Tok tok tok...
"Tante?" Ketukan dari pintu dan suara keras Miko yang memanggil gue terdengar nyaring hingga membangunkan gue dengan kondisi kaget.
Miko tetaplah Miko, gue kira sebutan kakak akan bertahan lama nyatanya itu hanya sesaat.
"Tante, Bangun," Ulangnya berkali-kali.
Astaga! Kenapa Miko belum tidur jam segini? Kenapa juga suaranya terdengar panik seperti itu? Tidak biasanya.
"Sebentar!" Pekik gue dari dalam.
"Ya ampun Miko sekarang jam 2 dan lu ri—"
Miko menarik tangan gue dengan tergesa-gesa bahkan sebelum menyelesaikan ucapan gue.
"Mik— Byan!? L-lu kenapa?" Tutur gue kalang kabut begitu melihat Byan yang terbaring dengan keringat dingin seraya memegangi perutnya.
Ada apa dengan Byan? Dia terbaring dengan Wajah yang dipenuhi peluh keringat.
"B-byan lu denger gue nggak?" Gue menyentuh wajah byan dengan tampang khawatir.
"Flo?" Suara byan sangat pelan dan lebih terdengar seperti orang yang kesakitan.
"Byan, Kita kerumah sakit sekarang!"
"Gue baik-baik aja, Flo."
"Lihat kondisi lu sekarang dan lu bilang baik-baik Aja? Cih, dasar pembohong!" Kala gue ingin beranjak meninggalkan kamar byan, dia memegang tangan gue.
"Jangan per— lu nangis?" Byan meringis dengan posisi setengah duduk.
Gue langsung memeluk Byan,"Iya Bego! Gue khawatir, Sekarang kita kerumah sakit." Byan mengangguk dalam pelukan gue.
"Miko, Ayo kerumah sakit. Lu gausah cemas, Kita bawa kakak lu kerumah sakit yang gue tau."
Miko mengangguk, terlihat Ekspresi gusar dari wajah bocah itu.
~~~
"Flo, penampilan lu awut-awutan banget." Ardella heran melihat tampilan gue yang tidak seperti biasanya.
Setelah orang tua byan datang subuh sekali, gue langsung cabut saat itu juga.
"Arghhh! Bodoh-bodoh." Gue mengacak rambut lalu bersembunyi dibalik lengan gue.
"Lu kenapa sih? Ayo cerita."
Gue memegang tangan Ardella, " gue mesti gimana?"
"Gimana apanya? Lu aja belum cerita." Ardella melepaskan tangan gue yang menyentuhnya.
"Jadi kemarin malam saking keselnya sama byan, gue Nambahin cabe dan lada banyak banget di nasi goreng yang gue buatin untuk byan."
"Trus, Apa masalahnya?"
"Masalahnya Byan ternyata punya masalah pencernaan, dia nggak bisa makan yang pedes dan bodohnya lagi, karena terlalu panik gue meluk Byan."
"Hah, Meluk?" Triple AL yang entah dari mana datang langsung menyahut, begitu pula Ardella, mereka berucap secara bersamaan.
"Aish, jangan keras-keras," gue memperlihatkan rupa cemberut.
"Hehe maaf-maaf, bersikap biasa aja, Flo."
"Gue nggak bisa berpura-pura bersikap biasa, Del. Tadi pagi gara-gara terlalu malu, gue langsung cabut dari rumah sakit." Gue langsung menutupi wajah tatkala mengungkit kejadian kemarin.
"Hey, denger Flo." Ardella menepuk pundak gue.
Gue menengok ke arah Ardella.
"Don't Afraid, apa yang lu cemaskan sebenarnya?"
Perlahan tangan gue turun , "Gue hanya takut byan semakin membenci gue, kemarin gue seperti cewek agresif, dan gue juga merasa bersalah atas kejadian kemarin, gue bener-bener gak tau apa-apa soal byan, kenapa juga dia mesti habiskan nasi goreng buatan gue?"
"Hanya Byan yang tau jawaban dari pertanyaan terakhir lu, gue rasa byan nggak bakal nganggep seperti itu Kok, So calm Baby, jadi yang jaga Byan siapa?"
"Orang tuanya, Tante dinara sangat panik, Byan ternyata punya penyakit maag kronis, gue bener-bener kaget waktu denger dari tante dinara." Gue menampakkan raut sedih.
"Sudahlah, Flo. Lu Khan Gatau, saran gue sih mending lu minta maaf sama Byan dan jaga dia selama dirawat, masalah Malu lu, kesampingkan sekali-kali napa."
"Iya-iya," lontar gue seraya tersenyum lembut.
"Senyummu mengalihkan duniaku." Alan menyenderkan Kepalanya pada Alden.
"Berani Sandar? terakhir bakso mang Udin,Ya?"
"AeLah perhitungan banget, minggir ahh Gue nggak butuh sandaran lu lagi," Alan tiba-tiba mendorong Alden hingga terjungkal.
