Abidel

By oktvptrr

19.3K 3K 6.3K

[ON GOING] [UPDATE SETIAP RABU] Ini tentang Adel, yang berkali-kali berkata akan move on dari Abi. Tetangga... More

1. Abidel
2. Abidel
3. Abidel
4. Abidel
5. Abidel
6. Abidel
7. Abidel
8. Abidel
9. Abidel
10. Abidel
11. Abidel
12. Abidel
13. Abidel
14. Abidel
15. Abidel
17. Abidel
18. Abidel
19. Abidel
20. Abidel
21. Abidel
22. Abidel
23. Abidel
24. Abidel
25. Abidel

16. Abidel

846 119 313
By oktvptrr

Selamat hari rabu. Jangan lupa bahagia hari ini :)

Kalau sudah bahagia, tombol bintang di pojok kiri bawah bisa di klik lah. Biar aku-nya ikutan bahagia ('∀`)♡

Adel nyaris menjerit, ketika akan membuka pintu rumah tapi pintu itu sudah terlebih dahulu membuka sendiri. Lalu sesosok kepala tanpa tubuh menyembul begitu saja dari dalam. Untung saja, Adel lekas mengenali bahwa kepala tadi milik Abi sebelum melempar kepala itu dengan piring yang dia bawa.

"Gue kira lo setan tahu nggak?" omel Adel.

Abi terkekeh geli, lalu bergeser ke kiri memberikan jalan kepada Adel untuk masuk. "Katanya di antar Keenan? Keenannya mana?" Abi celingukan, mencari sosok tinggi berambut berantakan yang sering menjadi penyebab kesalnya akhir-akhir ini.

"Sudah pulang," jawab Adel singkat.

"Loh kok pulang sih? Nggak pamit dulu sama orang di rumah. Cowok yang nggak mau nganterin lo sampai masuk ke dalam rumah itu--"

"Berisik tahu nggak sih? Lagian tadi gue yang suruh Keenan pulang," potong Adel.

Abi langsung diam dan mengekori Adel yang sudah masuk dan sekarang berbelok menuju dapur. "Ini apa Del?" tanya Abi pada piring yang baru saja Adel taruh di tempat cuci piring.

"Piring."

"Maksud gue tuh, ini piring apa? Dari siapa? Kenapa pulang-pulang lo bawa piring? Gitu." Abi berkata dengan gemas. Apa karena kepanasan di luar bikin Adel jadi lemot ya? lanjutnya dalam hati.

"Dari Keenan, hadiah habis main di Timezone tadi," jawab Adel sekenanya.

"Pergi sama cowok dan lo cuma dibeliin piring? Tinggalin Del, tinggalin. Lo bakal merana nanti, baru pendekatan aja udah pelit gini," kata Abi. Dengan pandangan meremehkan sekaligus permusuhan dia menatap piring plastik yang sebenarnya tidak bersalah itu.

"Itu piringnya mahal tahu. Keenan habis seratus ribu buat dapetin piring itu."

"Berarti dia bego, piring plastik gini aja sampai habis seratus ribu," balas Abi masih tidak terima. "Duit segitu Del, bisa dibuat beli satu set alat makan. Nanti gue beliin deh, piring yang lebih bagus dari itu!"

Adel tersenyum penuh arti. "Ini itu bukan tentang piring murah atau mahal Bi. Tapi lo nggak bakal ngerti lah," ejek Adel kemudian.

"Gue ngerti kok," sewot Abi.

"Apa?"

Abi memalingkan mukanya yang mulai terlihat kesal. "Lo tadi kenapa ninggalin gue dan pulang sama Keenan?" tanya Abi mengalihkan pembicaraan.

Lo ninggal gue duluan pas lo reuni sama Kak Laura tadi, ucap Adel dalam hati sembari menatap Abi.

"Ngerasa bersalah kan lo?" tanya Abi yang sekarang tersenyum merasa menang.

"Lo duluan yang ninggal gue," gumam Adel. Sebelum cowok itu sempat bertanya lebih lanjut, Adel sudah pergi meninggalkan Abi yang masih mematung di dapur.

"Kapan gue ninggal lo?" Abi menarik lengan Adel, membuat Adel berbalik dan ganti menatap wajahnya.

Untuk beberapa saat, hanya suara napas keduanya yang terdengar jelas.

"Ehem ... Gue numpang lewat ya. Mau nyuci piring nih." Nohan cengengesan, lalu berjalan melewati mereka berdua. Baru beberapa langkah, Nohan berjalan mundur.

"Aduh!" pekik Abi sambil mengelus tangannya yang baru saja Nohan pukul keras.

"Jangan modus di rumah gue!" seru Nohan.

Abi mencibir sedangkan Adel terkikik geli.

"Ini kenapa?" Mendadak Adel tertarik dengan luka biru di sudut bibir Abi. Dengan pelan, Adel menyentuh luka itu.

