"Jangan pergi, hyunngg. Menginap saja di siniiii.." Hyungseob bergelayutan pada lengan Woojin yang sedang merapikan dasinya.
Sudah jam 7 malam, Woojin harus pulang untuk menyiapkan barang bawaannya bertugas lusa nanti. Tapi kekasihnya yang mungil ini berkali-kali merengek dan kembali menarik dasi Woojin yang sudah rapi hingga terlepas lagi. Sejujurnya kalau bisa, dia ingin menginap.
"Tapi aku memakai pakaian dinas, sayang. Tidak mungkin tidur dalam keadaan seperti ini." Woojin melepas tangan Hyungseob yang mulai menarik dasinya lagi dengan lembut.
"Aku akan meminjamkan bajuku padamu, jadi menginap saja ya?" Matanya mengerjap memohon dengan lucu, sangat menggemaskan. Woojin sampai tidak tega menolak permintaan kelinci mungilnya, tapi mau bagaimana lagi?
"Ukuran kita berbeda, bunny. Aku janji akan datang pagi-pagi besok." Tangannya menahan jemari Hyungseob yang mulai menggerayangi dadanya untuk menarik dasinya yang sudah rapi kesekian kalinya.
"Tidak mauuuu, pokoknya menginap, menginap, menginap. Hyung bilang hyung akan pergi dua hari lagi, aku tidak mau menyia-nyiakan waktuuu." Rengeknya sambil menghentakan kaki beberapa kali.
Woojin menangkup wajah Hyungseob agar bisa menatapnya, "aku harus pulang, sayang. Ada banyak yang harus disiapkan untuk bertugas nanti, lagipula tidak mungkin aku tidur dengan pakaian dinas."
Hyungseob memanyunkan bibirnya, "tapi lusa nanti hyung akan pergi dan entah kapan kau pulang.."
"Aku hanya ingin bersama hyung lebih lama.." lanjutnya mencicit kecil.
Pria itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena kenyataannya ia juga ingin lebih lama melewati waktu bersama kekasihnya. Sepertinya tidak masalah menunda packing demi menemani Hyungseob. Toh pemberangkatannya masih dua hari lagi, dia juga bisa menyuruh Jihoon yang menganggur di apartement.
"Baiklah, aku menginap malam ini. Tapi besok aku benar-benar harus pulang, jadi jangan menahanku lagi, setuju?"
Hyungseob langsung mengangguk dengan senyuman lebarnya, "setuju!! Ayo kita ke kamar!!" Si mungil langsung menarik lengan Woojin sebelum pria itu siap, membuat kakinya harus terantuk sofa tapi tidak dipedulikan kelinci manis itu.
"Hyung, hyung ingin yang mana? Ini? Atau ini? Tapi apa ini ukurannya pas untukmu? Sepertinya tidak, kalau begitu yang putih itu bagaimana? Eh, tapi jangan, itu juga kekecilan bagiku. Kalau begitu yang coklat saja ya? Memangnya muat? Sepertinya tidak juga... Ish, kenapa hyung besar sekali sih?"
Hyungseob merungut sebal di depan lemarinya, ia mengeluarkan beberapa baju yang sekiranya muat ditubuh Woojin, tapi tidak ada satupun bajunya yang pas di pria itu. Mengingat tubuh proporsinya yang jangkung sementara Hyungseob memiliki tubuh yang mungil.
Tangan Woojin terulur meraih pinggang ramping yang kini sudah terbalut piyama dan memeluknya dengan lembut, ia menumpukan dagunya pada bahu sempit si mungil. "Tidak perlu repot-repot, dear. Aku tetap memakai seragamku saja." Ujarnya di akhiri mengecup pipi Hyungseob.
Hyungseob semakin merungut, "tapi seragam hyung tajam."
"Tentu saja aku akan melepas jas dan dasiku, sayang." Woojin terkekeh pelan.
Hyungseob menundukkan kepalanya dan menarik-narik ujung lengan kemeja biru pada kedua tangan yang melingkar dipinggangnya. "Yang ini tidak hyung lepas?"
Woojin ikut melirik kebawah melihat hal yang dimaksud Hyungseob, "maksudmu kemejaku?"
Kelinci manis itu mengangguk.
