Pendekar Wanita Penyebar Bung...

By JadeLiong

21.8K 386 13

Sin Cu segera mengenali orang yang memaksa Siauw Houwcu minum arak pengantin. Dia mengenakan pakaian orang Bi... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53

Jilid 9

498 10 0
By JadeLiong

Walaupun mengerti ilmu Pie-kie-hu-hiat (Menutup hawa melindungi jalan darah), tenaga dalam Hoan Eng belum mencapai puncaknya. Maka itu, begitu pinggangnya terkena totokan, tenaga lengannya segera berkurang. 

Ia mengetahui, bahwa tenaganya tidak cukup untuk menyambut golok musuh yang beratnya kira-kira lima puluh kati. Akan tetapi, lantaran tiada jalan lain, apa boleh buat ia mengangkat Biantoo untuk menyambut. 

"Matilah aku!" ia mengeluh.

Tapi, pada detik Biantoo dan golok besar hampir beradu, tak diduga-duga Wiesu itu mengeluarkan teriakan kesakitan dan goloknya terpental dari tangannya. Dan secara kebetulan sekali, golok yang terpental itu menghantam Lian-cu-tui dan, berbareng dengan satu suara keras, bandringan itupun jatuh ke bawah genteng.

Satu suara tertawa nyaring yang sangat merdu tiba-tiba terdengar. Hoan Eng mengawasi dan mendapat kenyataan, bahwa bayangan putih yang barusan berkelebat di wuwungan seberang adalah seorang pemuda. 

Di lain saat, pemuda itu mengayun tangannya dan belasan Kim-hoa (Bunga emas) yang berkredep melesat ke tengah-tengah udara yang gelap itu. Para Wiesu tak pernah mengimpi, bahwa dalam dunia terdapat senjata rahasia yang begitu liehay. 

Siapa juga yang kelanggar bunga emas itu, badannya lantas lemas dan roboh di atas genteng. Dalam tempo sekejap, sebagian besar dari belasan Wiesu yang mengurung sudah pada rebah tanpa berkutik. 

Bunga emas itu ternyata tak membedakan kawan atau lawan. Satu antaranya menyambar lengan Hoan Eng dan tangan kanannya lantas saja tak dapat digunakan lagi.

"Lekas panggil Yo-thayjin!" berseru Wiesu yang bersenjata Poan-koan-pit. Baru habis ia berseru begitu, sekuntum bunga menyambar dan ia rubuh sesudah sempoyongan beberapa tindak.

Hoan Eng tak berani berlaku ayal. Sambil memindahkan goloknya ke tangan kiri, ia menarik napas dalam-dalam dan lalu kabur dengan menggunakan ilmu entengkan badan. Sesudah melewati dua wuwungan, ia menoleh ke belakang.

Di atas genteng kelihatan dua bayangan yang sedang ubar-ubaran dan satu antaranya adalah si pemuda, pemuda penyebar Kim-hoa.

Dalam tempo sekejap, mereka sudah menghilang ke jurusan utara barat.

Hoan Eng berdiam sejenak sambil mengingat-ingat. Tertawa yang nyaring, gerakan yang bagaikan kilat... ah, ia sekarang ingat! Pemuda itu bukan lain dari pada si anak sekolah berkuda putih yang telah mempermainkan Siauw-houw-cu!

Saat itu, ratusan obor sudah dipasang terang-terang, sedang di atas genteng kelihatan berlari-lari puluhan orang, beberapa antaranya sudah memburu ke arahnya. Hoan Eng menghela napas. Dengan lengan mendapat luka dan kepandaian yang masih sangat rendah, ia tahu tak akan dapat berbuat apa-apa.

"Ah, biarlah tugas menolong Kokloo aku serahkan kepada si pemuda penyebar bunga," katanya di dalam hati dan lain kabur dengan menggunakan ilmu entengkan badan Liok-tee-hui-teng (Terbang di atas bumi).

Ia tiba di rumah penginapan pada jam empat pagi. Ia membuka bajunya dan untung, lukanya hanya luka di luar. Baru saja memakai obat luka, tiba-tiba kepalanya puyeng dan matanya berkunang-kunang, lalu rubuh di atas pembaringan.

Tak tahu sudah lewat berapa lama, barulah Hoan Eng sadar dari pingsannya. Ia membuka mata dan melihat api lampu yang kelak-kelik. Di lain saat, ia terkesiap sebab Tiam-siauw-jie (pelayan) dengan mengenakan pakaian berkabung, sedang berdiri di kepala ranjang sambil mengucurkan air mata.

"Eh, aku toh belum mati! Kenapa kau menangis?" ia menanya.

