Saat Syifa beranjak dari tempat duduknya ia merasakan kepalanya pening. Ia melihat ke arah sekitarnya sudah seperti jungkir balik. Dengan spontan tangannya memegang kepalanya yang pusing itu.
"Loh loh faa kamu..kamu kenapa?"
Brukkk
Syifa terduduk lagi di tempatnya. Kepalanya semakin pusing saja.
Zahra memberikan botol bekas minuman yang di beli Syifa tadi. Dan Syifa meneguknya sampai habis.
"Kita ke UKS yu faa. Aku khawatir kamu terjadi apa-apa"
"Udah gak usah ra sekarang udah mendingan ko sakitnya"
Fikri yang sedang melihat percakapan perempuan itu khawatir ketika melihat perempuan itu mendadak pusing.
"Hfftt tidak ada cara lain lagi selain berminta maaf padanya dan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa" gumamnya.
Entah mengapa kakinya melangkah begitu saja ke tempat 2 dara itu.
"Ra anterin aku pulang yuu"
Ajak Syifa pada Zahra.
Langkah kaki laki-laki itu seketika berhenti.
"Baiklah besok aku akan menemuinya" gumam Fikri dalam hatinya.
Syifa dan Zahra berjalan menuju parkiran motor.
"Fa aku ke toilet sebentar ya. Tunggu aku disini. Kalo terjadi apa-apa hubungi aku yaa"
Ucap Zahra yang gerak geriknya seperti kebelet.
Syifa hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Syifa sangatlah beruntung mendapatkan sahabat yang begitu perhatian padanya.
Itu lah sahabat. Selalu ada dalam suka maupun duka. Bukannya dalam suka saja kita datang dan dalam duka kita menjauhi dirinya. Persahabatan itu tidak ada yang dirugikan. Melainkan sama-sama diuntungkan.
Sepertinya Fikri memang harus meminta maaf padanya sekarang.
Karena melihat perempuan itu duduk di dekat taman.
"mmm. Assalamualaikum"
Ucap Fikri. Ragu.
"Eh. Wa'alaikumsalam akhy?"
Kening Syifa kali ini berkerut. Siapa laki-laki ini? Seperti pernah melihatnya tapi kapan?
"Soal kejadian tadi saya mohon maaf yang sebesar besarnya. Sungguh saya tidak sengaja saat itu"
Ucap Fikri bersalah. Tapi jangan lupakan sikap cool nya.
"Maaf. Saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan"
Wajah Syifa menggambarkan pertanyaan.
Seolah tau apa maksud seseorang dihadapannya. Fikri menjelaskan semuanya secara rinci.
"Sungguh. Saya tidak memanfaatkanmu kali itu. Saya hanya kaget saja melihat darah di pelipismu"
Ucap Fikri menunduk bersalah.
"Iya tidak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf. Karena aku jalan terlalu buru-buru"
Hening
"Dan aku sangat berterimakasih karena kau telah menolongku. Hari ini para petugas UKS Sedang melakukan seminar. Apakah kau juga yang mengobati lukaku?"
Tanya Syifa padanya. Tangan Syifa menunjuk lukanya.
Fikri menganggukan kepalanya. Memberi isyarat bahwa ia lah yang telah mengobati Syifa sampai tersadar.
"Sekali lagi terimakasih"
Cicit Syifa
"Berterimakasih lah pada As-Syifa. Yang Maha Menyembuhkan"
Katanya sambil meninggalkan Syifa sendiri setelah mengucapkan salam.
"As-Syifa" lirih Syifa.
"Aku belum sempat mengetahui namamu. Tapi kau seakan mengetahui namaku" gumam Syifa.
Fikri berjalan kembali ke lobi kampus. Dan tanpa dia sadari ia berpapasan dengan sahabat Syifa.
Fikri terus berjalan tanpa memerhatikan seseorang yang sedang diam melihat lelaki yang telah berbicara pada sahabtanya.
Zahra hanya menatapnya. Tak percaya. Dia. Dia adalah seorang laki-laki yang sama yang ada dalam poto keluarga ayahnya.
Apakah benar dia sepupu Zahra yang selama ini ingin dia temui?
Zahra membalikan badannya.
"Hey tunggu!!!"
Zahra menghampiri laki-laki yang ia anggap sebagai sepupu.
"Kau mengenalku?"
