Bad Girls VS Four Teachers

By fenisiaaa2302

631K 21.3K 1.6K

Ini cerita pertama gue, jadi harap maklum apabila gaje atau membosankan. ⚠DON'T COPY PASTE MY STORY!❎ ⚠Cerita... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Pakaian Bebas
Part 4
Part 5
Penampilan Bad Girls di Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Kendaraan Bad Girls
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Kendaraan The 4
Part 14
Part 15
Pemeran The 4
Part 16
Part 17
Part 18
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Warna Rambut Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Info
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49 (17+)
Part 50
Cuap-Cuap Aja
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62
Part 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69

Part 19

11.5K 337 8
By fenisiaaa2302

Hati-hati TYPO, Bro!

------------

Siska POV

"Apa? Gue cuma kasih pelajaran ke dia, karna dia mau kasih kiss mark di leher David. Kan gak sopan." Ucap gue dengan santainya. "Lega deh gue udah nonjok si cabe itu. Rasanya beban gue ilang seketika." Batin gue. Dista, Rahmi, dan Wina yang ngeliat keadaan Memmy pun bantu Memmy berdiri.

"Tindakan yang bagus!" Seru the 4 dan ketiga sahabat gue, yang buat gue ketawa. "Gue pikir gue bakal diceramahin sama mereka. Eh, taunya malah didukung. Lol." Batin gue.

"Lo!!" Teriak Memmy karna marah sama gue. Gue dan yang lain pun ngeliat ke arah dia. Wujudnya? Ujung bibirnya ngeluarin darah.

"Gue kenapa?" Tanya gue dengan wajah sok polos. Sedangkan the 4 sama ketiga sahabat gue terkekeh ngeliat ekspresi gue.

"Lo gak usah sok polos deh!! Lo udah nyari gara-gara sama gue, berarti lo salah besar!!" Teriak Memmy dan jalan cepet ke arah gue. "Persis kayak tante-tante yang nagih kos-kosan. Bener-bener mirip." Batin gue. Pas Memmy udah deket sama gue, dia ngelayangin tonjokannya ke arah muka gue. Tapi, gue bisa dong ngindarin nya. Hehe. Lalu, dia terus ngelayangin kepalan tangan nya ke arah gue di berbagai tempat. Ada di muka, perut, lengan, dsb. Tapi, terus gue hindarin. Gue gak berniat buat bales. Karna apa? Karna kalo berantem sama si cabe ini, hasilnya gak bakalan seru. Keliatan dari cara dia nonjok gue yang sembarangan. Alhasil, lama kelamaan si cabe capek. Wkwk. Dan gue pun terkekeh.

"Ckckck.. udah berapa kali lo mau nonjok gue? Gue aja gak bisa ngitung lagi saking banyaknya. Tapi, gak satu pun yang kena sama gue. Yang ada lo capek kan? Makannya, cari lawan itu yang seimbang." Ucap gue santai.

"Lo berisik!! Jangan pernah ngeremehin sahabat gue!" Teriak Dista sambil lari ke arah gue. Sesampainya dia di depan gue, dia mau nendang kepala gue.

"Oh Taekwondo.. Lo masih harus banyak belajar. Taekwondo lo masih lemah." Ucap gue datar. "Btw, uncle mana ya? Kok lama banget dateng nya?" Batin gue.

"Guys, kita ke ruangan the 4 aja. Gue gak mau liat muka mereka lama-lama." Ucap Vanny. Gue dan yang lain pun nurut kata Vanny dan mulai jalan keluar kantin. Gue dan David yang jalan paling belakang. Tapi, pas gue baru jalan,

BYUR

"BANGSAT!!!" Teriak gue menggelegar. The 4 dan ketiga sahabat gue pun ngeliat ke arah gue, dan mata mereka membulat karna kaget. Baju gue basah! Kepala gue juga! "Anjing." Batin gue marah. Gue pun langsung ngeliat ke belakang.

"Emang enak basah gitu? Makannya jangan cari gara-gara sama gue." Ucap Memmy santai, lalu ketawa bareng ketiga sahabatnya itu. Muka gue langsung berubah jadi dingin. Marah? Lebih dari marah.

"Kalian salah cari masalah sama gue." Ucap gue bener-bener dingin.

"Lo yang salah." Ucap Memmy santai. Gue pun maju dengan santai ke arah Memmy. Pas gue udah sampe di depan dia,

BUG
BAK
BUG
DUG
BRAK

Bunyi 'brak' itu karna Memmy jatoh nabrak meja. Sedangkan bunyi lainnya karna gue mukul dia bertubi-tubi. Keadaan Memmy sekarang ancur. Muka lebam, idung berdarah, mata bengkak, dan bibir sobek. Pas Memmy masih dalem posisi jatoh karna nabrak meja, gue pun maju dengan santai. Temen Memmy? Gak berani nolong.

"G guys to tolongin g gu gue." Ucap Memmy gagap. Gagap karna takut sama gue atau karna sekarat, gue juga gak tau. Tapi, walaupun Memmy ngomong kayak gitu, gak ada satupun temennya yang nolongin dia.

"Sis, sudah lah. Hentikan. Biarkan mereka." Ucap David sambil narik tangan gue, tapi gue tepis.

"Jangan ngalangin gue." Ucap gue dingin.

"Sis, berenti! Entar anak orang mati, lo bisa masuk penjara!" Ucap Mate panik.

"Gak bakal mati. Paling dia masuk rumah sakit." Ucap gue dingin.

"Ma maaf maafin g gue." Ucap Memmy gagap. Tapi, gue tetep maju ke arah dia. Pas sampe di depan dia, gue jongkok, dan narik baju dia sambil berdiri. Gue gak peduli dia cewek atau cowok. Siapa pun yang bermasalah sama gue, bakal gue hajar. Pas dia udah berdiri,

BUK
BAK

"Fenisia! Hentikan! Kalian, bantu aku." Teriak David. David dan yang lain pun bantu David dan narik-narik gue supaya gue berenti.

"Lepasin! Gue belom puas!" Teriak gue sambil berontak.

"Hey! Ada apa ini?!" Kaget seseorang. Gue pun langsung berenti berontak dan natap orang itu datar. Sedangkan orang itu natap gue bingung.

"Eh, Pak. Untung lah bapak datang. Disini ada masalah." Ucap Yoga.

"Ada masalah apa?" Tanya Uncle Indra. Yapz, orang itu adalah Uncle Indra.

"Lebih baik jelasinnya jangan disini." Ucap Vanny datar.

"Baiklah. Kalian semua ikut ke ruangan saya." Ucap uncle. Ketiga temen Memmy pun bantu Memmy yang udah babak belur.

"Para guru gak usah ikut." Ucap gue dingin dan datar.

"Kenapa?" Tanya James.

"Kami juga harus ikut." Ucap Andre.

"Gue bilang gak, tetep gak." Ucap gue dingin dan datar. Lalu, gue natap ke arah uncle, dan uncle ngangguk.

"Kalian para guru tidak perlu ikut. Biarkan saya saja yang mengurus mereka." Ucap uncle.

"Tapi, pak. Masalah ini ada juga karena kami." Ucap David.

"Tidak ada penolakan. Mereka bisa menjelaskan nya nanti. Kalian kembali lah mengajar." Ucap uncle. The 4 yang denger keputusan uncle pun hela nafas dan mengangguk pasrah. Lalu, gue pun jalan ke arah ruang BK, diikuti yang lain. Sedangkan the 4 ke ruangan mereka untuk ngambil bahan pelajaran.

*ruang kepsek*

Pas sampe di ruang kepsek, uncle langsung nelfon seseorang.

"Bawakan kotak P3K ke ruangan saya. Terima kasih." Ucap uncle di telfon. Setelah itu, uncle memutuskan telfon, dan natap kita datar.

"Baiklah. Jelaskan pada saya apa yang terjadi." Ucap uncle datar.

"Guys, kalian aja yang jelasin. Gue mau duduk. Capek." Ucap gue datar, lalu duduk di sofa ruangan ini. Di ruangan ini ada 3 sofa panjang. Jadi, gue duduknya jauh-jauh dari geng cabe, supaya kejadian yang di kantin tadi gak terjadi lagi disini.

"Oke. Tapi, bagian lo hajar Memmy, lo aja yang cerita." Ucap Aprilla dan diangguki gue.

Indra POV

Gue bingung banget apa yang terjadi di kantin tadi. Apalagi rambut dan baju Siska basah. Apalagi para cewek yang berpenampilan kayak gitu. Di sekolah kok penampilannya kayak gitu? Ngapa ya ada cewek kayak gitu di sekolah yang mewah kayak gini? Kok bisa gue nerima cewek kayak mereka? Astagaa.. Dan lagi. Salah satu dari mereka wajahnya babak belur. "Pasti di hajar sama Siska. Dia emang gak bisa nahan emosi. Ckck. Ngapa gue dapet keponakan kayak gini?" Batin gue. Setelah gue nelfon guru UKS, gue pun langsung nanya to the point sama mereka yang terlibat masalah. Gue pake bahasa lo-gue? Kenapa? Gak masalah dong gue pake bahasa lo-gue. Gue kan orang nya gaul. Haha.

"Gini ceritanya. Waktu kita lagi makan di kantin bareng keempat guru tadi, tiba-tiba keempat bitches ini dateng sambil goda-goda 4 guru tadi. Kelakuan mereka bener-bener gak bener. Mereka nyolek-nyolek dagu guru, megang-megang tangan guru, meluk guru dari belakang, bergelayutan di lengan guru kayak monyet, dll. Kan gak sopan. Mereka juga nyuruh kita pergi dari kantin, cuma karena mereka pengen bareng keempat guru itu. Ya kita gak mau dong diusir. Lagian itu kan tempat duduk kita." Jelas Aprilla.

Tok tok tok

"Masuk." Ucap gue. Ternyata yang ngetok pintu adalah Ibu Adriana, yang biasa dipanggil Ibu Adri.

"Permisi pak. Ini kotak P3K nya." Ucap Bu Adri. Btw, cuma mau kasih info tentang gue, umur gue 33 tahun. Dan gue udah nikah, punya 1 anak perempuan. Masih kecil sih. Umurnya baru 4 tahunan. Oke. Back to the story.

"Oh iya. Tolong kamu obati luka anak itu disini." Ucap gue.

"Astaga! Kenapa bisa seperti ini? Ohh.. karna berantem sama keempat bad girls ini?" Tanya Bu Adri.

"Bukan 4. 1 tepatnya. Tuh." Ucap gue sambil nunjuk Siska yang lagi duduk di sofa sambil baca majalah.

"Ckck.. sudah buat masalah, masih santai saja dia." Ucap Bu Adri.

"Begitu lah. Tapi, saya sarankan pada kamu untuk tetap diam, apa pun yang terjadi. Dan jangan beritau siapa pun tentang ini. Kalau kamu beritau, kamu akan saya pecat. Mengerti?" Ucap gue. Karna gue tau. Pasti entar keempat bad girls ini bakalan ngomong kasar dan Siska bakal ngeluarin keempat cabe itu dari sekolah. Otomatis, Bu Adri bakal tau siapa Siska dan ketiga sahabatnya itu.

"Baiklah. Saya mengerti." Ucap Bu Adri dan mulai ngobatin cewek yang babak belur itu.

