Jimin menangkup kepalanya sendiri dengan kedua tangannya yang bertumpu pada lutut.
Diam.
Jimin sudah tahu ini nyata. Jadi, mohon diam.
"Apa kau sebodoh itu dalam menjaga Seulgi?" Seorang wanita berparas cantik marah besar tak jauh dari ruang operasi.
Mukanya merah, tangannya bergerak kesana kemari mengajarkan pada pria dan seorang wanita dihadapannya bagaimana caranya mendidik anak.
"Kau sama sekali tidak pantas mengatakannya. Pergi! Kau bukan siapa-siapa!" Balas lelaki itu. Wanita muda disampingnya mengangguk setuju. Tatapan tajam mereka lebih menyeramkan dari apapun.
"Geure, aku bukan siapa-siapa bagimu. Tapi aku adalah ibunya." Wanita itu tersenyum miring. "... Aku berhak apapun atas dirinya."
"Kau, kenapa kau tidak bisa menjaga puterimu sendiri?!" Katanya lagi, amarahnya yang begitu memuncak membuatnya menangis.
"Bukan kami. Tapi kau Nyonya Park." Sahut Ny. Kang. "... Kalau kau dulu tidak berselingkuh dengan lelaki lain yang ternyata adalah ayahnya Jimin, pastilah-"
"CUKUP!!!" Teriak seseorang yang langsung bangkit dari kursi.
Kenapa orang dewasa ini berkelahi sedang Seulgi sedang berjuang di meja operasi? Jimin geram. Kenapa mereka tidak diam juga sejak tadi.
"Eomma, pulanglah. Jangan melakukan keributan disini." Katanya.
"Jim...in-ah..." Wanita itu terisak dan berusaha menumpukan tubuhnya pada Jimin. "Kang... Se..seulgi."
"Eoh. Demi semuanya, aku mohon eomma pulang kerumah. Jebal."
Tuan Kang dan isterinya melihat interaksi Jimin dan ibunya dengan ekspresi geli. Keluarga itu, Tuan Kang masih tidak menyukainya.
"Aku... Hiks... ingin... hiks.. di..sini." Lirih Ny. Park.
"Aku mohon pulanglah.. Biarkan Seulgi menjalani operasi dengan tenang. Jebal." Kata Jimin begitu pelan ia sudah tidak sanggup lagi berkata keras-keras untuk mengusir biang keributan.
Ny. Park dengan berat hati ia mengangguk dan segera berdiri tegak dan berjalan menjauh. Ia juga tidak lagi melihat ke arah Tuan Kang. Benar-benar pergi.
Taehyung terlihat berjalan terburu-buru dengan sebuah minuman mineral ditangannya. Saat berselisihan dengan Ny. Park Taehyung tersenyum sebentar namun seseorang yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri itu tak melihat ke arahnya karena berjalan begitu menunduk.
"Jim, minum dulu." Taehyung menyodorkan mineral itu. Jimin mendongakkan kepalanya lalu meraih pemberian Taehyung.
Setelah itu, Taehyung memandang ke sudut lain disana sudah ada Tuan Kang dan Isterinya yang sama kalutnya dengan Jimin. Lalu Taehyung duduk tepat disebelah Jimin.
"Apa dokter sudah keluar?" Tanya Taehyung. "Ah~ belum ya?" Katanya lagi saat ekspresi wajah Jimin tak berubah.
"Tae. Kau harus menjelaskan sesuatu padaku setelah ini." Jimin memperingati. Bibir Taehyung tersenyum tipis.
"Tentu." Jawabnya.
***
Hari demi hari berganti. Bahkan musim telah berubah.
Semi.
Sekarang adalah musim semi yang begitu sepi bagi Jimin. Tapi tak apa. Selama dia masih bisa melihat wajah Kang Seulgi, Jimin bahagia.
Jimin berjalan dengan sebuah bucket bunga mawar merah ditangan kanannya, langkahnya pasti.
"Mau ke kamar 389 lagi Tuan?" Jimin tersenyum saat suster Ahn yang menyapanya di lorong rumah sakit.
"Iya." Kata Jimin.
Suster Ahn lalu menundukkan tubuhnya tanda hormat lalu berjalan meninggalkan Jimin. Suster itu telah melaksanakan tugasnya memeriksa Seulgi, jadi ia akan beristirahat sebentar.
Jimin kemudian memandang lekat-lekat pintu kamar dengan nomor 389 itu, sesekali ia berdoa agar yang terbaring disana adalah dirinya bukan gadis cantik itu. Jimin rela. Sungguh.
Kamar luas dengan sebuah tempat tidur dan sofa besar menghadap sebuah TV dan disudut ruangan terdapat kamar mandi.