Ucap Zahra dengan polosnya.
Lelaki itu hanya menautkan kedua alisnya. Apa-apaan? Disini dia tidak mengenal seorang pun selain perempuan itu.
"Apakah kau mengenal keluarga Abdulloh? Apakah kau tinggal di Bandung? Apakah kau keponakan ayahku yang berada di Bandung?"
Lelaki itu semakin bingung. Berhadapan dengan cewek apaan dia kali ini?
"Apa kah kau ingat, dulu waktu kecil kita sering main hujan-hujanan. Ya. Aku yakin itu pasti kau. Kau mmm. Fikri Muhammad Al-Ghifari kan?"
Tubuh Fikri tersentak ketika perempuan dihadapannya mengenal namanya.
"Kenapa kau bisa tau segalanya tentangku?"
Akhirnya lelaki itu membuka suaranya.
"Kalau kau ingin memastikan aku benar atau tidak silahkan pergi ke rumah neneku"
Ujar Zahra yang memberikan kartu namanya pada Fikri yang masih tidak percaya.
Setelah berpamitan dan mengucapkan salam Zahra pergi meninggalkan Fikri yang menyisakan segunung pertanyaan.
"Lama banget sih di toilet nya. Kamu itu buang air kecil atau membersihkan toiletnya?"
Kali ini Zahra sudah duduk disamping Syifa yang menunggunya setengah jam.
"Hehehe... Maapkeun sahabatmu ini yaa faa. Tadi ada kendala yang tak terduga"
Zahra cengengesan dengan watadosnya.
Zahra bisa sedikit berbahasa Sunda karena ayahnya berasal dari Bandung. Jadi pembicaraan Syifa dan Zahra tidak terlalu kaku.
"Yu pulang"
Ajak Syifa.
"Let's goo"
Zahra merangkul lengan Syifa membawanya ke motor mio yang ramping itu.
Sepanjang perjalanan keduanya terdiam. Bergelut dengan pikiran masing-masing. Memikirkan laki-laki yang sama yang datang dalam hidupnya. Kembali.
"Alhamdulillah, udah nyampe ra. Ayo masuk dulu ke kostan aku"
Ajak Syifa pada Zahra.
"Makasih faa. Tapi kayanya 3 hari kedepan aku akan menginap di rumah neneku deh"
Rumah Zahra memang tidak jauh dari kostan dan kampusnya sekitar 30 menit saja dari sana.
"Oh ya udah deh. Kamu hati-hati dijalan yah"
"Pasti dong faa kuu. Dadah. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
***
Fikri telah sampai di kostan nya. Setelah ia membersihkan diri ia merebahkan tubuhnya di atas kasur mininya.
Triinggg
From Azka
To Fikri
"Jangan lupa besok jemput gue sama bawa mobil lo. Awas aja kalo telat kau akan mengetahui akibatnya."
Fikri hanya mencebikan pesan itu. Dasar Azka ada-ada aja. Kalo bukan sahabatnya sendiri pasti ia tidak mau dan tidak akan menjemputnya.
Sekarang atap rumah lebih menarik dipandang oleh laki-laki bernama Fikri itu.
"Oh iya gue lupa nanyain nama perempuan itu" gumamnya.
Dari tadi pikiran Fikri sibuk dengan perempuan itu. Entah mengapa seperti ada sesuatu hal yang menarik dari dirinya.
Dan Fikri juga tidak lupa dengan perempuan yang mengakui kalo dirinya itu adalah sepupu Fikri.
Dalam sehari Fikri bertemu 2 orang perempuan aneh.
Ia merogoh kartu nama di saku celananya. Dilihatnya kartu nama itu.
"Oh namanya Zahra. Zahra Indriani. Dan kayanya gue harus ke rumah neneknya deh. Memastikan semuanya benar atau ngga"
Fikri bermonolog sendiri.
Keesokan harinya sekitar jam 9 Fikri pergi ke suatu tempat.
Benar saja rumah ini sudah tidak asing bagi dirinya. Ia memang pernah ke Yogya saat berumur 5 tahun. Setelah itu Fikri menetap di Bandung.
Ting tong
"Wa'alaikumsalam" ucap Zahra yang membuka pintu nya dengan ekspresi kaget. Begitupun dengan Fikri.
Nah loh?
To be continue
Happy reading ;)