Cahaya Cinta.

By NurhaDhiRa

8.6K 239 18

-oOo-NEW VERSI-oOo- Kami akan membuat kalian seperti merasakan pesantren sungguhan. Merasakan bahwa akhlak da... More

Prolog.
٢
٣
٤
٥
٦
٧

١

1.3K 31 1
By NurhaDhiRa

..menangislah sekuat-kuatnya. Kelak engkau tahu sebab perpisahan ini. Engkau dan orang tuamu terselamatkan dari neraka, akibat bahayanya kebodohan, dan bisa bersama disyurga dalam keabadian..

.
.
.


Dian dan Rara berjalan menuju masjid, mereka berdua akan melaksanakan sholat berjama'ah subuh, lalu dilanjutkan dengan kajian ustad Rehan.

Rara tampak berjalan kesusahan dengan sarung yang ia kenakan, sehingga sesekali membuatnya tersandung karena saat melangkah kakinya menginjak ujung sarungnya bagian depan.

Dian sesekali tersenyum sambil membantu memapah Rara agar jalannya tidak terlalu ribet. "Awalnya juga ana begitu. Tapi lama kelamaan bakal terbiasa kok!" Seru Dian sambil tersenyum tipis.

Rara ikut tersenyum sambil mengangguk pelan.

Tak jauh dari mereka terdapat santri yang menatap salah satu dari mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Santri jadid kah?"

*jadid => Baru.

--oOo--

Setelah selesai mengaji sekitar pukul tujuh pagi, para santri berjalan berbondong-bondong menuju kamarnya masing-masing, hendak bersiap-siap untuk pergi sekolah. Sebelum kesekolah, biasanya mereka kekantin untuk sarapan yang telah disediakan petugas chatering.

Berbeda dengan Rara yang masih sibuk mencari sandal jepitnya. Dan tentunya ditemani oleh Dian. Disini juga masih banyak para santri, jadi mereka berdua tidak perlu takut akan dihukum oleh pengurus asrama karena masih keluyuran diluar asrama putri.

"Udah ketemu belum?" Tanya Dian.

Rara menoleh sekilas pada Dian, lalu ia mencari lagi sandalnya. "Belum. Perasaan aku nyimpennya disini deh, Yan."

Dian menghela nafasnya pelan. "Kejadian ini emang udah biasa. Dulu ana juga pernah kehilangan sandal bahkan uang jajan ana juga pernah hilang."

Rara menghampiri Dian. Lalu ia mengandeng tangan gadis itu. "Udah yuk, kita kekamar aja. Gak papa deh soal sandal. Dikoperasi ada jual sandal kan?"

Dian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Rara. "Bener nih, ngga papa?"

"Iya." Seru Rara diakhiri dengan kekehan kecil.

Lalu mereka mulai berjalan menuju asrama mereka.

Dibalik pohon mangga yang besar, keluarlah seorang santri laki-laki sambil menjinjing sandal jepit berwarna merah muda sambil terkekeh kecil.

"MasyaAllah..Cantiknya."

--oOo--

Setelah keluar dari ruangan ustadzah Ziha. Rara berjalan cepat menuju kelasnya sebelum terlambat. Ia menyusuri kooridor sekolahan yang sudah agak sepi ini.

Dengan berpakaian seragam putih abu lengkap juga dengan kerudung putih yang membalut indah kepalanya.

Dian sudah pergi terlebih dahulu kekelasnya, ia yang menyuruh. Awalnya Dian ngotot minta agar dirinya menemani Rara menemui ustadzah Ziha keruangannya.

Saat diperjalanan menuju lapangan sekolah, ia berpapasan dengan seorang santri laki-laki yang mengahadang jalannya, seperti sengaja. Untuk tidak terjadi aksi bertabrakan layaknya di film yang pernah ia tonton.

"Eh?"

Santri laki-laki itu mengenakan koko abu-abu dipadukan dengan sarung hitam polos, ia sedikit menyunggingkan bibirnya kecil, sehingga Rara tak menyadarinya jika laki-laki itu tengah tersenyum.

Laki-laki tersebut menyodorkan buku kamus tebal namun berukuran sedang itu kehadapan Rara. Sehingga membuat Rara menyerngitkan dahinya.