Jimin sudah hafal tiap lekuk kamar ini. Karena setiap hari ia selalu ketempat ini untuk menemui puteri tidurnya. Barangkali saat ia tiba, Seulgi akan menyapanya lebih dulu.
"Bagaimana kabarmu hari ini?" Tanyanya. Jemari halus itu sibuk meletakkan bunga tepat disisi kanan Seulgi.
Jimin lalu duduk di kursi yang tidak terlalu mepet dengan tempat tidur. Terlalu banyak alat penopang hidup Seulgi disekitarnya, Jimin tak ingin membuat kesalahan dengan merusak barang satu aliran saja.
"Aku membawakanmu bunga lagi. Kau suka kan?" Jimin tersenyum sendiri. Meski tertidur kenapa ia merasa Seulgi akan memarahinya karena membawakan bunga yang sama tiap hari.
Seulgi yang ia rindukan dengan kata kasarnya.
Makilah aku sepuasmu asal kau bangun, Batin Jimin tiap ia memandang wajah Seulgi.
"Ekhmmm..." Deham seseorang. Tanpa menoleh Jimin tahu siapa dia.
Jimin lalu membalikkan badannya. Menunduk hormat sebentar lalu memilih duduk di sofa. Dari kursi empuk itu dapat Jimin lihat Tuan Kang dan isterinya yang juga tengah berbicara dengan Seulgi. Karena kesibukannya, Tuan Kang hanya dapat bertemu puterinya itu dua atau tiga kali dalam seminggu.
"Apa dia sudah pernah berbicara denganmu?" Jimin tercekat. Sejak kapan Ny. Kang berada dihadapannya, sedang minum teh pula.
Dengan pertanyaan itu, ia hanya bisa menggeleng. Memang fakta bahwa Tuan Kang tidak pernah sedikitpun berbicara dengannya.
"Tidak pernah." Katanya kemudian.
"Hmmm..." Gumam Ny. Kang. "... Dia tidak marah padamu, hanya saja ia butuh waktu."
"Ne, Nyonya." Angguk Jimin. "Aku mengerti."
Benar saja. Setelah selesai, Tuan Kang langsung mengajak isterinya untuk pulang tanpa berkata sedikitpun pada Jimin. Menoleh saja tidak.
Jimin tersenyum pada dua orang yang ia lihat kepergiannya itu.
Ia tak apa. Benar. Asalkan Tuan Kang tidak melarangnya menemui Seulgi, Jimin rela didiamkan.
Tak lama setelah itu, dari pintu utama itu terlihat beberapa pria dan wanita yang berjalan masuk ke dalam ruangan. Beberapa diantaranya mengambil posisi disamping Jimin dan yang lainnya langsung menyapa Seulgi dalam tidurnya.
"Apakah ada tanda-tanda nuna akan sadar?" Tanya Jungkook.
Semua memperhatikan Jimin seolah-olah pertanyaan mereka adalah sama.
"Hmm..." Gumam yang ditanya itu. "Kemarin dan tadi malam dia berusaha menggerakkan jarinya."
"Lalu kata dokter kapan kira-kira dia akan bangun?" Kali ini Irene yang baru bergabung langsung bertanya dan duduk disebelah Yeri.
"Kemungkinan besok atau lusa." Jawaban itu membuat semua orang sumringah. Jungkook, Yeri dan Irene dan Wendy tersenyum haru bersama.
"Aku tahu dia begitu kuat. Karena sering berbicara maka tuhan memberikannya istirahat beberapa bulan." Sambung Wendy yang membuat beberapa diantara mereka tertawa kecil termasuk Jimin.
"Benar. Aku fikir begitu." Kata Jimin.
"Ah~ Wendy." Panggil Irene.
"Wae?" Jawabnya.
"Katakan pada pacarmu, kalau dia kemari bawakan makanan seperti terakhir kali. Aku suka sekali."
Wendy mendelik sesaat. "Dia sedang sibuk. Jadi beberapa hari ini dia tidak akan datang." Irene pun mengangguk.
"Aahh... Begitu." Kata Jungkook yang membuat semua orang heran.
"Ya! Kau ini adiknya bagaimana bisa kau tidak tahu kegiatannya Yoongi?" Kesal Wendy disambut anggukan Yeri.
"Mana aku tahu.. Aku tidak punya waktu untuk itu." Jawab Jungkook yang berakhir jitakan oleh calon kakak iparnya sendiri.
Spring day.
Ini musim semi. Hari yang tenang dengan segala kesepian.
Aku rindu dia yang terbaring disana. Kapan ia akan bangun dan melihat kami yang tertawa?
Ini musim semi yang sepi.
Sangat sepi.
~jimin