"Ie-thayjin..." sahutnya. "Ie-thayjin sudah pulang ke alam baka!"

"Apa benar?" Hoan Eng berseru, matanya dibuka lebar-lebar.

"Pagi ini beliau berpulang," sahut si pelayan sambil manggutkan kepalanya. "Seluruh penduduk Pakkhia, kecuali kawanan menteri bangsat, berkabung semuanya!"

Dengan satu teriakan menyayatkan hati, Hoan Eng kembali pingsan!Setelah sadar, si pelayan ternyata masih duduk di kepala ranjang.

"Jam berapa ini?" menanya Hoan Eng.

"Kau pingsan sehari dan setengah malam," jawabnya. "Ini adalah malam hari kedua."

Hati Hoan Eng seperti diiris-iris. Ia tak nyana, bahwa kaisar bebodoran itu berani mengambil jiwa Ie Kiam, seorang menteri utama yang sudah menolong kerajaan Beng dari kemusnahan.

"Hoan-giesu (ksatria)," kata si pelayan. "Bagaimana kau rasakan? Jika bisa jalan, baik kau segera meninggalkan kota raja ini."

Mendengar si pelayan memanggil ia "Giesu", Hoan Eng terkejut. 

"Apa kau kata?" ia menanya.

"Giesu, jangan kau berkuatir," sahutnya. "Kemarin malam, ketika kau pulang, golokmu masih bernoda darah."

Berita tentang percobaan membongkar penjara pada malamnya, sudah tersiar luas pada besok paginya. Melihat pingsannya Hoan Eng dan goloknya yang bernoda darah, ditambah dengan pertanyaannya mengenai Ie Kiam pada siang harinya, si pelayan lantas saja menduga, bahwa tetamunya itu adalah orang yang sudah menyatroni penjara. Ia segera minta pertolongan seorang tabib yang dapat dipercaya, guna memeriksa keadaan Hoan Eng. Tapi Hoan Eng hanya mendapat luka di luar yang tidak berbahaya. Bahwa ia pingsan begitu lama, adalah lantaran kelelahannya yang melewati batas. 

Sesudah mengaso sehari dan setengah malam, keadaannya segera pulih kembali.

Hoan Eng segera mengambil goloknya yang lantas dibersihkan dari segala tanda-tanda darah.

"Hm!" ia menggerendeng. "Sungguh sayang aku tak dapat mampuskan lebih banyak manusia jahat."

"Giesu," berbisik si pelayan. "Hebat benar desas-desus di luaran. Katanya, segala orang yang mempunyai hubungan dengan Ie-kokloo sudah ditangkap. Giesu, lebih baik kau menyingkirkan diri."

Hoan Eng menghela papas sambil mengusap-usap Biantoo. 

"Dengan membikin ribut di penjara, sebaliknya dari menolong, aku sudah mempercepat kebinasaannya Ie-kokloo," katanya. "Ah, apa guna aku hidup lebih lama lagi!"

"Giesu tak boleh berpikir begitu," kata pula si pelayan. "Matinya satu ksatria berarti negara kehilangan satu tenaga berharga. Ie-kokloo yang sudah meninggal dunia, tak akan bisa hidup lagi. Giesu yang masih hidup, haruslah menjaga diri baik-baik."

Mendengar kata-kata si pelayan, Hoan Eng jadi kaget. 

"Siapa kau?" ia menanya.

"Aku hanya satu pelayan rendah dari rumah penginapan ini," jawabnya.

Lagi-lagi si Brewok menarik napas. 

"Ah! Dalam dewan kerajaan hanya berjajar kawanan penjilat, sebaliknya di antara rakyat jelata, orang masih dapat menemukan ksatria-ksatria sejati," katanya. 

Sesudah berdiam beberapa saat, ia menanya: "Apa jenazah Ie-kokloo sudah dirawat?"

"Menurut katanya orang, Hongsiang sudah perintah Tan Kui merawat jenazah Ie-kokloo, tapi kepalanya masih terpancer di pintu kota sebelah timur," menerangkan si pelayan.

Hoan Eng berjingkrak sambil mengeluarkan teriakan keras. Kedua matanya terputar dan badannya gemetar, saking gusarnya.

"Berikan aku sedikit makanan," ia memerintah.

Si pelayan segera berjalan keluar dan balik dengan membawa sekati arak putih dan dua kati daging sapi. Tanpa berkata suatu apa, Hoan Eng sapu bersih makanan itu dan kemudian lalu membayar uang sewa kamar dan makanan.