"Anti santri jadid kan?" Tanyanya dengan suara yang serak basah.

"Iya." Jawab Rara pelan, dengan tatapannya yang menyipit karena sorotan matahari tepat mengenai matanya.

Laki-laki tersebut mengembangkan senyumnya lagi, lalu semakin menyodorkan kamus tersebut agar diterima oleh Rara.

"Belajarlah sedikit demi sedikit bahasa Arab."

Rara mengambil alih kamus tersebut dengan ragu, lalu ia mengangguk pelan. "Makasih kak?"

"Afwan.."

Setelah mengucapkan itu, Rara pergi meninggalkan laki-laki itu yang masih mematung dengan senyumnya yang semakin melengkung indah menghiasi wajah tampannya.

"Harus dikasih pengajaran tentang peraturan tuh santri. Masa langsung nyelonong pergi tanpa salam." Gumamnya sambil menggelangkan kepalanya pelan.

--oOo--

Jam menjunjukkan pukul sebelas siang. Kota ini sedang diguyur hujan sejak sejam yang lalu.

Dan disinilah kedua gadis berada. Diruang leb komputer yang kosong tanpa berpenghuni kecuali para komputer dan benda mati lainnya.

Ruangan ini memang jarang digunakan karena dilarang keras. Takut-takut jika para santri seenaknya menyalah gunakan komputer. Seperti bermain game, menonton vidio atau internetan.

Tapi, kedua gadis ini berani memasukinya karena sedang diberi tugas untuk mengerjakan proposal.

Lebih tepatnya Rara yang di hukum pengurus asrama putri untuk mengerjakan proposal, entahlah dimana letak kesalahan gadis ini sehingga kena marah dan hukuman dari para pengurus asrama putri.

Sebelumnya, pengurus asrama meminta izin terlebih dahulu pada pengurus kantor asrama putri untuk menggunakan komputer itu.

"Emang anti bisa, Ra?"

Rara tersenyum kecil. " bukannya aku sombong atau apa. Aku sering kok disuruh buat kayak ginian waktu dijakarta sama guru SMP ku dulu."

Dian mengangguk. Lalu pandangannya teralih pada kamus yang sejak tadi digenggam oleh temannya ini. "Kamus bahasa Arab? Anti beli waktu kapan?"

Rara yang sedang fokus pada layar komputer didepannya harus teralihkan karena pertanyaan dari Dian. "Oh.. ini!" Rara mengangkat kamus itu kehadapannya. "Tadi ada santri cowok gitu deh yang ngasih ini ke aku."

"Apa?" Pekik Dian.

"Sutt..jangan berisik, nanti kita di marahin."

Dian menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.

Rara menyimpan kamus itu disamping komputer.

"Aku ngga tau namanya siapa." Gumamnya, lalu ia mulai memainkan keyboard komputer itu, entah apa yang tengah ia ketik disana.

"Anti beruntung ya. Harus anti tau nih, seluruh santri itu disuruh beli sendiri ke koperasi. Nah anti, beruntungnya malah ada yang ngasih." Seru Dian. "Mungkin cowok itu suka kali sama anti." Lanjutnya.

Rara terkekeh kecil. "Alhamdulillah.."gumamnya, lalu dilanjut dengan seruan pelan "Ngarang ya kamu. Disini itu banyak tau yang cantik."

Dian mengangkat bahunya. "Ya bisa aja kan."

Rara tersenyum kecil , lalu mulai memainkan lagi komputer dihadapannya.

--oOo--

Rara menyusuri kooridor asrama dengan langkah pelan. Ia baru saja memberikan proposal yang tadi dikerjakannya kepada pengurus asrama putri. Ia masih tidak tahu dimana letak kesalahannya itu, sehingga Rara dihukum.

Rara menatap langit yang masih mendung disore hari. Ia menyandarkan badan mungilnya ditiang asrama, tatapannya menunduk dengan bibir yang dicabikkan. Sungguh, Rara sangat merindukan Bundanya, juga Ayahnya yang selalu memanjakannya. Sebesar apapun kesalahan yang telah diperbuatnya, Ayahnya tak pernah sekalipun menghukumnya. Rara merindukan Bundanya yang selalu membuatkan coklat panas kala hujan turun.

