DIHARAPKAN UNTUK MEMBERIKAN VOTE DAN KOMENTAR DI SETIAP CHAPTER KARENA NGGA ADA TARGET UNTUK NEXT PART🙂
NGGA SULIT BUKAN?
YANG NGGA PERNAH VOTE DAN KOMEN NTAR NGGA DAPET COGAN IDAMAN LOH😔🖖🏻
PEMBACA YANG BAIK ADALAH YANG MEMBACA CERITA SAMPAI ENDING DAN MENGHARGAI HASIL KERJA KERAS AUTHORNYA-♡
°°°
Jika cinta adalah suatu kebahagian, lantas mengapa harus ada kesedihan dalam hubungan yang di dasari oleh cinta?
—Regret
***
Kotak persegi berwarna biru motif Doraemon menjadi objek fokusnya. Pikirannya melayang dengan berbagai macam pertanyaan apa alasan seseorang itu tiba-tiba bersikap baik kepadanya.
Sejak lima belas menit yang lalu, ketiga teman Arven itu sudah jengah melihat Arven yang terus saja memandangi kotak makan seperti sesuatu kemustahilan dan barang langka. Sekarang ini, Liones anggota inti sedang berada di rooftop. Apalagi kalau bukan untuk membolos.
"Kalau nggak mau mending buat gue aja deh Ven!" Arven menepis tangan Jovin yang berniat akan mengambil kotak makannya.
"Dasar labil. Pake acara malu-malu kucing segala," cibir Jovin.
"Bacot diem deh!"
"Maksudnya Deera ngucapin makasih buat lo itu apa Ven?" tanya Nizar kepo.
"Es krim."
"Terus?"
"Kemarin kan gue traktir dia es krim di de lavogne ice, mungkin karena itu sih." Arven memutuskan untuk memakan nasi goreng pemberian Deera karna lapar.
Ketiga teman Arven membelakakkan matanya tidak percaya. Jelas mereka tau tempat itu yang hanya bisa dikunjungi untuk kalangan elit. Berbagai macam ice cream dan dessert varian rasa tersedia di tempat itu yang harganya pun juga sama mewahnya.
Mereka saja tidak pernah diajak Arven ke situ, bagaimana bisa Arven mengajak Deera yang notabenya baru beberapa saat masuk dalam hidup Arven?! Sebagai sahabat, jelas mereka cemburu.
"Lo nggak gila kan Ven?"
"Lo masih waras kan?"
"Otak lo masih di kepala kan? Atau udah pindah di dengkul?"
"Apa jangan-jangan lo kena guna-guna ya Ven? Ngaku lo! Entar gue bawa ke ustad buat rukyah deh. Janji Ven! Asal lo sembuh."
"Kalian kenapa sih?! Gaje banget sumpah." Arven kesal sedari kemarin ia terus dikatai gila dan tidak waras. Emang letak kesalahannya dimana sih sampai-sampai ia dikatai seperti itu?!
"LO BILANG KENAPA HAH?!" ucap Jovin dan Nizar secara bersamaan. Lagi-lagi, Arven dibuat kesal dan menutup telinganya yang terasa berdengung karena teriakan super maksimal macam toa masjid.
"LO MIKIR NGGAK SIH VEN?! ITU TUH MAHAL! KITA AJA NGGAK PERNAH LO AJAK KE SANA MASA SI CEWEK ITU LO BAWA KE SANA?!" Baiknya Arven, memang tidak tanggung-tanggung. Terlalu royal, membuat mereka takut Arven hanya dimanfaatkan.
"Dia punya nama kali!" Arven memasukkan satu suapan nasi goreng terakhirnya. Rasa nasi gorengnya sama seperti kemarin. Pas, dan tidak ada kurangnya. Meskipun tampilannya absurd, tapi Arven menyukainya.
"JAWAB AJA ELAH! JANGAN BACOT!"
"Kok ngegas sih?!" decak Arven tidak terima. Yah suka-suka dia dong. Uang juga uangnya bukan?
"Ya habisnya lo nyebelin!"
"Udah deh jangan kayak cewe! Lo sendiri kan yang kemarin bilang gitu. Deera suka makanan manis, traktir aja dia es krim. Gitu kan lo bilangnya?!" protes Arven tidak terima disalahkan.
"Ya tapikan nggak harus ...."
"Ngga usah dibahas lagi." Arven menutup kotak makannya dan melangkah pergi dari area rooftop. Namun belum sepenuhnya Arven pergi, suara Nizar kembali bergema.
