Aduhhhhh abang Omar mah ganteng banget.... yakk... hehehhe. Selamat menikmati ceritanya broo...
🌿🌿🌿🌿
Pekerjaanku dari tadi tidak ada satu pun yang beres, padahal aku baru kemarin bekerja disini tetapi aku sudah banyak melalaikan pekerjaanku. Untung saja atasanku di ganti sama Dory jadi tidak terlalu berpengaruh di gajiku. Aku tau penyebab sikap leletku ini karena pria aneh itu tadi menciumku dan sialnya lagi dia telanjang dada, aku tau badanya bagus dan sixpack tapi jangan main asal cium aja. Apa pria itu menyamakan aku dengan wanita murahan, coba saja jika pria itu bukan salah satu atasanku disini mungkin saja aku sudah melakukan hal jahat untuk membalasnya.
Aku berjalan mengitari halaman belakang perusahaan ini, ada taman di belakang perusahaan itu dan ada berbagai macam karyawan yang bersantai sambil menikmati sarapan mereka. Kududukan pantatku di salah satu bangku di taman itu, dari jauh aku bisa melihat Omar duduk dan memainkan leptopnya. Hari ini dia memakai pakaian jas walaupun tidak ada rapih-rapihnya sekali.
Kututup kedua mataku menikmati udara sejuk pagi hari, suara langkah kaki mendekat kearahku. Terpaksa kubuka kembali kedua mataku dan menemukan Omar sudah berada di depanku sambil memperlihatkan senyuman konyolnya.
"Hai nona.... kau tidak bekerja" coba lihat dia, seolah-olah sedang melakukan pekerjaan padahal yang aku lihat dia hanya bersantai-santai.
"Aku lelah dan ingin duduk sebentar" jawabku malas.
"Kau sudah sarapan?" tanyanya.
"Sudah, roti madu buatan ibuku" seruku dan kulihat Omar duduk disampingku.
"Pasti enak. Bagaimana kalau kita sarapan di cafe perusahaan" ajaknya.
"Tidak... aku sudah kenyang" tolakku halus, sebenarnya aku mau tetapi tidak enakkan seorang office girl baru makan di dalam cafe perusahaan bersama seorang yang memiliki pengaruh besar di perusahaan ini.
"Tapi aku belum sarapan... ayolah, ini sebagai perwakilan permintaan maaf dari temanku kemarin".
"Hahh... baiklah" akhirnya aku mau dan kita pun berjalan menuju cafe perusahaan.
Suasana di dalam cafe begitu kentara dengan alunan melody musik, aroma berbagai macam hidangan tercium dan seketika membuat perutku berbunyi. Omar tersenyum melirikku saat terdengar suara perutku berbunyi.
Kita berdua duduk di meja kedua di pojok kanan tepatnya bersebelahan dengan jendela, dari sini kita bisa melihat jalanan yang sudah mulai ramai dengan kendaraan dan para karyawan kantor yang sudah mulai berdatangan. Seorang pria datang menghampiri kita berdua dan memberitahukan berbagai nama makanan yang sama sekali terasa asing di telingaku.
"Kau mau makan apa?" tanya Omar sambil menatapku.
"Aku tidak tau. Apa saja, yang penting makanan paling murah disini" jawabku.
Omar tersenyum dan langsung menyebutkan nama-nama makanan yang membuatku pusing jika mengingatnya. Aku diam sambil menatap keluar jendela, terlintas seorang pria berpakaian baju kerja mengendarai sepeda. Ingatan tentang ayahku langsung membuatku tersenyum, setiap hari ia selalu menaiki sepedanya menuju ketempatnya bekerja. Setelah itu ia akan menjemputku dari sekolah, aku memeluk pinggangnya dan bernyanyi bersama-sama hingga sampai kerumah.
"Ada apa?" tanya Omar yang menatapku curiga akibat perubahan raut wajahku.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya melihat sepeda" jawabku ambigu.
"Kau mau sepeda?" Omar ikut menatap keluar jendela dan terlihat sepeda pria tadi di parkir di salah satu cafe di seberang perusahaan ini.
"Dulu aku punya... sekarang sudah tidak ada" aku kembali menjawab pertanyaannya.
"Kemana? Kau jual" Omar menatapku sambil menaikan salah satu alisnya.
