Sepotong Okonomiyaki Cinta

By Iryoku

5.9K 530 55

Sakura Haruno yang tidak menyukai okonomiyaki, mendadak rajin mendatangi kedai okonomiyaki. Dia sering menyam... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
20.

INTERMEZZO

276 11 0
By Iryoku

Ini adalah intermezzo dari Sepotong Okonomiyaki Cinta.
Sakura, Ino, Hinata, Temari dan Tenten berkeluh kesah tentang kehidupan mereka di rumah. Menceritakan tentang ibu mereka.

Special for Mother's Day
Dalam Kedai Itu

Hari itu matahari seolah sangat bahagia hingga sinarnya sangat terang dan tentu saja panas. Beberapa orang keluar rumah dengan payung dan sunblock demi menjaga kulitnya agar tidak terbakar.
Salah satunya Sakura. Gadis gulali ini berjalan dengan kaki yang sedikit dihentakkan dan mulut yang mengerucut seperti bebek. Dia badmood. Dia kesal dengan orang-orang di rumah.

"Oi Sakura!" Sakura mengedarkan pandangannya dan menemukan Tenten yang melambai padanya. Bergegas, dia menyusul teman bercepolnya itu.

"Apa semua sudah berkumpul?"

"Temari akan telat."

"A, souka."

Hari ini, jadwal mereka berkumpul. Seperti hari-hari sebelumnya, mereka selalu mempunyai 1 hari bebas untuk berkumpul dan bersantai dari aktivitas mereka yang melelahkan. Setelah lulus SMA, hanya beberapa orang saja yang melanjutkan kuliah di universitas yang sama--Universitas Konoha misalnya. Sisanya ada yang melaniutkan di universitas swasta lain sambil bekerja. Ada yang melanjutkan bisnis keluarga--seperti Temari--dan belajar di sekolah khusus.

Bunyi lonceng mengalun lembut saat Tenten dan Sakura memasuki kedai langganan mereka. Kedai yang terletak di pinggiran sungai yang merupakan ikon kota Konoha dan sangat terkenal.
"A! Itu Ino dan Hinata." Tenten menunjuk ke sebuah meja di pojok dan dekat dengan meja pemesanan.

"Pig, aku kangen." Sakura kemudian memeluk Ino erat saat mereka sudah berada di dekat meja favorit mereka.

"Dasar jidat! Kita 'kan bertemu setiap hari!" Ino mendorong tubuh Sakura hingga terlepas. Fokusnya kemudian beralih ke Tenten. "Hai Ten. Apa kabar?"

"Baik. Sangat baik malah." Tenten tetsenyum. "Kalian sendiri apa kabar?" Tenten dan teman-temannya pisah kota. Tenten memilih pindah ke Ame mengikuti Kakashi dan merawat ayah Neji yang tidak ingin berada di Konoha.

"Kami juga baik. Kapan-kapan ajak kami ke Ame dong. Aku ingin merasakan seperti apa kota hujan itu." kali ini Sakura yang menjawab  "Kamu semakin putih Ten."

"Jelas dong. Di Ame kan sinar matahari jarang nampak. Wajar kalau Tenten menjadi semakin putih." Ino memutar bola matanya mendengar Sakura mengucapkan hal yang menurutnya bodoh.

"Isssh!" Sakura yang kesal semakin mendongkol mendengar penjelasan Ino. "Teman sedang badmood malah diledek. Dasar! Teman macam apa kau!"

"Nggak ada yang meledekmu Saki. Kamu nya aja yang sensi. Ada apa sih sebenarnya?"

