Sudah satu bulan sejak malam panas yang Chinen lalui bersama play boy tampan itu. Jujur saja Chinen sedikit merindukan pria brengsek yang sialnya berhasil merebut keperjakaan Chinen. Tapi, Chinen cukup sadar melihat keadaan mereka. Chinen tidak bisa meminta lebih bukan?. Toh Yamada hanya disewa untuk satu malam oleh Chinen.
Hari ini sama seperti biasanya Chinen yang kembali melewatkan sarapan paginya. Entahlah, sejak mengenal pria itu Chinen jadi sering mimpi basah dan bangun kelewat siang. Ahh sepertinya Chinen harus mensucikan otaknya dari kontaminasi Yamada.
Sudah seminggu Chinen sakit dan dia selalu mual. Tidak sedikit juga Chinen muntah dikampusnya. Laki-laki mungil itu jadi lebih kurus dan terlihat pucat. Inoo yang menjadi sahabatnya pun tidak ayal merasa khawatir dengan keadaan Chinen. Tapi, memang dasar Chinen yang keras kepala. Dia selalu menolak untuk berobat. Dengan alasan nanti juga sembuh sendiri.
"Huekkk..."
"Huek..uhukk.."
"Chii kau harus kedokter memeriksakan keadaanmu ini." Inoo yang sibut mengurut leher Chinen terlihat begitu cemas. Wajahnya bahkan ikut memucat melihat keadaan Chinen yang makin hari makin mengkhawatirkan.
"Huekkk..."
Disana didalam salah satu bilik pintu toilet Chinen tengah mengeluarkan seluruh isi perutnya yang kosong.
"Apa jangan-jangan kamu hamil anak Yamada, Yuri?. Bukankah sebulan yang lalu kalian melakukan itu?." Inoo yang selalu menanggapi masalah dengan berlebih membuat Chinen memutar matanya malas.
"Ehh..." Chinen menutup kloset dan duduk diatasnya. Membersihkan mulutnya dengan tisu basah yang Inoo bawa.
"Kei, itu tidak mungkin. Pertama, mana mungkin aku hamil dalam waktu semalam. Kedua, aku tidak percaya aku hamil. Mengerti?. Jadi, jangan berlebihan." Chinen mengusap wajahnya yang penuh dengan peluh. Kepalanya terasa begitu pusing seolah dipukuli dengan ribuan palu yang besar.
"Tapi, tetap saja kau harus memeriksakan keadaanmu kedokter. Aku akan mengantarmu. Hari ini setelah kelas kita pergi kedokter kandungan."
"Terserah."
Chinen membersihkan pakaianya dan berjalan dari bilik toilet itu bersamaan dengan Inoo. Baru saja Chinen ingin menghirup udara segar tapi, sayang sepertinya langit berkehendak lain. Disana, Chinen bertemu dengan sisahabat bermuka dua, Keito.
"Kau sakit Yuri?." Tanya Keito dengan wajah sok peduli.
"Bukan urusanmu. Ayo kita pergi Yuri." Inoo merangkul pundak Chinen dan berjalan begitu saja meninggalkan Keito dengan jutaan tanya dikepalanya.
"Jadi, Yuri dan Yamada mereka sudah melakukan itu?. Lalu Yuri hamil?. Aku harus memberitahu Yuto secepatnya." Keito mengangguk kencang dengan senyum diwajahnya. Tidak ada ide yang lebih hebat dari ini. Setelah Yuto tahu Chinen hamil. Maka tidak akan ada lagi kesempatan untuk Yuto kembali pada laki-laki mungil itu.
:
:
:
:
:
Mine
:
:
:
:
:
"Chinen hamil dan itu karna kau bukan?." Yuto menunjuk Yamada dengan jari tanganya. Menghujani Yamada dengan ribuan pisau dari tiap kata yang keluar dari bibirnya.
"Yuri hamil?. Kau bercanda?." Yamada menaikkan kedua alisnya merasa tidak percaya dengan perkataan Yuto.
