VARENDZKA | K.T.H

By VKaniavie

29.1K 3K 1K

#2 Brothership 4/01/18 #5 Brothership 3/01/18 #10 Brothership 7/06/21 Kalau lo nanya, apa gue ini pemuda baik... More

Sloth
Her
Worried Sick
On Guard For Her: Danger
Adorable
Stigma
Ways To Protect Him: Danger
On Guard For Him: Big Match
Between Both Of Them
His Dream And His Inhibition
Not Close Enough
Her Attention
Ways To Protect Her: Red Rosรฉ
Please, Listen
A Good Sign
The X
Hidden Attention
Brother
Official
Look At Me
Let Go
So Far Away
Run
House Of Cards
Serendipity
I Need U
The Fox's Gaze
Sparking Fire
Sweet Apologize
Lucky Charm
A Frozen Heart
Tear
Wide Awake
Insecure
Let Me Know
Save You
Big Hit
Lifeline
Hold Me Tight
The Blue Night Sky
Breathin'
Lights
Stay
Don't Leave Me
Bandaids

Hurt

765 74 49
By VKaniavie

Si Justin udah ngelirik-lirik tuh. Udah pencet tombol bintangnya belom? ❤

Vania menarik tangan Varend ke salah satu minimarket di dekat tempat bimbingan belajarnya untuk duduk senejak. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Vania baru saja selesai dengan les kimianya. Well, seperti biasa, Varend masih mengikuti kemana pun Vania pergi. Sikap siaganya tidak menurun sedikit pun meskipun teror itu 'nampaknya' berhenti untuk sementara. Varend tetap tidak mau mengambil resiko, jadi sebisa mungkin dia selalu berada di dekat Vania di sela kesibukannya menjadi seorang fotografer.

Vania meletakkan laptopnya di meja dan mulai membukanya. Varend mengedarkan pandangannya sebentar sebelum akhirnya duduk di kursi tepat di depan gadis itu. "Mau minum nggak?"

"Mau!" jawab Vania cepat, Varend mengangguk dan berdiri. Namun, belum sempat kakinya melangkah, kepalanya menoleh pada Vania.

"Mau ikut ke dalem nggak?" tanya Varend, sebenarnya dia agak khawatir kalau gadis itu sendirian di luar sini tanpa dirinya. Vania memutar kedua bola matanya malas lalu menggeleng dengan tegas. "Yakin nggak mau?"

"Iya, Varend."

"Yaudah, tunggu di sini. Jangan kemana-mana!"

"Siap bos." Vania menggelengkan kepalanya gemas saat akhirnya Varend tanpa protes lagi masuk ke mini market dan memebeli minuman serta snacks. Vania kembali fokus pada laptopnya. Matanya bergerak mengikuti setiap kalimat di laman sebuah website kedokteran yang sudah selama 5 menit ini dia baca. Ia menghela nafas berat saat menerima informasi yang baru dia dapat dari laman itu.

Perhatian Vania teralihkan pada Varend yang kini sudah kembali duduk di tempat duduknya semula dengan plastik berukuran sedang di tangannya. Varend mengeluarkan sebotol jus jeruk dan sebotol yogurt dingin dari sana. Ia meraih botol jus jeruk, memutar penutupnya dan menyerahkannya pada Vania, sementara dia mengambil yogurt dinginnya untuk dirinya sendiri. Dalam hati Vania tersenyum melihat Varend. Hal seperti membukakan penutup botol itu adalah hal sepele, ia tau. Tapi entah kenapa terlihat manis ketika Varend yang melakukannya.

Vania mengambil jus jeruk itu dan seketika kerongkongannya menjadi dingin kala jus jeruk itu ia minum. "Aku terkesan, dari sekian banyak minuman yang di tawarkan minimarket ini kamu nggak memilih buat minum beer atau alkohol."

Pergerakan Varend terhenti sejenak, keningnya berkerut "Jadi, selama ini kamu berfikir kalo aku minum dua benda itu?"

Vania mengangguk, "Iya, 'kan kamu dari Amerika."

Varend terkekeh, ia menegakkan tubuhnya dan mencondongkannya ke depan. "Aku rasa kamu lupa aku datang dari keluarga apa. Ngerokok aja aku nggak dibolehin."

"Jadi kamu nggak ngerokok?"

Varend menggeleng, "Aku emang nggak ngerokok." Pemuda itu lalu menunjukkan sekotak snack yang sedari tadi dia makan. Mengambilnya satu dan meletakkannya di antara telunjuk dan jari tengahnya seolah ia sedang memegang rokok. "Tapi aku nge-pocky." Detik berikutnya, Varend, dengan senyum merekah menguyah pocky itu di mulutnya, membuat gadis itu tertawa kecil.

