'TILL

By tianaqila7

253 34 38

"PROMISE NEVER LEAVE YOU" ♡♡ Sebuah kisah tentang empat orang yang ditakdirkan untuk bertemu di Surabaya. Di... More

Who is?
2-Skenario bermula
2,5_/-TILL-/
3-Hari Baru
4-Kenangan Pahit
4,5-/-TILL-/
5-Sikap Bian
6-Orientasi
7-Antara Bian dan Laura
8-My Ice Man
9-Keputusan Alasan
10-Tepis Rindu
11-Sekeping Masa
12-Who is He?
13-Tawaran
14-Cerita tentang Kita
15-Layrene Prasasta
16-Kenapa Bisa?
17-Ragu
17,5-/-TILL-/

1-Back to Surabaya

41 4 4
By tianaqila7

~Surabaya tempat dimana cinta dan mimpi terurai kembali~

***
Terik matahari menyengat tubuh Laura yang baru turun dari pesawat. Mata gadis itu menyipit, menoleransi jumlah sinar matahari yang sangat menyilaukan. Dengan susah payah ia membawa cukup banyak barang, yakni sebuah tas ransel besar di punggung serta dua tas warna-warni berukuran lebih kecil. Semuanya dibawa bersamaan menuju bis yang telah menunggu para penumpang pesawat menuju bandara.

Sekitar 5 menit, waktu yang ditempuh bis untuk sampai ke bangunan luas memanjang itu. Dari sana, hanya beberapa langkah saja para penumpang akan tiba di ruang tunggu.

Terik berganti teduh dan dingin AC langsung menyergap tubuh Laura.
'Nyamannya' batin gadis itu sembari berhenti beberapa detik di bawah pendingin ruangan. Seakan ia baru saja berjalan dari gurun sahara-panas membara... lebay.

Laura meneruskan langkah menuju eskalator barang yang terletak di pusat bangunan bandara. Lalu mencari posisi strategis untuk mengamati koper yang melintas, hingga di penghentian terakhir tas beroda itu.

Lebih dari 15 menit, Laura menunggu koper miliknya melintas, dan rasanya cukup melelahkan. Setelah mendapatkan koper dan mengecek seluruh tas sudah lengkap, Laura pun berjalan menuju pintu keluar.

Setibanya di halte pemberhentian kendaraan, Laura yang kelelahan mulai meletakkan satu persatu barang ke lantai, dekat sepatu. Mungkin bisa dibilang mengempas karena penat dan kram terasa di sekujur tubuh.

Matanya menelisik pada beberapa taksi yang melintas, mencoba menghentikannya dengan lambaian tangan, namun tak satupun yang mengacuhkannya. Tiba-tiba saat Laura sedang dilanda kebingungan, terdengar seseorang memanggil namanya lantang.

"Laura..."

Kata itu begitu jelas mengeja namanya, tapi ia tak tau darimana. Mata Laura mulai menyelidik di balik keramaian, seraya bergumam, "Siapa yang memanggilnya?

Semua orang terlihat sibuk, ada yang menelpon, ada yang berpelukan karena bertemu dengan sanak keluarga. Dan disana, di dekat tiang pembatas jalan, netra Laura menangkap bayangan seseorang melambaikan tangan ke arahnya. Benar... wanita berpakaian kemeja dengan jaket jeans warna navy itu sedang melambaikan tangan kepadanya.

"Laura.." panggil wanita itu sekali lagi.

Laura menyeret langkah mendekati sang wanita, seraya terus mengingat dalam kepala, siapa gerangan sosok wanita tersebut. Beberapa langkah tertinggal, Laura berhenti sejenak, otaknya menemui titik temu dan sepertinya mulai mengenali.

Tante Nayla.

Lipstick merah muda yang menutupi warna bibir, gaya berpakaian seperti anak muda jaman sekarang, dan mobil VW Kodok yang terparkir di samping wanita itu. Tak salah lagi, dia pasti, "Tante Nayla??" sebut Laura tak percaya.