"Baiklah. Kalian lanjutkan penjelasan nya." Ucap gue.

"Jadi, tadi para guru juga udah nyuruh mereka pergi. Eh, mereka malah maksa. Para guru tadi udah berontak dan nolak, mereka tetep maksa. Kan murahan itu. Kok bisa cewek kayak mereka masuk ke sekolah yang elit kayak gini? Kan gak lucu. Apalagi tuh! Si Wina main pegang-pegang tangan James dan gelayut-gelayut manja di tangan James, sambil pegang-pegang pipi James. Jijik gue liatnya." Jelas Mate dengan ejekan dan cibiran. Gue rasa ada kejanggalan di kata-kata Mate. "Apa Mate cemburu? Mate suka sama James?" Batin gue.

"Kenapa gue yang kena?! Serah gue lah gue mau apain James! Dia kan calon suami gue! Dan lo bukan siapa-siapa dia!" Sewot seseorang yang gue denger dari Mate, namanya Wina. Seketika Mate diem. "What happen?" Batin gue.

"Lo gak usah PD tinggi deh! Nyatanya, lo yang BUKAN SIAPA-SIAPA JAMES! James aja gak pernah deket sama lo. Jangan kan deket. Ngobrol sama dia aja lo gak pernah. Tapi, PD nya tinggi bener! Yang ada, calon istrinya James itu CATRINE! BUKAN ELO!" Ketus Vanny sambil menekan beberapa kata dan menunjuk ke arah Mate.

"Dan satu hal lagi. Pas gue liat kalian, hal pertama yang gue liat adalah kalian itu PENAMPAKAN ELIEN, JALANG, dan CABE." Ejek Vanny dengan penekanan.

"Udah lah. Gak perlu ngejek mereka. Walaupun kalian ngejek mereka di depan kepsek, mereka gak bakal malu, karna urat malu mereka gak ada. Giliran gue yang jelasin." Ucap Siska datar.

"Ya. Cepat jelaskan, kenapa dia babak belur begitu." Ucap gue sambil menunjuk salah satu dari mereka.

"Waktu mereka jalan ke arah para guru yang mereka suka, dia, Memmy, meluk David dari belakang. David nolak dan berontak terus, gue juga bilang sama Memmy buat lepasin David. Tapi, Memmy gak mau dan tetep meluk David dari belakang. Terus, gue pinjem HP Vanny buat ngirim SMS ke uncle. Setelah gue ngirim dan ngembaliin HP Vanny, gue liat ke arah Memmy, dia mau kasih kiss mark di leher David. Ya. Jadi gue tonjok dia sampe jatoh. Lalu, Vanny ngajak kita ke ruangan para guru buat istirahat. Kita pun nurut, berhubung Vanny lagi sakit. Terus, pas gue lagi jalan di belakang para guru dan ketiga sahabat gue, Memmy nyirem gue pake air. Untung cuma air mineral. Tapi tetep aja gue gak terima." Jelas Siska datar. Gue pun mikirin sesuatu. "Kayaknya gue ngerasain hal yang janggal di kejadian ini." Batin gue.

"Jadi, yang salah siapa, uncle?" Tanya Vanny.

"Salah uncle." Ucap Siska datar. "Kok salah gue?" Batin gue.

"Kok salah uncle?" Tanya gue.

"Ya iya lah. Siapa suruh uncle lama dateng nya. Kan gue udah SMS uncle beberapa menit sebelum kejadian gue hajar tuh si cabe." Sewot Siska.

"Wait. Maksud kalian 'uncle' itu siapa?" Tanya Dista.

"Kenapa? Lo kaget?" Ucap Vanny dengan senyum miringnya.

"Pak Indra, kepala sekolah dari sekolah SMA Pelita Nusa Bangsa adalah UNCLE KANDUNG GUE." Ucap Siska dengan penekanan.

"WHAT?!!" "APA?!" Teriak keempat cabe itu dan Bu Adri.

"Ya. Dia benar. Dia adalah keponakan ku. Dan kalian mencari masalah dengan orang yang salah." Ucap gue santai.

"Oke. Kita bakal kenalin diri kita. Gue Fenisia Fransiska ALDENNIOUS. Orang terkaya nomor 1 di dunia. Sekaligus pemilik sekolah ini." Ucap Siska sambil menekan kata ALDENNIOUS.

"Gue Stevanny Cornellya ABELLAN. Orang terkaya nomor 2 di dunia. Keluarga gue dan keluarga Aprilla sama Catrine ikut campur tangan dalam pembangunan sekolah ini." Ucap Vanny.

"Gue Aprilla Argaretha SELIANTO. Orang terkaya nomor 3 di dunia." Ucap Aprilla.

"Gue Catrine Materriallin RIVELINTO. Orang terkaya nomor 4. Sekaligus CALON PACAR JAMES." Ucap Mate yang buat gue kaget. "What?! Berarti dugaan gue bener dong kalo Mate suka sama James?!" Batin gue.

"Keluarga kita berempat sahabat sejak SMP. Jadi, kita adalah keluarga besar. Uncle Indra gue juga Uncle Indra ketiga sahabat gue." Ucap Siska santai.

"Kalian pasti bercanda kan?" Tanya Memmy gak percaya.

"Buat apa kita bercanda? Gak guna juga bercanda sama kalian. Buang-buang lelucon." Ucap Aprilla santai.

"Jadi, itu benar?" Tanya Bu Adri gak percaya. Gue dan bad girls pun ngangguk sebagai jawaban.

"Btw, uncle, siapa yang salah?" Tanya Vanny.

"Lo gak denger gue bilang apa? Yang salah itu Uncle Indra. Jadi, uncle harus dipecat jadi kepala sekolah." Ucap Siska, yang buat gue seketika gak nafas.

"Gak bener kok, uncle. Bercanda. Ah, uncle ini baperan." Ucap Siska sambil ketawa bareng ketiga sahabatnya. Seketika gue bisa nafas lagi.

"Kamu membuat uncle tidak bisa bernafas, baby." Ucap gue.

"Jadi yang salah siapa uncle?! Ish! Kesel gue! Ditanya daritadi gak jawab-jawab!" Kesal Vanny. Gue pun terkekeh karna tingkah Vanny.

"Tau nih, uncle." Ucap Mate.

"Oke oke. Yang salah adalah mereka." Ucap gue sambil nunjuk ke arah para cabe.

"Kok kita sih, pak? Kan mereka yang cari gara-gara duluan sama kita." Ucap salah satu dari mereka.

"Bener tuh pak. Kan dia dulu yang hajar gue." Ucap salah satu dari mereka, yang gue ketahui dari Siska namanya Memmy.

"Nama lo siapa?" Tanya gue pake bahasa lo-gue dan nunjuk ke arah orang yang ngomong sebelum Memmy.

"Rahmi." Ucapnya.

"Em.. uncle? Tadi uncle ngomong pake bahasa lo-gue?" Tanya Mate.

"Iya. Emang kenapa?" Jawab Siska. "Kok keponakan gue sih yang jawab? Yang ditanya kan gue. Ckck." Batin gue sambil geleng-geleng kepala.

"Kok lo gak ngerasa aneh uncle ngomong gitu?" Tanya Aprilla.

"Gue juga pernah denger uncle ngomong gitu sama temennya. Udah ah. Gak penting bahas ini. Lanjut." Ucap Siska.

"Kenapa gue mutusin lo dan temen-temen lo yang salah? Pertama. Karna kalian udah gak sopan sama guru. Kedua. Karna kalian udah salah, malah ngelawan. Dan ketiga. Udah buat masalah di sekolah ini." Ucap gue sama keempat cabe.

"Setuju!!" Teriak Aprilla dan Mate. Gue pun terkekeh ngeliat tingkah mereka berdua.

"Baby, sekarang terserah kamu mau apakan mereka." Ucap gue. Kenapa gue selalu nyerahin keputusan ke Siska? Karna kalo dia mutusin sesuatu, dia selalu mikir dulu.

"Oke. Stevanny, gue pengen nanya sama lo. Lo mau gue apain mereka?" Tanya Siska. "Lah? Ngapa dia malah nanya ke Vanny? Kan gue nyuruh dia? Astaga.. serah lah." Batin gue.

Siska POV

Kenapa gue nanya ke Vanny? Karna kejadian kali ini juga menyangkut ketiga sahabat gue. Mereka juga korban dari para cabe. Korban api cemburu😂.

"Lah? Kok lo nanya gue? Biasanya kan lo yang mutusin." Tanya Vanny.

"Gak usah banyak tanya. Cepet jawab!" Ucap gue.

"Iye iye. Mau gue mereka di D.O dari sekolah dan gak bisa masuk ke sekolah lain lagi." Ucap Vanny dan gue ngangguk.

"Please jangan hukum kita kayak gitu. Entar gimana masa depan kita?" Pinta Dista.

"Emang gue peduli?" Tanya gue dan ketiga sahabat gue datar bersamaan.

"Oke. Giliran lo, Aprilla." Ucap gue.

"Eh?! Gue juga dapet?" Tanya Aprilla dengan wajah sumringah nya.

"Kalian bertiga dapet. Cepet jawab." Ucap gue.

"Oke! Gue sama aja kayak Stevanny. Dan gue pengen mereka dipenjara karna mereka udah berani godain guru." Ucap Aprilla yang buat gue kaget.

"WHAT?! LO SERIUS?!!" Teriak semua orang, kecuali Aprilla.

"Hahaha. Gak lah. Gue bercanda. Keputusan gue sama kayak Stevanny, dan gue mau mereka minta maaf sama the 4." Ucap Aprilla dan gue ngangguk.

"The 4? Siapa the 4?" Tanya Wina.

"Kepo." Ucap Mate datar.

"Kalo lo, Catrine?" Tanya gue.

"Gue sama kayak Stevanny dan Aprilla. Gue juga pengen satu hal lagi." Ucap Mate sambil jalan ke arah para cabe. Ke arah Wina tepatnya.

"Halo." Ucap Mate sambil tersenyum. "Mate sarap? Kok dia tiba-tiba senyum gitu? Atau jangan-jangan--" Batin gue.

BUG

"Itu buat lo. Ini udah gue tahan dari tadi. Untung gue ngelepas nya di waktu yang tepat. Btw, awas aja kalo lo goda James lagi. Apalagi lo pegang-pegang dia. Gue bisa lebih dari ini." Ucap Mate dingin dan datar. Keadaan Wina sekarang? Cukup bagus. Cuma pipinya yang lebam.

"Eh, kalian ngerasa gak kalo Mate beda?" Bisik gue agak keras supaya Mate bisa denger.

"Iya. Kayak ada gitu-gitunya loh." Bisik Vanny sama kayak gue.

"Kayak nya sih dia kerasukan deh. Kerasukan CINTA!." Bisik dan teriak Aprilla di kata CINTA.

"Eh, tai anjing. Kalian ngomongin gue?" Ucap Mate datar yang tiba-tiba udah ada di depan kita.

"Emang lo bisa denger? Tadi kita kan bisik-bisik." Ucap gue.

"Tau lo. Sok tau banget." Ejek Aprilla.

"Bego! Itu namanya bukan bisik-bisik! Itu sama aja kayak ngomong biasa!" Ketus Mate sambil jitak kepala gue.