"Kemana Ven?"
"Kantin beli minum." Setelahnya, Arven benar-benar pergi yang mungkin saja dalam keadaan badmood.
"Kalian sadar sesuatu nggak sih?" tanya Kenzo dengan tatapan seriusnya.
"Sadar apa? Sadar kalau Arven gila? Iya dia emang udah gila!" decak Jovin, masih merasa kesal dan jujurly iri terhadap Deera.
Kenzo menggeplak kepala Jovin keras, membuat sang empunya mengaduh kesakitan.
"Ngga usah cemburu kalau lo ngga mau dikatain homo!" Jovin mendengus sebal dengan ucapan Kenzo.
"Udah deh. Jadi gimana Zo?" tanya Nizar penasaran.
"Lupain aja," balas Kenzo malas.
🍂🍂🍂
"Bang, gimana acara hari minggu ini? Mau dicancel aja atau dilanjut?" tanya Arfa— salah satu anggota club Liones yang masih kelas sepuluh.
Nizar menyahuti. "Kalau dicancel kita yang rugi. Misal dilanjut, gue nggak yakin Arven bakalan bisa secara-kan, sepedanya dia lagi masuk IGD."
"Hah gimana bisa? Emang ngapain di rumah sakit segala?" heran Baim dengan wajah cengonya.
"Buset, kalau ngga ganteng minimal ngga lola lah," cibir Jovin.
"Sebaiknya anda berkaca diri."
Arven terkekeh pelan. "Sepeda gue rusak, lagi masa perbaikan di bengkel. Bisa aja sih gue beli lagi, cuma males. Sedang menunggu pertanggung jawaban dari pelaku tepatnya."
Saat ini, anggota club Liones memang tengah berkumpul di cafe depan sekolah selepas jam sekolah mereka berakhir. Tepatnya berada di lantai dua. Markas abadi anak-anak Liones selain djuguran kanjeng belakang sekolah. Di cafe ini, mereka bebas melakukan apa saja karna memang lantai dua hanya dikhususkan untuk mereka. Terlebih, pemilik cafe ini itu adalah Kenzo Julian.
"Perasaan sepeda lo ngga cuma satu deh Ven," ucap Jovin mengernyitkan dahinya berfikir.
"Modus pedekete say," timpal Nizar santai.
"Seriusan Ven?" Yoga yang tengah menyeduh pop mie, melebarkan matanya terkejut. Secara kan, ketua mereka itu tidak pernah terlihat mendekati seorang gadis.
"Nizar dipercaya, musrik Ga."
"Yah padahal udah excited loh saya dengernya." Hamzah terkekeh. Adik kelas yang satu itu memang terkenal sopan dengan siapa pun.
Kalian pasti bingung bukan kenapa adik kelas sudah bergabung dengan club itu padahal baru beberapa hari mereka sekolah? Jawabannya karena club Liones sudah dibentuk sejak mereka semua SMP yang tidak lain masih satu kawasan dengan SMA GLOBAL.
Untuk tahun sekarang, club itu terdiri dari sekitar lima puluh anggota dan belum berniat untuk membuka pendaftaran lagi. Kata Arven sih karna tidak ingin ribet, jadi nunggu Arven lulus dulu baru nanti diserahkan kepada anggota dibawahnya. Karna jika dibuka, sudah dipastikan sebanyak apa pendaftarnya. Baik untuk yang benar-benar berminat, atau hanya ingin pansos saja.
"Lanjut aja Fa, sekalian touring lagi kaya bulan lalu," ucap Arven menjawab pertanyaan Arfa tadi.
"Oh iya, nanti malem gue mau futsal jadi ngga bisa kumpul dulu," lanjut Arven.
"Siap bang, gue kabarin dulu ke yang lain." Arfa mengacungkan jempolnya, mengetikkan pesan di grup untuk mengabari anggota yang lain. Karna perkumpulan ini, belum semua anggota Liones turut hadir.
"Zo, lo tau ngga rasa carramel machiato itu gimana?"
Kenzo menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Kata orang sih enak, gimana kalau kita coba buktiin bener atau engga?" Jovin melebarkan matanya sumringah.
"Kita perlu tes rasa Zo buat membuktikan hipotesis itu bener atau engga."
"Gaya lo hipotesis, bilang aja minta traktir Kenzo!" tembak Nizar tepat sasaran. Jovin menatapnya tajam, sobatnya yang satu itu emang hobi sekali menggagalkan rencananya.
"Shut up!"