"Terima kasih untuk segala budi kebaikanmu, harap saja di lain hari kita akan dapat bertemu pula," kata ia sembari membuka jendela dan di lain saat, ia sudah menghilang di antara gelapnya sang malam.

Dengan menggunakan ilmu entengkan badan, Hoan Eng menuju ke pintu kota sebelah timur. Malam itu adalah malam yang gelap, sang rembulan yang melengkung bagaikan alisnya seorang gadis, hanya memberi penerangan remang-remang. Hoan Eng dongakkan kepalanya. Ia melihat, di atas tembok kota berdiri sebatang tihang bendera dan di ujung tihang tergantung serupa benda bundar yang bentuknya seperti kepala manusia.

Hoan Eng tak dapat mempertahankan dirinya lagi. Ia lantas menangis tersedu-sedu. Tanpa memperdulikan segala bahaya yang mengancam, sekali mengenjot badan ia sudah hinggap di atas tembok dan lalu menyabet tihang bendera itu dengan goloknya.

Digantungnya kepala Ie Kiam di atas pintu kota, merupakan satu jebakan yang dipasang oleh Kie Tin yang kejam. Maka itu, manalah Hoan Eng bisa gampang-gampang mencapai maksudnya. 

Baru saja ia mengangkat golok, berbareng dengan suara tertawa dingin, dua bayangan hitam sudah menerjang dari tempat gelap. Hoan Eng meloncat tinggi untuk menghindari sepasang Kau-tiam-khio (tombak yang ada gaetannya), sedang goloknya memapas ke bawah untuk menyampok sambarannya sebatang tongkat besi.

"Ha-ha!" tertawa seorang lawannya. "Tepat sekali perhitungannya Yo-thayjin. Satu kodok buduk bau sudah masuk ke dalam jaring!"

Bukan main gusarnya Hoan Eng. Dengan gerakan Pek-ho-liang-cie (Bango putih mementang sayap), ia mengirim dua bacokan hebat.

"Bagus benar golokmu!" berkata orang yang bersenjata Kauw-liam-khio. "Aku ampuni jiwamu, jika kau menyerahkan golokmu dan menakluk."

"Kau mau golok?" membentak Hoan Eng. "Ini!" 

Ia membacok dengan sepenuh tenaga, sehingga lawannya terpaksa menggulingkan diri.Dengan mengandalkan senjatanya yang berat, orang yang bersenjata tongkat besi segera maju menerjang. Tapi, begitu kedua senjata kebentrok, tangannya kesemutan dan hampir-hampir tongkatnya terlepas. 

Hoan Eng mendesak, sambil menendang.Mendadak, betisnya sakit luar biasa. Ternyata, Siewie yang barusan menggulingkan diri, sudah menggait betisnya dengan Kauw-liam khio.Pada saat yang sangat berbahaya, tanpa memperdulikan keselamatannya lagi, Hoan Eng mengenjot badannya, sembari memapas dengan goloknya. 

Orang yang menggait tidak menduga, bahwa Hoan Eng masih dapat mengirim serangan membalas yang begitu hebat, dalam bingungnya, ia melepaskan senjatanya dan menggulingkan diri. Sambil merapatkan gigi, Hoan Eng mencabut Kauw-liam-khio itu dari betisnya dan lantas ditimpukkan ke arah Siewie yang bersenjata tongkat. Siewie itu berkelit dan Kauw-liam-khio membentur tembok, akan kemudian jatuh ke bawah.

Melihat musuhnya berkelahi seperti harimau edan, Siewie yang bersenjata tongkat, jadi merasa gentar.

"Masa kau takut kodok buduk pincang!" berseru kawannya yang bersenjata Kauw-liam-khio. "Tempel pundak dan hantam padanya!" 

Walaupun sudah kehilangan sebelah senjatanya, tapi serangan Siewie itu tak berkurang hebatnya. Sesudah mendapat bantuan semangat dari kawannya. Siewie yang bersenjata tongkat besi jadi lebih mantap hatinya dan ia pun segera menyerang secara dahsyat. Dikepung secara begitu, Hoan Eng yang sudah terluka, lambat laun jatuh di bawah angin.

Hoan Eng berkelahi dengan mata merah. Sesudah lewat beberapa jurus lagi, ia sengaja membuka satu lowongan untuk memancing musuhnya. Sembari tertawa menyeramkan, Siewie yang bersenjata Kauw-liam-khio segera menyodok dada Hoan Eng. 

Bagaikan kilat, Hoan Eng mengegos dan, dibarengi dengan bentakan keras, ia membacok sekuat tenaga. 

