Bintang di Hati Langit (21 Ba...

By romanceholic

220K 19K 297

💓 Cerita Ke- 1 Bintang tak percaya, lima tahun lalu saat usianya 17 dirinya telah 'memaksa' Langit -tetangga... More

Bagian 1 : Lima Tahun Lalu
Bagian 2 : Pertemuan Kembali
Bagian 3 : Tamu Tak Diundang
Bagian 4 : Cincin
Bagian 5 : Berubah
Bagian 6 : Bicara
Bagian 7 : Negosiasi
Bagian 8 : Tak Sama Lagi (Langit Side Story)
Bagian 9 : Penyusup
Bagian 11 : Godaan (Langit Side Story)
Bagian 12 : Pernikahan
Bagian 13 : Kontrol
Bagian 14 : Jarak
Bagian 15 : Rumah
Bagian 16 : Teka-teki
Bintang di Hati Langit (Versi Baru)
Bagian 17 : Bersatu
Bagian 18 : Rahasia Langit
Bagian 19 : Ungkapan Cinta
Bagian 20 : Bintang di Hati Langit
Special : Story Trailer!!!

Bagian 10 : Bantuan

8.6K 1.1K 13
By romanceholic

Pria bebal itu benar-benar pergi. Sudah seminggu lamanya sejak pria berinisial L itu muncul dari jendela kamarnya, setelah itu ia tak pernah mendengar kabarnya lagi. Kedua orangtuanya maupun Tante Laras tak pernah mengungkit-ungkit perihal pria yang-namanya-tak-boleh-disebut di depannya. Bintang sendiri terlalu gengsi untuk sekedar bertanya tentang keberadaan pria yang telah meremukkan hatinya.

Akhir-akhir ini Bintang sering menangis tanpa sebab dan itu membuatnya kesal setengah mati. Bintang memaksa dirinya berhenti bersikap galau dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa walau dengan setengah hati.

Saat ini, Bintang tak terlalu tertarik lagi dengan aktivitas ke-rumahtangga-an atau keputrian yang selama ini dia tekuni dengan senang hati. Ia merasa trauma. Bintang memilih menutup diri hanyut dalam kegiatan melukisnya dan berdalih untuk relaksasi diri padahal nyatanya untuk melarikan diri dari rasa malu kepada orangtuanya akibat ulah seorang pria berinisial L yang -katanya- mau menikahinya tetapi malah kabur menghindarinya.

Tepat pada hari kesepuluh paska kepergian pria yang namanya enggan Bintang sebut, rupanya Mamanya yang khawatir mengirimkan bala bantuan.

"Hello Star!" Bintang mendongak dari lukisannya dan menemukan wajah tampan sepupunya yang muncul di depan pintu kamar. Bintang tersenyum menyambut.

"Hello Cloud!" Bintang balik menyapa Awan yang dua tahun lebih muda darinya.

Awan adalah anak saudara Mama Bintang yang tinggal di luar kota. Dua tahun lalu Awan memutuskan untuk kuliah di Bandung.

Pada tahun pertama kuliah, Awan tinggal di rumahnya dan itu membuat mereka menjadi sangat akrab sampai akhirnya karena tugas yang semakin banyak, Awan memutuskan untuk menyewa kamar kost yang lebih dekat ke kampusnya.

"Kudengar akhir-akhir ini kau sedang bertapa". Awan masuk ke kamarnya lalu duduk di atas tempat tidurnya dengan nyaman.

"Siapa bilang? Mama?" Tanya Bintang tanpa mengalihkan perhatiannya dari lukisan.

"Yahh.. Sepertinya dia sangat khawatir anaknya jadi autis".

"Hmmm.."

"Ada apa, Star? Kau bisa cerita padaku seperti biasa ".

Mereka terdiam dalam keheningan yang cukup lama, tawaran Awan tak ditanggapi Bintang, gadis itu sangat serius melukis. Terlalu serius malah. Membuat Awan penasaran.

"Apa sih yang kau lukis?"

"Hmmm.. Apa?" Bintang menatap Awan yang kini bangkit berjalan menuju tempatnya melukis.

"Oohh ini? Hanya lukisan abstrak".

"Omong kosong! Kau menggambar Langit! Dan ini sama sekali tidak abstrak!" Seru Awan.

Bintang terlonjak saat nama terlarang itu disebut.

"Aku tidak melukis Langit!" Bantah Bintang.

"Jangan bodoh! Lihat semua gradasi warna biru itu. Dan ini... " Awan menunjuk sosok perempuan yang ia lukis di bagian bawah kanvasnya.

"Ini sangat jelas, kau melukis seorang perempuan yang sedang terpesona menatap Langit".