"Kau ingin aku tidur tanpa memakai baju, hm?"
Dengan masih memainkan lengan kemeja Woojin, Hyungseob berucap, "Jihoon hyung bilang kalau hyung tidak memakai baju itu adalah kesempatan terbesarku."
Astaga, sebenarnya apa saja yang sudah kakaknya ajarkan pada pria mungil ini? Di satu sisi dia merasa aneh pada Hyungseob yang bersikap seperti sedang menggodanya, tapi di sisi lain ia juga senang kalau Hyungseobnya eumㅡbinal? Ah, tidak, apa yang kau pikirkan Park Woojin.
Woojin membalikkan tubuh Hyungseob, merapikan surai hitam pria itu yang sedikit berantakan dan membelai pipinya, "setelah itu apa yang akan kau lakukan saat aku tidak memakai baju?"
Mata Hyungseob menerawang ke langit-langit atap, bibirnya mendengung kecil sementara tangannya menyentuh lencana miliknya. "Entahlah, Jihoon hyung tidak mengatakan soal yang satu itu. Kenapa? Apa aku harus melakukan sesuatu saat kau melepas bajumu, hyung?" Tanyanya sambil mengerjap lucu.
Pria yang lebih tua menghembuskan nafas lega, setidaknya Jihoon tidak mengajarkan hal yang terlalu jauh, Woojin tidak mau Hyungseob mendapat ilmu dewasa dari orang lain, bagaimanapun juga ia ingin mengajarinya langsungㅡ Tidak, maksudnya ia ingin Hyungseobnya tetap polos dan menggemaskan seperti ini. Lagipula keduanya akan tidur terpisah, apa yang perlu Woojin harapkanㅡ ralat, takutkan.
"Baiklah, kalau begitu sekarang rapikan lemari pakaianmu. Boleh aku meminjam kamar mandi?"
Hyungseob mengangguk lucu, "pakai saja yang di sini, ada sikat gigi yang masih baru dikotak cermin, hyung boleh memakainya." Telunjuknya menunjuk pintu lain yang berada di dalam kamar, sepertinya itu kamar mandi yang dimaksud.
"Terima kasih." Woojin melepas pelukannya dan mengusak rambut Hyungseob dengan gemas.
"Ish, hyung! Rambutkuuuuu." Rengeknya pada Woojin yang tertawa kecil masuk ke kamar mandi.
✈✈✈
Pada akhirnya mereka berakhir dengan keadaan canggung di atas tempat tidur milik si mungil. Tidak, mungkin hanya Woojin yang merasa canggung karena sekarang Hyungseob sedang berbaring dilengannya sementara jari mungil miliknya bermain di atas dadanya. Tolong diingat, Woojin tidak memakai baju, sesuai permintaan Hyungseob. Untunglah ia masih memakai celananya.
Tadi sesaat setelah Woojin keluar dari kamar mandi, Hyungseob mengatakan kalau kasur lipatnya sedang ada dilayanan binatu. Woojin ingin mengalah untuk tidur di sofa saja, tapi kelinci manis itu kembali memaksanya untuk tidur di atas tempat tidur. Dengan alasan bahwa Daehwi juga sering tidur bersamanya di situ.
Dibanding merasa canggung, Woojin lebih berdiam diri karena menahan hasratnya. Kekasihnya saat ini melakukan hal dewasa dengan otak polosnya, memang tidak terlalu menggoda tapi kalau itu Hyungseob, bernafaspun sudah benar-benar bisa membuat Woojin tergoda.
"Hyung, kau sudah mengantuk?" Kepalanya mendongak untuk menatap manik yang lebih tua.
"Tidak terlalu, kenapa hm?" Tangan Woojin yang menganggur menggenggam jemari Hyungseob yang masih berada dibagian dadanya.
Hyungseob merubah posisinya untuk mensejajarkan wajah mereka, "aku mau ini..." Ujarnya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Kau ingin aku menciummu?" Tanya Woojin yang dijawab dengan anggukan manis dari kelincinya.
Dari semua keadaan yang ada, kenapa harus disaat seperti ini? Berada di atas tempat tidur dengan suasana apartement yang sepi hanya ada mereka berdua, ditambah lagi dengan Woojin dalam keadaan shirtless. Haruskah Woojin memaksa pulang sekarang saja? Tidak, Hyungseobnya terlalu nikmat untuk dilewatkan.