Wanita itu mengangguk membenarkan dugaan Laura. Tangannya mulai merentang lebar, lalu mendaratkan pelukan ke tubuh Laura yang dipenuhi berbagai tas.

"Apa kabar ponakan?"

Pelukan tante Nay terlalu erat, hingga Laura termegap-megap tak bisa bernapas. Sekian detik kemudian, didorongnya tubuh Tante Nay setelah puas memeluk.

Huft... Laura berusaha mengatur napas.

"Laura baik. Tante gimana?" Laura balik bertanya.

"Tante sehat, masih bisa nyetir sendiri, makan sendiri, nyuci baju sen..."

"Iya... Iya... Tante," potong Laura cepat, sebelum pembicaraan Tante Nay merembet kemana-mana. Tak ada yang berubah sampai sekarang, Tante Nay masih banyak omong dan cerewet.

"Kok Tante bisa disini?" tanya Laura dengan alis bertaut, heran, "Mama nggak ada bilang apa-apa sama aku," tambahnya jujur.

Kening Tante Nay berkerut samar, lantas menghela napas kasar, "Mama kamu nggak bilang ya? Astaga mungkin dia lupa. Maklum sudah tua... hahaha." Tante Nay sempat tergelak beberapa detik. Setelahnya ia terdiam menyadari sesuatu, "Sstt... jangan bilangin tante sebut mama kamu tua, La. Bisa-bisa ngamuk mama kamu," bisiknya pelan pada Laura yang mengangguk kecil, mengiyakan.

Benar juga... Mama tidak mau disebut tua oleh siapapun termasuk Laura. Karena kalau ada yang menyebutnya tua, Mama bisa ngambek berhari-hari. Namun ada satu orang yang seringkali menjahili Mama dengan perkataan yang menurutnya menyakitkan, siapa lagi kalau bukan tante Nay, adik satu-satunya. Walaupun begitu, hebatnya Mama di setiap kali keduanya tengah bertengkar pasti saja bisa membuat Tante Nay diam tak berkutik dengan jurus ampuhnya, dengan satu kata pamungkas: Dasar jomblo.

Yap, Tante Nay sudah memasuki usia 37 tahun dan masih betah sendiri. Mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter bedah tulang-Orthopaedi yang sekarang sedang menempuh pendidikan S-3. Hampir setiap hari, jadwalnya dipenuhi dengan berbagai kegiatan, dan jarang menyempatkan waktu untuk keluarga. Dan mungkin karena itulah Laura sangat terkejut melihat kehadiran Tante Nay yang menjemputnya di bandara.

Amazing.

"La... kok bengong. Tante harus antar kamu ke rumah dulu, setelah itu ada jadwal operasi lagi. Ayo cepat!" perintah Tante Nay dengan segera membukakan pintu bagasi. Laura pun meletakkan semua barang bawaan disana, terkecuali sebuah sling bag kecil yang memuat dompet dan hpnya.

"Ada lagi?" tanya Tante Nay terakhir kali, lalu dijawab dengan gelengan kepala oleh Laura.
Setelah memastikan semua barang terangkut, Tante Nay menutup bagasi mobil lalu berjalan ke arah kursi pengemudi.

Laura merilekskan tubuh ke kiri dan kanan, berupaya melepas kepenatan sebelum berjalan ke arah kursi penumpang disamping sang pengemudi.

"Siap?"

"Siap Tante. Ayo jalan." Laura memerintah.

Mobil VW Kodok berwarna biru melaju cepat, memecah jalanan padat kota Surabaya...

--^^--

Surabaya sudah banyak berubah. Struktur bangunan yang terdiri dari gedung-gedung pencakar langit menghiasi hampir setiap jalan yang dilewati. Tidak seperti dulu yang masih penuh dengan pohon rimbun di kanan-kiri. Cahaya matahari yang dulu meneduhkan, sekarang seperti bara api yang membakar kulit. Benar-benar terasa panas walaupun di dalam mobil sudah menyalakan pendingin.