Bintang mengerutkan keningnya dan mulai marah. "Sudah kubilang aku tidak melukis Langit apalagi terpesona! Aku tidak melukis dia!"

"Dia? Apakah maksudmu dia itu seseorang bernama Langit?" Tanya Awan mulai penasaran.

Sial! Bintang keceplosan. Dan Awan memang jago menebak.

Bintang bangkit berdiri menyimpan palet dan kuasnya lalu mulai berjalan bolak-balik di kamar, gelisah.

"Oooww ini pasti calon suami tetangga itu! Jadi kau sudah bertemu dengannya? Apa kau menyukainya?". Pancing Awan.

"Aku benci dia! Dan dia bukan calon suamiku lagi. Bukan urusanmu dasar menyebalkan! ". Sangkal Bintang.

Awan hanya terkekeh dan berkata, "Bintang Asri Lestari, kau jelas-jelas menyukai dia. Kau sangat mudah dibaca".

Awan bersandar pada lemari, kedua tangannya terlipat di dada. Bintang memperhatikannya beberapa saat. Awan memakai celana jeans kumal yang sobek pada bagian lututnya serta kaus putih yang pas badan.

Ini aneh, Pikir Bintang. Kenapa kaos putih yang dipakai Awan tidak memiliki efek sama seperti kaos putih yang dipakai pria bebal itu?

"Jadi apa yang sudah dia lakukan sampai membuatmu uring-uringan seperti ini? Apa dia  berbuat macam-macam? Apa kau... Telat datang bulan?" Tanya Awan blak-blakan tak tahu malu.

"Oohh kenapa semua orang berpikir aku hamil? Apa aku terlihat segampangan itu? Asal kamu tahu, dia bahkan tidak pernah menyentuhku! Tidak pernah!! Mungkin dia pikir aku memiliki penyakit menular yang mematikan" Jawab Bintang sewot bercampur curhatannya.

"Oke maaf maaf. Kau gadis terhormat yang pintar menjaga diri. Aku hanya ingin  tahu apa masalahnya? Emosimu meledak-ledak! Dan aku tak pernah melihatmu seperti ini". Kata Awan berusaha meredam amarah sepupunya ini.

"Aku tak mau membahasnya lagi!" Pungkas Bintang mengakhiri perdebatan.

Kemudian mereka berdua terdiam beberapa menit. Awan terlihat serba salah. Dan Bintang merasa bersalah karena telah menumpahkan kemarahannya pada orang yang salah. Awan hanya mencoba menghibur.

"Oh iya.. " Awan merogoh saku belakang celana jeansnya.

"Nonton aja, yuk!" Bujuk Awan sambil menyodorkan dua lembar tiket film bertema petualangan favoritnya.

Bintang tersenyum lebar, dia memang mudah disogok. Awan pun menghembuskan nafas lega.

***

Merasakan angin lembut berhembus mengenai wajahnya membuat Bintang kembali ceria. Bintang menutup matanya melingkarkan tangannya di pinggang Awan saat sepupunya itu menambah kecepatan motor - setengah- balapnya. Bintang bahkan terkikik saat Awan membelokkan motornya dan membuat posisi mereka miring ke kanan dan ke kiri.

Senyum Bintang masih tersungging saat mereka tiba di tempat parkir bawah tanah sebuah mall.

"Senang?" Tanya Awan sambil membuka helmnya. Bintang mengangguk semangat.

"Makan dulu, yuk! Lapar nih, masih ada waktu setengah jam lagi". Ajak Awan. Bintang memeriksa jam pada ponselnya lalu mengangguk setuju.

Mereka memilih sebuah restoran India yang menyediakan roti Naan dan kari daging kaya rempah kesukaan Bintang.

Bintang sangat menyukai wangi khas rempah yang selalu ia hirup saat memasuki restoran India.

"Mmmm, coba kau hirup aromanya. Wangi kan?" Kata Bintang sambil mengendus-ngendus. Awan memperhatikannya lega. Mereka duduk berhadapan, meja mereka berada di salah satu sudut.

"Yaa.. Ya.. Ya.. Terserah asal kau berhenti mengurung diri dan meratap".

"Enak saja! Aku tidak mengurung diri apalagi meratap! Aku hanya menenangkan diri". Karena kehadiran pria brengsek itu tidak membuatnya tenang, lanjut Bintang dalam hati.

"Buang kekesalanmu, Star..percuma aku menguras dompetku jika kau tetap cemberut!".

Bintang kembali menampakkan senyum terbaiknya. Hari ini ia memutuskan untuk bersenang-senang.

"Kau tahu, kau harus bayar semua traktiranku dengan menceritakan semua masalahmu".

"Kau menyogokku?"