"Bagus deh." Kata Vania seraya mengambil satu stick pocky dari tangan Varend lalu memakannya. Tak berapa lama Vania memanggil pemuda itu.

"Varend."

"Hmm?"

"Kalo aku potong poni gimana menurut kamu?"

Varend tampak berpikir, ia mengamati Vania sejenak. Tangannya mengusap pelan rambut bagian depan Vania lalu memilin ujungnya. Vania masih diam saja sambil menatap Varend datar saat pemuda itu mengangguk.

"Boleh." Jawab Varend tenang, nada lembut yang digunakan Varend membuat Vania sedikit kaget.

Well, respon Varend benar-benar di luar dugaannya. Pipinya entah kenapa menunjukkan semburat merah yang kentara, kontras dengan wajah putihnya. Bibirnya mengerucut lucu.

"V! Harusnya bukan kaya gitu kamu jawabnya!"

"Hmm?" tanya Varend bingung.

"Harusnya kamu jawab "Iya Vania, kayaknya bagus deh." Atau "Nggak usah, nanti kamu malah keliatan jelek." gitu! Bukannya 'boleh'!"

Varend mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa harus gitu?"

"Ya kalo kamu jawabnya 'boleh', kesannya aku minta izin sama kamu!"

"Loh, bukannya emang kamu minta izin sama aku tadi?"

"Enggak!" Pipi Vania semakin menunjukkan semburat merahnya yang mau tak mau mengundang seringaian di bibir pemuda tampan itu. Ia mencondongkan badannya lagi agar semakin dekat dengan Vania.

"Kenapa kamu harus nolak gitu sih? Emang harusnya kaya gitu malah, kamu apa-apa harus selalu izin sama aku." Vania menyentil kening Varend dengan lumayan keras sampai pemuda itu mengaduh. Detik berikutnya gadis itu sudah kembali serius dengan laptopnya dan menghiraukan Varend yang terus-terusan menatapnya. Vania berusaha sekuat tenaga untuk terlihat biasa saja dan tidak salah tingkah saat mengingat pembicaraannya dengan Varend barusan, tapi dengan Varend yang terus memandanginya seperti itu benar-benar tidak membantu.

Mata Varend lalu teralihkan ke laptop Vania, ingin tau apa yang sebenarnya dilakukan gadis itu sejak tadi. Rahang Varend mengeras begitu melihat apa yang sedang Vania cari.

"Kamu make Prozac?"

Vania mendongakkan ke arah Varend lalu menggeleng ribut. "Enggak, enak aja!"

"Terus kenapa kamu cari tau soal itu di google? Kamu tau 'kan kalau Prozac itu antidepresan?" selidik Varend, dia tidak bisa tenang sekarang. Pasalnya, Prozac itu adalah obat penenang dengan dosis yang tinggi.

"Iya, tau. Aku baru aja baca di website." Jawab Vania santai dan itu benar-benar membuat Varend kesal. Dia panik setengah mati kalau-kalau obat itu ada sangkut pautnya dengan gadis itu, tapi Vania malah terlihat santai seolah itu bukanlah sesuatu yang penting.

"Terus? Siapa yang make ini?"

"Kamu nggak perlu tau."

"Vania." Ucap Varend penuh dengan penekanan, dan Vania tau kalau Varend sudah memanggilnya dengan cara seperti itu. Artinya pemuda itu benar-benar menginginkan sebuah jawaban, dan dia harus mendapatkannya detik itu juga.

"Temen aku yang make, makanya aku cari tau ini semua."

"Siapa?"

Vania melirik Varend sekilas, "Julian."

Varend mengerutkan keningnya, seolah tak puas dengan jawaban Vania. Gadis itu menghela nafas lagi. "Julian Nathanel, anak Pekerti Luhur."

"Kamu tau dari mana dia make obat itu?" tanya Varend serius, ini sedikit aneh. Di mata Vania, Varend seperti berusaha keras menutupi bahwa dia khawatir. Tapi kenapa?

"Aku kemaren nolongin dia yang hampir kena tabrak motor di depan gedung rumah sakit. Pas aku tolongin plastik yang dia bawa isinya jatuh semua, pas dia ke parkiran buat ngambil mobil aku nemuin obat dia."

"Kamu bawa obat itu sekarang?"

Vania mengangguk lalu mengambil obat Julian di tasnya dan menyerahkannya pada Varend. Mata Varend bergerak cepat, membaca setiap kata yang tertulis di botol obat itu dengan kening berkerut. Ia memejamkan matanya, lalu memijat keningnya.

"Tapi, Varend," Varend mendongak dan langsung di hadapkan dengan pandangan menyelidik gadis itu. Matanya sarat akan keingin tahuan. "Kenapa kamu tiba-tiba peduli sama Julian?"