"Trang!", suara beradunya senjata memecah kesunyian malam. Siewie itu terkesiap. Ternyata ujung Kauw-liam-khio melengkung, sedang tangannya berdarah! Tapi ia pun bukan orang sembarangan, sebab, meskipun dihantam begitu keras, senjatanya masih tetap tercekal dalam tangannya.

Hoan Eng menggeram bagaikan harimau terluka dan segera menerjang pula. Sekonyong-konyong dari tempat gelap, di bawah tihang bendera, meloncat keluar seorang lain.

"Manusia tolol!" ia membentak. "Kodok buduk pincang saja kau orang tak mampu bereskan. Mundur!"

Hoan Eng mengawasi. Musuh itu mengenakan seragam perwira Gie-lim-kun dan tangannya menyekal sebilah golok melengkung, model golok Arab.

Tiba-tiba ia merandek dan berkata: "Eh! Biantoo Thio Hong Hu cara bagaimana bisa berada dalam tanganmu?"

"Thio Hong Hu pinjamkan senjatanya kepadaku dan perintah aku ambil jiwamu!" jawabnya, sembari membacok.

Perwira itu bukan main gusarnya. 

"Kebinasaan sudah berada depan matamu, kau masih berani ngaco belo!" ia berseru.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Hoan Eng segera menyerang dengan seru. Beruntun-runtun ia mengirim bacokan-bacokan yang membinasakan, tapi semuanya dengan gampang sudah dipunahkan oleh lawannya.

"Kalau tidak diberi sedikit hajaran, kau tak tahu liehaynya Tonghong Lok," kata perwira itu dengan suara dingin.

Dengan penuh amarah, Hoan Eng mengerahkan tenaga dalamnya dan lalu membacok sekuat tenaga. Secara tenang, Tonghong Lok mengangkat goloknya untuk menyambut golok musuh. Tenaganya Hoan Eng luar biasa besar dan dalam perhitungannya, bacokannya yang hebat itu tak akan dapat disambut oleh musuhnya. 

Tapi tak dinyana, begitu kedua golok kebentrok, goloknya Tonghong Lok terus menempel kepada Biantoo.Hoan Eng terkesiap. Tonghong Lok tertawa berkakakan, sedang goloknya yang dibulang-balingkan ke kiri kanan terus "mengikat" Biantoo, Hoan Eng yang belum mahir dalam ilmu silat golok, tak mengetahui cara bagaimana harus melepaskan goloknya dari "ikatan" itu.

Mau tak mau, goloknya terus mengikuti golok musuh berputar-putar dan, dalam sekejap, kedua matanya sudah-sudah berkunang-kunang.

Dalam bingungnya, secara mendadak Hoan Eng menendang dua kali beruntun dengan kaki kanan dan kiri, dan berbareng dengan itu, tangan kirinya membabat musuh. Senjata yang biasa digunakan Hoan Eng adalah kampak dan pukulan tersebut, yang membabat bagaikan babatan kampak adalah pukulan simpanannya, sedang tendangannya yang barusan adalah Lian-hoan-tui (Tendangan berantai) yang sangat hebat.

Tonghong Lok terkejut, ia tak menduga lawannya mempunyai "bekalan" yang serupa itu. Tonghong Lok adalah Hu-tong-leng Gie-lim-kun, yaitu pembantunya Liok Tian Peng yang telah dibinasakan oleh Thio Hong Hu. 

Walaupun pangkatnya lebih rendah setingkat, tapi kepandaiannya kira-kira setanding dengan Liok Tian Peng dan berada jauh di atas Hoan Eng.Untuk menyambut serangan Hoan Eng, sebenarnya ia dapat menggunakan tipu Beng-tek-hian-to (Beng-tek mempersembahkan golok), yaitu membalik tangannya dan menyabet lehernya musuh. 

Akan tetapi, jika ia menggunakan tipu tersebut, Hoan Eng pasti akan binasa. Ia bengong sejenak dan lalu berkelit ke samping.Dengan berlaku begitu, bukan sekali-kali Tonghong Lok merasa kasihan atau sengaja mengampuni Hoan Eng. Yang menjadi sebab adalah golok Biantoo. Ia mengetahui, bahwa Biantoo adalah miliknya Thio Hong Hu yang tidak nanti meminjamkan golok mustikanya kepada orang lain. 

Kemungkinan satu-satunya ialah Hong Hu sudah binasa dan golok itu jatuh ke dalam tangannya Hoan Eng. Perginya Liok Tian Peng guna mencari Hong Hu, tentu saja diketahui oleh Tonghong Lok. Maka itu, demikian ia memikir, jika Hong Hu sudah binasa, golok itu tentulah jatuh ke dalam tangannya Liok Tian Peng. Tapi kenapa Biantoo sekarang berada di tangannya si Brewok?