Dengan senang hati Woojin mengabuli permintaan si mungil. Ia menarik lengannya yang berada di bawah kepala Hyungseob dan menggantinya dengan bantal. Memiringkan tubuhnya untuk menghadap pada kelinci manisnya, ia mengecup bibir pria itu sekilas.
Cup.
Kening Hyungseob berkerut mendapati Woojin yang kembali menjauhkan kepalanya, "hanya itu?" Sungutnya.
"Aku harus apa, sayang?" Tangannya terulur memindahkan surai Hyungseob yang menutupi dahi pria itu.
"Lagi, lebih lama." Pinta Hyungseob dengan wajah merungutnya.
"Kau yakin?" Hyungseob mengangguk sebagai jawabannya.
Mereka bertukar tatap sejenak sebelum Woojin memejamkan matanya dan kembali mendekatkan jarak kedua bibir hingga tidak tersisa celah sedikit pun.
Bibir Woojin mendominasi dengan memberi lumatan lembut, menghisap bibir kekasihnya seakan memakan permen. Lidahnya menerobos masuk mengabsen tiap deret gigi milik Hyungseob, tidak peduli dengan saliva yang sudah keluar dari sudut bibir masing-masing.
Tanpa disadari Woojin berpindah posisi dengan berada di atas Hyungseob, menyelipkan tangannya di balik tubuh mungil itu. Suara kecapan air ludah terdengar jelas, Woojin semakin memperdalam ciumannya dengan sedikit rakus. Meraup bibir ranum itu tanpa ampun, sesekali giginya ikut bermain hingga membuat erangan kecil dari Hyungseob.
"..Ngghh.." Hyungseob mengerang kala Woojin menggigit bibir bawahnya untuk kesekian kali. Tangannya meraba dada shirtless milik seseorang yang sedang mengukungnya, sementara jari kakinya bergerak gelisah merasakan gejolak panas dari dalam tubuhnya.
Perlahan Woojin menjauhkan bibirnya, membiarkan paru-parunya mengambil pasokan oksigen dengan rakus. Keduanya terengah menatap satu sama lain, bibir ranum si mungil terlihat lebih memerah dan sedikit membengkak. Dada Hyungseob bergerak naik turun karena terengah, beberapa butir peluh mengalir dipelipisnya. Hanya sebuah ciuman menggairahkan, tapi berhasil membuat suhu disekitar memanas.
"Kau cantik." Bisik Woojin dengan suara bariton miliknya.
Pipi Hyungseob semakin memanas, jika biasanya ia membantah dengan mengucap dirinya tampan, kali ini tidak. Ia merasa tersipu dengan pujian Woojin, seperti seorang gadis yang baru mengalami masa puber.
".... H-hyungh.. hh..a-aku mau lagi..nhh.." Hyungseob menatap sayu pada manik Woojin, nafasnya masih terengah sisa aktifitas tadi.
Woojin yang masih berada di atasnya perlahan kembali mendekatkan wajah keduanya. Alih-alih bibir, ia mencium kening Hyungseob dengan lembut. "Jangan sekarang, besok kau harus bekerja. Lebih baik kita tidur."
Pria mungil itu mengangguk kecewa, lengannya segera melingkar pada tubuh Woojin yang berpindah di sampingnya. "Boleh aku mencium dadamu, hyung?"
"Tapi setelah itu kau benar-benar harus tidur."
Lengkungan kurva terbentuk di bibir Hyungseob, ia mengecupi dada bidang Woojin berkali-kali. Terasa hangat. Ia juga suka aroma Woojin yang sedikit bercampur keringat. Kelinci mungil itu juga menggesekkan pipinya di sana, membuat si empunya terkekeh geli.
Sungguh, sebenarnya Woojin juga ingin melanjutkan kegiatan mereka, bahkan miliknya di bawah sana sedikit terasa sesak. Hanya saja masih terlalu awal untuk melakukan itu dengan Hyungseob, terlebih lagi Woojin juga tidak tega untuk mengotori pikiran polos kekasihnya begitu saja.
ㅌㅂㅊ