"Silit up apaan? Bahasa inggris gue remed, ngga usah sok gaul!"
Arven mematikan puntung rokoknya, netra setajam elang itu membidik keluar kaca tepat dimana kedua sejoli itu berada. Ada perasaan tidak suka ketika melihat mereka bersama. Bahkan hingga kedua orang itu telah melesat pergi, tatapan tajam itu tidak berniat untuk lepas. Batang rokok yang tinggal setengah, tanpa sadar dia patahkan untuk melampiaskan rasa kesalnya ketika melihat Deera dan Daylon bersama.
🍂🍂🍂
"Sorry Ven, setelah gue pikir-pikir sepertinya gue yang dirugikan di sini. Oke gue cukup sadar diri dan minta maaf banget udah buat sepeda lo rusak. Tapi untuk membelikan lo sepeda baru? Sepertinya itu terlalu berlebihan Ven kalau sepeda itu sendiri masih bisa diperbaiki. So, gimana kalau gue bayar biaya untuk perbaikan sepeda lo itu? Emm ... jadi gue ngga harus beliin lo sepeda yang baru?"
Fyuh. Deera menghela nafasnya kasar begitu semua kalimat yang sudah tersusun rapi dalam otaknya tersampaikan, dengan kepala menunduk. Tidak siap sebenarnya untuk melihat raut wajah Arven. Dia hanya takut, singa ganas itu murka.
Lama Deera menunggu hingga tengkuknya pegal karna tidak ada respon dari lawan bicaranya. Apa Arven meninggalkannya karna tidak terima?
Dengan hati-hati, Deera mendongakkan wajahnya yang ternyata Arven juga tengah menatapnya datar.
"Kalau ngomong itu lihat orangnya, bukan liatin aspal!"
"Maaf Ven ...."
"Oke nggak masalah. Gue juga masih cukup mampu buat beli sendiri, ngga kayak lo yang miskin!"
Jlebb! Menyebalkan sekali rasanya. Bukannya Deera miskin atau semampu Arven yang anak sultan, hanya saja Deera tidak ingin menyusahkan orang tuanya untuk hal yang dia rasa kurang tepat.
"Tapi ada satu syarat," lanjut Arven.
Sabar Deera. Salah lo sendiri harus berhubungan dengan cowo ngga berperasaan macam Arven.
"Apa?"
"Lo ikut gue touring besok!"
Deera cukup tau dengan maksud Arven. "Mau pake sepeda itu?" tunjuk Deera ke arah dimana sepeda Arven berada. Keduanya memang tengah berada di alun-alun kota, Deera yang selesai jogging bersama kakaknya tadi dan menyuruh Arven untuk menemuinya karena masalah kemarin.
"Lo gila?"
"Alhamdulillah waras, belum stress apalagi gila."
Arven menyentil jidat Deera gemas. "Gue udah beli sepeda baru. Kalau lo mau, nanti gue beliin juga."
Deera tersentak kaget, tidak percaya. Kok jadi kebalik gini ya?
"Santuy. Duit gue ngga bakalan habis meskipun beli sepeda yang kata lo mahal. Inget, gue bukan lo yang miskin!" Arven tersenyum sinis menatap Deera.
"Buang duit tau ngga! Lagian kan gue bonceng lo jadi ngapain beli lagi kan?!"
Arven terbahak mendengarnya. "Gue ngga nyangka lo bakal mikir gitu."
Deera mengerutkan keningnya bingung. "Maksud lo?"
"Segitu enak dan nyamannya ya lo di bonceng gue sampai ketagihan gue bonceng lagi?" Arven tersenyum smirk.
"Bukan gitu—"
Seolah tersadar, Deera melebarkan matanya terkejut. "JADI MAKSUD LO, GUE IKUT TOURING TAPI GUE BAWA SEPEDA SENDIRI GITU?"
Arven mendengus pelan. "Ngga usah teriak!"
"VEN TAPI GUE—"
"Lah Arven ngapain lo disini?" ucap Dev menghentikkan protesan Deera. Dev sendiri baru selesai jogging. Deera yang mageran, hanya mampu menyelesaikan lari dua putaran lapangan saja tadi. Terlalu cape untuknya yang jarang berolahraga dan tidak suka lari.
Terus apa kabar dengan kakinya nanti jika dia ikut Arven touring yang jelas dia tau jika Liones mengadakan touring itu cukup jauh, bahkan jarak terdekat yang pernah Deera dengar itu lima belas kilometer?!
