dan membuka pintu. Terkunci dari dalam.
Baru saja ia hendak mengetuk kembali, namun tiba-tiba pintu terbuka dan memperlihatkan Bu Veronica yang sudah berdiri di balik pintu dengan berkacak pinggang.
"Maaf Bu, saya terlambat."
Bu Veronica menghela napas dan menoleh ke arah jam dinding yang berada di belakang kelas. Geovan mengikuti arah pandang gurunya tersebut.
"Pukul tujuh lebih dua puluh tiga menit. Kamu terlambat 23 menit kelas saya." Kata Bu Veronica dengan nada ketus.
"Saya minta maaf, Bu." Untuk yang kedua kalinya, Geovan meminta maaf yang disaksikan oleh seluruh teman sekelasnya yang mengintip dari dalam. Merupakan suatu pemandangan langka dimana Geovan yang selama ini dikenal sebagai 'Pangeran Es' tiba-tiba menjadi murid yang patuh dan bahkan meminta maaf dua kali kepada guru hanya karena terlambat masuk kelas. Biasanya ia bolos dan tidak sedikit guru yang malah mengijinkannya.
"Kamu boleh masuk setelah pukul 08.00 tepat. Saya akan memberikanmu kesempatan untuk mengikuti ulangan dengan sisa waktu yang ada sampai pukul 08.30 WIB. Mengerti?"
Semua murid yang mendengar ucapan Bu Veronica dari dalam kelas pun terkejut. Beliau menghukum Geovan dengan tidak memperbolehkannya masuk sampai jam delapan, dan menyuruh Geovan mengikuti ulangan matematika yang seharusnya sembilan puluh menit menjadi tiga puluh menit.
25 soal matematika dalam waktu 30 menit. Vianna ternganga dengan apa yang ia lihat dan ia dengar sekarang. Ia baru mengetahui jika Bu Veronica terkenal kejam jika menghadapi murid yang melanggar aturannya. Tidak peduli murid tersebut adalah ketua yayasan di sini.
Geovan harus mengerjakan dua puluh lima soal matematika hanya dalam waktu singkat. Vianna melihat kertas ulangannya. 23 menit yang ia habiskan sedari tadi hanya menghasilkan jawaban 4 nomor. Itupun ia tidak yakin jawabannya benar atau salah. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak sanggup membayangkan berapa nilai ulangan yang akan didapatkannya jika ia berada di posisi Geovan.
Setelah menunggu di luar kelas, akhirnya Geovan diperbolehkan masuk oleh Bu Veronica. Seisi kelas memperhatikan Geovan yang berjalan santai menuju ke tempat duduknya. Ia mengeluarkan alat tulisnya dan mulai mengerjakan soal yang diberikan oleh gurunya tersebut.
Tidak sedikit murid yang memandang Geovan dengan pandangan simpati, namun ada pula yang merasa bersyukur. Setidaknya mereka tidak berada di posisi Geovan.
Semua siswa melanjutkan mengerjakan ulangan tersebut. Nilai tambahan akan diberikan Bu Veronica jika ada siswa yang mengumpulkan lembar jawabannya pertama kali. Hal itu membuat seluruh siswa berlomba-lomba menyelesaikan.
Waktu menunjukkan pukul 08.25 tepat ketika terdengar derit kursi yang didorong. Semua pasang mata menoleh ke sumber suara. Disana, terlihat seorang siswa berdiri sambil memegang lembar jawabannya untuk dikumpulkan.
Semuanya terkejut melihat Geovan berjalan santai ke arah Bu Veronica. Dengan lembar jawaban ulangan yang ada di tangannya, ia menatap Bu Veronica dengan tenang. Berbeda dengan Bu Vero yang terlihat kaget.
Dua puluh lima soal matematika selesai hanya dalam waktu 25 menit. Satu soal satu menit.
"Sekarang kamu boleh istirahat di luar kelas sembari menunggu teman-temanmu. Lima menit lagi ulangan selesai." Ucapan Bu Veronica serentak membuat seisi kelas gaduh. Banyak murid yang belum selesai mengisi lembar jawabannya.
Begitu pula dengan Vianna. Seketika gadis itu panik dan heboh mengisi lembar jawabannya dengan asal-asalan. Padahal ia selalu memperhatikan jika guru menerangkan di kelas. Namun entah mengapa ia tidak pernah paham.
Ia sempat memperhatikan Geovan yang berjalan santai keluar kelas. Cowok itu membalikkan badan untuk menutup kembali pintu ruang kelas. Pandangan mereka berdua bertemu. Geovan menatap Vianna yang juga sedang menatap Geovan.
Tiba-tiba ada perasaan aneh, sesuatu yang mengganjal di dalam hati Vianna tiap kali Geovan menatapnya.
Dan Geovan merasakannya juga.
---