"Nayra bantu ya, ma?" ucapku sambil ikut menata piring-piring yang sudah dicuci.
"Lho, sayang, kamu kok ikut bantu-bantu sih?" mama kaget, "pengantin baru tuh gak boleh ikut bantu gini."
Kok gitu sih? Tadi di ruang tamu gak boleh, sekarang, gak boleh juga, nih?
"Mama, nggak papa kok, lagian Nayra lagi nggak ngapa-ngapain. Tadi di ruang tamu, Nayra juga nggak boleh bantu-bantu sama ibu," rajukku, sambil menunjukkan ekspresi mupeng. " Lagipula, resepsi tadi cuman berlangsung 3 jam, ma, Nayra nggak capek-capek banget, kok."
"Ssttt.. tetep nggak boleh. Ferdy mana sih? Feerrr.. Ferddyyyy.. Ferdy!"
Tak lama, nampak Mas Ferdy berjalan dengan sedikit tergesa menghampiri mama. Ini juga kenapa mama harus panggil Mas Ferdy?
"Iya, ma. Ada apa? Ada yang harus Ferdy bantu?"
"Hihhh.. kamu ini. Lagi apa sih kamu didepan?"
Mas Ferdy bingung. "Lagi bantu beresin kursi tamu, ma," dengan rasa tak bersalah ia menjawab. Ups! Rupanya, mama benar-benar kelewat gemas sekarang.
"Kalian berdua ini, ya. Okelah, kalau gitu gini aja, kamu Fer, ajak Nayra jalan-jalan, kemanaaa gitu. Mau ke mall, ke taman, ke resto, ke cafe, terserah, bebas. Mau gak pulang juga gak papa."
Refleks saja aku menganga. Ini.. baru kali ini.. ada pengantin yang diusir dari rumahnya sendiri secara halus. Padahal, akad pernikahan dan resepsinya baru selesai beberapa jam yang lalu. Dan.. lebih hebohnya lagi, pengantin yang diusir itu.. kami.
Bahkan Mas Ferdy masih menggaruk-nggaruk tengkuk lehernya yang kuyakin itu tak gatal sama sekali. "Tapi, ma.."
"Ssttt! Nggak ada tapi-tapian, udah cepetan, ganti baju sana, trus jalan-jalan," dengan heboh, mama mendorong halus kami berdua ke dalam untuk berganti pakaian.
Seperti anjing yang penurut, akhirnya kami dengan kikuknya bersama berjalan ke kamar.
"Mas.. mau ajak aku jalan-jalan beneran?" ragu aku bertanya.
"Udah nggak papa, itung-itung buat refreshing habis ngurusin nikahan kita. Lagian.."
Ucapannya yang menggantung lama-lama membuatku curiga. "Lagian apa?"
Sore ini, Mas Ferdy memilih untuk memakai hem kotak biru tua polos dengan celana panjang hitam sebagai pelengkapnya.
"Lagian.. aku kangen sama kamu. Sudah lama, aku nggak bercanda berdua bareng kamu."
Oke, sepertinya aku harus membiasakan diri untuk mengontrol rona pipiku yang suka memerah tiba-tiba. Apalagi saat Mas Ferdy mulai menggencarkan aksi mesranya. Rasanya benar-benar ingin meleleh saja.
♡♡♡
Sore ini, pilihanku jatuh pada jilbab pink bermotif bunga dan khimar berwarna pink polos. Dan menurut saja dengan Mas Ferdy saat ia bilang, ikuti saja arah jalan. Pasti nanti akan terfikirkan arah tempat yang mendadak ingin dikunjungi.
Seperti sekarang, sudah setengah jam perjalanan kita di mobil, namun belum juga terfikirkan arah tempatnya.
"Mas, kita ini mau kemana sih? Daritadi muter-muter aja."
Mas Ferdy menghela nafas. "Aku juga bingung, Nay. Eh, Nay, gimana kalau kita ke Taman Centaury aja?"
Dahiku berkerut. Sepertinya aku tak asing dengan nama daerah itu. Kenaoa nggak daritadi aja kesana sih?
"Taman Centaury, masak kamu lupa? Itu.. taman yang dulu sering jadi basecamp kita pas kita masih berdua pas kamu SMK. Deket dari sini."