"Bang Devan? Anjirlah bang kemana aja lo, lama banget ngga nongkrong lagi." Arven tersenyum sumringah, dan segera saja tos layaknya sahabat dekat antar laki-laki.
"Mentang-mentang udah jadi mahasiswa, temen lama lo lupain!" lanjut Arven.
Dev terkekeh pelan. "Sibuk masbro. Gue ikut BEM yang dimana seluruh kegiatan gue sekarang itu berkutat organisasi. Next time deh gue mampir ke tongkrongan. Belum pindah kan?"
"Aman bang, masih sama. Sifat lo doang yang sekarang berubah drastis dari urakan mendadak rajin."
Just info, Dev dan Arven itu dulu satu ekskul futsal dan club Liones. Bersama Dero juga, yang merupakan sepupu Dev. Dan Dero itu pendiri club Liones. Jadi tidak heran jika mereka seakrab itu. Bahkan mereka itu temen mabal ketika Dev masih sekolah.
"Sedang memperbaiki diri gue Ven."
"Bangsat, ngakak gila!" Arven terbahak mendengar kalimat itu keluar dari mulut mantan kakak kelasnya yang dulunya terkenal bandel. Sebelas dua belas lah dengannya.
"Anyway, lo kenal Deera Ven?" Dev mengabaikan cibiran Arven yang justru penasaran kenapa dua manusia itu bersama.
Mulai deh sifat overprotektive-nya keluar. Batin Deera kesal.
"Temen sekelas gue bang. Kebetulan gue ada perlu sama dia tadi."
"Tapi lo suka ke dia?"
Deera memelototkan matanya kesal dengan sikap Dev. Apa-apaan ini?!
Arven menghedikkan bahunya acuh. "Belum tau, liat aja nanti."
Dev meninju lengan Arven pelan. "Gue dukung lo sama adek gue. Haha!"
Sekarang, giliran Arven yang kaget dibuatnya. "Lo serius bang? Perasaan lo anak tunggal deh."
"Itu dulu sebelum gue lulus."
"Hah, maksudnya dia adik tiri?" bingung Arven.
Deera menghela nafasnya kasar, merasa diabaikan. "Kandung lah, enak aja tiri. Cuma kakak gue itu lebaynya minta ampun sampai adiknya sendiri ngga diakuin gara-gara takut disakiti sama musuhnya. Salah sendiri nakal, bukannya punya temen malah musuh." Deera menjawabnya santai.
Arven menggaruk kepalanya paham, dunia memang sesempit ini ternyata.
"Lo sibuk nggak Ven?" tanya Dev yang sudah berkutat dengan handphone-nya.
"Free bang."
"Kalau gitu gue titip Deera sama lo ya. Tolong jagain dia, gue tiba-tiba harus ke kampus karna ada problem."
Arven mengangguk mengiyakan, berbeda dengan Deera yang sangat menolak tegas. Dasar kakak laknat!
"Kak—"
"Thanks Ven. Gue nanti pulangnya malem Ra." Dev segera berlari pergi mengabaikan Deera yang tengah dirundung kekesalan.
"Buru balik!" titah Arven duduk di atas sepedanya, menunggu Deera.
Deera menghentakkan kakinya kesal. "Rumah gue jauh, cape kalau harus bonceng sepeda! Katanya kaya, tapi kok tiap pergi naik sepeda terus!"
"Cih dasar cewe matre! Kekayaan seseorang itu tidak bisa diukur hanya dengan penampilan dan apa yang mereka gunakan!"
"Ya ya ya si paling bijak."
Sabar Ven, emang pada dasarnya cewe itu selalu benar dan cowo selalu salah!
_______________________________
TBC:)
JANGAN LUPA VOMMENTNYA!!!
SATU KATA UNTUK ARVEN
SATU KATA UNTUK DEERA
SATU KATA UNTUK DEV
SATU KATA UNTUK AUTHOR
SPAM UNTUK NEXT CHAPTER
SEGINI DULU YA,
SEE YOU NEXT CHAPTER👋🏻
OH IYA INI OUTFIT ARVEN HARI INI🚴♂️
DAN INI OUTFIT DEERA HARI INI🧚♀️
TERIMA KASIH BANYAK YANG SUDAH MEMBACA, KOREKSI BILA ADA TYPO YA💥
FIND ME ON INSTAGRAM:
@LYNDKAADRN
@STORY.DNKAADRN
JANGAN LUPA DI FOLLOW YA UNTUK TAU INFO SEPUTAR CERITAKU💗
TERTANDA
SEY🦅⛓