"Aku hanya berusaha menghiburmu, Mamamu sangat khawatir dan sekarang aku malah lebih khawatir setelah melihatmu marah seperti tadi. Aku tidak ingin kau tiba-tiba gila". Kata Awan jujur, Bintang hanya mengangkat bahu dan tetap bungkam walaupun Awan terus membujuknya sampai pesanan mereka datang. Bintang sedikit lega.

Awalnya Bintang tidak menyadari apa yang terjadi. Saat ia mulai menikmati makanannya tubuhnya tiba-tiba meremang, jantungnya mulai berpacu, dan aliran darahnya menghangat.

Bintang pikir itu hanya euforia karena sudah lama Bintang tidak menikmati kuah kari berempah. Tapi lama-lama rasa tak nyaman melingkupinya, Bintang mengangkat kepala dan mulai mengedarkan pandangan ke seluruh isi restoran.

Bintang hampir menjatuhkan rotinya saat ia menemukan sepasang mata familiar memicing tajam ke arahnya.

Bintang menelan roti Naan-nya susah payah, tenggorokannya mendadak kering. Bintang buru-buru menyedot segelas mango lassi sampai habis.

Pria brengsek itu ada di sini, terhalang dua meja kosong di depannya sedang bersama seorang wanita cantik yang menggelayuti tangan kekarnya.

Bintang pura-pura tidak melihatnya dan terus makan seolah-olah dia bahagia dan kepergian pria itu sama sekali tidak mengganggunya.

Brengsek! Bahkan pria itu ternyata tidak pergi. Dia hanya menghindarinya! Pikir Bintang muak.

Apa yang tadinya begitu nikmat kini terasa hambar. Bintang kehilangan nafsu makannya. Pria itu terus menatapnya dan Bintang mati-matian menghindari tatapannya.

"Aku sudah kenyang, Cloud! Ayo pergi sebelum filmnya diputar" Desak Bintang.

Awan yang masih mengunyah hanya melongo pasrah saat Bintang menyeretnya ke meja kasir.

"Kenapa sih?" Tanya Awan, kali ini menuntut jawaban.

"Nanti aku ceritakan!" Jawab Bintang buru-buru dan dengan berani merogoh saku belakang celana Awan tempat biasa dompetnya berada. Satu-satunya yang Bintang inginkan sekarang adalah cepat pergi.

"Bintang.." Suara dingin dan dalam menyapanya sebelum ia berhasil kabur, tangannya masih terjebak di saku belakang Awan.

Bintang mendongak, pria itu kini tepat berada di belakangnya menunggu antrian untuk membayar.

"Star, sampai kapan tanganmu ada di situ. Aku sudah dapat dompetnya". Awan memutar badannya membuat tangan gadis itu seolah memeluknya.

Bintang sedang bersitatap dengan seorang pria. Ditambah ada seorang wanita cantik yang bergelayut manja di tangan si pria.

Awan langsung bisa menyimpulkan secara keseluruhan sumber kegalauan sepupu cantiknya ini dengan akurat.

Awan menatap sang pria yang memberikan tatapan membunuh padanya. Refleks Awan melepaskan Bintang dan berbalik ke meja kasir, berdoa supaya sepupu cantiknya cepat sadar tentang perasaan pria itu padanya. Pria itu bukan tandingannya dan Awan masih ingin hidup lebih lama.

Mulut Bintang hanya membuka dan menutup tanpa suara selama beberapa saat.

"Langit... " Cicit Bintang sambil merutuk dalam hati karena merasa dirinya sangat menyedihkan.

"Kita harus bicara!" Kata Langit galak.

Bintang terbelalak, apa pria ini gila?

"Bicara apa? Bukankah kita sudah selesai" Tantang Bintang setelah menemukan suaranya kembali.

Bintang mendelik ke arah wanita yang menggelayuti pria itu. Wanita itu tampak tak memedulikan sekitar dan hanya fokus pada ponsel pintarnya.

"Selesai apanya? Kita bahkan belum mulai". Bentak Langit, tatapannya nyalang membuat Bintang memilih segera menarik tangan Awan dan sekali lagi menyeretnya pergi.

_____

Semangat! Penulis butuh merenung untuk memikirkan adegan berikutnya... 😁 😁

Keep reading, readers..

Continue Reading

You'll Also Like

785K 3.4K 12
Hts dengan om-om? bukan hanya sekedar chatan pada malam hari, namun mereka sampai tinggal bersama tanpa ada hubungan yang jelas. 🔛🔝 my storys by m...
2.4M 108K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
100K 7.2K 25
"Sayangnya, aku tak berminat kepadamu!" - Keita Sato "Laki-laki itu seperti monster berwajah manusia." - Himeka Keinan Keita Sato adalah pemuda Jepa...
6.1K 918 10
Just ordinary story in the office.