Kebiasaan Ian datang lagi setelah beberapa bulan ini agak menghilang. Apa lagi, tentunya menyendiri di kolam belakang kelas di bawah rindangnya pohon ceri. Dimana di situ hanya terhampar selembar tikar yang agak lusuh karena sudah cukup lama tak tercuci. Padahal setelah mengenal Itha, Ian jarang melakukan kebiasaanya itu. Entah mengapa hari ini Ia merindukan hal itu. Rindu suasana tenang terutama hatinya yang sekarang sedang berkecamuk.
Setelah kehadiran Sarah, Ian selalu merasa tak tenang. Apalagi setelah Sarah menunjukan perasaannya seakan masih banyak peluang dan harapan untuk kembali menjalin hubungan antaranya dan Ian. Ian selalu terbayang-bayang kembali akan masa lalunya dengan Sarah. Bukan bayangan tentang kepahitan masa lalunya, melainkan saat-saat manis dengannya walau waktu itu hubungan antara Sarah dan Ian tak berlangsung lama.
Ditambah lagi dengan kenangan manis saat pertama kali Sarah mencium pipi Ian dan itu merupakan ciuman pertama Sarah yang rasanya sangat mahal dan berharga bagi Ian. Wajah Sarah selalu terbayang di pikirannya Ian. Seakan kini sosok Itha telah berganti Sarah dan Itha lah yang kini bersemayam di lubuk hati terdalamnya Ian.
Hari ini sama. Apa yang sedang Ian renungkan adalah Sarah. Jika boleh Ian jujur, saat ini Ian mencintai Itha tidak sepenuh hati karena di setengah hatinya masih ada Sarah. Kini Sarah kembali, tentu saja perasaan Ian menjadi tak menentu. Di satu sisi Ian sudah mengikat janji untuk tidak meninggalkan Itha, sedangkan disisi lain Ian masih mencintai Sarah. Seakan kini hatinya telah terbagi dua.
Ian menghela napasnya dalam saat terbayang Sarah dan menutup matanya saat mengingat Itha. Walau bagaimanapun dua cewek ini adalah orang yang paling special di hidup Ian saat ini. Ia tak ingin mengecewakan keduanya ataupum melepaskan mereka. Ian terus seperti itu, akhirnya ia menghirup napas terdalamnya dan menghembuskannya perlahan. Mencoba menenangkan hatinya dan menghapus pikirannya saat itu. Ia menutup matanya dan menghadapkan wajahnya kelangit.
Posisinya denang duduk dengan tangan kiri sebagai penopang badan dan tangan kanannya menutupi matanya untuk menghilangkan pandangan-pandangan yang mulai mengusiknya sejak Sarah kembali. Ia membiarkan angin menerpa tubuhnya seakan angin menerbangkan seluruh masalahnya. Ia merasa dengan menutup matanya dapat menghilangkan pikiran akan Sarah dan Itha yang membuat kepalanya serasa mau pecah.
Lama seperti itu dan saat Ian merasa lebih tenang Ia mencoba merenggangkan telapak tangannya untuk melihat langit dan berharap bayangan itu tak lagi mengganggunya. Ia mulai membuka matanya secara perlanan. Sayup terlihat sehelai kain putih menjuntai di atas kepalanya. Tak terlihat jelas. Namun semakin lama semakin jelas. Ian menutup matanya dan membukanya kembali.
Kini ia melihat sebuah kalung berinisialkan S. Ia nampak begitu mengenal kalung itu. Ya, itu kalung pemberian dari Ian untuk Sarah waku dulu. Sama percis, ini pasti Sarah atau ini hanya halusinasi Ian semata. Ian ingin memastikannya, ia menutup kembali matanya dan mebukanya kembali. Lalu ia memfokuskan pandangannya kini sayup terlihat siluet tubuh yang sama percis dengan Sarah. Semakin lama kian jelas bahwa itu muka sarah yang sedang tersenyum kepada Ian.
