Promise✔

By indigoriri

17.6K 1.6K 224

Prequel 'Mine' . "Ketika janji tercipta untuk diingkari." . Aku sungguh mencintaimu, Naruto-kun ... Tiada sat... More

1. promise : aku merindukanmu
2. promise : kau sudah menggenggam hatiku
3. promise : seharusnya dirimu, bukan dia
5. promise : Kau Kembali
6. promise : Bersamamu, Sekali Lagi
7. promise : Terkuaknya Rahasia Terbesarku
8. promise : Sebuah Pilihan Yang Sulit
9. promise : Memilihmu Walau Itu Berat
10. promise : Jodoh Yang Tuhan Ciptakan Untukku Tak Pernah Tertukar
11. promise : Kutepati Janjiku
12. promise : Tak Selalu Berakhir Indah

4. promise : aku ... bermimpi?

1.2K 134 32
By indigoriri

Jika aku bermimpi tentangmu, tolong jangan bangunkan aku

Karena di dalam sana aku dapat menggapaimu
Berbeda dengan kenyataannya, kuharus terus menanggung rindu

***

Hinata tampak berdiri di depan jendela kaca kamarnya seorang diri, menatap lurus ke depan, pada padang ilalang yang tumbuh subur di hadapannya. Semilir angin yang menerpa, menerbangkan beberapa helai rambut hitamnya.

Namun, tak lama kemudian pekikan kecil lolos dari celah bibir ranum itu ketika merasakan kedua lengan memeluk tubuhnya dari belakang. Ia menunduk, menatap tangan berkulit eksotis yang melingkari perutnya. Dan Hinata tak mampu menahan senyum bahagia merekah di kedua belah bibirnya, diiringi sebutir air mata.

"Naruto-kun ..."

"Aku pulang, Hinata. Aku sangat merindukanmu." Suara berat itu berbisik di telinga kanan sang wanita.

Hinata segera membalikkan tubuhnya, menatap wajah yang sangat ia rindukan dengan mata berkaca-kaca. Tangan mungilnya menyentuh permukaan wajah pria yang ia cintai. Dimulai dari dahi, kelopak mata, pipi, dan kemudian terhenti pada permukaan bibirnya. Sedangkan pria itu memejamkan mata menikmati setiap sentuhan wanita yang ia cinta.

"Kenapa lama sekali, Naruto-kun? Kau tahu, aku hampir mati karena terus merindukanmu." Suara feminim itu bergetar, seiring meluncurnya tetes demi tetes air mata pada pipinya---yang seketika di hapus oleh tangan hangat kekar pria di hadapannya.

"Maafkan aku, Sayang. Kuharap kau masih setia menungguku. Sesuai janjiku, aku sedang berjuang untuk mendapatkanmu. Dan sekarang ... aku telah kembali." Ungkap Naruto, mengecup lembut kening Hinata dengan menutup netra birunya.

"Aku selalu menunggumu kembali, Naruto-kun." Hinata mendongak setelah kecupan hangat pada keningnya terlepas. Wanita itu meraih tangan kanan pria di hadapannya, kemudian menyentuhkannya pada dada kirinya. Sedangkan sang pria tampak menatap intens dirinya. "Di sini ... masih ada namamu. Hanya dirimu."

"Hinata!"

Wanita itu tersentak ketika terdengar suara lain yang memanggil namanya. Dengan refleks Hinata menoleh ke asal suara. Di sana ... tepat di depan pintu kamarnya, berdiri pria berambut kemerahan menatapnya dengan ekspresi terluka.

"Siapa dia, Sayang?" Naruto bertanya ketika melihat wanitanya menatap pria yang baru saja datang itu dengan mata membelalak.

"Gaara-kun ..."

"Siapa pria itu, Hinata?" kali ini giliran Gaara yang bertanya. Pria Sabaku itu masih mematung memandang istrinya bersama pria lain yang tidak ia kenal.

Kening pria asal Kanada itu mengerut. Ia menatap Gaara sekilas, kemudian berganti menatap wanita di hadapannya dengan tatapan yang menyiratkan pertanyaan. "Katakan padaku, Sayang. Jujurlah ..."

"N-naruto-kun, a-aku ..." Air mata wanita itu mengalir dengan sendirinya.

Sedangkan Gaara terlihat memejamkan mata erat, menahan sakit hati kala sang istri tampak lebih mencintai pria lain yang bukan dirinya. "Hinata ... aku kecewa padamu."

"Jangan, kumohon ..." sungguh, Hinata bimbang. Di satu sisi ia mencintai pria di depannya, namun di sisi lain ada suami yang mencintainya. Ia tak tahu harus memilih siapa.