Sakura menghela nafas sebelum memulai curhatannya. "Ini berhubungan dengan orang-orang di rumah. Tadi pagi aku dan ibu bertengkar. Kalian tahu karena apa?" Ino dan Hinata menggeleng. Sedangkan Tenten hanya menyimak mereka. "Karena Sasori-nii." Ino menaikkan sebelah alisnya. Tak ada yang berani memotong ocehan Sakura, atau dia akan ngamuk. "Si kepala merah itu mengadu ke ibu tentang kebiasaanku yang bangun siang saat kuliah dan jarang memasak di apartemen. Membuatnya kelaparan. Dia mengadukan itu dengan bumbu-bumbu sialan yang membuatku jadi sasaran kemarahannya. Ibu bilang dia akan memotong uang bulananku kalau aku tetap seperti itu pada kakak kepala merahku. Aku tahu kakak jenius itu sibuk layaknya profesor, tapi masa' harus aku yang menyiapkan segala sesuatu untuknya? Gara-gara itu juga, aku hampir tak bisa bertemu kalian. Ibu mengomel sepanjang pagi dengan menyuruhku ini lah, itu lah. Rasanya kepalaku ingin meledak." Sakura mengakhirinya dengan meneguk lemon tea dingin dihadapannya.

"Salahmu juga sih." Sakura menatap tak percaya pada Ino. "Kalau kau memang menumpang di apartemen kakakmu, seharusnya kamu tahu diri dong. Minimal bantu memasak atau apa gitu. Pantas saja kalau Sasori-nii marah."

"Tapi tak seharusnya Sasori-nii mengadu seperti perempuan pada ibunya Sakura-chan kan?" kali ini Hinata ikut bersuara.

"Betul juga sih. Dan aku tahu rasanya saat kau diomeli dalam keadaan badmood. Rasanya ingin membakar siapa saja yang ada. Dan kalau boleh, aku ingin jauh saja dari rumah agar tidak mendengar omelan ibu terus-terusan."

"Ah, kalau aku pasti akan rindu, Ino-chan." Hinata memotong waffle coklatnya. "Aku sangat bergantung pada ibuku. Dan pastinya seluruh keluargaku. Aku tak tahan jika berjauhan dengan mereka. Rasanya ada yang hilang."

"Benar juga sih. Di satu sisi aku tak tahan dengan omelannya, di sisi lain aku pasti akan merindukan suaranya saat menyanyi di ruang keluarga sambil bermain piano." Ino menyeruput milk tea dinginnya. "Ibu dulu ingin sekali menjadi pemain piano terkenal. Namun impiannya kandas karena harus dijodohkan dengan ayah dan sepanjang hidupnya dia habiskan mengurus kami. Kupikir kalau ibu marah padaku, mungkin dia teringat dengan masa mudanya yang hilang."

"Hmm..." Sakura menatap keluar jendela. "Kalian benar juga sih. Tapi aku masih kesal! Bisa-bisanya ibu memihak Sasori-nii daripada aku? Sangat tidak adil."

"Dia ingin membelamu, tapi melihat hal yang kau lakukan menyebabkan anaknya yang lain menjadi susah, mungkin kau pantas diomeli." Ino menatap Sakura geli.

"Hei! Kau bicara seolah kau tak pernah mengalaminya! Kau pasti pernah diperlakukan tidak adil kan?"

"Gomen, minna. Aku tadi harus mencari kado untuk ibuku." Suara Temari menginterupsi pembicaraan mereka. Gadis berambut pirang itu duduk di dekat Tenten yang sedari tadi fokus pada ponselnya.

"Ibumu ulang tahun?" tanya Sakura.

"Tidak. Sekarang kan perayaan hari ibu. Jadi aku membelikan sesuatu untuknya sebagai rasa terima kasihku atas kesediaan waktunya merawatku." jelas Temari seraya tersenyum.

"A! Aku lupa!" Ino menepuk jidatnya. "Harus beli hadiah nih!" Ino bersiap mengambil tasnya.

"Nanti aja keuleus." Temari menatapnya datar. "Aku baru sampai di sini! Makan dulu dong!"

"Hehe. Maaf deh. Pesan saja dulu." Ino nyengir

"Aku malas ah beli hadiah."

"Kenapa Sakura-chan?" tanya Hinata.

"Aku masih marah karena tadi pagi."

"Tapi ini hari ibu lohh. Mbok ya perasaanmu nggak bisa melunak sedikit atau gimana gitu?"

"Biar Sasori-nii saja yang beli."