"Udah udah. Fen, mending lo urusin tuh para cabe." Ucap Vanny. Gue pun ngangguk dan jalan ke arah para cabe. Pas gue udah di depan mereka,

"Lo, lo, lo, dan lo." Ucap gue sambil noyor kepala mereka berempat.

"Kalian gue D.O dari sekolah. Dan kalian juga gak bisa sekolah di manapun. Satu hal lagi. Kalian harus minta maaf sama keempat guru tadi. Kalo kalian gak mau, kalian bakal ngerasain akibatnya." Ucap gue datar.

"Fenisia, tolong jangan kasih hukuman kayak gini sama kita. Kita janji bakalan berubah dan gak akan kayak tadi lagi." Pinta Memmy.

"Jangan sebut nama gue pake mulut lo yang menjijikan itu. Kalo gue gak kasih hukuman ini sama lo, lo dan temen-temen lo gak bakal berubah. Karna ini udah kebiasaan kalian. Jadi, keputusan udah final.. Kalian di D.O, dan gak bisa masuk ke sekolah manapun. Btw, pulang sekolah ini bonyok kalian harus ngadep kepala sekolah." Ucap gue datar. Lalu, gue pun ngeliat ke arah uncle.

"Uncle, pulang sekolah ini tolong uncle kasih tau ke orang tua mereka apa yang udah mereka perbuat berdasarkan cerita kita tadi. Dan uncle jangan lupa buat kasih surat D.O ke orang tua mereka." Ucap gue dan dijawab acungan jempol dari uncle.

"Oke. Kalian para cabe, boleh masuk ke kelas kalian untuk terakhir kalinya. Dan jangan bilang sama siapa pun kejadian hari ini. Apalagi kalo kalian bilang ke orang siapa gue dan sahabat-sahabat gue sebenernya. Kalo kalian tetep ngelakuin itu, kalian pasti dapet masalah. Jangan pikir gue gak bisa tau apa yang udah kalian lakuin. Sekarang, pergi." Ucap gue datar dan para cabe itu pun keluar kelas.

"Bu Adri, ibu tetep disini." Ucap gue pas Bu Adri mau keluar ruangan.

"A ada apa?" Tanya Bu Adri gugup.

"Gak usah gugup gitu, bu. Ibu gak salah apa-apa kok. Jadi, Fenisia gak bakal pecat atau kasih hukuman ke ibu." Ucap Vanny.

"Iya bu. Santai aja." Ucap Aprilla.

"Seloww." Ucap Mate.

"Oke. Gue gak perlu ngomong pake bahasa formal. Tadi ibu juga denger gue ngomong pake bahasa lo-gue dan ngomong kasar. Gue cuma mau bilang ke ibu, lupain kejadian yang barusan. Jangan bilang ke siapa-siapa apa yang terjadi hari ini. Dan jangan sekali-kali ibu kasuh tau siapa kita berempat sebenernya. Ngerti?" Ucap gue.

"Baiklah. Saya mengerti. Permisi." Ucap Bu Adri sambil berjalan ke arah pintu keluar.

"Dan ya, kalo ketemu sama kita, gak perlu hormatin kita atau takut buat kesalahan. Cukup anggap kita jadi murid." Ucap Aprilla dan diangguki Bu Adri. Lalu Bu Adri pun keluar ruangan ini. Tinggal gue, ketiga sahabat gue, dan uncle.

"Uncle, kita ke kelas dulu. Masih ada waktu 1 jam sebelum pulang sekolah." Ucap gue. Baru aja kita mau jalan 2 atau 3 langkah, uncle manggil kita.

"Eitt.. tunggu." Ucap uncle.

"Apa uncle?" Tanya Vanny. Dari kata-katanya, kayak buru-buru gitu. "Mau cepet-cepet ketemu sama Andre lo?" Batin gue.

"Uncle ingin bertanya pada Mate." Ucap uncle. Gue tau soal apa. Pasti soal Mate dan James.

"Mau nanya apa uncle?" Tanya Mate bingung.

"Apakah kamu menyukai guru yang bernama James itu?" Tanya uncle dengan nada mengintimidasi. Seketika Mate membatu.

"Mate, jawab uncle." Ucap uncle dengan nada yang masih sama.

"I i i iya." Ucap Mate gagap.

"Apa?! Kamu serius?!" Kaget uncle.

"Iya. Tapi, Siska, Vanny, sama Aprilla juga suka sama guru di sekolah kita." Ceplos Mate. Seketika mata gue membulat, lalu natap Mate tajam.

"Mate.." Geram gue, Vanny, dan Aprilla. Dan dijawab Mate dengan lambang jari ✌ sambil nyengir. Lalu, gue pun ngeliat ke arah uncle. Uncle lagi nganga.

"Uncle kalo nganga gitu entar kemasukkan cicak lho. Uncle mau?" Goda gue. Kenapa cicak? Kenapa bukan lalat? Karna uncle jijik sama cicak. Wkwk.

"Nooo!!" Teriak uncle heboh dan cepet-ceper nutup mulutnya pake tangan. Seketika tawa gue dan yang lain pecah karna ulah uncle.

"Apa benar kalian menyukai seseorang? Guru?" Tanya uncle gak percaya.

"Kayaknya sih gitu, uncle." Ucap Vanny pelan yang mungkin masih bisa di denger uncle.

"Apa kalian masih waras? Atau kalian di jampi-jampi sama guru-guru itu?" Tanya uncle dengan wajah polosnya.

"Iiih! Uncle kok gitu sih sama kita?" Rengek gue.

"Emang kenapa kalo kita suka sama guru?" Tanya Mate.

"Ya gak papa. Tapi, setau uncle kalian gak pernah suka sama cowok. Makannya uncle kaget. Awalnya uncle pikir kalian itu waria atau kelainan. Eh, masih normal ternyata." Ucap uncle.

"UNCLE!!!!!" Teriak gue dan ketiga sahabat gue menggelegar bersamaan.

"Hehehe.. peace!" Ucap uncle sambil nyengir dan ngangkat jarinya kayak gini ✌.

"Siska, who do you like?" Tanya uncle.

"Uncle kepo." Ucap gue cuek.

"Ayo lah, baby. Katakan pada uncle mu ini." Pinta uncle dengan puppy eyes nya. "Astagaa.. jijik gue. Ngapa uncle gue jadi alay kayak gini sih? Ckck." Batin gue. Tersentuh sama puppy eyes? Gak pernah tuh. Malah gue jijik ngeliatnya.

"Ish. Jijik gue liatnya, uncle. Oke oke. Gue bilang. David." Ucap gue datar dan diangguki uncle.

"How about you, Vanny?" Tanya uncle.

"I like Andre." Ucap Vanny datar.

"And you, Aprilla?" Tanya uncle.

"I like Yoga." Ucap Aprilla datar.

"Kalo Mate, uncle udah tau." Ucap uncle.

"Udah kan? Kita balik." Ucap Vanny dan jalan keluar ruangan, diikuti gue, Mate, dan Aprilla.

"Bye uncle." Ucap kita berempat.

"Bye all." Ucap uncle. Kita pun keluar ruang kepsek dan langsung jalan ke lift untuk nuju ke lantai 1. Lantai paling bawah. Sampe nya kita di lantai 1, kita langsung jalan ke arah kelas dan langsung masuk ke dalem kelas tanpa ketok pintu ataupun ngomong sesuatu. Lalu, kita duduk di tempat duduk masing-masing.

"Eh? Kalian? Sudah selesai masalah nya?" Tanya Andre. Yapz. Satu setengah jam sebelum pulang sekolah adalah pelajaran Andre.

"Udah." Ucap kita datar. Setelah itu, kita langsung sibuk dengan kegiatan masing-masing. Vanny tidur, Aprilla baca buku, Mate ngambar sesuatu, dan gue denger lagu sambil baca buku. Pas gue lagi baca buku asik-asiknya, tiba-tiba ada orang yang megang tangan gue. 1 hal yang bisa gue deskripsiin dari tangan orang itu. PANAS. Seketika gue langsung ngeliat ke orang yan punya tangan. Vanny. Itu tangan Vanny. Dan gue pun ngelepas headset yang gue pake.

"Ada apa, Van?" Tanya gue.

"Ambilin minum gue di dalem tas." Ucap Vanny lemes. Gue pun ngambil air minum Vanny yang ada di dalem tasnya. Setelah gue kasih ke dia, dia minum, dan nyuruh gue masukkin ke dalem tas lagi. Lalu, gue pun inget sama tangan Vanny. Seketika gue langsung megang keningnya.

"Gila! Badan lo panas banget, Van!" Teriak gue tertahan karna Andre lagi jelasin sesuatu sama para murid.

"Kenapa, Sis?" Tanya Aprilla.

"Iya. Kenapa lo?" Tanya Mate.

"Ini. Coba kalian pegang kening Vanny." Ucap gue. Aprilla dan Mate pun langsung megang kening Vanny.

"Astaga!" Teriak mereka tertahan.

"Panas banget!" Ucap Mate.

"Van, lo pusing gak?" Tanya Aprilla dan dijawab deheman dari Vanny.

"Astajiim.. gimana nih? Lo masih kuat sampe pulang?" Tanya gue frustasi.

"Kayaknya." Ucap Vanny pelan dan lemes.

"Kok bisa tiba-tiba gini sih panasnya? Astagaa.." Ucap Mate frustasi.

"Gimana kalo kita bawa lo ke UKS?" Tanya Aprilla.

"Gue gak mau." Ucap Vanny pelan sambil ngangkat kepalanya. Dan sedikit meringis karna kepalanya pusing.

"Ayo lah, Van." Paksa Mate. Gue tau dia khawatir. Tapi, Vanny orangnya gak suka dipaksa.

"Udah lah. Biarin aja kalo dia gak mau." Ucap gue.

"Kok lo gitu sih? Lo gak khawatir sama Vanny?" Kesal Aprilla.

"Gue juga khawatir! Tapi dia orangnya gak mau dipaksa!" Kesal gue. Ya gue gak terima dong kalo dituduh gitu? Kan gak mungkin kalo gue gak khawatir sama sahabat gue sendiri.

"Udah udah. Kalian berisik. Vanny pusing tuh denger kalian." Ucap Mate. Kita pun berenti berdebat.

"Van, mending lo banyak-banyak minum." Ucap gue sambil ngasih dia minum yang udah gue ambil dari dalem tas dia sendiri. Vanny pun nerima minum yang gue kasih.

"Yang banyak minumnya." Ucap Mate.

"Gue gak mau lagi." Ucap Vanny pelan dan ngasih minumnya ke gue.

"Masih berapa lama lagi kita pulang?" Tanya gue.

"45 menit lagi." Ucap Mate.

"Masih lama." Ucap Aprilla. Gue pun megang kening Vanny lagi. "Panas banget. Kalo gue masukin kepala Vanny di air, kayaknya bisa mendidih deh airnya." Batin gue.

"Fenisia. Apa kabar lo? Gue kangen sama lo. Udah jarang kita ketemu." Ucap seseorang. Cowok kalo gue denger dari suaranya. Gue pun ngeliat ke asal suara. Maichel. Maichel Lornasius《baca part 7》

"Masih idup. Kalo lo kangen, bukan urusan gue." Ucap gue datar.