Tak terasa, air matanya ikut turun bersamaan dengan rindu yang mendalam pada sosok orang tuanya. Padahal Rara sudah hampir sebulan disini, tapi tak bisa dipungkiri jika ia masih merasakan tidak betah.

Sehingga tepukan dibahunya menyadarkan Rara. Rara menghapus air mata dipipinya yang tembem. Ia tersenyum kala melihat sosok yang tak asing baginya. Wirda Salamah. Pengurus diasramanya.

Wirda tersenyum kecil sambil mengusap lembut bahu Rara. "Hey..Kenapa nangis? Kangen orang tua ya?" Tanyanya dengan suaranya yang sangat lembut.

Rara tersenyum kecil sambil menunduk. "Iya kak."

"Menangislah sekuat-kuatnya. Tetesan air matamu adalah doa keberkahan bagi kedua orang tuamu. Lalu tersenyumlah untuk masa depanmu bersama kelembutan sahabat barumu dan cahaya ilmu para kiyaimu." Seru Wirda.

Rara tersenyum sambil mengangguk. Wirda dan Dianlah yang selalu menghiburnya kala ia tengah rindu pada orang tuanya. "Iya kak! Aku eh ana ngga nyesel kok masuk pesantren. Ana malah bersyukur, disini ana jadi tahu ilmu agama lebih banyak lagi."

Wirda mengangguk, "Alhamdulillah..syukur kalo begitu, berarti tinggal betahnya ya?"

Rara mengangguk, "InsyaAllah, kak." Gumam Rara.

Wirda tersenyum, "kita kekamar yuk!" Ajaknya, Rara langsung mengangguk. Rara lupa, jika tadi sebelum ia pergi mengantarkan proposal, ia telah nyarter mandi pada Dian.

--oOo--

اَلاَلاَتَنَالُ الْعِلْمَ اِلَّابِسِتَّةٍ 💞 سَاُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَابِبَيَانِ 💞 ذُكَاءٍوَحِرْصٍ وَاصْطِبَاوَبُلْغَة ٍ 💞 وَاِرْشَادِاُسْتَاذٍوَطُوْلِ زَمَانٍ.
Artinya :
Persyaratan tholabul ilmi (mencari ilmu) ada enam; pertama berakal, kedua terlalu suka (dalam mencari ilmu), ketiga sabar dalam cobaan, keempat cukup bekalnya, kelima gurunya yang menunjukkan jalan yang benar, keenam lama jamannya.

Rara berjalan bersama dengan teman sekelas Diniyyahnya di jalanan setapak menuju asrama putri. Rara yang berbeda kelasnya dengan Dian, merasa sendiri sebab tidak ada yang mau menemaninya. Rara sendiri tak tahu dimana letak kesalahannya sehingga membuat Rara tak memiliki teman kecuali Dian dan Wirda saja.

Rara mendekap kitabnya didepan dadanya. Ia berjalan sendiri dibelakang segerombolan santri putri lainnya. Walaupun ia terlihat biasa saja, namun jauh dilubuk hatinya yang merasakan diasingkan.

Rara hanya diam mendengarkan santri putri lainnya yang sedang bercerita. Sebelum sebuah gumpalan kertas yang entah terlempar dari mana mengenai kepalanya.

Rara menghentikan langkahnya, ia membalikkan badannya dan celingak celinguk mencari asal usul kertas ini terlempar. Tidak mungkinkan jika kertas ini terlempar karena tertiup angin, lagi juga angin malam tidak terlalu kencang.

Rara memutuskan memungut kertas itu dan membukanya. Kertas yang awalnya Rara kira kosong itu ternyata tidak. Tulisan yang rapih dari tinta biru itu yang pertama Rara lihat begitu ia membuka kertas itu.