Ia memang sedang bercuriga, kenapa sampai sekarang Liok Tian Peng belum juga balik ke kota raja. Apa ia celaka? Dalam kesangsiannya itu, Tonghong Lok segera mengambil putusan untuk menangkap Hoan Eng hidup-hidup guna mengorek keterangan dari mulutnya.

Akan tetapi, dengan berkelahi secara nekat, tidaklah gampang-gampang Hoan Eng dapat ditawan. Sesudah bertempur kurang lebih dua puluh jurus, Tonghong Lok berhasil menggores pundak lawannya dengan goloknya dan berbareng dengan itu, tendangannya mengenakan jitu lutut Hoan Eng. Sembari berteriak, Hoan Eng segera menggulingkan diri.

"Bekuk padanya!" Tonghong Lok memintah kedua Wiesu tadi.

Akan tetapi, sebelum mereka bergerak, satu suara nyaring yang luar biasa hebat, mendadak terdengar. Suara itu ternyata disebabkan oleh seorang yang gerakannya cepat bagaikan kilat. Begitu munculkan diri, dengan beberapa loncatan saja, ia sudah berada di atas tembok, dan dengan sekali menghantam dengan toyanya, tihang bendera patah dua dengan mengeluarkan suara yang sangat nyaring itu.

Tihang bendera itu dibuat dari tembaga murni yang tak akan dapat diputuskan dengan bacokan kampak atau golok. Bahwa dengan sekali hantam saja, orang itu dapat merobohkan tihang tersebut, dapatlah dibayangkan berapa besar tenaga dalamnya!

Dua Wiesu yang hendak membekuk Hoan Eng, telah dibikin kesima oleh suara itu, dan tanpa sia-siakan kesempatan baik, dengan gerakan Lee-hie-ta-teng (Ikan gabus meletik), Hoan Eng loncat bangun sembari mengayun golok. Tapi, ia terkejut bukan main oleh karena pundaknya, yang barusan kena digores, sakit luar biasa dan lengannya tidak menurut kemauannya lagi.Sesaat itu, Wiesu yang bersenjata Kauw-liam-khio dan tongkat besi sudah menerjang padanya. 

Dengan sebelah lengan yang baru sembuh dari lukanya dan lengan lain tak dapat digerakkan lagi, Hoan Eng mengawasi menyambarnya senjata musuh dengan hati mencelos dan menduga, bahwa sekali itu, ia tak akan lolos pula dari kebinasaan.

Akan tetapi, di luar segala dugaan, pada detik yang sangat berbahaya, kedua Wiesu itu mendadak mengeluarkan jeritan dan rubuh di atas genteng. Di lain saat, Hoan Eng dapat kenyataan, bahwa Tonghong Lok sudah bertempur seru dengan seorang bertopeng di kaki tihang bendera.

Hoan Eng heran berbareng kagum. 

"Siapa ia?" ia menanya dirinya sendiri. "Cara bagaimana, dari situ senjata rahasianya masih dapat melukakan musuh?"

Harus diketahui, bahwa jarak antara Hoan Eng dan tihang bendera, paling sedikit ada empat tombak. Ia sungguh tidak mengerti, dari jarak begitu jauh, cara bagaimana orang itu masih dapat membinasakan kedua Wiesu dengan senjata rahasianya! 

Selain daripada itu, dalam pertempuran antara jago dan jago, masing-masing pihak tidak dapat memecah perhatiannya ke tempat lain. Maka itu, ia jadi lebih-lebih merasa kagum, cara bagaimana, sedang dirinya sendiri tengah dikurung oleh sinar golok Tonghong Lok, orang itu masih dapat melepaskan senjata rahasia yang menyambarnya begitu jitu!

Mendadak saja semangat Hoan Eng terbangun. Ia memindahkan Biantoo dari tangan kanan ke tangan kiri dan berniat lantas menyerbu ke gelanggang pertempuran.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 58.2K 55
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
35K 1.5K 20
ini bukan bl yaww‼️ albara kalandra bocah yang memiliki wajah imut, cantik, dan tampan secara bersamaan. entah keberuntungan apa yang bara dapatkan...
27K 2.4K 13
'Choi Beomgyu' || Siapa yang tidak mengenal salah satu member boygroup asal Korea yaitu Tomorrow X Together? Salah satu member yang memegang posisi...
KING [End] By RYU

General Fiction

5.9M 294K 55
Queenaya Rinjani harus membayar hutang sang ayah kepada seorang CEO sekaligus seorang pemimpin mafia, dengan ikut bersamanya. Apakah Naya bisa bertah...