"Lo gak berubah ya? Masih aja datar sama gue." Ucap Maichel.

"Always and Forever." Ucap gue datar. Baru aja dia mau jawab,

"Mending lo diem dan perhatiin pelajaran lo." Ucap Aprilla datar.

"Kenapa lo yang sewot? Fenisia aja gak keberatan gue ngobrol sama dia." Sewot Maichel.

"What? Siapa bilang gue gak keberatan? Jelas-jelas gue risih kalo ada lo." Ucap gue.

"Dengerin tuh. Makannya, jangan terlalu PD jadi orang!" Ketus Mate. Maichel pun mengengus dan kembali merhatiin pelajaran. Dan gue kembali fokus sama Vanny.

"Van, lo udah mendingan?" Tanya gue.

"Masih sama." Ucap Vanny pelan.

"Mate, berapa menit lagi?" Tanya gue.

"30 menit. Alias setengah jam lagi." Ucap Mate.

"Masih lama!" Ketus Aprilla.

"Lo mau ke UKS, pulang ke rumah, atau tetep lanjut belajar?" Tanya gue.

"Gue tetep lanjut aja." Ucap Vanny.

"Ngapa lo gak pulang aja? Biasanya juga kita biasa pulang duluan. Lagian, Andre pasti ngertiin lo kok." Ucap Mate.

"Gue gak mau dibilang lemah. Dan gue gak boleh keliatan lemah." Ucap Vanny.

"Semangat juga lo." Ucap Aprilla sambil terkekeh. Vanny pun ikut terkekeh. "Pendiriannya sama kayak kita berempat. Gak salah kita bersahabat." Batin gue sambil tersenyum.

"Senyam-senyum lo. Kesambet? Sambil bengong lagi. Kesurupan baru tau." Ucap Aprilla sambil menjentikan jarinya di depan wajah gue, yang buat gue tersadar.

"Apa?" Tanya gue.

"Jangan bengong! Entar lo kesurupan lagi." Ucap Aprilla dan gue ngangguk-ngangguk.

"20 menit lagi kita pulang." Ucap Mate. Baru lewat 10 menit-.-

"Anjing. Pala gue pusing." Ucap Vanny sambil mukul-mukul kepalanya.

"Oy! Jangan lo pukul! Itu gak bisa ngurangin atau ngilangin pusing lo!" Teriak gue tertahan sambil narik tangan Vanny.

"Malah tambah pusing entar." Ucap Aprilla.

"Dasar bego!" Ucap Mate.

"Ada apa di belakang ribut-ribut?" Tanya Andre datar. Kita berempat pun langsung natap Andre. Sedangkan para murid natap kita.

"Gak papa." Ucap Vanny pelan.

"Stevanny? Apa kamu tidak apa-apa? Wajah mu pucat dan kamu terlihat lemas." Ucap Andre sambil jalan ke arah kita.

"Guys, tolong jangan biarin Andre megang kening gue. Gue gak mau dia khawatir." Ucap Vanny dan diangguki kita bertiga.

"Lo duduk mepet sama gue aja. Biar gue bisa halangin Andre." Ucap gue.

"Ngapa lo gak nyuruh Vanny di pojok aja?" Tanya Mate.

"Ribet. Lama." Ucap gue. Vanny pun duduk mepet sama gue dan kepalanya di taruh di bahu gue. Gue pun ngerangkul Vanny. Pas Andre udah di depan kita,

"Kamu tidak apa-apa, Stevanny?" Tanya Andre.

"Iya. Dia gak papa." Ucap Aprilla.

"Yang ku tanya adalah Stevanny. Bukan kamu, Aprilla." Ucap Andre datar.

"Ya. Tapi kami kan perwakilan Stevanny." Sewot Mate.

"Terserah kamu saja." Ucap Andre dan tangan nya bergerak ke arah kening Vanny. Seketika gue nepis tangan dia.

"Gak boleh pegang-pegang!" Ketus gue.

"Aku seorang guru. Jadi, aku boleh mengecek keadaan murid ku." Ucap Andre.

"Bodo amat. Pokoknya gak boleh." Ucap gue. Lalu, Andre pun duduk di tempat duduk Vanny, yang masih ada sisa karna Vanny duduknya mepet sama gue.

"Eh? Ngapain lo duduk disitu? Guru seharusnya duduk di tempat duduk guru. Bukan di tempat duduk murid." Sewot Mate.

"Lo mau jadi murid? Ya udah. Gue aja yang jadi guru. Tapi, li duduknya gak boleh disitu." Ucap Aprilla.

"Kalian berisik. Aku guru. Jadi, terserah ku." Ucap Andre datar. Tangan dia pun gerak ke arah kening Vanny. Lagi. Dan gue tepis. Lagi.

"Kenapa kamu menepis tangan ku?" Tanya Andre.

"Guru sama murid gak boleh sentuhan. Pelecehan namanya." Ucap gue datar.

"Tapi aku cuma ingin mengecek keadaan nya." Ucap Andre.

"Kita udah ngecek keadaan Stevanny kok. Dan dia baik-baik aja." Ucap gue.

"Apakah itu benar, Stevanny?" Tanya Andre dan dijawab anggukan kepala dari Vanny.

"Noh. Liat. Dia juga ngangguk. Orang dia baik-baik aja." Ucap Mate.

"Dasar lo nya aja yang terlalu khawatir." Ucap Aprilla.

"Baiklah. Aku kembali ke meja ku." Ucap Andre dan berjalan menjauh. Vanny pun kembali duduk di tempat duduknya. Tiba-tiba,

"What the fuck?!" Teriak Vanny yang buat gue kaget dan natap dia. "What?! Kapan dia kesini?" Batin gue.

"Badan mu panas sekali!!" Teriak Andre. Yap. Andre berhasil megang kening Vanny. Dan sekarang dia megang leher Vanny. Entah kapan dia balik kesini, gue juga gak tau. Tapi, satu yang gue tau. Dia bakal panik dan khawatir nya kebangetan.

"Kamu harus pulang sekarang." Ucap Andre sambil narik tangan Vanny, dan gue pun mukul tangan Andre. Lepas.

"Lo gila? Dia lagi sakit, tolol! Masa lo main tarik-tarik gitu?!" Sewot gue.

"Lagian dia gak mau pulang. Kita udah bujuk dia. Tapi dia gak mau." Ucap Aprilla.

"Dan lo gak bakal bisa paksa dia." Ucap Mate.

"Hey. Kamu itu sedang demam tinggi. Kamu harus pulang, makan, minum obat, dan istirahat. Ya?" Ucap Andre lembut sambil nangkup muka Vanny.

"Andre.. Murid natap lo bingung tuh." Bisik gue dan Andre ngeliat ke arah para murid. Lalu, Andre ngelepas tangan nya.

"Gue gak mau, Dre." Ucap Vanny pelan.

"Nanti demam mu tambah tinggi, Van." Ucap Andre lembut sambil megang tangan Vanny. Tenang aja. Gak keliatan orang lain kecuali kita kok. Kan ditutup sama badan Andre.

"Gak.. entar tunggu pulang sekolah aja ya? Lo ngajar lagi gih. Bentar lagi juga udah pulang." Ucap Vanny lembut. "Owhh.. sweet banget.." Batin gue.

"10 menit lagi nih." Ucap Mate.

"Tuh. Denger kan? Masih 10 menit lagi. Gue masih sanggup kok. Lo gak usah khawatir sama gue. Sana ngajar lagi." Ucap Vanny lembut. "Anjirr.. gak pernah gue denger Vanny ngomong lembut kayak gini. Ish! Beruntung banget Andre. Romantis bener dah mereka. Jadi iri. Haha. Gak kok. Bercanda." Batin gue.

"Benarkah kamu masih sanggup?" Tanya Andre memastikan.

"Iya, Andre. Percaya deh sama gue." Ucap Vanny pelan dan terkesan lembut.

"Baiklah. Kalau ada apa-apa, panggil aku saja." Ucap Andre dan diangguki kita berempat. Andre pun ngelus rambut Vanny, baru balik ke meja dia. Pas udah sampe di meja nya, Andre terus-terusan ngeliat ke arah Vanny. Sedangkan Vanny naruh kepala nya di atas lipatan tangan nya sambil posisi mukanya ke arah gue. Dia sekarang lagi nutup matanya.

"Van, Andre ngeliatin lo terus dari tadi." Ucap gue.

"Gue tau. Tanpa gue liat pun gue tau. Ini lah kenapa gue nyuruh kalian buat nyegah Andre megang badan gue. Soalnya dia itu orangnya khawatir banget sama gue." Ucap Vanny sambil terus nutup mata dia.

"Sorry. Tadi kita gak tau kalo dia bakal balik. Dan baliknya tiba-tiba lagi. Ya.. jadi gak siap." Ucap Aprilla.

"Gak papa. Santai aja." Ucap Vanny.

"Btw, Andre enak bener ya?" Ucap gue. Vanny pun ngebuka matanya dan menaikkan sebelah alisnya ke arah gue, pertanda bingung.

"Enak kenapa?" Tanya Mate.

"Enak lah. Seumur hidup, Vanny gak pernah ngomong lembut sama kita. Eh, giliran Andre ngomong nya lembut. Enak kan Andre?" Ucap gue. Seketika Vanny jitak kepala gue.

"Lo udah sakit, masih aja jitak kepala orang." Sewot gue.

"Lo tuh ngomong nya ngawur." Ucap Vanny.

"Iya. Andre enak banget. Dapet bonus dia." Ucap Aprilla sambil ketawa.

"Anjir." Ucap Vanny datar. Kita bertiga pun ketawa. Tapi gak kenceng loh. Masih jam pelajaran.

"Kalian bertiga di belakang. Jangan berisik." Ucap Andre datar. Kita bertiga yang lagi ketawa pun merasa dan ngeliat ke arah Andre.

"Emang kenapa? Serah kita lah. Kan kita juga ketawanya pelan." Sewot Aprilla.

"Ck! Stevanny sedang sakit. Apa kalian tidak kasihan melihat Stevanny? Dia saja mungkin terganggu karna kalian berisik." Ucap Andre.

"Yee.. giliran Stevanny aja diperhatiin. Dibelain." Sewot gue.

"Iye. Giliran kita selalu disalahin." Sewot Mate.

"Sudah! Diam!" Tegas Andre. Kita bertiga pun mendengus kesal.

"Gue males deh kalo pelajaran Andre. Yang dibelain Vanny mulu!" Ketus gue.

"Bete gue." Ketus Mate.

"Tau! Kita selalu disalahin!" Ketus Aprilla. Sedangkan Vanny cuma terkekeh denger keluhan kita.

"Ketawa-ketawa. Seneng dibelain bilang aje lo!" Ketus Aprilla.

"Ya kan dia belain gue cuma hari ini. Biasanya ya sama aja kayak kalian. Dia belain gue juga karna gue lagi sakit. Dia itu cuma khawatir sama gue. Bukan belain gue." Ucap Vanny.

"Yayayaya.. up to you lah." Ucap gue.

KRIINGG!!! SEMUA JAM PELAJARAN TELAH SELESAI.

"Akhirnya pulang sekolah juga." Ucap gue lega.

"Baiklah semua. Kalian boleh pulang. Selamat sore." Ucap Andre, setelah doa pulang tentunya. Yap. Setiap hari, kecuali hari Minggu, kita selalu pulang jam 14.30.