"Kau ... mengkhianatiku?"

Hinata menggeleng kencang, ketika Naruto menatap dirinya nyalang. "Tidak. A-aku ..."

Naruto memejamkan matanya erat, dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. Ia membuang muka, ia pun merasakan sakit hati yang sama, dan juga kecewa.

"Aku akan pergi, Hinata." Putusnya.

"Kumohon ... jangan pergi, Naruto-kun. Aku mencintaimu ..."

"Selamat tinggal." Naruto membalikkan tubuhnya, melangkah menjauh dari tubuh Hinata yang seakan terpaku di tempat.

Air mata wanita itu mengalir deras seketika.

"Jangan, Naruto-kun ... kumohon!"

***

"NARUTO-KUN!" Hinata terduduk dengan mata terbuka lebar, napasnya putus-putus dengan keringat dingin membasahi kening.

Pergerakan Hinata yang tiba-tiba membuat sosok lain yang tidur seranjang dengannya bangkit tergesa, menoleh ke sampingnya dengan raut khawatir yang kentara.

"Hinata ... kau kenapa, Sayang?" tanya pria itu. Tangan kokohnya menyentuh kening sang istri.

"A-aku ..."

Aku bermimpi?

"Kau demam, Sayang." Punggung tangan pria Sabaku itu terasa panas ketika menyentuh kening istrinya. "Apakah kita harus ke dokter sekarang?"

Hinata menatap kosong pada suaminya. Hatinya tak tenang setelah terbangun dari mimpinya. Entah mimpi buruk atau bukan, yang jelas ia takut ... sangat takut jika mimpi itu suatu hari nanti akan menjadi nyata. Ia belum siap jika harus benar-benar kehilangan Naruto.

Bahkan mungkin tak akan pernah siap.

"Hinata ..." tepukan ringan di pipinya mengalihkan wanita itu dari lamunan.

"Y-ya?"

"Sepertinya kau memang harus ku bawa ke rumah sakit." Putus Gaara. Ia begitu khawatir melihat keadaan Hinata yang seperti orang linglung setelah bangun dari tidurnya.

Ah, sepertinya Gaara tidak mendengar jika istrinya sempat menyebut nama pria lain sebelum terbangun dari mimpi.

***

Kelopak mata itu mengerjap sebelum benar-benar terbuka, menyesuaikan penglihatan saat kesadarannya telah kembali. Dan warna serba putihlah yang menyapa pandangannya. Rumah sakit, Hinata tahu itu.

Wanita itu menoleh ke samping ranjangnya, tatapannya terpaku pada seorang pria berambut kemerahan yang sedang terduduk sembari menunduk. Sama, pria itu juga tampak baru saja terbangun dari tidur tak nyamannya.

"Kau sudah bangun, Sayang?"

Hinata mengangguk menanggapi pertanyaan sang suami, memaksakan senyuman pada pria itu. "Jam berapa sekarang?"

Gaara menatap pada arlojinya sejenak sebelum memberi jawaban, "Setengah sembilan."

Seketika rasa tak enak hati itu datang menyerang ketika menyadari sang suami telah menjaga dirinya semalaman. Wanita itu menundukkan kepala.

"Gaara-kun, kau tidak bekerja hari ini?" tanyanya.

"Tidak, Sayang. Aku akan menjagamu di sini." Jawab pria itu dengan senyuman manisnya. Tangan kanannya membelai sayang puncak kepala istrinya.

Senyuman pria itu menular pada bibir pucat Hinata. "Hey, aku baik-baik saja, Gaara-kun. Kau tidak perlu libur kerja hanya untuk menemaniku di sini." Tangan mungil dingin itu menyentuh permukaan punggung tangan sang suami di kepalanya, membuat sang suami menghentikan belaiannya.

"Aku hanya mengkhawatirkanmu, Hinata. Akhir-akhir ini kulihat kesehatanmu mudah sekali terganggu. Aku jadi tidak tenang saat harus meninggalkanmu bekerja." Ungkapnya.

Entah kenapa dada Hinata terasa dicubit keras. Sungguh, ia merasa sangat bersalah pada suaminya. Ia sakit seperti ini sebenarnya karena ia terlalu merindukan seseorang.

Dan seseorang itu bukanlah suaminya.

"A-ah, mungkin aku hanya kelelahan, Gaara-kun. Soalnya butikku sedang banyak pesanan." Ia menjawab sekenanya dengan tersenyum canggung.