Ahh.. yaa.. benar, Taman Centaury namanya. Persis dengan nama bintang yang memiliki sinar paling terang yang memasuki rangking 3 besar dengan posisi pertama Bintang Sirius. Ia memeiliki nama lengkap, yakni Alpha Centaury. Keindahan taman itu memang sebanding dengan namanya. Ialah taman dimana aku mendapatkan hidayah yang pertama kalinya. Taman yang mempertemukan aku dengan Silvi, sehingga aku bisa tergerak untuk istiqomah di jalanNya sampai saat ini. Saat itu, aku mungkin datang keadaan gelisah tak menentu karena belum tau arah tujuan hidupku. Tapi kini.. lihat.. Alhamdulillah Allah mengijinkanku untuk istiqomah di jalanNya dan menegakkan syariatNya
"Nay?" seruan Mas Ferdy membuyarkanku. "Gimana? Mau, kan, ke Taman Centaury?"
Aku mengangguk. "Oke, deh, kita kesana aja. Kira-kira, kue sarang laba-labanya masih ada nggak ya sekarang? Udah lama nggak kesana aku."
Yah.. sejak perpisahan baik-baik itu, sejak hari itu, aku tak pernah berniat untuk datang ke Taman lagi. Entah karena apa. Sekalipun tidak pernah. Melewatinya mungkin terkadang, tapi tak terbesit di fikiranku sedikit pun untuk mampir kesana.
"Oh, kue itu. Yang sering kita beli dulu? Yaa.. semoga aja ada, Nay.." Mas Ferdy kembali memandang jalan, setelah tersenyum ke arahku. Kue yang Mas Ferdy sebut tadi adalah kue sejenis terang bulan, dengan cetakan khusus yang hampir berbentuk seperti jaring/sarang laba-laba, yang diletakkan di kertas minyak yang dibentuk kerucut. Ditambahi dengan taburan Susu Kental Manis, menambah baunya yang menggoda setiap orang yang menciumnya.
Hanya 10 menit untuk pergi kesana. Karena tempat kami tadi letaknya tak terlalu jauh dari lokasi. Sehingga mempersingkat lama perjalanan untuk tiba disini.
Lima tahun tak berkunjung tak membuat taman ini banyak berubah. Hanya terdapat tambahan pendopo dan tempat duduk, serta sedikit tanaman-tanaman hias disekitar jalan. Namun, berhasil membuat taman ini semakin terlihat bersinar dengan warnanya yang sudah diperbarui dengan cat yang baru.
Mas Ferdy menggenggam tanganku. Refleks aku menoleh ke arahnya. Oke, jantungku mulai berdegup kencang tak karuan. Jika dulu, berpegangan tangan seperti hal yang tabu dan takut dengan dosa, tidak untuk sekarang. Semua telah berbeda. Mas Ferdy bahkan terlihat santai tanpa beban saat menggandengku sembari berjalan. Ya, bersyukur juga, akhirnya hubungan ini menjadi halal. Tapi.. jika langsung bergandengan tangan di depan umum seperti ini.. benar-benar hampir tak pernah kulakukan.
"Beli sarang laba-laba dulu kan, sayang? Tuh.. orang yang jual ada disebelah situ."
Sayang?
Oh.. ayolah, Nayra, walau umurmu masih 22 sekarang, kau bahkan masih diperbolehkan salting dan nervous. Tak ada larangan usia untuk merasakan itu. Tapi, jika ternyata perlakuan Mas Ferdy sebegininya, seterusnya harus kubiasakan mulai sekarang.
"Pak, sarang laba-labanya 2, pake SKM coklat semua," pesan Mas Ferdy.
Sengaja tak kutatap wajahnya. Hanya lirikan-lirikan. Kenapa aku jadi gugup gini sih? Deg-deg an lagi.
Mas Ferdy langsung menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan setelah pesanan kami selesai. Dan akhirnya, kami pun memilih untuk duduk di salah satu pendopo kecil yang menghadap ke arah penjuru taman. Sehingga bisa terlihat semua pengunjung disini. Mulai dari anak-anak, remaja, orang tua, dewasa, bahkan lansia. Ramai sekali.
Bau dari kue sarang laba-laba ini benar-benar menggodaku. Tanpa memperdulikan Mas Ferdy, aku langsung mencomot sedikit dengan tangan.