"Selamat sore, pak." Ucap mereka sambil berdiri dan keluar kelas.

"Cus kita pulang." Ucap gue. Kita pun berdiri dan jalan ke arah pintu kelas.

"Eh, tunggu." Ucap Andre memberhentikan langkah kita.

"Kenapa? Kita mau pulang nih. Mau ngerawat baby bear ini." Ucap gue sambil nunjuk ke arah Vanny.

"What?! Baby bear? Enak aje lo ngatain gue baby bear. Gue gak gendut lo katain bear." Sewot Vanny.

"Udah udah. Lo mau apa? Cepetan." Ucap Aprilla datar.

"Vanny biar ku gendong saja sampai ke mobil kalian. Nanti di rumah aku juga yang akan merawatnya. Tapi, mungkin aku dan yang lain akan terlambat pulang." Ucap Andre.

"Wh--" Kaget Vanny terpotong. Gue yang motong.

"Oke! Nih! Gendong aja. Terus lo rawat dia. Gue males ngerawat nya. Soalnya gue belom siap jadi seorang ibu." Ucap gue sambil dorong Vanny sampe Vanny jatoh ke pelukan Andre. Aprilla, Mate, sama Andre pun terkekeh denger ucapan gue. Sedangkan Vanny natap gue dengan tatapan pembunuh.

"Yuk pulang." Ajak Mate. Lalu, Andre pun ngasih buku-buku pelajaran yang dia pegang ke Mate dan diterima sama Mate. Setelah itu, Andre membungkuk.

"Eh?! Lo ngapain?! Jang-- Aaaa!!" Teriak Vanny karna Andre ngendong dia ala bridal style.

"Turunin gue! Entar murid-murid ngeliat!" Teriak Vanny sambil mukul-mukul dada Andre. Andre yang ngeliat Vanny gitu pun terkekeh, sedangkan gue dan yang lain ketawa ngakak.

"Tenang saja. Aku bisa mengurusnya. Lagian, aku tidak peduli dengan mereka." Ucap Andre santai.

"Iihh! Andre mah!" Rengek Vanny sambil menenggelamkan mukanya yang udah semerah tomat ke dada Andre. Andre yang ngeliat itu pun ngecup kening Vanny, lalu tersenyum. Begitu juga dengan gue, Aprilla, dan Mate. "Sahabat-sahabat gue udah dewasa. Udah bisa ngerasain suka, sayang, dan cinta." Batin gue.

*parkir*

Pas udah sampe di parkiran, Andre langsung masukin Vanny ke dalem mobil. Kita juga ikut masuk ke dalem mobil.

"Thanks." Ucap Vanny pelan. Andre pun ngangguk dan ngelus rambut Vanny.

"Tunggu aku di rumah." Ucap Andre.

"Nih buku lo." Ucap Mate sambil ngasih buku tadi ke Andre.

"Andre. Jangan lupa bilang ke David, syarat nya jangan lupa." Ucap gue dan diacungi jempol sama Andre. Lalu, Andre pun pergi ke ruangan nya. Setelah itu, gue pun menancap gas ke rumah gue.

*mobil*

"Cieee yang berbunga bunga.." Goda Aprilla.

"Gila." Ucap Vanny datar, tapi mukanya merah.

"Gaya lo aja ngomong nya datar. Tapi, muka lo merah kayak tomat." Ejek Mate. Vanny yang sadar sama ucapan Mate pun nutup pipinya pake tangan.

"Udah deh. Lo gak perlu malu sama kita. Btw, gimana rasanya digendong sama Andre?" Goda gue.

"Emm.. rasanya jantung gue pengen copot." Ucap Vanny pelan. Gue, Aprilla, dan Mate yang denger itu pun ketawa.

"Tapi enak kan?" Goda Mate dan dijawab anggukan kepala dari Vanny. Gue dan yang lain cuma bisa terkekeh ngeliat tingkah laku Vanny yang malu-malu. Gak pernah loh Vanny bisa malu-malu kayak gini. Biasanya sih dia gak tau malu. Wkwk. #plak.
Beberapa menit kita di perjalanan, akhirnya kita sampe di rumah gue dan biasa.. pagar rumah gue dibuka sama bodyguard. Lalu, gue ngendarain mobil gue masuk ke dalem garasi. Setelah itu, kita berempat keluar dari mobil dan masuk ke dalem rumah.

"HELLO EVERYBODY!!! I'M HOME!!" Teriak gue menggelegar.

"WE'RE HOME!!" Teriak Aprilla dan Mate.

"Huuu~" Bisik seseorang dari belakang kita. No. Bukan seseorang. Tapi banyak.

"AAAA!!" Teriak kita menggelegar karna kaget the 5 yang tiba-tiba ada di belakang kita. The 5 pun ketawa ngeliat kita. Sedangkan kita natap mereka tajam, lalu gue dan ketiga sahabat gue saling kode-kode.

PLETAK

"Aw!" Teriak mereka. Gue dan 3 sahabat gue pun ketawa karna udah berhasil balas dendam sama the 5.

"Yuk. Masuk." Ajak gue. Setelah kita masuk, kita langsung duduk di sofa.

"Kalian darimana? Kok tadi dibelakang kita?" Tanya Mate.

"Kita dari supermarket untuk gantiin makanan kalian. Tuh Roki lagi naruh di dapur." Ucap Riko.

"Bagus deh kalian ganti." Ucap gue santai.

"Btw, the 4 itu mana? Kok gak bareng?" Tanya Cedar.

"Kata mereka sih nyusul." Ucap Vanny. Sedangkan the 5 ber'o'ria, termasuk Roki yang baru balik dari dapur.

"Oh iya. Gue denger dari video call tadi, lo lagi sakit, Van?" Tanya Merel.

"Iya." Ucap Vanny. Lalu, Merel pun megang kening Vanny.

"Fuck! Panas banget badan lo, bego!" Teriak Merel. Riko, Roki, Rian, dan Cedar pun jadi kepo dan ikut megang kening Vanny.

"Gila. Kalian keponya minta ampun." Ucap gue datar.

"Emang udah satu setengah jam sebelum pulang sekolah." Ucap Mate santai.

"Terus kenapa lo gak pulang, Van?" Tanya Merel sambil ngelus rambut Vanny.

"Kita udah nyuruh dia pulang berkali-kali, tapi dia gak mau." Ucap Aprilla.

"Iya. Dia keras kepala banget. Kayak lo gak tau aja sepupu lo kayak gimana." Ucap gue datar. The 5 yang denger itu cuma bisa geleng-geleng kepala.

"Ya udah. Kalian ke kamar gih. Bersihin badan dulu. Dan Vanny, lo mandi air anget." Ucap Rian.

"Kalo lo tetep mandi air dingin, berarti lo pengen mati." Ucap Cedar datar. Lalu, kita pun naik ke atas untuk masuk ke kamar masing-masing. Pas gue masuk ke kamar gue, gue langsung banting tas gue di sofa, dan masuk ke kamar mandi buat mandi. Gue sekarang milih ngerendem badan gue di bath tub pake air dingin. Karna hari ini cuacanya panas. Kira-kira 15 menit, gue udah keluar kamar mandi dan langsung ganti baju.

Gue pengen ganti warna rambut. Udah kusem soalnya warna rambut gue. Kan udah lama gue gak ganti warna rambut. Bilang ke yang lain ah. Gue pun ngambil HP gue dan buka aplikasi Line. Ini HP gue yang lama. Yang satu lagi kan diambil sama David-.-

GROUP BAD GIRLS

Fenisia_FA
Guys, selesai mandi, kalian ganti warna rambut. HARUS!

Send.

Setelah itu, gue langsung ngelempar HP gue di atas queen size gue dan mulai milih warna rambut.

"Emm.. warna apa ya?" Gumam gue.

"Yang ini aja deh. Gue juga jarang pake yang ini." Gumam gue. Lalu, gue pun mulai ngecat rambut gue. Kira-kira 20 menit, gue udah selesai. Setelah itu, gue ngeringin rambut gue pake hair dryer. Setelah itu, gue ngeringin rambut gue pake hair dryer. Jadi deh!

Setelah itu, gue pun duduk di ranjang gue sambil gue main HP dan gak lupa gue berfoto dengan penampilan gue yang sekarang. Lalu, memposting nya di akun Instagram gue. Gak lama kemudian, gue pun keluar dari kamar sambil bawa HP gue dan turun ke bawah.

Vanny POV

Pas gue baru keluar kamar mandi, gue ngeliat HP gue getar di atas nakas. Gue pun langsung ngambil HP gue dan gue ngeliat Siska Line di grup. Lalu, gue naruh lagi HP gue di atas nakas, terus gue ganti baju.

Setelah gue ganti baju, gue milih warna rambut dan ngewarnain rambut gue. Kira-kira 20 menit, rambut gue udah jadi. Tinggal gue keringin pake hair dryer.

Setelah itu, gue berfoto dan ngepost foto gue itu ke akun Instagram gue. Pas udah selesai ngepost, gue tetep di kamar dan gak turun ke bawah. Gue tetep di kamar sambil tidur-tiduran dan main HP gue.

Aprilla POV

Pas gue lagi ganti baju, gue denger HP gue bunyi, tanda ada pesan masuk. Gue pun menyelesaikan ganti baju gue, lalu gue buka HP gue.

Ternyata Line dari Siska di grup. Setelah gue baca, gue pun mematikan HP gue dan mulai milih warna rambut, lalu gue warnain deh rambut gue. Sekitar 20 menit, rambut gue udah jadi. Gue pun ngambil hair dryer gue dan ngeringin rambut gue.

Setelah jadi, gue berfoto dan ngepost di akun Instagram gue. Lalu, gue turun ke bawah sambil bawa HP gue. Di bawah, ternyata udah ada Siska dan the 5. "The 4 lama amat ya balik nya? Jakarta, Prill.. Jakarta.. Pasti macet lah. Apalagi udah sore gini." Batin gue. Gue pun duduk bareng Siska dan the 5.

Mate POV

Baru aja gue keluar kamar mandi, tau-tau HP gue udah joget. Gak deh. Getar maksud gue. Gue pun buka HP gue dalam keadaan badan gue masih terselubung handuk. Ternyata Line dari Siska di grup. Setelah itu, gue pun mematikan HP gue dan ganti baju.

Selesai ganti baju, gue mulai milih warna rambut yang gue pengen. Pas udah dapet, gue langsung ngecat rambut gue. Sekitar 30 menit, gue udah selesai ngecat dan gue ngeringin rambut gue pake hair dryer yang udah gue bawa dari rumah.

Gue pun berfoto ria dan memposting foto gue di Instagram. Setelah itu, gue pun turun ke bawah. Pas gue udah di bawah, gue cuma ngeliat the 5, Siska, sama Aprilla yang lagi kumpul-kumpul. "The 4 belom pulang?" Batin gue.

"Woy. Vanny mana?" Tanya gue dan ikut kumpul bareng.

"Vanny dari tadi belom turun." Ucap Merel.

"Kok belom turun?" Tanya gue.

"Mungkin dia males turun. Biarin lah. Dia juga harus istirahat." Ucap Siska. Gue pun ngangguk-ngangguk denger penjelasan Siska.