Apakah ini mimpi, khayalan ataukah kenyataan. Aku tak tau, mungkinkah aku tertidur. Pikir Ian saat itu. Lalu bayangan itu menjawab.
"Menurutmu, Aku nyata atau halusinasimu."
Ian memastikannya kembali. Seingatnya khayalan tak mengeluarkan suara yang begitu jelas dan nyata di terdengar di telinganya Ian. Ian masih tak dapat membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Lalu Sarah mencubit pipinya Ian.
"Aw..." Rintih Ian.
"Sakit?"
"Mmm... Nggak... Gak salah lagi. Sakit atuh Sar."
"Berarti kamu gak mimpi Ian."
"Mmm... Kurasa sih begitu."
"Mana Itha. Biasanya selalu berdua."
"Tadi aku berangkat pagi-pagi sekali dan Itha belum bangun."
"Gak kamu tunggu?"
"Mmm... Terkadang kita butuh waktu untuk sendiri."
"Berarti aku ganggu dong."
"Menurutmu?"
"Menurutku?"
"Ia menurutmu?"
"Menurutku, menurutmu?" Sarah membolak balikan perkataan ala Ian ketika dulu membercandain Sarah.
"Sekarang kamu ngeselin juga ya." Ian tersenyum datar.
"Menurutmu?"
"Begitu."
"Maaf deh."
"It's Oke" dengan wajah yang datar.
"Aku pergi dulu ya. Jangan melamun," Sarah megelus pipinya Ian seperti mau menampar namun dengan penuh perasaan. Ia lalu berlalu meninggalkan Ian yang masih mematung setelah menerima perlakuannya Sarah. Jantung Ian berdetak kencang saat itu.
Tak lama setelah kepergian Sarah dan Ian yang masih menatap arah kepergiannya dari arah berlainan ada yang menutup matanya.
"Liat apa sih," berbisik di telinga Ian. Ian berbalik dan melihat asal muasal suara tersebut.
"Itha. Sejak kapan?"
"Kok mukamu panik gitu sih. Jelek tau?"
"Kamu ini, di tanya apa jawab apa. Kamu kenapa gak jemput aku?"
"Aku tadi kerumahmu. Seisi rumah itu seolah berkata bahwa pemilik rumah tidak mau di ganggu."
"Emang rumah punya mulut?"
"Mmm... itu kiasan aja. Artinya rumahmu masih sepi jadi ku kira kalian masih tidur. Aku takut mengganggu."
"Owh... Tapi aku seneng kok klo kamu yang ganggu," Pernyataan Itha membuat hati Ian Berdetak dan menghilangkan perasaannya yang tadi terhadap Sarah.
Itha lantas duduk dan memeluk Ian seperti biasanya ketika Ian sedang duduk di kolam tersebut. Untuk sesaat Ian merasakan tenang saat bersama Itha. Seakan pikiran akan sarah telah berganti pikiran akan kekasihnya itu, Itha.
Itha semakin erat mendekatkan tubuhnya kepada Ian dan Ian hanya diam tak merespon. Namun kasih sayang Itha begitu terasa oleh Ian. Bagi siapapun yang mellihat itu tentu saja akan merasa iri dengan kemesraan mereka.
Ian nampak begitu tenang, Itha pun sama. Nampak ia setengah tertidur di pundak Ian dengan headset yang melekat di telinganya. Sedang mesranya mereka berduaan. Tiba-tiba saja Sarah datang dengan membawa segelas susu dingin dan Roti. Sarah yang melihat itu hanya bisa mematung dan tak bisa berkata-kata.
Ia ingin masuk di antara Itha dan Ian, namun ia tek bisa walau sudah mencoba melawan untuk kesekian kali. Ia tetap tak bisa. Melihat hal itu malah membuat langkah kakinya berjalan mundur secara otomatis. Walau hatinya ingin melangkah kedepan entah mengapa sedikit demi sedikit demham perlahan kakinya melangkah ke belakang. Hati Sarah saat itu begitu sakit. Rasa sakit itulah yang mendorong gerak tubuhnya untuk berpaling dan meninggalkan tempat dimana Sarah melihat hal tersebut.