Roda mobil terus melaju, melewati tol demi tol, lalu memasuki sebuah komplek perumahan. Melaju terus sampai berbelok di persimpangan jalan dan berhenti di sebuah rumah minimalis berwarna putih. Laura terlihat kagum beberapa saat.

"Sudah sampai," beritahu Tante Nay setelah mobil berhenti sempurna.

Laura mengerjap beberapa kali melihat bangunan di depannya, kemudian menoleh ke arah Tante Nay. "Kita tinggal disini, Tan?" tanya Laura tak percaya, "Ini rumah masa kecil aku, kan? Bukannya rumah ini sudah dijual?" Seingat Laura dulu, rumah itu akan dijual karena tidak ada yang menempati, sebab seluruh keluarganya sudah pindah ke Banjarmasin.

Tante Nay mengangguk seraya tersenyum. "Selamat datang di rumah masa kecil kamu, Laura. Kita berdua akan tinggal disini."

Mata Laura berbinar, pandangannya beralih pada rumah putih itu. Tak sabar pintu mobil dibuka tergesa. Laura keluar dari mobil lalu bersorak kegirangan. Tante Nay juga ikut membuka pintu pengemudi dan berjalan menuju bagasi.

Akhirnya... aku bisa ke rumah ini lagi, batin Laura senang.

Baru saja Laura hendak melangkah masuk, sebuah suara agak cempreng memanggil namanya.

"Laura... Jangan kabur! Bawa barang-barang kamu masuk ke dalam!"

Laura membalikkan badan, seketika ia terkekeh pelan mendapati ekspresi Tante Nay yang geram kepadanya.

"Sorry, Tante." Laura malu dibuatnya.

--^^--

Jika Surabaya sudah banyak berubah, lain hal dengan rumah masa kecilnya. Rumah putih itu masih tetap terjaga rapi, walaupun banyak debu disana-sini. Semua perabotan masih berada ditempatnya. Tata ruang juga sama, ruang makan tetap berada di antara dua kaca besar yang berhadapan langsung dengan kolam renang di belakang rumah. Kamar tidur sewaktu Laura kecil juga masih bercat putih-merah, walaupun pada beberapa bagian dinding ada yang terkelupas. Mungkin yang berbeda adalah kamar utama yang dulu milik Mama dan Papa yang kini ditempati oleh Tante Nay.

Astaga... Mama, Papa belum aku kabarin, batin Laura seraya menepuk jidatnya, lupa.

Laura merogoh sling bag, mengeluarkan ponsel. Matanya membelalak kaget mendapati apa yang tertera di layar. Sepertinya, ia baru sebentar berpamitan pergi pada Mama, Papa dan para sahabatnya di bandara, sekarang layar ponselnya sudah dipenuhi banyak panggilan dan chat masuk yang menanyakan kabarnya.

"30 telpon dari Mama
10 pesan dari Papa
100 chat dari grup Squidward." Gumam Laura seraya menghembuskan napas keras. Dibukanya satu-satu pesan dan chat yang masuk.

Squidward-Tala: La, sudah sampai mana?
Squidward-Ferdi: Sudah di Surabaya?
Squidward-Galang: Tinggal dimana?
Squidward-Cika: Barang loe lengkap? Jangan lindur!

Laura menutup aplikasi pesan tanpa membalas satu chat sekalipun. Setelah itu, berganti membuka isi pesan yang terkirim padanya, total ada sepuluh pesan dikirimkan oleh papa.

"Sudah sampai mana?
Sudah ketemu Tante Nay?
Segera telpon Papa." Begitu isi pesannya.
Setelah membaca semua pesan dari Papa, Laura menekan beberapa tombol memanggil seseorang. Sedetik kemudian terdengar suara khas Papa di seberang telpon.

