Ini Ily pakai seragam Tribakti 🤩
***
Follow Unianhar yang belum follow, vote, komentar dan share cerita ini. Terima kasih 😘
*****
"Jadi lo pacar Saka? Astaga gue nggak nyangka, ternyata selama ini Saka kerja keras buat naklukin lo," cerocos pemuda blonde itu memandang Saka dan Ily bergantian.
Ily menoleh pada Saka yang diam menikmati makanan di atas meja, Sedangkan pemuda di depan mereka terus bicara tanpa henti. Mulai pertemuan mereka di depan restoran hingga makan bersama suaranya terus terdengar, mengabaikan gadis yang datang bersamanya. Sepertinya pemuda itu tertarik pada Saka dan Ily.
"Lo yang pernah datang ke Tribakti, kan? Dan juga gadis di Kafe waktu itu?"
Ily mengangguk kemudian tersenyum membenarkan, ternyata orang di depannya masih mengingat dirinya.
"Lo ingat gue? Gue temannya Saka yang dateng bareng dia?" tanyanya lebih antusias.
"Kenapa dia harus ingat? Nggak penting banget," sambar Saka memandang jengkel.
Kendati merespon Saka, pemuda itu terus menatap Ily. "Nama gue Leon, L E O N," ungkap dengan mengeja namanya. Leon mengulurkan tangan berkenalan pada Ily tetapi tangannya ditepis oleh Saka.
"Jangan macam-macam! Lihat tuh cewek di samping lo!" Saka menunjuk gadis yang datang bersama Leon, "Ajak ngobrol, dong! Nggak lihatmukanya kayak benang abis digulung," lanjutnya melotot sinis. Sementara itu gadis yang bersama Leon memasang wajah masam.
"Kak!" tegur Ily tidak enak melihat gadis itu.
"Apa Masha Sayang? Emang gitu kok." Saka tidak merasa bersalah sama sekali.
"Sayang?" ulang Leon mengerling jenaka. Saka mendelik ngeri, apalagi yang mau dikatakan manusia satu ini. "Nggak nyangka gue kira Saka bakal jomblo seumur hidup," imbuhnya terharu. Saka mengerling dengki.
"Kakak jomblo?" tanya Ily tidak percaya. Mana mungkin sepupunya yang jomblo? Apa tidak ada cewek yang menyukainya?
"Nggak jomblo tapi single," ralat Saka.
"Lah apa bedanya?" sahut Leon membuat Saka mendengkus kesal. Sahabatnya yang satu itu benar-benar tidak tahu tempat kalau bicara.
"Beda Dongo, dari huruf sama pelafalannya aja beda, gimana sih?!" sewotnya.
"Tapi artinya sama, Kak." Ily mengingatkan.
Saka mencubit pipi Ily gemas. Melihat wajah polos adiknya itu bisa membuat mood-nya yang rusak kembali membaik. Saka tidak peduli ledekan Leon yang menatap kearah mereka. Ia menoleh pada Leon sembari menatapnya jengah.
"Kenalin ini Ily adik gue." Saka mengelus kepala Ily lembut.
"Oh." Leon meraih segelas air di meja, saat akan meminumnya pemuda itu berhenti menatap lurus pada Saka, "Lo ngomong apa barusan?" tanyanya memastikan.
*****
Aryan menghampiri Rimba yang duduk di ruang tamu. Sepertinya anaknya itu menunggu seseorang. "Nunggu siapa?" tanya Aryan duduk di samping putranya.
"Ily."
Aryan tersenyum. Sepertinya Rimba sudah menerima Ily sebagai adiknya.
"Dulu, sekarang dan sampai kapan pun Ily tetap adikku. Meski dia nggak lahir dari rahim yang sama denganku aku nggak pernah nggak anggap dia. Papa nggak usah khawatir, aku akan jaga dia."
Aryan kembali tersenyum. Ia tidak bisa menyembunyikan apa pun pada Rimba karena bagaimana pun Rimba akan tetap mengetahuinya. "Udah hubungin dia?"
"Nggak dibalas, ponselnya juga nggak diangkat," gusarnya. Rimba benar-benar khawatir dengan adiknya.
"Dia pergi sama Saka, nggak usah khawatir."
"Gimana nggak khawatir kalau ini udah malam, kita nggak tau apa yang terjadi di luar, Pa. Saka benar-bena---" Rimba berhenti bicara melihat orang yang ditunggunya tiba.
Ily tersenyum dan langsung memeluk Papa mereka.
"Princess Papa dari mana?" tanya Aryan mengusap-usap kepala putrinya.
"Jalan aja, Pa. Kan aku udah izin Papa."
Aryan mengangguk membenarkan, sebelum pergi bersama Saka Ily memang meminta izin padanya.
"Ya udah, Papa ke dalam dulu." Aryan pamit berlalu meninggalkan ketiganya.
Ily dan Saka saling berpandangan melihat orang di depannya. Apa mereka membuat kesalahan?
"Kenapa pesan Kakak nggak dibalas?" Rimba menatap Ily lekat.
