Aku pernah merasa diinginkan kemarin, lalu tidak diperdulikan hari ini.
Aku pernah merasa dilambungkan kemarin, lalu dijatuhkan hari ini.
~Milenia
****
Hari ini Milenia akan pergi ke rumah Narima untuk menghabiskan waktu bersama sahabatnya.
Dia mengikat rambut, setelah itu mengambil sebuah tas selempang kesukaannya. Setelah semuanya rapi, Milenia langsung keluar dari kamarnya.
Kemarin ia pulang bersama Regaf, ia bertemu dengan cowok itu ketika Milenia sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Milenia tidak ingin memusingkan bagaimana sikap Raka jika ia pulang bersama Regaf. Dia benar-benar sudah tidak perduli.
Bahkan setelah makan malam pun, Milenia langsung pergi ke kamarnya tanpa berniat berbicara dengan cowok itu. Sedangkan Raka sendiri justru memilih diam ketika melihat sikap Milenia kepadanya.
"Ma, Mile mau ke rumah Narima dulu." Milenia mencium tangan Nida.
Nida tersenyum seraya mengelus kepala gadis itu. "Iya, tapi nanti pulang nya jangan kemaleman ya,"
"Oke mama, itu mah gampang hehe,"
"Yaudah kalo gitu, kamu ke sana sama siapa?" Tanya Nida.
Milenia menggaruk belakang telinganya. "Ng-- itu Mile.. naik taksi online aja."
"Kenapa bukan sama Raka?"
"Eh? Ngga deh ma, Mile pengen mandiri, gak mau kemana-mana dianterin terus sama Raka, kasian Raka nya juga."
"Gue anterin."
Milenia terkejut melihat Raka sudah ada di sampingnya.
"Kemana?" Tanya cowok itu, namun Milenia masih tetap dengan ekspresinya. Hingga beberapa saat kemudian ia menggeleng pelan.
"Gausah, Mile udah pesan taksinya."
"Batalin." Milenia menatap Raka jengah, sikap cowok itu dari dulu hingga sekarang tidak pernah berubah.
"Gak. Taksinya udah nunggu di depan, Mile berangkat sekarang ya ma."
"Yaudah deh. Hati-hati ya Mile, ingat pesan mama jangan pulang kemaleman." Milenia mengangguk patuh.
"Iya ma." Milenia pamit sekali lagi pada Nida, lalu pergi begitu saja tanpa menoleh sedikitpun pada Raka.
Tentang dia sudah memesan taksi online, itu hanya kebohongan belaka. Milenia mengatakan hal itu karena dia tidak ingin Raka mengantarnya. Saat ini dia sedang menjaga jarak dengan Raka. Dia tidak ingin jika Raka berbicara dulu kepadanya.
Entah kenapa, tapi Milenia masih merasa sesak dengan apa yang ia lihat kemarin. Kejadian itu terus terngiang di pikirannya, membuat Milenia langsung mengusap wajahnya kesal.
"Ish! Kenapa kepikiran terus sih?!"
***
"Jam berapa nih?"
"Jam setengah delapan. Emang kenapa?" Tanya Vivian. Dia menoleh pada Milenia yang langsung beranjak dari tempatnya.
"Yang bener?! Yampun gue kemaleman ini! Mampus!!" Milenia memasukan ponsel beserta earphonenya kedalam tas selempangnya dengan terburu-buru.
"Lah? Lo gak bakalan nginep di sini Mil? Kita semua mau nginep lho,"
Milenia menatap Sabrina kesal.
"Kenapa ngga dikasih tau dari tadi? Kenapa baru sekarang? Mile belum ijin ke mama."
"Gue kira lo udah tau Mil," Ataya menatap Milenia heran.
"Gue malah kira lo udah ada yang ngasih tau, jadi gue gak kasih tau lo deh Mil." Sahut Vivian.
Sabila yang sedang sibuk dengan ponselnya seketika menoleh.
"Si Raka chat gue katanya minta id line lo, Mil."
Mendengar nama Raka disebut, membuat Milenia semakin kesal. Dia keluar dari rumah Narima begitu saja tanpa menghiraukan panggilang dari teman-temannya.