"Aku saksinya. Yuri, dia hamil." Kini Keito yang membuka suara. Mengingat Keito adalah teman satu jurusan Chinen. Tentu Yamada tidak bisa untuk tidak percaya. Pikiran Yamada kini melayang pada kejadian satu bulan yang lalu. Malam panas yang dia dan Chinen lewati hingga fajar menyingsing.
"Yuri hamil anakku.." Binar mata dan senyuman merekah diwajah tampan Yamada. Hal itu tak ayal membuat bingung Yuto dan Keito. Bagaimana bisa Chinen hamil dan Yamada terlihat begitu bahagia. Ada yang aneh dengan pria itu, batin Yuto.
"Aku harus menemuinya!." Yamada langsung meraih ranselnya dan berlari keluar kafe mencari Chinen Yuri dan anakknya.
Yuto baru saja ingin mengejar Yamada. Tapi, tangan Keito dengan cepat menahan pria tinggi itu.
"Hentikan. Saat ini, Chinen adalah tanggung jawab Yamada, Yut." Keito mengusap lembut punggung tegap Yuto. Keito tahu perasaan kecewa dan hancur yang Yuto rasakan. Tapi, bukankah ini kesempatan yang Tuhan berikan untuknya. Tidak akan lagi yang bisa membuat Yuto kembali goyah untuk mencintai Keito.
"Ya, kau benar sayang. Semoga Ryosuke bertanggung jawab. Jika tidak, aku akan membunuhnya."
"Kau bisa lakukan itu nanti Yut. Yang terpenting Yamada saat ini mencari Yuri."
Yuto mendesah kasar. Tangan besarnya mengusak surainya. Sejak tahu Chinen dan Yamada memiliki hubungan Yuto tidak bisa untuk tenang. Dia sangat tahu pria macam apa Yamada itu dan lihat. Benar bukan Chinen sekarang hamil dan itu karna Yamada brengsek itu.
"Halo.."
"..."
"Hari ini mata-matai Inoo kekasihmu. Ikuti kemanapun dia pergi."
"..."
"Tidak. Aku tidak suka dengan dia. Aku ingin tahu dimana posisi mereka sekarang."
"..."
"Inoo dan anakku. Maksudku Yuri, dia mengandung anakku."
"..."
"Setelah itu cepat beritahu aku dimana mereka!."
"..."
"Bagus. Kau memang tidak salah aku menjodohkanmu dengan Inoo."
"..."
"BIP"
Yamada kembali fokus dengan kendaraan beroda empatnya. Mata berkilat tajam dengan senyum merekah diwajah tampannya. Yamada, dia begitu bahagia. Akhirnya, dia memiliki seorang anak.
"Yuri tunggu aku..."
Yamada nampak gelisah. Tangannya terus memukul stir mobil. Saat ini Yamada tengah dalam perjalanan menuju kampus Chinen. Setidaknya dia harus melihat laki-laki mungil itu masih disana atau tidak. 10 menit kemudian sebuah pesan masuk kedalam ponselnya. Yamada menepikan mobilnya untuk membaca pesan.
"Chinen dia ada didokter kandungan didekat apartemennya. Dia bersama inoo. Sepertinya kau benar dia hamil. Dari tadi aku menguntit mereka dan Chinen terlihat begitu kurus dan wajahnya pucat. Dia juga terlihat mual. Sepertinya kabar yang kau terima tentang Chinen, bukan bualan Ryo. Kau tunggu didepan gedung apartemennya sebentar lagi mereka pulang."
Senyum Yamada tidak bisa lebih mengambang dari saat ini. Hatinya bergemuruh bahagia membaca isi pesan Yabu. Chinen, dia benar-benar hamil. Langsung saja Yamada melempar benda persegi panjang itu asal dan langsung menancapkan gasnya untuk membeli beberapa bunga.
"Yuri..anakku.." Yamada terus merapalkan kalimat itu didalam bibirnya. Dia begitu bahagia karna akhirnya dia bisa mempertahankan anaknya. Yamada, tidak ingin merasakan kehilangan untuk kedua kalinya.