***

Justin mengerem motornya secara mendadak saat sebuah mobil menghadangnya dari depan. Bunyi decitan yang diakibatkan pengereman itu menggema di jalan sepi itu. Justin mendesis tak suka pada mobil yang hampir saja membuatnya kecelakaan. Tak lama seseorang keluar dari sana dengan seringaian yang Justin hafal betul. Tak lama, sekitar 8 orang yang Justin yakini sebagai anak buah orang itu turun dan berjalan di belakangnya.

"It's been a while since the day I met you, right, Justin Wiratama?" Kata orang itu dengan sombongnya. Justin turun dari motornya dan melepas helmnya dengan cepat, membuat rambutnya jatuh dengan sedikit tidak beraturan. Justin tertawa mengejek.

"Yeah, lo kayanya masih pengen gue tonjok dan gue bikinin jahitan lagi ya? Apa jahitan di lengan lo dulu itu masih kurang, Digo Tanubrata?"

Digo menggelengkan kepalanya, pandangannya pada Justin benar-benar penuh kebencian. Sama seperti dua tahun yang lalu.

"Gue nggak akan ngungkit masa lalu kita itu, Justin. Karena, itu udah nggak penting lagi di mata gue sekarang." Digo maju tiga langkah, membuat matanya sejajar dengan mata Justin kali ini.

"Dan yang penting bagi gue sekarang adalah, bagaimana reaksi Varend kalo ngeliat lo pulang babak belur?"

Tangan Justin mengerat di sisi-sisi tubuhnya saat melihat anak buah Digo mulai maju perlahan. Matanya berpendar dengan siaga.

Digo tertawa kencang melihat sikap waspada Justin yang berjarak beberapa senti saja di depannya. "Lo mungkin bisa ngalahin gue waktu itu, tapi sekarang gue nggak sendiri. Lo tau benar 'kan sifat gue, Just? Gue, nggak menerima kekalahan."

Digo menjentikkan jarinya dan anak buahnya dengan segera melawan Justin. Seringaian jahat masih melekat di wajahnya kala melihat Justin yang sibuk melawan anak buahnya. Perlahan tapi pasti Justin mulai kualahan melawan anak buah Digo yang secara terus menerus memukul wajahnya dan menendang perutnya. Wajahnya sudah penuh dnegan lebam dan luka sobekan. Ia bahkan sempat memuntahkan darah saat salah seorang dari mereka menginjak perut Justin.

Digo memberikan kode agar anak buahnya berhenti memukuli Justin, pemuda itu dengan segera berjongkok di depan Justin yang sudah tidak memiliki tenaga untuk bangun. Digo tertawa pelan melihat Justin yang masih sempat melemparkan tatapan tajamnya kepadanya.

"Bilang sama Varend apa yang udah gue lakuin ke lo. Gue akan dengan senang hati berhadapan dengan dia, nanti."

Tanpa di duga, Justin meludah ke arah Digo sambil menyeringai, "Gue nggak akan biarin lo nyentuh bang Varend. Sedikitpun."

---------

How was it guyssss? Did you like it? Aku berharapnya kalian enjoy ya, komentar kalian sangat sangat sangat diperlukan loooohh! Jadi jangan sungkan-sungkan nulis komenannya yak! Terima kasih udah membaca sampai chapter ini. Ternyata udah mayan juga ya, delapan belas euy.

Oke sekarang aku akan memberikan you guya visualization of Digo Tanubrata. Here we go!

VISUALIZATION

DIGO TANUBRATA

Siapa yang tau doi? Dia seumuran ama kookie sama aku juga lho wkwkwk!❤

Continue Reading

You'll Also Like

50.1K 1K 55
not you're average mafia brothers and sister story.. This is the story of Natasha Clark, an assassin, mafia boss, and most of all the long lost siste...
3.8M 90.4K 141
Soon to be Published under GSM Darlene isn't a typical high school student. She always gets in trouble in her previous School in her grandmother's pr...
1M 94K 40
๐™๐™ช๐™ฃ๐™š ๐™ ๐™ฎ๐™– ๐™ ๐™–๐™ง ๐™™๐™–๐™ก๐™– , ๐™ˆ๐™–๐™ง ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž ๐™ข๐™ž๐™ฉ ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž ๐™ƒ๐™ค ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž...... โ™ก ๐™๐™€๐™๐™„ ๐˜ฟ๐™€๐™€๐™’๐˜ผ๐™‰๐™„ โ™ก Shashwat Rajva...
99K 3.8K 39
แด…ษชแด แด‡ส€ษขแด‡ษดแด›; แด›แด‡ษดแด…ษชษดษข แด›แด ส™แด‡ แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แดส€ แด…แด‡แด แด‡สŸแดแด˜ ษชษด แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แด…ษชส€แด‡แด„แด›ษชแดษด๊œฑ.