Tok tok tok

"Roki, bukain gih." Ucap Siska.

"Lo aja. Gue males." Ucap Riko.

"Kayak nya itu the 4 deh. Biar gue aja yang buka." Ucap gue.

"Mau cepet-cepet ketemu sama James bilang aja." Cibir Aprilla dan gue hiaruin. Tanpa nunggu lama, gue berdiri dan jalan ke arah pintu, lalu buka pintu. Ternyata dugaan gue bener. The 4 udah pulang.

"Eh kalian. Masuk." Ucap gue. The 4 pun masuk, kecuali James.

"Lo ngapa berdiri disini? Masuk. Lo gak mau? Ya udah. Gue masuk dulu." Ucap gue dan baru sja gue balik badan, James nahan tangan gue. Gue pun balik badan gue ke arah James. Seketika James narik tengkuk gue dan gue ngerasa kening gue disentuh dengan sesuatu yang lembut, kenyal, dan sedikit basah.

CUP

"Hai, calon istri ku." Ucap James sambil tersenyum manis sama gue.
Ternyata James ngecup kening gue!! OH MY GOD!!! Pipi gue langsung panas dan jantung gue hampir copot. "Pasti muka gue udah kayak kepiting rebus. Astaga!" Batin gue.

"Pipi mu merah. Lucu sekali!" Ucap James kayak anak kecil sambil nyubit pipi gue gemes.

"Ish! Modus!" Ucap gue ketus tapi malu-malu. James yang ngeliat gue gitu pun terkekeh, lalu dia ngerangkul gue.

"Yuk masuk. Pasti mereka sudah menunggu kita." Ucap James dan diangguki gue. Kita pun masuk ke dalem.

Siska POV

Pas the 4 masuk ke dalem, gue langsung ngeliat ke arah David. Di tangan nya ada 1 kantong plastik.

"Hai." Sapa mereka.

"Ini syarat yang kamu berikan pada ku." Ucap David sambil ngasih kantong plastik itu ke gue.

"Beneran? Makasih!" Ucap gue girang sambil buka kantong plastik yang dikasih sama David.

"Yey!" Ucap gue kayak anak kecil. Hehe. Kebiasaan kalo ada es krim. Gue pun ngambil salah satu es krim yang ada di dalem kantong plastik, dan memakan nya. Sedangkan David ngeliat gue sambil ngelus rambut gue.

"Ternyata syarat nya es krim, toh?" Tanya Aprilla.

"Iya. Katanya, dia sangat suka es krim. Jadi, dia memberiku syarat seperti ini." Ucap David.

"Suka sih suka. Tapi makan nya bagi-bagi juga kale." Sindir Rian.

"No way. Enak aje lo. Ini semua punya gue." Ucap gue sambil menjulurkan lidah gue ke arah Rian.

"Kalo gue mah udah gak heran lagi. Dia emang kayak gitu." Ucap Riko.

"Tau. Dasar pelit!" Ucap Roki dan Cedar.

"Kalo sama kalian mah gue emang pelit. Kalo sama calon pacar gue, gue gak bakal pelit." Ucap gue. "Fak! Gue keceplos saking asiknya makan es!!" Batin gue. Seketika semua orang ngeliat ke arah gue.

"Kenapa kalian ngeliatin gue gitu?" Tanya gue pura-pura gak tau.

"Maksud lo calon pacar itu siapa?" Selidik Roki.

"Manusia lah. Kan gak mungkin hewan, tumbuhan, benda mati, atau makhluk halus." Ucap gue pura-pura cuek. Padahal sebenernya gue udah takut ketauan.

"Maksud gue, namanya." Ucap Roki datar.

"Kepo lo!" Ketus gue.

"Vanny mana?" Tanya Andre.

"Kamar." Ucap gue.

"Baiklah. Aku ke kamar Vanny dulu. Oh iya. Apa Vanny sudah makan?" Ucap Andre.

"Belom." Ucap Merel.

"Bagus lah." Ucap Andre.

"Kok bagus?" Tanya Aprilla yang lagi dirangkul sama Yoga.

"Iya. Karna aku sudah membelinya makanan." Ucap Andre dan kita semua ber'o'ria. Lalu, Andre pun langsun naik ke atas tangga.

"Em.. Mate mana?" Tanya Cedar.

"Gak tau. James juga gak ada." Ucap Rian.

"Nah. Itu mereka." Ucap Roki. Kita semua pun natap ke arah Mate dan James yang lagi saling pegangan tangan.

"Ehm! Belom sah oy!" Teriak gue nyindir mereka.

"Tau! Pacaran aja belom!" Teriak Aprilla ikut nyindir.

"Berisik!" Ketus Mate. Kita semua pun ketawa, kecuali Mate.

Andre POV

Ketika aku sampai di depan kamar Vanny, aku mengetuk pintunya.

"Masuk! Gak di kunci!" Teriak Vanny dari dalam kamar. Mendengar Vanny berbicara seperti itu, aku pun masuk ke dalam kamar. Aku melihat Vanny sedang telungkup menghadap tembok sambil memainkan HP nya. "Sepertinya Vanny tidak tau keberadaan ku. Kagetin ah! Hehe." Batin ku. Aku pun berjalan mengendap-ngendap ke arah Vanny. Ketika sudah sampai di dekat Vanny, aku langsung menarik kaki Vanny.

"Haaaa.. Vanny..." Ucap ku dengan suara serak yang ku buat-buat.

"Huaaa!! Lepasin gue! Pergi lo hantu!!" Teriak Vanny sambil menendang-nendang. Seketika tawa ku langsung pecah karna melihat Vanny yang ketakutan.

"Iiihh!! Andre! Ngagetin aja!" Kesal Vanny yang membuat ku tambah tertawa.

PLUK

Seketika tawa ku berhenti ketika bantal mendarat tepat di wajah ku. Vanny pun tertawa karna lemparan nya tepat sasaran.

"Sudah sudah. Sekarang, kamu makan. Aku sudah membeli makanan untuk mu." Ucap ku.

"Oh ya? Makanan apa?" Tanya Vanny pelan ketika aku membantunya untuk menyender di bantal yang sudah ku tumpuk-tumpuk. Lalu, aku pun membuka plastik dan mengambil makanan.

"Aku membawakan mu bubur ayam." Ucap ku sambil duduk di atas tempat tidur dan di samping Vanny.

"What?! Bubur?!" Kaget Vanny dan dijawab anggukan kepala oleh ku.

"Gue gak mau makan." Ucapnya sambil menutup mulut menggunakan tangan nya.

"Kenapa? Kamu harus makan. Nanti kalau kamu tidak makan, kamu tidak bisa minum obat. Dan nanti kamu tidak bisa sembuh-sembuh." Ucap ku.

"Pokoknya gue gak mau. Gue gak suka bubur." Ucapnya.

"Ayo. Kamu harus makan. Cepat. Aku suapi." Ucap ku sambil menyendokan bubur dan mengarahkannya ke mulut Vanny.

"Aaaa.." Ucap ku.

"Gak." Ucapnya sambil buang muka.

"Ayo lah anak kecil yang manja. Makan yuk." Rayu ku.

"Gak mau." Ucapnya.

"Kamu ini keras kepala. Ayo lah, Vanny. Makan.. setelah ini kamu harus minum obat." Ucap ku lembut.

"Gue gak mau. Gue jijik makan bubur." Ucapnya.

"Demi aku. Demi aku, kamu harus makan bubur ini." Ucap ku sambil menggenggam tangan nya. Dia pun melihat ke arah ku.

"Ema--" Ucap Vanny terpotong, karna aku menyumpalnya dengan bubur. Ketika dia ingin memuntahkan nya,

"Telan, atau aku tidak mau menyuapi mu lagi dan merawat mu. Biar saja Siska, Mate, dan Aprilla yang merawat mu. Kalau mereka yang merawat mu, aku yakin dia tidak akan sesabar aku." Ancam ku. Wajah Vanny pun berubah menjadi masam ketika mendengar ucapan ku. Lalu, dia menelan bubur yang ada di mulutnya.

"Nah.. seperti itu dong. Jadi aku tidak perlu mengancam mu. Ini juga demi kebaikan kamu. Aku mau kamu cepat sembuh, supaya kamu semangat seperti biasanya." Ucap ku lembut.

"Thanks. Dan sorry udah ngerepotin." Ucap Vanny pelan yang membuat ku mengelus pipinya.

"Tidak apa-apa. Sekarang, lanjut makan. Aaa..." Ucap ku.

"Harus ya?" Tanya Vanny dengan wajah memelas. Aku pun mengelus pipinya.

"Please jangan berwajag seperti itu, Van. Aku tidak tega. Aku melakukan ini juga demi kebaikan kamu. Aku tidak bermaksud memaksa. Kamu tau? Aku sangat khawatir ketika aku memegang dahi mu di kelas tadi. Aku tidak mau kamu kenapa-napa." Ucap ku lembut masih mengelus pipinya.

"I iya deh. Gue mau. Terpaksa." Ucap Vanny pelan. Aku pun tersenyum puas. "Orang yang keras kepala nya kebangetan pun pasti akan luluh kalau dibujuk oleh orang yang dicintainya." Batin ku.

"Aaaa.." Ucap ku sambil mengarahkan sendok yang berisi bubur ke mulut Vanny dan dimakan olehnya.

"Good girl." Ucap ku sambik mengelus rambutnya. "Tidak lama lagi kamu akan menjadi milik ku, Van. Walaupun 'belum' seutuhnya." Batin ku. Setelah beberapa menit aku menyuapi Vanny, buburnya pun habis dimakan olehnya. Setelah itu, aku memberi nya minum.

"Yey! Habis.." Ucap ku girang untuk menghiburnya. Vanny yang melihat ku seperti ini pun terkekeh. "Seumur hidup, hanya pada Vanny lah aku bisa manja dan seperti anak kecil begini." Batin ku sambil tersenyum.

"Lo kayak anak kecil aja. Gaya nya aja guru cuek, datar, dan dingin. Eh, gak taunya di balik itu semua sifat dan sikap lo kayak gini. Lucu." Ucapnya sambil terkekeh. Aku pun ikut terkekeh mendengar penuturan Vanny yang jujur.

"Ya tidak apa-apa kalau manja dan anak kecilnya di depan kamu. Kamu kan calon pacar, calon tunangan, dan calon istri aku." Goda ku.

"Emang gue nya mau gitu?" Tanya nya.

"Pasti." Ucap ku mantap.

"Kok lo yakin bener?" Tanya nya.

"Ada aja." Ucap ku.

"Ah, lo mah pelit gak mau kasih tau gue." Ucap nya.

"Bukan pelit. Tapi, rahasia. Nanti kalau kita sudah pacaran, baru aku beri tau." Ucap ku.

"PD nya selangit!" Cibir nya sambil menoyor kepala ku. Sedangkan aku terkekeh.

"Sekarang kamu minum obat dulu." Ucap ku sambil mengeluarkan obat yang tadi ku beli dari plastik. Aku pun memberikan obat dan minum untuknya dan diterima.

"Ya sudah. Sekarang kamu tidur. Aku akan menemani mu." Ucap ku.

"Lo keluar aja. Gue bisa tidur sendiri tanpa ditemenin kok." Ucapnya.