Ily buru-buru meraih ponselnya dalam tas melihat beberapa panggilan dan pesan masuk di sana. "Ini nomor Kakak?" Ily memperlihatkan nomor yang terterah pada Rimba, pria itu berdeham membenarkan.
"Simpan itu!"
Ily mengangguk melakukan apa yang Rimba perintahkan.
"Kamu juga!" Rimba menatap Saka tanpa ekspresi. Saka menunjuk dirinya tidak mengerti. "Jangan bilang kamu nggak lihat juga?" tanyanya penuh selidik.
"Aku lihat. Tapi aku sengaja nggak balas soalnya takut kamu salah sambung lagi," sahut Saka menyengir.
Dulu Saka pernah menerima panggilan telepon dari Rimba. Saat itu Saka kalang kabut takut Rimba memintanya lagi jadi tameng panahnya. Karena terpaksa dan berat hati Saka menerima telepnnya setelah merapalkan mantra.
"Hallo, aku lagi sibuk jadi nggak bis--"
"Pak Alfandi?"
Saka melihat nama yang terterah di ponselnya, sudah benar. "Aku bukan Pak Alfandi tapi Pak Thomas," protesnya.
"Kenapa kamu yang jawab?" tanya Rimba di seberang sana.
"Harusnya aku yang nanya, kenapa kamu nelfon aku, atau----"
"Kenapa nomornya ada di ponselku?" suara itu terdengar bergumum.
Saat itu Saka cengo menatap ponselnya telah putus sambungan. Kata-kata Rimba telah melukainya 'Kenapa nomornya ada di ponselku' apa salah kalau nomor sepupumu sendiri ada di ponselmu? Itu terakhir kali Rimba dan Saka teleponan sejak tiga tahun lalu karena salah sambung.
"Kamu tahu aku masih sakit hati Hutan, kamu nggak tahu itu kan?" ungkap Saka dramatis.
"Nggak tahu dan aku nggak mau tahu. Minggir!" Rimba mendorong Saka ke belakang untuk marangkul bahu Ily berjalan. "Kamu pasti capek, sebaiknya kamu tidur biar Kakak temanin." Ily kaget mendengarnya, belum sempat menolak Rimba sudah jauh membawanya dari Saka.
*****
"Selamat pagi semua," sapa Ily riang pada orang-orang ada di meja makan. Sebelum duduk terlebih dahulu Ily mencium satu persatu orang di sana. Sebenarnya Ily agak canggung melakukannya karena tidak terbiasa tapi Bella meminta untuk membiasakan diri.
"Wah cucu Opa cantik banget pakai seragam," puji Abimanyu tulus.
"Sayang, jangan lupa bawa yang Papa kasih semalam!" Aryan mengingatkan, jangan sampai Ily lupa.
"Iya Pa, Ily bawa terus." Semalam Aryan memberinya kartu dan uang cash untuk kebutuhannya, sebenarnya Ily menolak karena terlalu banyak. Tapi Aryan mendesak agar Ily menerimanya.
"Pagi semua." Kali Sak berjalan mencium pipi Bella, Pricillia dan terakhir Ily.
Kaget? Tidak lagi. Setelah beberapa hari tinggal bersama Ily tahu kebiasaan mereka, dan selama itu pula Ily selalu dapat kiss dari Saka dan juga Rimba. Hubungan Ily dan Rimba semakin akrab dan bahkan Rimba selalu ingin tahu apa yang Ily lakukan.
"Wah!" Saka menatap Ily dengan kagum. Bagaimana tidak Ily tampak cantik dengan seragam SMA Tribakti.
"Tutup matamu itu!"
Saka mendelik melihat Rimba datang duduk di samping Ily. Seperti kebiasaannya Rimba mencium kening Ily. Hanya Ily. Tidak pada Mama dan Maminya.
"Selamat pagi, Ngel" sapanya. Ily mengangguk, mulutnya masih mengunyah makanannya. "Kakak nggak dicium?" pinta Rimba setelah Ily menelan makanannya.
Cup!
"Udah," lapornya. Rimba tersenyum mengacak rambut Ily, Saka mendelik tak suka.
"Kenapa kamu nggak cium aku juga?" ketusnya. Rimba menatap tajam namun Saka cuek tidak ingin melihatnya.
"Kan Kakak nggak minta."
Rimba tersenyum mengejek. Akhir-akhir ini mereka memang mencari perhatian Ily.
"Biar Kakak yang antar kamu ke sekol--"
"Nggak usah! Ada aku," potong Saka cepat "Kami kan satu sekolah jadi nggak usah repot-repot."
"Aku nggak repot," balas Rimba.
"Kak Rimba, aku sama Kak Saka aja ya? Kak ayo kita pergi!" Saka langsung berdiri meraih tangan Ily pamit dan meninggalkan mereka yang masih memperhatikan perdebatan Rimba dan Saka.
Bersambung. . .
Yang kepo dengan perjalanan cinta Bang Rimba dan Sagarha bisa baca lapak ini. Sekarang masih on going dan Insya Allah besok update!