...Belajarlah kehidupan dari jam dinding. Dilihat orang atau tidak dia tetap berdetak, dihargai atau tidak dia tetap berputar, ada yang berterimakasih ataupun tidak dia tetap bekerjaه 😊
😇To يُ Rara
😉From مِ

Rara membolak balikan kertas itu, ia hanya ingin tahu dari siapa surat ini? Tapi Rara suka, kata-kata motivasi itu menyadarkannya. Ia harus seperti jam dinding, walaupun tidak dihargai dan tidak dilirik oleh temannya. Rara harus tetap bersikap baik walaupun temannya tidak menganggapnya ada.

"Sayangilah yang ada dibumi, niscaya yang ada dilangitpun akan menyayangimu." (HR. Abu Dawud)

Tidak ada tanda-tanda dari si pengirim, yang ada hanya tanda tangan dari tulisan arab. Tapi surat itu menunjukkan untuk Rara.

Rara mengigit bibir bawahnya kuat, ia baru menyadari jika ia sendirian disini. Rara semakin menguatkan genggamannya pada kitabnya.

Bismillah..

Baru saja Rara hendak melangkah lagi, namun tertahan kala tangannya ada yang menarik. Rara membalikkan badannya dan betapa terkejutnya ia mendapati presensi Dian berdiri dengan senyum kikuknya.

"Dian.." seru Rara hampir berteriak. "Kamu ngapain disini?" Tanyanya geregetan. Sumpah, Rara takut kala tangannya ditarik. Bagaimana jika ternyata yang menarik tangannya itu bukan Dian? Astaghfirullah..Rara jadi su'udzon.

"Ana tadi lihat anti berdiri disini sendirian aja dari kejauhan. Jadi ana lari deh buat nyamperin anti. Ana takutnya anti dibully sama temen sekelas anti." Jelas Dian panjang lebar.

Rara mengangguk. "Ana ngga papakok!" Gumam Rara, padahal sebenarnya Rara sangat memikirkannya. "Ohiya, Yan. Ana dapat surat ini." Rara mulai bercerita, sedangkan Dian membaca surat yang disodorkan Rara barusan.

"Dari siapa?" Tanya Dian.

Rara menggelangkan kepalanya pelan. "Ngga tahu."

Dian tanpa kata langsung kembali menarik tangan Rara, Rara sendiri sedikit kewalahan sebab tarikan Dian pada lengannya. "Aduuh, Yan. Pelan dong!"

--oOo--

Asholaatu khoirumminannaum..
Asholaatu khoirumminannaum..
Allahu akbar.. Allahu akbar..
Laa ilaha illallah..

Semua santri putra tengah mengantri berwudhu untuk melaksanakan sholat subuh. Tak lama setelah itu, iqomah dikumandangkan oleh ustadz Zaki yang memiliki suara tegas nan nyaring. Disaat iqomah tengah berlangsung semua santri putra duduk dimasing-masing shafnya.

Setelah selesai iqomah, semua santri membenarkan shafnya. Sang imam dengan sabar menunggu semua santri membenarkan shafnya yang rapih agar semuanya kebagian berjamaah subuh, sebab jika saja ada shaf yang bengkok atau tidak rapih maka sangat disayangkan karena itu tidak termasuk berjamaah.

Sebagaimana hadis yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, "Luruskanlah shaf-shaf kalian! Karena, Demi Allah! Kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau (jikalau tidak) Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian." (HR. ABU DAWUD.)

Allahu akbar

Setelah shaf rapih, Abi Hamzah selaku imam mulai membacakan ayat-ayat al-Qur'an dengan sangat tartil pun makhorijul huruf dan tajwidnya yang begitu fasih, membuat siapapun yang mendengarkannya merasakan tenteram hatinya.

Jika biasanya santri putri pun berjamaah dimasjid, namun untuk aturan sekarang berbeda. Sebab satu minggu yang lalu, terjadi kasus yang membuat Abi Hamzah yang langsung turun tangan.

Jadilah untuk santri putri berjamaah apapun dimushola, masih diwilayah asrama putri didekat asrama Umama.

Sangat berbeda dengan Abidzhar yang saat ini masih tertidur dikasurnya yang sudah tidak lagi empuk. Padahal tadi sebelum adzan subuh, Iqbal membangunkannya bahkan sampai menyemprotkan air diwajahnya dan itu sama sekali tidak mempan.