"Kau harus menjaga kesehatanmu, Sayang. Kurangi kegiatanmu itu, kau perlu banyak istirahat." Tegur Gaara dengan penuh kasih sayang.

Hinata tersenyum, kali ini senyumannya tampak lebih tulus. Hatinya menghangat saat merasakan tulusnya perhatian pria Sabaku itu padanya. "Baiklah. Aku mengerti, Gaara-kun."

"Aku hanya takut jika kau ternyata sedang mengandung. Dan bukankah itu sangat berbahaya untuk calon anak kita? Bukankah calon ibu tidak boleh terlalu lelah?"

Seketika tubuh Hinata menegang sempurna, dengan kedua mata membola.

Aku ... hamil?

Ah, tidak. Ia bahkan sedang menstruasi sekarang.

"Tapi, aku sedang tidak—"

"Aku tahu." Gaara memotong ucapan istrinya dengan memasang senyum. "Untuk sekarang mungkin kau belum hamil, tapi alangkah baiknya jika mulai saat ini kau lebih berhati-hati, Sayang. Siapa tahu saja Sabaku junior sedang berkembang di sini." Ucapnya. Tangan kanan kokoh itu menyentuh permukaan perut datar Hinata dengan senyuman hangat mengembang.

Dilihat dari sudut mana pun sepertinya pria dengan rambut kemerahan itu sangat menginginkan kehadiran buah cinta antara dirinya dengan Hinata.

Meskipun sebenarnya Hinata tidak pernah mencintainya.

Hinata menatap sendu pada suaminya. Sejujurnya ia bahkan tidak menginginkan keturunan dari pria itu.

Bukankah ia wanita yang jahat?

Lalu, apa yang bisa Hinata lakukan? Semuanya sudah terlanjur. Hati memang tidak bisa dibohongi. Andaikan pria pirangnya-lah yang berucap seperti itu, dapat dipastikan Hinata akan tersenyum lebar kemudian mengangguk yakin. Lalu memeluk pria itu dengan sejuta cinta.

Andaikan saja.

"Baiklah, Gaara-kun." Ucap Hinata pada akhirnya.

"Aku mencintaimu, Hinata."

Hinata terdiam sejenak. Kembali, rasa bersalah menyeruak di rongga dadanya. "A-aku ... aku juga mencintaimu."

... Naruto-kun.

Ya, Naruto. Bukan Gaara yang Hinata cintai.

Garaa tersenyum bahagia saat mendengar ungkapan cintanya dibalas dengan baik oleh sang istri.

"Ah, sebaiknya aku menyuapimu sekarang." Pria itu segera meraih semangkuk bubur pada nampan yang ia letakkan di atas meja kecil di samping ranjang istrinya. Menyendoknya, kemudian mendekatkannya pada mulut Hinata yang tertutup.

Sedangkan Hinata hanya menatap sesendok bubur di hadapannya dengan tanpa minat, lalu menatap mata jade suaminya dengan sedikit gelengan. Memancing helaan napas sang pria. Mencoba bersabar, Gaara kembali mengukir senyuman.

"Masakan rumah sakit memang tidak seenak masakanmu, Sayang. Tapi kau harus tetap memakannya agar kau cepat sembuh. Bukankah kau tidak betah di sini, hm?" bujuknya.

Mendapati segala perhatian sang suami padanya, membuat mata indah Hinata berkaca-kaca. Perilaku Gaara begitu manis di matanya. Pria itu terlihat begitu menyayanginya.

Tapi ... apa yang ia berikan pada pria itu?

Hanya kebohongan.

"B-baiklah." Ucap wanita itu pada akhirnya. Ia membuka mulutnya perlahan, menerima satu suapan bubur tanpa rasa itu dari tangan suaminya. Setetes air mata turun di pipinya.

Kau pria yang baik, Gaara-kun. Maafkan aku.

***

Tbc...

Note : yang bercetak miring adalah mimpi

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 162K 35
Yang baru ketemu cerita ini jangan baca, sudah di hapus sebagian !!! Bagaimana jika laki-laki setenang Ndoro Karso harus menghadapi tingkah istrinya...
11.5K 1.2K 5
Uchiha Sasuke berada dalam keadaan mendesak, salah satu langkah maka nyawa yang menjadi taruhannya. Di saat-saat seperti itu, datanglah Hinata Hyuuga...
28.5K 3.4K 21
Semua ikatan itu terjalin atas dasar cinta. Tetapi percaya atau tidak, hal itu tidak terjadi dalam hubungan kita. Kecuali hanya satu sisi saja, "Aku...
11.2M 136K 51
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...