"Una sudah sampai rumah?"

"Iya, Pa. Una sudah sampai, ini lagi di kamar." Jawaban Laura membuat Papa bernapas lega.

"Syukurlah. Papa lagi nyetir, nanti papa telpon lagi, ya. Selamat istirahat, anak papa." Laura mengangguk mengiyakan, walaupun ia tahu papa tak melihatnya.

"Dah, Pa. Hati-hati di jalan!" pesan Laura sebelum mengakhiri sambungan telpon. Laura melemparkan asal ponselnya ke atas kasur, lalu merebahkan diri sejenak. Tak peduli seberapa berdebu spring bed yang melapisi tempat tidurnya.

Baru saja kiranya tubuh Laura berbaring santai di kasur hanya berselang detik, suara Tante Nay kembali terdengar memanggil namanya.

"Laura... Laura..."

Suara Tante Nay memanggil dari luar kamar di lantai bawah.

Laura bangkit dari kasur dengan enggan. Kemudian berjalan ke arah balkon yang berada di samping kamar tidur. Diseretnya gorden ke arah berlawanan hingga pintu balkon terlihat jelas terlapisi kaca yang juga dengan debu tebal. Perlahan, tangan Laura memutar kenop pintu ke arah luar hingga terbuka seluruhnya. Angin langsung menerpa masuk ke dalam kamar.

Dalam sekejap Laura kembali merasakan hawa kenangan masa lalu, namun suara Tante Nay membuyarkan semua. Lantas gadis itu bergegas mencari sumber suara.

Di bawah balkon, Tante Nay sudah tampak rapi dengan kemeja biru dan celana kain berwarna senada tengah berdiri gelisah menantikan sang keponakan yang tak kunjung menampakan batang hidungnya.

Kepala Laura terjulur ke bawah, "Iya, Tan."

"Lama sekali kamu keluar, La," keluh Tante Nay agak memberengut.

Sementara yang diomeli hanya bisa terkekeh pelan, "Hehe... maaf Tan. Ada apa?"

"Tante pergi dulu ada jadwal operasinya dimajukan. Kamu jangan lupa kunci pintu!" ujar Tante Nay memperingati sembari terus berteriak. Setelahnya ia pun menuju sisi kemudi mobil, lalu masuk ke dalamnya.

Ibu jari Laura terangkat, "Ok, Tan. Hati-hati di jalan!" katanya seraya melambaikan tangan, selamat tinggal. Bye.

Setelah mobil VW melaju pergi, Laura masuk ke dalam rumah kembali untuk mengunci pintu seperti perintah Tante Nay.

Saatnya istirahat, batin Laura kegirangan.

--^^--

Tak jauh dari rumah masa kecil Laura, seseorang tengah melihatnya dari jauh. Memperhatikan setiap gerak-gerik gadis berambut lurus yang menempati kamar kosong tak berpenghuni itu.

Mata besarnya memicing seperti sedang memastikan bahwa benar gadis itu adalah orang yang pernah ia kenal.

"Laura..."

Ketika nama itu disebut, sang gadis langsung keluar menuju balkon dan berbicara pada seseorang di teras depan rumah.

Mata bulat, lesung pipi samar, dan garis wajah tegas yang hanya dimiliki oleh Laura. Apakah benar itu dia?

"Laura.... dia kembali lagi."
***


♡♡♡
A

khirnya lanjutan ceritanya bisa di publish 😅

Jangan lupa vote dan comment 😁😁😁

Terimakasih banyak telah meluangkan waktu untuk membaca cerita sederhana buatan saya... 💗💗💙

2018,

Tianaqila's story

Continue Reading

You'll Also Like

8.6M 276K 51
As Dallas and Drayton navigate life in the spotlight, Spencer is navigating intense feelings for Nathan - her best friend's brother. ...