Milenia menyusuri jalanan komplek perumahan tempat Narima tinggal. Beberapa kali gadis cantik itu menendang kerikil yang berserakan di pinggir jalan.
Milenia benar-benar lupa waktu sampai ia tidak sadar jika ia telah diam di rumah Narima cukup lama. Alhasil dia tidak tahu harus naik apa untuk pulang sekarang. Dia terlalu takut jika harus naik angkutan umum sendiri di malam hari.
Tapi tidak mungkin juga dia harus berjalan kaki ke rumahnya. Perumahan tempat Narima tinggal cukup jauh dari rumahnya, butuh satu jam lebih untuk sampai. Milenia menghembuskan napas panjang ia lelah karena telah berjalan lumayan jauh dari rumah Narima.
Sampai matanya melihat mini market di ujung jalan. Dengan langkah cepat Milenia pergi ke sana. Dia berniat untuk membeli air mineral, saat ini ia benar-benar sangat haus.
Milenia masuk ke dalam mini market tersebut lalu membeli satu botol air mineral, beberapa snack dan ice cream, oh dan jangan lupakan lima buah cokelat berukuran panjang itu. Milenia membayar semua belanjaannya, dia keluar dari mini market dengan perasaan senang.
"Wah! Kapan terakhir kali gue pergi sendiri malem-malem ya?"
"Rasanya bebas bangeeet, Huaaaa!" Milenia merentangkan tangannya lebar-lebar, dia berteriak senang tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Beberapa pembeli yang berada di dalam mini market menoleh ke arahnya.
"Seneng banget kayanya."
Hampir saja Milenia terjungkal kebelakang, gadis itu menoleh dengan kesal pada Regaf. Sedangkan Regaf sendiri telah berdiri di samping Milenia.
"Beli apa?"
"Ini.. camilan doang."
Regaf mengangguk mengerti, ia tersenyum menunjukan giginya lalu kembali berbicara.
"Abis dari mana? Kok ada di sini?"
"Dari rumah temen." Milenia berjalan mendekati bangku yang berada tidak jauh dari mini market tersebut.
Regaf mengikutinya dari belakang. "Lo gak pulang?"
"Pulang kok. Ini juga lagi nunggu,"
"Nunggu apa? Taksi? Bus? Ojek? Bukannya lo takut naik angkutan umum kalo malem?"
Milenia menoleh dengan cepat pada Regaf. Dia tidak menyangka jika Regaf masih mengingat hal apa saja yang ia takuti. Seolah bisa membaca pikiran Milenia, Regaf tertawa lalu mengacak rambut Milenia.
"Gue tau. Hal apa yang lo takutin, lo sukai, bahkan lo benci. Gue masih inget itu semua Mil, dan gak mungkin pernah gue lupain."
"Kenapa?"
"Karena lo penting. Dan hal apapun yang menyangkut kata penting, gak mungkin gue lupa."
Milenia hampir saja terbatuk mendengar perkataan Regaf. Alih-alih tertawa canggung seraya mendorong pelan bahu cowok itu.
"Apaan dah, gombal baget."
"Serius, gue ngga gombal."
Regaf menatap Milenia lekat, sedangkan gadis itu semakin bergerak tak nyaman. Regaf menghela napas melihat tingkah Milenia.
"Becanda. Gue becanda, jangan canggung gitu. Lo kan temen gue dari kecil mana mungkin hal kaya begituan gue lupa."
"Haha, siapa yang canggung coba? Duh gue haus."
Milenia meraih air mineral yang telah ia beli tadi lalu meminumnya hingga tandas.
"Dasar rakus, gak berubah lo."
Duk!
"Ah! Sakit! Ngapain lo mukul gue pake botol?"
"Biar lo sadar." Ucap Milenia ketus. Dia membuang botol tersebut ke dalam tong sampah.
"Sadar?" Regaf menatap Milenia bingung dengan tangan yang masih mengelus kepalanya.
"Iya! Gue bukannya rakus tapi haus!" Milenia mendelik kesal. Lalu beranjak dari tempatnya.