"Nay.. Berdoa dulu, jangan langsung comot aja," peringat Mas Ferdy.
Aku meringis malu. "Maaf, mas, habisnya baunya enak banget."
Aku jadi semakin malu saat Mas Ferdy menggeleng-gelengkan kepala menatapku. Aishh.. Nayra, jaga image, dong!
"Nay.."
"Iya mas?"
"Aku kangen sama kamu."
Apa?
Refleks aku menoleh dengan keadaan belepotan SKM Coklat dibibir. Kangen? Kurasakan pipiku memerah. Rasanya jadi menghangat.
Terlihat Mas Ferdy tersenyum tipis. Aku mengintipnya walau ia kini memandang lurus kedepan. "Kamu tau, pas kita lost contact dulu, 5 tahun, kan? Tiap malam.. sebelum tidur, aku mesti kefikiran sama kamu. Kadang sampe kebawa mimpi."
"Aku sempat dengar, kalau kamu mau dilamar sama Mas Fahmi, sejak itu.. aku makin kefikiran dan hampir berfikiran nekat mau nikahin kamu. Tapi, aku bersyukur kamu menolaknya. Dan.."
"Tunggu, mas.." aku menyelanya. Ada sesuatu yang mengganjal. "Mas.. tau darimana kalau aku mau dilamar sama Mas Fahmi dan nolak dia?"
"Oohh itu.. jadi.. aku.."
"Mas nguntitin aku ya?" tanpa menunggu penjelasan Mas Ferdy, langsung kutuduh dia. Oh okelah, jujur, aku benar-benar bingung bagaimana dia bisa tau.
"Ehh.. bukan gitu, dek, jadi gini.. dengerin dulu dong, mas, ngomong," dengan gemas Mas Ferdy mencubit hidungku. Sama. Sama seperti yang sering dia lakukan dulu padaku. Aku.. jadi baper.
"Jadi, mas nggak sengaja denger percakapan kamu sama temen kajian kamu, waktu kamu ngisi kajian B-MINE itu di kampus."
Right!
Sekarang aku tau.
"Jadi.. yang dulu ngelempar pesawat kertas surat kaleng horor itu Mas Ferdy yaaa?"
Mas Ferdy tertawa. Hss.. lihatlah, betapa manisnya dia. Rasanya.. ingin kumendekat. Astagfirullah, Nay, ini tempat umum!
"Pesawat kertas itu? Apa kamu tadi bilangnya? Surat kaleng? Perasaan aku ngelemparnya pake udara, Nay, bukan kaleng," lagi-lagi Mas Ferdy tertawa.
"Ya, tapi sama aja. Toh pengirimnya gak jelas. Ya, kan?"
Tak lagi tertawa, Mas Ferdy memilih untuk tersenyum sekarang.
"Mas sempet nekat mau nikahin kamu, Nay, dulu. Tapi, begitu mas denger kalau kamu nerusin kuliah di Poltekkes, akhirnya mas memilih buat nunda dulu. Dan.. akhirnya, mas merasa udah siap. Mas datang ke rumah kamu, dan.. Alhamdulillah.. akhirnya Allah mengijinkan kita untuk bertemu kembali. Bersatu dalam ikatan suci gini. Bebas ngapa-ngapain, gak takut dimarahin orangtua pas pulang malam, dan.. bebas kemana aja."
Ya, memang begitulah seharusnya cinta. Ia hanya bisa dibuktikan dengan sebuah tanggung jawab juga komitmen. Saat cinta karenaNya, berlangsung hanya karena kau ingin bersamanya, maka, sama saja kau tak mencintai Allah. Kau bahkan rela menyeretnya ke neraka bersama. Naudzubillah..
Jika aku tau, ternyata kita berjodoh seperti ini, tentunya aku memilih untuk tidak berdekatan denganmu sewaktu aku SMK dulu, mas. Mencicipi hubungan ini, dan bahkan menikmatinya. Aku merasa seolah mengambil sesuatu yang belum hakku. Tapi, masalah takdir, siapa yang tau? Allah bahkan tak pernah memberitahu. Hanya saja.. Allah menyuruh kita untuk mengkaji ilmu, agar kita tahu bagaimana caranya menyikapi sesuatu. Sesuatu yang berbeda.. seperti perasaan cinta ini. Yang termasuk anugerah mulia dariNya. Kita justru seharusnya memuliakannya, bukan menghinakannya. Kita justru seharusnya menjaganya, bukan menodainya. Begitulah.. cinta.. yang tercipta karena cinta kepada Allah.