"Habis manis sepah dibuang, dasar bangke." Alden terlihat pura-pura marah.
"Apa lu bilang?" Tanya Alan tak terima.
"Eh, berhenti berantem." Suara Ardella melerai perdebatan mereka.
Sejenak mereka terdiam, Akan tetapi detik berikutnya mereka saling kode.
"Peluk sini, Del." Triple AL merentangkan Tangannya.
"Pengen mati muda?" Ardella memperlihatkan Kepalan ke arah mereka, seketika Triple AL terdiam.
Kini, giliran gue dan Ardella yang tertawa.
Gue beruntung punya teman gesrek seperti mereka.
~~~
Sekarang gue berada di depan pintu kamar rawat inap Byan.
Gue menghembuskan napas berulang kali sebelum membuka Handle pintu.
Klek...
"Hay, Flo." Sapa tante dinara saat gue baru saja memasuki ruang rawat Byan.
"Hay, tante. Gimana keadaan byan?" Tanya gue kala duduk disofa tepatnya disebelah kiri tante dinara.
"Sudah mendingan, Flo. Dia tertidur setelah minum obat," Jawab tante dinara seraya memijit dahinya.
Sepertinya tante dinara kurang istirahat, dia pasti lelah.
"Tante?"
"Iya sayang?" Tante dinara menatap gue.
"Tante sebaiknya istirahat dirumah, Biar Flora yang gantiin jaga Byan, lagian tante pasti lelah karena langsung datang kesini."
"Yasudah, lagian tante mau ambil pakaian ganti Byan, Besok dia sudah bisa pulang."
"Syukurlah, tan."
"Terima kasih Ya sayang, Kamu udah jaga byan dari kemarin malam, andai nggak ada kamu, tante Gatau apa yang bakal terjadi, tante yakin byan pasti nggak mau cerita kalo lagi sakit," ungkap tante dinara dengan rupa sedih.
"Nggak apa-apa Tan, lagian ini salah Flora andai flora tau kalo byan nggak bisa makan yang pedes, Flora ng—"
"Sudahlah sayang, jangan menyalahkan dirimu. Tante Pulang Ya?" Tante dinara mengelus rambutku, dia kemudian berdiri dan meninggalkan Ruang rawat setelah gue mengangguk.
Gue mendekati Byan yang sedang tertidur pulas di tempat tidur pasien.
Gue menarik Kursi yang ada Disampingnya lalu mengamati Wajah tenangnya.
"Hey, Byan. Lu tau nggak? Kalo lu diem gini entah kenapa kadar kegantengan lu nambah, bukan ini sih yang ingin gue katakan."
Kini gue berbicara sendiri di samping byan yang tengah bermimpi.
Tangan kiri menopang wajah gue, lalu jari telunjuk gue bergerak seolah menyentuh setiap bagian dari wajah byan, Akan tetapi jari telunjuk gue hanya melayang diatas wajah byan, tidak benar-benar sampai menyentuhnya, gue nggak mau byan sampai bangun dan menyadari tindakan gue.
"Kenapa lu harus ngabisin nasi goreng gue kalo lu tau itu pedas?" Cerocos gue kembali.
Aksi gue terhenti dan kini lipatan tangan gue menjadi bantalan.
"Gue dengan lancangnya suka sama lu padahal gue bener-bener nggak tau tentang apa yang lu sukai dan tidak lu sukai, gue minta maaf soal kemarin."
Gue menghela napas sekali.
"Terkadang gue pengen menyerah atas perasaan gue, tapi saat gue ingin menyerah lu datang membawa harapan lagi, tau nggak lu itu lelaki terjahat yang pernah gue temuin, bagi gue lu seperti langit menurunkan hujan sesuka hati lalu menunjukkan pelangi setelahnya, bagimana gue bisa menyerah?"
Air mata gue lolos setetes demi setetes, membuncah bersamaan dengan penuturan perasaan gue sekarang.
"Byan, seharusnya gue membenci lu, entah berapa banyak hinaan yang udah gue terima tapi gue nggak bisa, Nyatanya hinaan lu 1000 kali mampu terhapus oleh setiap tindakan kecil yang lu perbuat, bodoh banget khan gue?"
"Dan selain bodoh gue juga pengecut, sebab hanya berani mengoceh ketika lu tertidur, gue udah memutuskan bakal pergi minggu depan, terima kasih karena lu pernah menjadi alasan gue untuk bahagia."
"Gue bakal kangen kalo dimarahin, Lu."
Saat gue menelungkupkan wajah, nada Ringtone Handphone di dalam tas gue berbunyi keras.
Gue beranjak kearah sofa, kemudian merogoh Handphone lalu menggeser layar hijau.
"Halo Ada Apa, Nin?"
"G—gawat Flo—"
Tut.. tut.. tut
Gue langsung memutus sambungan panggilan lantas berlari secepat mungkin..
Kumohon ...