--oOo--

"Ana mau kekantin nih, Ra! Mau ikut ngga?" Seru Dian setelah tiba dikelas Rara.

Memang, Rara dan Dian berbeda kelas tapi mereka satu angkatan. Kelas mereka juga cuma terhalang satu kelas saja, Rara dikelas 11 Mia2 dan Dian dikelas 11 Ipa2.

Rara yang saat itu tengah menyalin tulisan bu Farhah dipapan tulis pun melirik Dian sejenak, "Ana juga mau kekantin, tapi mau selesain dulu ini."

Dian duduk disamping Rara, "Yaudah ana tungguin deh!.."

Rara hanya tersenyum sebagai jawaban. Secepat mungkin Rara menyalin tulisan bu Farhah dipapan tulis, ia tak mau Dian juga terlalu lama menunggunya sebab istirahat pertama sangat sebentar, hanya dua puluh menit.

Setelah selesai, Rara menyimpan buku serta pulpennya kedalam tas. "Ayo!" Serunya.

Dian dan Rara berjalan beriringan menuju kantin putri diujung dekat dengan parkiran kendaraan guru-guru disekolahan ini. Memang kantin siswa dan siswi disini dipisah, namun untuk kelas dicampur karena yayasan pondok pesantren Al-Maarifah menyediakan ruang sekolah dengan terbatas, begitupun untuk MTs (smp).

"Rara mau beli apa?" Tanya Dian.

"Ana cuma mau beli aqua aja sii!"

Dian hanya mengangguk sebagai jawaban, "ngga beli makanannya? Ana kayaknya pengen makan somay deh, Ra!"

"Ngga ah, Yan. Anti aja deh, ana tunggu dibangku itu ya?" Dian mengangguk lagi. Setelah itu mereka berpisah, Rara kewarung bi Tati untuk membeli aqua, sedangkan Dian membeli somay.

--oOo--

"Kalian pasti pernahkan saat sedang sholat merasakan seperti ada yang keluar dari dubur kita, semacam kentut atau lainnya. Nah, kita harus hati-hati, bisa jadi itu hanya penyakit was-was yang datang dari setan saat sedang mengganggu dalam sholat kita.

Kalo saja kita mang-mang (ragu-ragu) berarti kita telah terperangkap dalam jerat setan, dan ia akan terus mengganggu kita. Namun jika sedari awal kita tidak pedulikan, maka gangguan tersebut tidak akan datang lagi dan tentunya atas izin Allah.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; " jika salah seorang diantara kalian merasakan sesuatu didalam perutnya, lalu dia ragu apakah telah keluar (angin/kentut) atau tidak, janganlah sesekali kalian keluar masjid, hingga ia mendengar suaranya (kentut) atau baunya. HR MUSLIM no.803"

Jadi, sudah jelaskan penerangan ustadzah barusan?" Seru ustadzah Sella.

"Na'am ustadzah..." seru semua santri kelas satu diniyyah.

"Alhamdulillah, kalo begitu sekarang ustadzah bakal bagikan hasil ulangan mingguan kalian. Yang namanya dipanggil tolong kedepan. Fahimtum?"

"Fahimna.."

"Rania," panggil ustadzah Sella. Hingga seluruh santri sudah dipanggil semua barulah ustadzah Sella pamit.

"Alhamdulillah, dapet 7,5.."

"Yes, Alhamdulillah, ada kemajuan juga ana setelah belajar bareng anti, Reva."

"Alhamdulillah aja deh, ngga papa nilai 6 juga yang penting rapot ngga kosong."

"Eh, Reva. Anti berapa nilainya? Pasti paling gede lagikan?"

"Ngga." Ketus Reva sambil menatap Rara yang duduk dibarisan kedua.

Sedangkan Rara sendiri tersenyum senang, sebab ia mendapat nilai 9,3 didalam ulangan pelajaran ahklakul banat bab satu ini.

"Berapa? Kasih tau dong?"

Reva menghela nafasnya pelan. "8." Jawabnya singkat.

"Terus yang paling gede nilainya siapa ya?"

'Rara..sekarang dia jadi saingan gue. Padahal dia santri baru tapi nilainya udah nyaingin gue.'