"Dan.. siapa sangka, kalau ternyata mas datang di usiaku yang sekarang ini. Bahkan masih menginjak bangku kuliah," sedikit kumencelos.
"Nggak papa, Nay. Skripsi kamu nanti, aku bantu kok. Biar kamu bisa dapet nilai terbaik. Oke?"
Aku tersenyum. Disemangati seperti ini tanpa sadar membuatku merasa tersanjung. Apalagi yang menyemangatinya adalah suami. Rasanya.. benar-benar seperti berbunga-bunga.
♡♡♡
Kami sampai di rumah tepat pada pukul 7 malam. Rasanya benar-benar melelahkan. Walau hanya ke taman dan ke rumah makan, rasanya seperti keliling mall seharian. Mungkin ini karena seharian dari kemarin aku terus beraktivitas. Mulai dari persiapan akad nikah, dilanjut dengan resepsi, dan ada insiden usir pengantin tadi. Benar-benar, badanku terasa pegal-pegal.
"Nay, nggak makan dulu?" tawar ibu setelah melihatku keluar dari kamar mandi. Segar rasanya bisa menyiramkan air ke seluruh tubuh. Tapi tetap saja ngantuk ini tak dapat berhenti menyerang mata.
"Nayra udah makan tadi, bu. Kita tadi sempat mampir makan kok di jalan," Mas Ferdy bantu menjawab.
"Oh yaudah, kalian istirahat aja gih, pasti capek banget, kan."
Pesan ibu barusan membuatku menghangat. Serasa hatiku mencelos. Teringat setelah ini, lambat laun, pasti aku dan Mas Ferdy sudah tak tinggal disini lagi. Kami memang seharusnya segera memiliki tempat tinggal sendiri. Berdua. Dan itu artinya, tak akan ada lagi ibu yang membangunkanku. Tak ada lagi ibu yang mengingatkanku, menasehatiku. Bahkan tak ada lagi guyonan dan jahilan Rayyan juga Rayhan nantinya.
"Nay, aku mandi dulu ya, kamu duluan ke kamar aja, oke?" pesan Mas Ferdy membuyarkan lamunanku. Yang akhirnya kubalas dengan anggukan.
Setelah pamit pada ibu untuk masuk ke kamar lebih awal, aku pun berganti baju rumah yang kurasa menarik dan membuatku terlihat lebih cantik. Ya, sebagai istri, sudah selayaknya demikian bukan? Sebisa mungkin, buat suami merasa senang saat memandang, sehingga ia betah di rumah.
Kulihat timeline di hp seraya menyandarkan diri pada dinding yang berdempetan dengan kasur di kamarku.
97 pesan WhatsApp
10 pesan masuk
29 pemberitahuan Facebook
8 pemberitahuan Twitter
Saat kucek, ternyata berisi ucapan teman-temanku akan pernikahanku ini. Hendak saja kubalas pesan mereka satu persatu, namun, tak sampai habis, nyatanya mataku tak bisa diajak berkompromi.
Kuputuskan untuk memejamkan mata sejenak sambil menunggu Mas Ferdy selesai mandi. Lama.. dan tanpa kusadari, kesadaranku mulai terlelap. Dan aku pun tertidur. Namun, setengah kesadaranku berkata.. terasa kain hangat menyelimuti tubuhku. Pasti selimut. Dilengkapi dengan sedikit kecupan di dahiku. Okelah.. aku tak tau siapa dia, namun, pelukan ini, nyaman. Membuatku semakin terlelap dan nyenyak di kasur ini.
***
Hai readers setiaaaa 😁 Thankss yaaa udah mau stay on baca cerita aku di lapak ini..
Sorry banget, aku ga update rutin. Biasanya tiap 2 hari sekali, pasti ada update an. Tapi sekarang.. uhh.. suka telat 😯 sorry yaa gaess~ maklum lagi sibuuk kesana kemari *halah*
Okelah.. author permisi dulu, hehe..
Jangan lupa vote and comment yaaa