"Tidak apa-apa. Aku ingin menemani mu. Nanti kalau kamu mau apa-apa, kamu bisa langsung bilang ke aku." Ucap ku.

"Ya udah deh. Thanks." Ucapnya dan membenarkan posisi yang sebelumnya menyender, sekarang tiduran. Dia tidur menghadap arah berlawanan dengan ku.

"Ehh.. kamu harus tidur menghadap ke arah ku." Ucap ku.

"Gak. Emang kenapa sih?" Ucapnya.

"Untuk memastikan bahwa kam benar-benar tidur." Ucap ku.

"Ck! Bawel lo." Ucapnya dan tidur menghadap ke arah ku. Aku pun mengelus rambutnya dan mengecup dahi nya. Walaupun belum pacaran, tapi aku sudah menganggapnya sebagai pacar ku. Tidak lama kemudian, aku merasa Vanny sudah tertidur, terdengar dari deru nafasnya yang teratur. Lama kelamaan, aku juga merasa ngantuk dan tanpa ku sadari, aku tertidur sambil duduk.

James POV

Ketika Andre naik ke atas tangga,

"Andre ngapa naik ke atas?" Tanya Cedar.

"Mau ngerawat Vanny. Tadi waktu pulang sekolah, dia udah booking untuk ngerawat Vanny." Ucap Siska yang dari tadi hanya sibuk dengan es krimnya. Sudah 3 potong es krim yang dimakan Siska. Kami yang mendengar penuturan Siska pun terkekeh.

"Booking ya? Emang lo pikir sepupu gue hotel gitu?" Sewot Merel. Seketika Siska, Aprilla, Mate, Riko, Roki, Rian, dan Cedar menatap tajam Merel. Merel yang ditatap seperti itu pun bingung. Dan aku juga bingung. "Sepupu? Maksudnya Vanny adalah sepupunya? Kalau seperti itu, yang lainnya juga sama dong?" Batin ku. Aku pun menatap Mate dan yang lain penuh selidik.

"Sepupu? Maksudnya sepupu?" Tanya David.

Merel POV

"Sepupu? Maksudnya sepupu?" Tanya David. "Mati gue! Gue keceplosan! Aduh.. gimana nih?" Batin gue. Mana Siska, Aprilla, Mate, Riko, Roki, Rian, sama Cedar natap gue tajam lagi. Gue harus cepet berpikir. Aha! Gue dapet ide. Untung kali ini otak gue lancar.

"Oh! Ma maksud gue sepupu itu, karna gue udah nganggep Vanny sepupu gue. Makannya gue tadi manggil dia sepupu." Dusta gue. The 4 pun ber'o'ria denger penjelasan dusta gue. "Untung mereka percaya. Fiuhh.. hampir aja. Kalo mereka gak percaya, para bad girls bisa bunuh gue. Mengerikan!" Batin gue.

James POV

Aku percaya saja pada ucapan Merel. Karna menurut ku, alasannya memang kuat. Tidak masalah kalau Merel menyebut Vanny sebagai sepupunya. Mungkin itu karena mereka dekat. Hari ini sebenarnya aku berencana untuk menyatakan perasaan ku pada Mate. Karna aku sudah yakin kalau Mate menyukai ku. Dan mungkin saja sudah mencintai ku. Menurut ku, untuk mendapatkan hati Mate, tidak terlalu sulit jika dilakukan oleh 'ku'. Tidak seperti Siska, Vanny, dan Aprilla yang sulit untuk didapatkan. Tapi, David, Andre, dan Yoga bisa mendapatkan hati mereka dengan waktu yang terbilang singkat. Sekarang aku ingin mengajak Mate jalan-jalan dan aku juga ingin menyatakan perasaan ku di tempat yang ingin aku dan Mate kunjungi.

"Mate, aku ingin mengajak mu ke suatu tempat." Bisik ku.

"Kemana?" Tanyanya.

"Rahasia. Kamu ikut saja." Ucap ku.

"Oke." Ucapnya.

"Semuanya, aku dan Mate akan keluar untuk jalan-jalan. Mungkin kami pulang sebelum jam makan malam." Ucap ku.

"Kemana?" Tanya mereka.

"Rahasia." Ucap ku.

"Oke. Sana gih. Tapi, jangan pergi ke tempat yang gak bener. Awas kalo lo macem-macem sama Mate." Ucap Cedar dan diangguki oleh ku. Setelah itu, aku dan Mate pun keluar rumah dan masuk ke dalam mobil ku. Lalu, aku menancap gas mobil ku ke tempat yang ku rencanakan. Di dalam mobil,

"Kita mau kemana sih?" Tanya Mate.

"Taman." Ucap ku.

"Buat apa ke taman? Kan gak ada yang menarik di taman." Ucap Mate.

"Ada. Nanti kamu juga tau. Dan pastinya kamu bakalan suka, kaget, dan senang." Ucap ku.

"Serah lo aja deh." Ucap Mate. Aku pun menggenggam tangan Mate yang ada di paha Mate. Aku bukan ingin memegang pahanya ya. Aku cuma ingin menggenggam tangan nya.

"James, tangan lo nakal." Ucap Mate. Aku yang mendengar ucapan dari Mate pun terkekeh.

"Tidak apa-apa kalau nakalnya sama kamu." Goda ku.

"Dasar modus!" Ketus Mate sambil memukul tangan ku pelan. Aku pun kembali terkekeh.

"Bilang saja kalau kamu senang diperlakukan romantis oleh ku. Kamu tidak perlu malu-malu seperti itu." Goda ku sambil mencolek-colek pipinya.

"Ish! Lo berisik ah." Ucapnya yang kembali membuatku terkekeh. Dan masih banyak lagi godaan dan rayuan yang aku lontarkan kepada Mate. Dan berkali-kali juga wajah Mate merah seperti tomat. Tanpa terasa, aku sudah sampai di taman. Ketika Mate ingin membuka pintu mobil,

"Tunggu." Ucap ku. Aku pun keluar dari mobil dan memutari mobil, lalu aku membukakan pintu untuk Mate.

"Lo lebay ah. Gue bisa buka pintu sendiri, kale." Ucapnya.

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin membukakannya untuk mu." Ucap ku dan dibalas anggukan kepala dari Mate.

"Mate, kamu duduk saja dulu di bangku taman itu. Aku mau ke suatu tempat. Sebentar saja. Tunggu aku dan jangan kemana-mana." Ucap ku, lalu pergi meninggalkan Mate.

Mate POV

"Dia mau kemana sih? Terus ngapain juga dia ngajak gue ke taman? Aneh." Batin gue. Lalu, gue pun berjalan ke arah bangku taman yang ditunjuk sama James tadi. Pas gue sampe, ternyata kena panas matahari. Kan gak mungkin kalo gue nunggu James di bawah terik sinar matahari kayak gini. Lalu gue pun memutuskan untuk duduk di bawah pohon besar dan lebat yang agak jauh dari bangku taman ini. Pas gue sampe, gue pun duduk di bawah pohon ini.

"Nah.. kan adem kalo di bawah pohon kayak gini. Daripada di bangku taman tadi." Gumam gue. Gue pun tiduran di rumput taman ini sambil nutup mata. "Kata James gue bakalan suka. Bakalan kaget. Bakalan seneng kalo disini. Apa istimewa nya? Stres." Batin gue. Baru aja gue mau tidur, tiba-tiba ada suara orang yang jalan ke arah gue dengan mengendap-ngendap. Mata gue pun langsung terbuka dan gue mulai waspada. Pas gue ngerasa orang itu udah bener-bener deket sama gue, gue langsung berdiri sambil mencekik orang itu.

"H hey i ini a a aku." Ucap James yang susah bernafas. Gue pun langsung ngelepas tangan gue.

"Sorry. Gue pikir orang jahat. Soalnya jalan nya ngendap-ngendap. Gue curiga lah." Ucap gue.

"Tidak apa-apa. Kenapa kamu disini? Aku kan menyuruh mu untuk menunggu ku di bangku taman sana. Tadi aku sampai mencari mu kemana-mana. Kamu membuatku khawatir saja." Ucapnya yang buat gue terkekeh.

"Kenapa kamu terkekeh? Aku serius." Ucapnya.

"Gak papa. Cuma, lo bawel banget." Ucap gue dan James pun terkekeh.

"Aku bisa seperti ini cuma pada mu dan teman-teman dekat ku." Ucapnya. Dan gue ber'o'ria.

"Lo tadi kemana? Dan dibelakang punggung lo itu apa?" Tanya gue setelah gue sadar kalo James nyembunyiin sesuatu di belakang punggungnya. Tiba-tiba James berlutut di hadapan gue sambil ngeluarin bucket bunga yang di keluarin dari belakang punggungnya, yang buat gue kaget setengah mati.

"M Mate, a aku tau aku tidak romantis. Aku juga tau kalau aku tidak sempurna untuk mu. Tapi, aku akan berusaha menjadi sempurna, HANYA untuk mu. Mungkin memang terlalu cepat aku melakukan hal seperti ini. Tapi, aku tidak bisa menahan nya lebih lama lagi. Aku ingin kamu menjadi milik ku, walaupun belum seutuhnya. Dan aku yakin. Suatu saat nanti aku akan membuat kata 'belum' itu hilang. Kamu adalah orang pertama yang bisa membuat ku mengejar mu, berusaha mendapatkan mu, dan kamu orang pertama yang bisa mendapatkan hati ku dengam waktu yang sangat singkat. Mate, will you be my girl-friend?" Ucap James yang buat gue menutup mulut gue menggunakan tangan gue.

"I hope your answer is yes." Tambah nya. Gue yang mendapatkan pernyataan cinta di waktu yang masih terbilang cepet pun terdiam kaku.

"I repeat again. Will you be my girl-friend?" Tanya James sambil ngenggam tangan gue.

"Y yes, I will." Ucap gue pelan sambil nerima bucket bunga yang dipegang sama James.

"What? Are you serious?" Tanya James gak percaya dengan mata berbinar-binar dan merubah posisi jadi berdiri sambil megsng kedua bahu gue.

"Yes, I am very very serious." Ucap gue. Seketika James langsung meluk gue erat dan gue bales dengan erat juga.

"I Love You, Mate. And always." Bisik James di telinga gue masih dengan posisi meluk gue.

"I Love You Too, James." Bisik gue di telinga James masih dengan posisi berpelukan. Lalu, kita pun ngelepas pelukan kita dan James ngenggam kedua tangan gue.

"Terima kasih karna kamu sudah mau menerima ku menjadi pacar mu. Aku sangat senang karna kamu sudah menerima ku. Awalnya aku sangat yakin bahwa kamu akan menerima ku. Tapi, saat aku sampai di toko bunga, aku menjadi ragu-ragu dengan keputusan yang akan kamu ambil. Apalagi ketika kamu menjawab pertanyaan ku lama. Itu membuatku sangat ragu. Tapi, keraguan ku hilang seketika saat kamu menerima ku." Ucap James sambil ngelus pipi gue lembut.

"Sama-sama. Tapi, seharusnya gue yang makasih sama lo, karna lo udah ngewarnain hidup gue. Thanks." Ucap gue lembut sambil tersenyum manis. Semanis kamu. Haha. Gak jadi deh. Semanis senyum James aja. Wkwk.