--oOo--

Sudah ghalibnya santri saat hendak tidur berwudhu terlebih dahulu. Wudhu sebelum tidur itu memang hukumnya tidak wajib, tapi sunnah.

Ibnu Baththal dalam syarah shahih Bukhari menjelaskan, sesungguhnya wudhu sebelum tidur itu hukumnya sunnah dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebab saat kita tertidur ruh berada didalam genggaman Allah, maka alangkah baiknya kita berwudhu dan berdoa, menjadi amalan terakhir yang kita lakukan sebelum tidur. Sehingga seandainya saat itu adalah malam terakhirnya memejamkan mata, maka ia akan meninggal dalam keadaan suci.

Jika sudah membicarakan soal pahala, siapa yang tidak berebutan? Pasti semua orang belomba-lomba ingin mendapatkannya jugakan. Sebagaimana telah dijelaskan didalam hadis.

"Barang siapa yang tidur dalam keadaan suci (memiliki wudhu) maka malaikat akan bersamanya didalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa, ' ya Allah..ampunilah hambamu sifulan karena tidur dalam keadaan suci'" (HR. Ibnu Hibban)

Rara keluar dari kamar mandi setelah ia gosok gigi dan berwudhu sebelum tidur. Ia melangkah pelan dikodidor asrama, saat hendak berbelok kekanan, ia dikagetkan oleh kehadiran Reva (teman sekelas diniyahnya) yang langsung mendorong tubuhnya hingga membentur tiang asrama.


Bugh

Rara meringis pelan, punggungnya terasa remuk seketika. Ia menatap Reva yang juga tengah menatapnya penuh amarah, entah apa yang membuatnya begitu marah.

"Kenapa natap gue?" Seru Reva lantang, membuat hampir semua yang ada dikamar asrama ini keluar untuk melihat apa yang telah terjadi.

Rara menggelangkan kepalanya perlahan, sambil menunduk ia berusaha bangkit berdiri dengan tegap walaupun rasanya sangat linu.

Reva melangkah menghampiri Rara, lalu membisikan ancaman tepat didepan telinga kiri Rara. "Heh, Rara! Denger ya! Kalo sampe lo rebut lagi nilai gue, gue ngga akan segan buat patahin jari tangan lo itu!" Setelah mengatakan itu, Reva melangkah meninggalkan kooridor dengan cepat sebelum para pengurus datang.

Rara masih diam ditempat, mencerna semua perkataan Reva. Jadi, hanya karena Rara mendapat nilai bagus dikelas Reva sampai tega mendorongnya hingga membentur tiang asrama?

Para santri masih menatap Rara bingung, sebab mereka pun tak tahu apa yang telah terjadi pada Rara dan Reva.

"Kasihan Rara," lirih Riri, selaku santri baru dua hari yang lalu.

"Ngga usah dikasihani, dia emang pantes kok digituin." Sahut seseorang.

Riri mendelik sebal, saat ia hendak melangkah menghampiri Rara, tangannya ditarik paksa oleh teman sekamarnya, Fisya.

"Mau apa sii? udah dibilangin, biarin aja!" Gerutu Fisya lalu menarik Riri kekamar mereka.

Dian yang baru datang bersama Wirda langsung menghampiri Rara yang tampak melamun. "Ra, kenapa? Yuk, kekamar!" Ajak Dian sambil memapah Rara.

"Ya Ukhty..tidurlah!" Seru Wirda sambil membantu memapah Rara menuju kamarnya, setelah itu Rara dibaringkan dikasurnya.

BERSAMBUNG..

Maaf jika susunan katanya yang ditidak nyambung. Soalnya masih tahap belajar.😊

15/07/2017. Direvisi 23/06/2019.

_NuHaDhiRa.

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 217K 65
Kesepian yang selalu menemaninya. Ketakutan yang selalu menghantuinya. Beribu pertanyaan dan kebingungan yang selalu dipikirkannya. Ia adalah gadis b...
9.8M 887K 51
#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap har...
1.2M 184K 58
Ketika aku membuka mata, aku berada di dalam sebuah novel. [My Love Never Gone] [My Love Never Gone] adalah sebuah novel fantasi-romantis yang berfok...