Air mata mulai mengalir dari pipi gadis manis ini. Sarah berharap ini yang terakhir ia melihat Ian berdua dengan Itha dengan begitu mesranya. Sarah berlari meninggalkan tempat tersebut.
***
Sampai saat ini hubungan antara Ian dan Itha masih berjalan dengan baik. Begitupun antara Ian dan Sarah dan diantara keduanya masih berjalan normal. Belum ada suatu hal yang menimbulkan konflik yang besar. Sementara ini semuanya masih berjalan dengan lancar.
Pagi ini jadwal KBM terpaksa harus di berhentikan karena akan di adakannya rapat besar mengenai Ujian kelas 3. Libur berlangsung selama 3 hari. Maklumlah sekolah elite jadi banyak yang harus di persiapkan dan di bahas demi kenyamanan saat melaksanakan tugas akhir siswa. Mendengarhal itu, tentu saja Ian memanfaatkannya untuk belajar. Walaupun ia sekarang masih kelas 2 namun ia ingin memiliki nilai yang sempurna saat Ujian Kenaikan kelas.
Pagi itu Ian nampak malas sekali untuk keluar dari kamarnya. Ia masih merebahkan tubuhnya pada bantal yang telah di tumpuk sedemikian rupa. Walau tidak kemana-mana, namun ketika bangun Ian sudah membiasakan untuk cuci muka dan sikat gigi walau belum mandi. Ia merebahkan tubuhnya dan membaca beberapa buku pelajaran. Saat ini ia sedang membaca buku bimble biologi. Dimana isi buku tersebut seputar rangkuman materi-materi pembahasan biologi dari kelas X sampai kelas XII.
Ia menyalakan lagu-lagu pop dan memutar kipas yang ada di kamarnya ke kiri dan ke kanan. Ian memang suka melakukan hal tersebut ketibang harus keluyuran keluar rumah. Pergi kesana kemari tanpa tujuan yang jelas itu sesuatu yang membosankan dan menyebalkan baginya
Ian terus melakukan hal tersebut sampai seseorang terdengar mengetuk pintunya. Tuk, Tuk, Tuk, suara pintu terdengar. Ian tah mendengarkannya. Paling Ibunya nyuruh dia makan, pikirnya saat itu. Tuk, Tuk-tuk, Tuk, Tuk, Tuk. Suara ketukan itu terdengar nyaring namun berirama. Hal itu sempat membuat Ian berpaling dari bukunya dan membuatnya melihat ke arah pintu. Tak terdengar suara. Ah, Mungkin Indah iseng biar aku keluar kamar, pikirnya lagi saat itu. Ian kembali membaca bukunya.
Tuk, Tuk, Tuk-tuk, Tuk, Tuk, Tuktuktuktuktuk. Suara ketukan itu mulai semakin keras terdengar dan irama yang tak menentu. Ian agak tersulut emosinya. Dengan mengenakan kaos, rambut berantakan dan kolor pendek ia mulai membukakan pintu sambil membaca bukunya. Ian membukakan pintu namun ia masih terfokus pada bukunya.
"Ada apa?", sambil menguap dan membetulkan kacamatanya.
"Ian."
"Hmm..." Ian mulai melirik siapa yang memanggilnya.
Ian terkejut saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Ternyata seorang gadis yang sudah tak asing bagi Ian. Gadis itu dulunya juga sering main ke rumahnya dan kini ia main lagi dalam kondisi Ian yang belum rapi. Ian mencoba memastikan dengan muka datarnya dari bawah sampai atas. Dan gadis itu mengerutkan mukannya melirik kembali Ian dari atas kepalanya yang berantakan, baju kaos oblong dan Aaa, Ian yang masih mengenakan kolor membuat gadis itu sedikt terkejut. Ian sadar dan melirik kolornya yang sangat pendek. Ia lupa bahwa ia masih mengenakan itu. Ian sadar dan langsung menutup pintu kamarnya.