:
:
Chinen dan Inoo sedang dalam perjalanan pulang setelah beberapa waktu lalu Inoo dihajar oleh kucing betina bernama, Chinen Yuri.
Ya, Inoo yang terlalu heboh menanggapi sakitnya Chinen membuat laki-laki manis itu melempar wajahnya sendiri dengan kotoran untuk datang kedokter kandungan. Inoo yang terlihat begitu semangat bahkan membuat Chinen makin jengan. Dengan memutus tiap lembar urat sarafnya Chinen memilih mengalah dan menuruti saran Inoo. Tapi, apa hasilnya?. Lihat saja, Chinen tidak hamil. Justru katanya asam lambung Chinen sedang naik karna stress dan setelah itu berakhirlah sudah kecantikan Inoo. Karna wajahnya sudah penuh dengan cakaran.
"Yuri, masih marah?. Sudahlah. Bukankah bagus. Akhirnya kita tahu kau tidak benar-benar hamil."
"Terserah. Kau menyebalkan."
"Jangan begitu denganku. Tapi, apa yang membuatmu sampai stress. Apa kau masih memikirkan Yuto?."
"Bukan."
"Lalu?."
"Rahasia."
Chinen mempautkan wajahnya dan langsung melempar pandangannya kearah luar kaca mobil. Sebenarnya ada sedikit rasa kecewa saat Chinen tahu dia tidak hamil. Jika boleh jujur sebenarnya, Chinen sakit karna sebulan ini dia terus memikirkan Yamada yang tidak pernah mencarinya. Chinen merasa dibuang. Seperti tissue. Setelah dipakai untuk membersihkan lali dibuang ketong sampah. Menyebalkan.
..dan yang lebih menyakitkan. Chinen tidak berani jujur, jika dia sudah jatuh hati pada sosok Yamada Ryosuke si play boy tampan itu.
"Tidak mungkin aku jujur kalau aku menyukainya." Chinen menutup kelopak matanya. Memilih untuk tidur. Sebelum akhirnya dunia nyata akan menampar hatinya. Kisah cinta yang Chinen alami tidak pernah berjalan mulus.
10 menit berkendara dan akhirnya Inoo juga Chinen sudah sampai didepan gedung apartemen mereka. Chinen dengan tubuh lemas dan wajah pucat sekuat tenaga turun dari kendaraan roda empat Inoo. Mengerjap sesaat untuk menyesuaikan netra matanya dengan cahaya matahari yang menerobos masuk.
"yuri, ayo aku antar kedalam." Inoo memegang pundak Chinen. Membantu yang lebih muda untuk berjalan. Karna, Inoo tahu Chinen masih begitu lemah. Untuk sekedar menggunakan kakinya.
"Yuri?."
Chinen dan Inoo begitu terkejut bukan main. Yamada Ryosuke yang tampan dan gagah berdiri dihadapan mereka. Membawa sebuket bunga mawar merah yang begitu besar dalam genggaman tangannya dan jangan lupa sebuah senyum extra lebar berhasil menambah ketampanan Yamada Ryosuke.
Chinen masih diam dalam mode blanknya. Dia tidak menyangka pria yang ia rindukan selama sebulan ini berdiri dihadapannya. Tolong katakan kepada Chinen, bahwa ini bukan mimpi. Inoo yang ikut terkejut tanpa sadar melepas rengkuhan tangannya untuk menutup mulutnya yang sudah menganga begitu lebar. (*efek ketampanan Yamada)
"GREP"
Yamada merengkuh tubuh kurus Chinen masuk kedalam pelukannya. Begitu erat, hangat dan menenangkan. Chinen rindu pria ini. Chinen rindu aroma maskulin mint yang mampu membuat seluruh indranya lumpuh.
"Yuri, hiduplah bersamaku."
"DEG"
Tubuh Chinen seketika menegang mendengar perkataan Yamada. Apa Chinen tidak salah dengar, Yamada meminta Chinen hidup bersamanya?.
Tidak mungkin!.
TBC.
Don't forget to Voment : )