"Tidak... tapi rusak" aku tersenyum simpul membalas tatapannya.
"Selamat menikmatinya" seru pria yang tadi mencatat pesanan Omar.
Makan dan minuman di depanku membuat air liurku menetes, bagaimana tidak aku belum pernah memakan-makanan seperti di depanku sekarang. Omar tersenyum tipis saat melihatku bertingkah seperti orang yang belum pernah makan.
"Makanlah, tunggu apa lagi" seru Omar sambil menghirup kopi pesanannya.
"Tunggu... apa ini mahal" tanyaku sedikit berbisik.
"Ah... aku lupa, sebentar kita tanya dulu sama chef tadi" Omar memanggil chef tadi.
"Berapa semua makanan ini" tanya Omar dan harga yang di sebutkan chef itu membuatku gemetar. Bagaimana bisa aku bayar jika harga satu porsinya saja sudah mencapai 700 dollar, setelah chef itu pergi Omar kembali menghirup kopinya.
"Heii... apa yang kau lakukan cepat taruh. Minumannya, kita tidak bisa bayar... cepat taruh" suruhku kepada Omar.
"Tenang saja aku bisa bayar...kau makan saja" jawabnya santai sambil mengacak-acak rambutku.
Mereka tidak tau sebenarnya dari tadi ada seseorang yang memperhatikan mereka dari jauh, Bran mengepal kedua tangannya melihat hal yang menurutnya membuat hatinya sakit. Entah mengapa saat melihat Neya tersenyum kepada pria lain justru membuat hati kecilnya seakan-akan diremas-remas. Padahal dirinya tidak pernah memasalahkan teman kencan sebelumnya mau menjalani hubungan dengam banyak pria, teman kencanya biasa model atau anak pengusaha. Bahkan mereka bebas bercium atau bermesraan pada pria lain itu semua masa bodoh bagi Bran. Namun, Neya yang bukan dari golongan orang terkenal dapat membuat hatinya meradang.
Bran tau benar jika Omar tertarik dengan gadis didepannya itu, tetapi apa iya seorang ceo ternama dan terkenal pemilik perusahaan raksasa di dunia menyukai seorang gadis yang tidak memiliki kekayaan yang setimpal dengannya. Sebut saja Bran orang yang angkuh, karena sudah dikelilingi berbagai macam kemewahan sejak ia kecil.
Tidak ingin berlama-lama melihat pemandangan menyilaukan mata itu akhirnya ia pergi menuju keruangannya, langkahnya sengaja ia lebar-lebarkan bahkan ia tidak memperdulikan tatapan kagum dan sapaan dari kaum hawa yang menatapnya tanpa berkedip. Rasa emosi membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa, bayangan saat Neya tersenyum terus mengusiknya. Gadis itu mampu membuat Bran yang tak tersentuh sebelumnya luluh. Ia mondar-mandir di ruangan mewahnya dan itu membuat Jake yang tengah asik menikmati acara tv terganggu.
"Ada apa denganmu?" walaupun mereka bertiga bertengkar sehebat apa pun mereka akan kembali damai lagi pada akhirnya.
"Aku sakit" jawab Bran bergumam.
"Apa yang sakit. Setauku kau orang yang kuat" saut Jake sambil mengingat-ingat kapan terakhir kalinya sahabatnya itu sakit.
"Aku juga tidak tau" Bran berhenti dari aktifitas mondar-mandirnya, ia berjalan mendekati jendela besar di belakang meja kantornya. Ia memandang kebawah tepat di jalanan yang terlihat kecil dari atas, Bran menutup kedua matanya berusaha menghilangkan wajah gadis itu dari ingatannya. Setelah ia bertemu dengan Neya seakan-akan jati diri seorang Bran yang sebenarnya telah hilang.
"Ckk... kau aneh" timpal Jake dan kembali melanjutkan acara tv pagi kesayangannya.
"Aku harus mendapatkanmu" tegas Bran yang terdengar seperti bisikan atau mungkin cap kepemilikannya.
🍁🍁🍁🍁🍁
.
.
.
.
.
.
.
.
Heyyyy kawan para pembaca setia. Gue ucapkan terimah kasih atas perhatian kalian semua. Semoga kalian suka dengan ceritaku ini. Gue tunggu komen dan like-nya😇🤓😍😍. Gemiiiiissss folllowww wkwkwkss...