"Maap, maap... Tunggu bentar ya."
"Hmm." Gadis itu dengan muka merahnya dan agak malu menyetujui permintaan Ian.
Selang beberapa menit Ian keluar dengan mengenakan traning dan kaos polos berwarna merah.
"Tumben Sar. Ada apa?"
"Gak boleh ya aku main. Kan udah lama gak kesini."
"Kamu gak bilang dulu sih."
"Kan Surprise"
"Aku belum mandi nih masuk yuk."
"Boleh nih."
Ian memberikan isyarat masuk namun ia tak mengatakannya dan langsung meninggalkan Sarah. Ian kembali pada posisi semulanya. Rebahan di kasur dengan membaca bukunya kembali yang tadi di letakan di samping tempat tidurnya, tepatnya di atas meja belajarnya. Ian masih membaca bukunya sedangkan Sarah duduk di samping Ian.
"Ian gak berubah."
"Berubah?"
"Kamu masih suka baca buku di kasur sambil ngeboo."
"Mooo..."
"Percis tau," Sarah tersenyum.
"Nah, kamu pagi-pagi dah rapih. Mau kemana?"
"Ikut aku yu."
"Kemana?"
"Udah ikut aja. Ayo dong ya," bujuk Sarah.
"Oke deh. Aku mandi dulu ya. Anggap aja rumah sendiri."
Ian langsung bergegas, takut Sarah menunggu lama. Sedangkan Sarah menunggu di kamar Ian. Tak lama ibu Ian masuk ke kamar Ian dengan membawa kueh dan 2 gelas susu. "Silahkan dimuinum Sar," ibunya Ian sudah cukup akrab dengan Sarah.
"Trimakasih bu."
"Kok baru main lagi."
"Oh... saya baru pindah lagi ke bandung. Waktu kelas 3 SMP saya di jogja bu."
"Oh begitu, ya udah ibu tinggal dulu ya."
"Ia. Makasih."
Sarah menyeruput Susu tersebut setelah ibunya Ian pergi. Ia mengambil buku yang ada di tumpukan koleksi buku Ian. Ia melihart sebuah buku yang nampak sangat menarik baginya. Ia mulai membuka satu halaman yang di selipkan tanda hati. Rupanya itu buku Diarynya Ian. Sudah terlanjur terbuka dan terlihat nama Sarah. Sarah terkejut kenapa namanya tertulis di diary tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk membacanya.
Sarah tertidur di kasurnya Ian. Isi nya kurang lebih seperti ini :
Dear! Sarah.
Kebodohanku, memaksaku untuk berbuat yang tak layak kulakukan.
Mengorbankan perasaan yang tulus hanya karena nafsu.
Meninggalkan cinta sejati demi cinta yang semu.
Dear Sarah...
Harus kau tau, aku tak bermaksud melakukannya.
Aku hanya ingin mempertahankan
Apa yang menurutku harus ku pertahankan.
Aku hanya mengikuti kata hati
Dan mempertahankan yang pertama bagiku.
Walau akhirnya keputusanku melukai hatimu.
Maap, maap, tolong maapkan kesalahanku.
Aku hanya manusia biasa yang tak bisa memilih
Apa yang terbaik bagiku.
Aku hanya ingin jujur pada perasaanku
Maapkan aku karena menyakitimu.
Namun setelah kepergianmu...
Tanpa kabar, pesan kau pergi meninggalkanku.
Yang pertama bagiku meninggalkanku...
Disitulah aku sadar...
Kau yang terbaik bagiku...
Dan dia bukanlah yang terbaik untukku...
Kebodohanku itu telah membuatku sadar
Akan pentingnya dirimu bagiku.
Saat kau pergi... Aku selalu kesepian dan dihantui rasa bersalah...
Disitulah aku sadar... bahwa... Aku sangat mencintaimu...
2 Tahun aku menunggumu dalam kesendirian...
Berharap kamu mau memaapkanku dan kembali kepadaku...
