Halo semua, perkenalkan saya So Rina.
Ini merupakan karya pertama yang saya upload di Wattpad, semoga prolog kali ini mampu membuat kalian semua tertarik dengan karyaku ini.
Healing Love akan terbit setiap hari Minggu, jadi dimohon bersabar ya. Saya tunggu kritik dan sarannya dengan harapan agar karya saya nantinya bisa jauh lebih baik. Karya kali ini saya dedikasikan pada seluruh ELF
Selamat membaca
🌱🌱🌱
Kota terkurung dalam kegelapan malam. Cahaya berwarna-warni yang terpasang pada pohon cemara buatan itu berkelip menambah kemisteriusannya, gedung puluhan lantai yang menjulang ke langit dengan cahaya lampu yang memancar di setiap jendelanya membuat buliran salju turun yang meliuk-liuk terlihat semakin indah. Aku mengadahkan kepalaku ke arah langit, mencoba merasakan buliran salju pertama yang turun menyentuh kulit wajahku. Cuaca yang begitu dingin, didukung dengan hembusan angin yang mampu menembus mantel yang ku gunakan membantuku menyadari sesuatu.
"Sera !" Suara teriakan yang berasal dari persimpangan jalan memecahkan lamunanku. Aku mengalihkan pandanganku pada asal suara itu. Disana aku mendapati seorang pria. Pria yang kukenal. Pria itu menggunkan mantel coklat dengan setelan jas rapi yang bersembunyi di dalamnya, rambutnya yang disisir rapi membuat penampilannya semakin mempesona. Dia sibuk mengatur napasnya, saat mata para wanita disekeliling menatapnya dengan tatapan mengagumi. Pria itu menyadari aku memperhatikannya dan mulai mengarahkan pandangannya padaku. Mata kami saling bertemu, saat itu aku tak bisa berpikir dengan jernih. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam hatiku. Seolah aku merasakan ada daya magnet dengan sama kutub diantara kami. Menghindar, hanya itu yang kupikirkan. Aku berlari menjauh, sudah tidak perduli lagi dengan keadaan sekitarku yang mungkin kini tengah melemparkan tatapan aneh dan heran padaku. Namun sepertinya usahaku sia-sia. Postur tubuhnya yang tinggi besar membuat langkahnya mampu mengejarku yang setengah berlari. Aku bisa mendengar dengan jelas suara sepatunya. Tak lama setelahnya aku bisa merasakan tangan besarnya meraih pundakku, menghentikan langkahku yang sudah melemah. Air mata yang sudah ku tahan sejak tadi akhirnya keluar.
Samar-samar aku melihat wajah pria itu. Tatapan mata sayu yang dilemparkannya padaku membuatku ingin segera memeluk tubuhnya erat dan menangis meraung-raung di sana. Namun, pada akhirnya aku tak bisa melakukannya. Melihat wajahnya yang tepat dihadapanku itu mengingatkanku pada semuanya. Semua kenangan yang telah kami lalui bersama. Aku tidak ingin jatuh lagi. Semua yang ku lihat hari ini sudah cukup membuatku muak.
"That's enough !" Teriakanku cukup membuat orang yang berjalan di sekitarku berlonjak kaget. Bahkan pria itu juga langsung melepaskan kedua tangannya. Sorot matanya yang berubah seperti mengatakan padaku bahwa yang ku lakukan tidaklah benar, tapi aku tidak bisa begitu saja luluh. Aku bukanlah tipe orang yang mudah kehilangan kesabaran. Aku tidak bisa berteriak ataupun marah dengan orang lain. Namun kali ini, aku tidak bisa lagi menahannya. Jika saja tidak ada undang-undang yang mengatur hukuman mati bagi pembunuhan berencana, aku sudah menusukkan belati di dada pria ini.
"Aku ingin kau mati !" Aku sendiri tidak percaya kata-kata itu keluar dari bibirku. Di sela-sela tangisku setelah sumpah serapah yang ku lontarkan, aku masih bisa tertawa seperti orang gila, pria itu terpaku. Aku aneh. Memang, ini adalah akibat yang dia timbulkan jika dia berani membangunkan macan yang sedang tertidur pulas. Aku tidak akan hanya membunuhnya tapi juga melumatnya sampai habis, mencabik-cabik seluruh tubuhnya dan mengeluarkan isi perutnya. Benar-benar gila.
Dalam sekejap aku menghentikan tawaku, mengusap air mata yang berurai jatuh di pipiku dan berjalan pergi, meninggalkan pria yang kini diam terpaku menatapku dengan tatapan tak percaya. Aku sudah melakukannya, kau hebat Sera aku memuji diriku sendiri. Keputusan yang ku ambil saat ini bukanlah hal yang mudah, melepaskan pria yang begitu ku cintai selama lima tahun. Aku bukanlah orang lain lagi, kami bahkan berencana untuk menikah tahun depan, namun semuanya kini hanya tinggal angan-angan.
Tapi kali ini langkahku kembali terhenti, ketika itu seketika aku merasakan kakiku melemah, tanganku gemetar ketika seorang wanita datang berlari kearahku dan menuntunku ke tepi jalan. Disana terbaring seorang pria, masih dengan setelan jas dan juga mantel coklatnya di atas aspal dingin yang tertutup salju. Dia terkapar tak berdaya, tangannya terangkat ketika matanya melihat sosok diriku yang muncul di tengah kerumunan, seolah ingin meraih tanganku, dia melambaikan tangannya di udara. Aku terdiam sesaat, mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Semua ini begitu cepat, aku baru saja bicara dengannya beberapa saat lalu, mengutuknya dan meninggalkannya, aku bahkan tak mendengar suara apapun setelah itu. Namun sekarang pria ini sudah tidur di atas aspal jalan yang terbalut salju yang telah berubah menjadi berwarna merah. Darah keluar tanpa henti dari pelipisnya, menyadari hal itu tangisanku pecah, tanpa berpikir panjang aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat.
"Tidak, tidak. Jangan... tolong !" setelah mengatakan itu dan berkali-kali mencium tangannya entah kenapa seketika suaraku menghilang, aku tak mampu mengatakan apapun lagi. Hanya ada suara rintihan aneh yang keluar dari bibirku. Aku tidak benar-benar ingin pria ini mati, bukan ini yang aku inginkan. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha berkomunikasi dengannya, jangan tinggalkan aku. Berkali-kali aku melakukannya, menggenggam erat kedua tangannya dan sesekali mengusap pipinya yang dingin. Senyum yang diberikannya dan juga tatapannya yang dia lontarkan padaku saat ini, aku ingin melihat itu kembali. Bukan sekarang, tapi nanti, dihari dimana kami hidup bahagia bersama.
Hari itu salju pertama yang turun kebumi menjadi saksi dari kenangan yang tak akan pernah bisa kulupakan. Di hari itu aku kehilangannya setelah mendengar satu kata yang sangat aku ingin dengar dari bibirnya, kata yang tidak pernah dia katakan sebelumnya padaku.
"Aku mencintaimu, Sera !"
🌱🌱🌱