"Kok kamu seperti itu sih?" Ucap James sambil mengerucutkan bibirnya.

"Emang gue kenapa?" Tanya gue bingung. Gue ada salah ya?

"Kita kan sudah pacaran. Masa kamu masih memakai bahasa lo-gue?" Ucap James masih mengerucutkan bibirnya.

"Ohh gituu.. iya iya.. maaf. Jangan cemberut lagi dong." Ucap gue sambil nyubit pipi James dan James terkekeh.

"Nah.. gitu dong. Senyum. Tapi, ngomong aku-kamu nya gak janji ya? Hehe. Gak terbiasa soalnya." Ucap gue.

"Ya sudah. Ayo kita pulang ke rumah. Sekarang juga sudah maghrib." Ajak James dan diangguki gue. Kita pun berjalan ke arah mobil dengan posisi James ngerangkul gue. Pas udah sampe di depan mobil, James bukain pintu buat gue.

"Silahkan, sayang." Ucap James yang buat pipi gue panas seketika.

"Akh! Pipi mu merah. Lucu sekali. Kamu cepat tersipu ya? Haha." Goda James.

"James! Jangan mulai deh. Ayo jalan. Katanya mau pulang." Rengek gue. James pun terkekeh sambil ngacak rambut gue, lalu nutup pintu mobil gue.

"James! Rambut gue acak-acakan nih jadinya!" Teriak gue. Pas James masuk ke dalem mobil,

"Mate.. bahasa mu itu." Tegur James. Sedangkan gue yang ditegur hanya nyengir sambil masang jari gue ✌. James pun cuma bisa geleng-geleng kepala, lalu nancap gas ke arah rumah.

"James, kita jangan bilang ke yang lain dulu ya kalo kita udah jadian?" Tanya gue pelan.

"Kenapa?" Tanya James sambil ngenggam tangan gue.

"Tunggu mereka nanya aja baru kita kasih tau. Dan ya, kalo kita bilang ke mereka, pasti mereka minta kita traktir mereka. Jadi, siap-siap aja entar dompet kamu kempes." Ucap gue lalu ketawa. Sedangkan James ngeliat gue sambil senyum.

"Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?" Tanya gue.

"Kamu tidak sadar? Sudah tiga kali kamu berbicara menggunakan bahasa aku-kamu. Dan aku senang mendengarnya." Ucap James sambil tersenyum senang. Sedangkan gue tersenyum manis ngeliat James bahagia. "Semoga gue bisa langgeng sama James." Batin gue.

"Hey, sayang? Kamu memikirkan apa?" Tanya James dan buat gue lagi-lagi blusshing.

"Gak papa." Ucap gue sambil buang muka ke arah jendela. Di dalem mobil, kita berdua terus ngobrol dan kadang ketawa. Dan gak ketinggalan godaan James untuk gue. Ckck.. Pas kita udah sampe di depan rumah Siska, bodyguard langsung ngebuka pagar dan kita langsung masuk ke halaman rumah, lalu keluar dari mobil, dan tentunya pintu gue di bukain sama James. Setelah itu, kita pun masuk karna pintu gak ditutup.

"What's up!" Ucap gue. Mereka yang lagi kumpul pun ngeliat ke arah gue dan James. Sekarang James lagi ngerangkul gue.

"What? Apa yang di tangan lo itu?" Tanya Vanny. Yap, sekarang Vanny dan Andre udah ngumpul bareng yang lain.

"Lo buta? Bunga lah." Ucap gue.

"Bunga? Tumben lo beli bunga bucket kayak gitu?" Tanya Cedar.

"James yang beliin buat gue." Ucap gue.

"Uuu~ belom pacaran aja udah romantis gitu. Apalagi kalo udah pacaran?" Goda Aprilla.

"Biasa aja kale." Ucap gue. Gue dan James pun ikut ngumpul bareng yang lain.

"Kalian habis darimana?" Tanya David.

"Ke suatu tempat." Ucap James sambil senyum ke arah gue.

"Yang pasti tempatnya di bumi, Jakarta, dan ada gravitasi nya." Ucap gue.

"Serah deh." Ucap Siska. Tiba-tiba ada suara dering ponsel.

"HP siapa tuh?" Tanya Riko.

"HP gue. David, kasih ke gue HP nya." Ucap Siska terkesan menyuruh. David pun ngeluarin HP Siska dari saku celana nya, lalu ngeliat siala yang nelfon.

"Siapa Alvin?" Tanya David. "Alvin yang nelfon? Berarti tentang balap dong?" Batin gue.

"Kepo! Siniin! Penting tau!" Ketus Siska sambil berusaha ngambil HP nya.

"Kasih aja, Vid. Penting!" Ucap Vanny.

"Tau lo! Cepetan kasih!" Ketus Aprilla.

"Tidak, sebelum Siska memberitau ku siapa dia." Ucap David dan telfon nya pun mati.

"Ish! Kasih Siska, Vid!!" Teriak gue. "Firasat gue gak enak nih." Batin gue.

"Tenang, Mate. Memangnya ada apa?" Ucap James.

"James, tolong bantuin Siska. Please. Firasat gue gak enak!" Mohon gue.

"Baiklah. Setelah itu, tolong jelaskan pada ku apa yang terjadi." Ucap James.

"Vid, berikan pada Siska!" Tegas James.

"Tidak, sebelum dia memberitau ku." Ucap David yang buat gue tambah kesel. Gue, Siska, Vanny, Aprilla, sama James pun terus ngebujuk dia. Dan Alvin terus-terusan nelfon.

Siska POV

Gue bener-bener kesel sama David. Egois banget sih dia! Apa dia gak tau kalo Alvin nelfon berkali-kali itu tandanya darurat! Dan firasat gue lagi buruk sekarang. Setelah lama berdebat sama David,

"SERAH LO! MAU LO AMBIL HP GUE JUGA GAK PAPA!! GUE GAK PEDULI!!!" Bentak gue. Lalu, gue pun pergi ke taman belakang.

David POV

Ketika Siska membentak ku, suasana di ruang tamu ini mendadak jadi sunyi. "Siska membentak ku? Dia.. aku tidak mengerti. Rasanya sakit sekali. Hanya karena lelaki itu dia membentak ku. Dan baru kali ini Siska begitu marah pada ku." Batin ku.

"Gue shock." Ucap Vanny yang dirangkul oleh Andre.

"Baru kali ini Siska ngebentak orang. Bahkan kita bertiga aja gak pernah di bentak sama dia." Ucap Mate yang juga dirangkul oleh James.

"David, kali ini Siska bener-bener marah sama lo." Ucap Riko.

"Masih untung lo temen dia. Kalo gak, Siska pasti udah hajar lo." Ucap Aprilla.

"Makannya, jangan pernah buat dia marah. Dia gak bisa kalo hajar temen dia. Jadi, yang bisa dia lakuin, diem-dieman." Ucap Roki. Dan tiba-tiba, Siska masuk....

Siska POV

*taman belakang*

Di taman belakang, gue langsung misscall Alvin pake HP lama gue. Gue gak mau nelfon pake HP ini, soalnya gak ada pulsa. Pas gue udah misscall, gak lama kemudian Alvin nelfon gue.

"Ha--"

"Lama banget sih lo!! Cepet lo dateng ke markas! Geng 'Black Wolf' tawuran sama geng kita! Geng kita kekurangan orang!! Ini gue lagi di toilet, cuma untuk nelfon lo! Bawa alat untuk kalian tawuran! CEPETAN!!"

Tut.

"Bangsat! Pantes firasat gue gak enak!" Umpat gue. Gue pun langsung masuk ke dalem rumah.

"Guys, kita ke markas. Bawa perlengkapan. 5 menit, turun. Telat gue tinggal." Ucap gue dingin dan datar tanpa berenti berjalan dan langsung naik ke atas. Gue ngerasa ada beberapa orang yang naik ke tangga. Gue rasa itu Vanny, Aprilla, dan Mate. Gue pun masuk ke dalem kamar dan langsung ganti baju. Lalu, gue pake sepatu khusus untuk gue balap atau tawuran.

Tasnya abaikan!

Setelah gue ganti baju, gue langsung ngambil pistol FN-FNP45 dan HS2000 dan gue selip di celana belakang gue, lalu gue tutup pake baju gue. Gue juga bawa peluru-pelurunya yang gue masukkin ke kantong celana gue. Setelah itu, gue juga bawa 2 pisau lipat yang gue selip di celana samping gue. Pas gue udah siap-siap, gue turun ke bawah dengan bawa tas gue yang cuma berisi peluru cadangan, pisau lempar, pisau lipat, dan HP gue. Di bawah, gue liat belom ada Vanny sama Mate.

"Kalian mau kemana?" Tanya David san gak gue jawab. Gue bener-bener marah sama dia. Kalo aja dia ngasih HP gue dari tadi, pasti sekarang gue udah sampe di markas.

"Oke. Kalian bertiga udah ada. Sekarang kita berangkat. Gue naik motor. Kalian naik mobil masing-masing. The 4 an the 5, jangan. Nyusul. Kita." Ucap gue datar dan dingin. Lalu, gue pun keluar rumah bersama ketiga sahabat gue. Mereka masuk ke mobil, gue masuk ke garasi dan ngeluarin motor gue. Pas gue lagi manasin motor, gue manggil salah satu bodyguard.

"Ya? Ada apa, miss?" Tanya nya.

"Di dalam rumah masih ada 9 orang. Jangan biarkan mereka pergi, apapun alasan nya. Kalau kamu tetap membiarkan nya pergi, kamu akan mendapatkan akibatnya." Ucap gue dingin dan datar dan diangguki oleh nya. Gue pun langsung nancap gas motor gue ke arah markas. Gue lebih milih motor supaya gue bisa nyampe markasnya cepet. Gue ngendarain motor gue dengan kecepatan di atas rata-rata. Sekitar 5 menit gue sampe di markas. Sedangkan yang lain belom sampe. Gue pun masuk ke dalem markas dan gak ada orang. Gue masuk ke garasi Alvin, gak ada orang. "Biasanya orang tawuran di tempat yang sepi dan terpencil. Disini tempat yang kayak gitu cuma hutan yang ada di deket sini." Gue pun jalan ke arah hutan yang gak jauh dari sini. Pas gue sampe disitu, ternyata dugaan gue bener. Gue pun ngirim lokasi gue ke Vanny, Aprilla, dan Mate. Setelah itu gue menyimpan HP gue di dalem tas. Tas gue tetep gue bawa. Gue gak mau diambil sama orang. Setelah siap, gue langsung ikut medan pertempuran. "Kalian salah cari masalah sama gue." Batin gue.



Yo What's up guys! Come back with me! Uuuu~ gimana ceritanya? Btw, thanks yang udah vote cerita gue yang gaje ini. Oke deh.

Vote & comment!

Bye bye

Salam dari Author;
fenisiaaa2302

Ig: fenisia_siska

Continue Reading

You'll Also Like

AV By s h e y

Teen Fiction

2.7M 231K 40
Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang merepotkan, kecuali Mommy tersayang nya...
976K 71K 55
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
979K 46.3K 38
DON'T COPY MY STORY. FOLLOW SEBELUM BACA, YA. BANYAK HAL TOXIC, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! [17+] **** Kedatangan Characella kembali ke kota kelahir...
946K 28.9K 43
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...