Walau ku tau itu tak mungkin...
Tapi aku akan berusaha agar kau mau menerima ku
Dan mau kembali padaku...
Walau hanya kata maap, itu berarti untukku...
Namun kau tak kunjung hadir, hilang bagai di telan bumi...
Hingga aku bertemu dengan Itha dan lepas dari belenggumu...
Aku mulai mencintai Itha dengan separuh hatiku dan...
kau yang masih bersemayam di lubuk hati terdalam...
Hingga kau kembali.
Kau hadir seakan memberikan harapan.
Menumbuhkan kembali cintaku terhadapmu.
Jujur, dari dulu aku masih mencintaimu bahkan sampai sekarang.
Aku cinta kamu Sar.
Tapi aku gak mau jatuh kembali dalam lubang yang sama...
Aku tak mau menyakiti Itha...
Aku pun tak mau melepaskanmu...
Kini aku hanya bisa mencintai kalian dengan separuh hatiku...
Aku hanya tak mau mengulanhi kesalahan yang sama
Sory Sar, Sory Ta. They are best, special in my life.
Sarah yang membaca hal itu semakin yakin bahwa Ian adalah cowok yang baik. Ia sedikit menitikan air mata membaca ketulusan hati Ian. Sarah pun sepertinya masih mencintai Ian apalagi setelah tau apa yang selama ini Ian rasakan. Penderitaan karena kehilangannya. Cerita dari teman-temannya dan bukti diary tersebut mengukuhkan tekad Sarah untuk merebut Ian dari Itha.
Terdengar suara langkah kaki menuju kamar itu. Sarah menutup buu tersebut dan meletakan kembali seperti semula lantas ia mengelap air mata di pipinya.
"Sar... sory lama."
"Kamu dah rapi aja Ian."
"Ia. Tadi aku pakai pakaian ini di kamar mandi"
"Mmm bagus dah," Sarah langsung menari Ian yang masih merapihkan rambutnya.
"Tunggu atuh Sar belu rapih."
"Gak apa-apa, aku suka kok." Pernyataan itu membuat Ian diam dan mengikuti kemauan Sarah.
Sarah memacu mobilnya menembus kabut yang timbul karena hujan di pagi itu. Entah mengapa setelah mobil itu melaju hujan turun dengan derasnya. Menutupi jarak pandang Sarah dalam berkemudi. Sarah terus memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan kota bandung yang mulai tergenang oleh air hujan.
"Ian..."
"Apa Sar..." Ian kini sedang asik membaca novel.
"Sini kek liatnya."
Ian melihat ke Sarah dan menuruhkan kacamatanya agar jelas melihatnya. Lalu ia membaca kembali bukunya itu.
"Ian."
"Apa kan aku udah liat kamu."
"Gimana penampilanku?"
"Cantik. Cantik banget," Ian mengatakan itu dengan llirih sambil membaca bukunya. Namun ekspresi mukanya begitu serius dan terlihat ekspresi sedih yang penuh ketulusan.
"Makasih," Sarah tersenyum sendiri.
Ia memutar lagu yang dulu sering mereka dengarkan.
"Kamu ingat lagu ini gak Ian,"
"Ia."
"Aku selalu suka lagu ini. Oh ya, aku mau ajak kamu ke toko buku dulu."
"Toko buku mana nih." Ian nampak tertarik. Sarah tersenyum melihatnya.
Ternyata Sarah mengajak Ian ke Gramed sebuah toko buku yang besar di kota tersebut. Mereka nampak asik di sana. Banyak hal yang mereka obrolkan dari hal penting sampai ke hal-hal yang tidak penting. Mereka keluar dengan beberapa buku yang menarik.
Setelah itu Sarah mengajak Ian ke sebuah tempat. Dimana terdapat sebuah rumah pohon yang ada di atas pohon yang terletak di sebuah bukit. Dimana mereka bisa melihat keidahan alam bandung saat berada di sana.
bersambung...