"Dasar jidat. Walaupun ibumu pilih kasih dan kau diperlakukan tidak adil, setidaknya berikan ibumu sesuatu. Untuk menghormati dan membalas jasa-jasanya selama ini merawatmu. Pilih kasihnya mungkin hanya sesaat." Ino menjitak kepala Sakura.

"Tetap saja aku masih marah."

"Coba kamu ingat perlakuan manis ibumu dan kasih sayang yang dia berikan selama ini. Sangat tulus dan sweet, bukan?" Hinata menatap Sakura.

"A. Iya. Sangat manis. Aku pernah dicium ibu di kening saat aku mendapat ranking 1 saad SD. Dan diberi hadiah berupa lagu yang dinyanyikannya sendiri. Sangat mengena di hati." Temari tersenyum sendiri.

"Aku juga pernah dibuatkan kue tart saat ulangtahunku yang ke 10 tahun. Rasanya sangat lezat. Dan juga gaun yang dibuatnya sendiri sebagai hadiah kelulusan saat SMP. Aku masih menyimpan gaunnya walaupun sudah tidak muat." Ino menerawang.

"Kalau aku, cukup setiap hari merasakan masakannya saja, sudah membuatku senang." Hinata tersenyum lagi. "Walau harus mendengarkan omelannya setiap hari, merasakan masakan yang dimasaknya sudah menhilangkan rasa dongkolku saat diomeli."

"Tetap saja...Sasori-nii pasti akan menjadi kesayangannya." Sakura mengerucutkan bibirnya sebal.

"Beruntunglah kau Sakura masih ada yang memperhatikanmu. Coba lihat aku. Siapa yang akan mengomeliku?" kali ini Tenten ikut dalam forum.
Semua terdiam. Menyadari mereka sudah keterlaluan membahas ibu dan keluarga dan mengabaikan kenyataan bahwa Tenten berada di depan mereka. Mengabaikan bahwa Tenten bisa saja menjadi sedih dan tersinggung karena obrolan mereka.

"Aku sedari kecil tak pernah mengenal siapa orangtuaku. Tak pernah mengenal siapa ayahku, siapa ibuku. Dan aku juga tak pernah tahu bagaimana rasanya diomeli oleh ibu, dinyanyikan lagu nina bobo oleh ibu, tidak pernah merasakan seperti apa masakan ibu itu. Dan tak pernah merasakan cemburu saat ibuku lebih menyayangi saudaraku. Karena aku tak punya keluarga.
Seharusnya kau bisa lebih menghargai hal itu Sakura."

"Maafkan kami Tenten. Kami tidak bermaksud menyinggungmu. Kami..."

"Tak apa. Kalian tidak salah. Aku hanya cemburu saat Sakura bercerita tentang keluarganya dan bersikap sangat kekanakan."

"Maaf Ten."

"Daijoubu da yo. Cepat habiskan makanan kalian. Kita ke mall bersama-sama mencari hadiah. Aku mau membelikan ayah hadiah juga. Walaupun dia bukan ayah kandungku, tapi dia seperti ayah sekaligus ibu bagiku. Aku ingin berterima kasih atas pengorbanannya merawatku dari bayi." semua masih terdiam. Merasa canggung dan tidak enak pada Tenten.

"Cepatlah! Aku sudah dihubungi Kakashi berkali-kali. Kalian tidak kasihan padaku?"

"Kami akan cepat. Tapi kamu harus janji akan mengajak kita ke Ame dan bertemu suamimu." goda Ino.

"Hei curang! Dia bukan suamiku!"

"Tapi calon kan?"

"Hei! Dasar!"

Mereka kemudian keluar dari kedai setelah makanan serta minuman kandas di perut mereka.

Maaf atas segala typo dan ketidakjelasan fic ini. Dan maaf juga nggak bisa update chapter selanjutnya :'( masih tersita oleh hal yang lain. Gomen ne :)

Dan....
SELAMAT HARI IBU
Berikan senyum terbaik untuk ibu yang selalu memberikan senyum terbaiknya untuk kita.

Continue Reading

You'll Also Like

169K 15.1K 50
FIKSI
2.4M 447K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
229K 23.2K 44
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...