"Mau kemana?" Tanya Regaf.
"Pulang lah."
Milenia berjalan tanpa menoleh ke belakang, dia ingin segera pulang tapi bingung harus pulang dengan siapa. Lalu sebuah pemikiran muncul diotaknya.
Dia berniat untuk meminta Regaf mengantarnya pulang. Namun pemikiran itu segera ia singkirkan ketika mengingat besar kemungkinan Raka bertemu dengan Regaf. Milenia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
"Pulang sama gue." Baru saja Milenia memikirkan bagaimana caranya ia pulang ke rumah. Regaf telah menawarinya, cowok itu berdiri di samping mobilnya.
"Ng-- tapi.."
"Ngga ada tapi-tapian. Gue gak nerima penolakan, sekarang juga gue anter lo pulang."
-tbc
*******
*Bonus Epilog*
Raka Andara P : Dimna Milenia? Ktanya udh plng. Kok blm nyampe?
Sabila yang awalnya tiduran di kasur seketika bangkit saat ia membaca pesan dari Raka.
Sabilainsani : dia udh plg kok. Udh dri tdi mlah.
"Mile katanya belom pulang." Ucap Sabila pada teman-temannya.
"Yang bener?! Udah jam sembilan lebih juga. Dia harus nya udah nyampe dari tadi." Ataya segera mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi nomor Milenia.
Namun suara operator justru yang menjawab panggilannya.
"Nomor Mile ngga aktif." Ucapnya membuat mereka seketika terdiam.
Sedangkan di tempat lain Raka baru saja hendak mengeluarkan motornya dari garasi ketika deruman mesin mobil berhenti di depan rumahnya. Ia berjalan mendekat untuk melihat siapa yang telah parkir sembarangan di depan rumahnya.
Raka hampir saja mengumpat ketika Regaf turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Milenia.
Raka melihat Milenia tersenyum seraya mengucapkan terimakasih dan langsung dibalas dengan usapan di kepala gadis itu oleh Regaf.
Beberapa saat kemudian, Mobil Regaf pergi dan Milenia berjalan masuk ke dalam rumah. Raka yang sedari tadi berdiri di balik pagar menatap kedatangan Milenia dengan tangan dilipat di depan dada.
"Oh bagus, udah belajar pulang malem ya?"
Milenia membeku ketika mendengar perkataan dari Raka.
"Masuk. Mama dari tadi nyariin."
Milenia langsung masuk ke dalam rumah, dia melihat Nida sedang menunggunya di ruang keluarga.
"Mama?"
Nida mendongakan kepalanya, ia menatap Milenia khawatir.
"Kamu dari mana aja Mile? Mama telepon kamu gak aktif."
"Hape Mile mati ma, tuh liat." Milenia menatap sedih pada ponselnya.
"Batrenya abis."
Nida menghela napas, sebelum mengangguk paham. Dia mengusap puncak kepala Milenia lalu memeluknya.
"Bukannya mama larang kamu main sama teman kamu, tapi mama takut kamu kenapa-kenapa. Kamu itu satu-satunya anak perempuan yang mama punya."
Milenia menangis mendengar perkataan Nida, ia memeluk erat ibu angkatnya sebelum seseorang memeluk mereka dari samping.
Raka tersenyum menatap Milenia. "Dengerin kata-kata mama."
Milenia tertegun sejenak, lalu tersenyum hangat. Untuk sekejap rasa kekesalannya pada Raka menghilang, digantikan dengan rasa aman yang menyengangkan.
Berbanding terbalik dengan Milenia, jauh di dalam hatinya Raka menyimpan banyak rencana yang telah ia susun sedemikian rupa agar Milenia keluar dari rumahnya tanpa satu kasih sayangpun dari ibu ataupun ayahnya.
********
Sudahku bilang, Raka itu susah ditebak:') menurut kalian cerita ini gimana? Kalo bagus/suka berikan alasannya. Dan misalkan jelek/b aja berikan alasannya. Biar aku or gue atau saya bisa intropeksi hhe
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen❤ 🙏
See u next chapter guys!bye❤