"Tadi gue jatuh," jawab Abi sembari memalingkan muka. Suara erangan lolos dari tenggorokannya saat Adel dengan sengaja menekan luka yang ada di wajahnya.

"Luka jatuh tapi kok mirip luka habis berantem ya?" sindir Adel.

Abi tidak menjawab lagi, dia tahu Adel tidak benar-benar bertanya dan dia hanya sedang menyindir Abi sekarang.

Tubuh Abi menegang saat Adel melarikan jemarinya mengelus luka Abi.

"Muka lo jadi jelek," ucap Adel tanpa sadar. "Untung lukanya cuma satu ya."

Suara batuk yang dibuat-buat terdengar dari arah belakang Adel dan Abi. "Gue kemarin jatuh dari tangga. Kepala benjol." Sembari mengelap piring dengan lap kering, Nohan melanjutkan. "Dan nggak ada tuh yang perhatian ke gue. Boro-boro perhatian, nanya kepala gue kenapa aja nggak! Adik apa bukan tuh?" Nohan menggerutu.

"Abang inget Adel ini siapa? tanya Adel menunjuk dirinya sendiri.

Nohan mengangguk. "Adela. Adik gue."

"Kalau yang ini?" Adel ganti menunjuk cowok di sebelahnya yang sekarang memandang Adel dengan kening bekerut.

"Abi. Tetangga kita yang suka numpang makan," jawab Nohan. "Pertanyaan lo aneh deh."

"Berarti Abang nggak apa-apa. Nggak amnesia juga kok. Cuma benjol kayak ikan lohan gitu aja minta perhatian. Dasar lemah," ejek Adel.

Abi tertawa. "Hahaha ... Bang Nohan bukan lemah Del, dia itu lebay. Belum makan sore aja ngeluhnya udah kayak mau mati," kata Abi.

"Diputusin pacarnya aja udah berasa dunia kiamat." Adel menimpali.

"Tidur agak malam dikit, paginya udah bilang begadang semalaman," kata Abi menambahi rentetan kejadian lebay yang Nohan lakukan.

Nohan menghela napas panjang. Ini salahnya mengejek Adel saat adiknya itu mempunyai sekutu seperti sekarang. Dari kecil, setiap kali Nohan mengganggu Adel, Abi akan selalu ada untuk melindungi. Bahkan Nohan sering bingung, karena posisi kakak laki-laki Adel tertukar antara dia dengan Abi. Dia yang kakak Adel malah sering menjahili adik kecilnya itu.

"Iya, gue yang lebay. Gue yang selalu salah. Gue mau ke atas aja, biar kalian berduaan. Terus yang ketiganya setan, hiiii...." Nohan lalu pergi setalah mencoba menakut-nakuti keduanya.

"Kan setannya baru aja pergi ya Del?" bisik Abi sekilas.

Adel tertawa lagi. "Abang gue tuh."

"Lah, lo ketawa kok. Jadi siapa yang jahat sekarang?"

Karena merasa gerah setelah banyak tertawa, Adel membuka ikatan rambutnya yang berantakan. Menggigit ikat rambutnya di mulut, lalu menguncir kembali rambutnya dalam satu cepolan besar. Pergerakan Adel tidak luput dari penglihatan Abi.

Cowok itu menahan napas. Merasakan debaran jantungnya yang tidak biasa karena melihat Adel barusan.

Tiba-tiba dia tidak ingin pulang. Abi ingin lebih lama berada di sini. Saat-saat bersama Adel tanpa ada gangguan seperti sekarang ini itu menyenangkan.

Abi refleks menggeleng. Apa-apaan pikiran gue barusan? Ini cuma Adel.

"Del," panggil Abi pelan. "Obatin muka gue yang lo tadi bilang jadi jelek ini, dong," lanjutnya tanpa bisa menahan senyum.

Muka Adel memerah. Menyadari bahwa kata-kata yang dia ucapkan tadi tanpa sadar tersirat mengatakan Abi tampan.

"Jangan geer please. Gue nggak bilang lo ganteng Bi!" Dengan gugup Adel berkata.

Abi tersenyum miring, yang merupakan salah satu senyum favorit Adel. "Gue nggak bilang kalau lo bilang gue ganteng. Gue cuma minta luka gue diobatin Del. Kan lo sendiri yang bilang muka gue jadi jelek." Sambil menaik-turunkan alisnya usil, Abi meneruskan. "Jadi gue ganteng Del, hmm?"

***

"Aduh!"

"Pelan-pelan Del!"

"Perih tahu!"

"Gitu tadi ngatain Abang gue lebay. Padahal lo juga sama. Dasar lemah," cibir Adel saat mengobati luka Abi.

"Lo nggak tahu rasanya sih. Kalau ngobatin itu pelan-pelan Del, pakai perasaan. Biar gue cepet sembuh," kata Abi. Wajahnya meringis kesakitan. Bukan karena Abi lemah. Toh ini cuma luka kecil. Abi bahkan pernah jatuh dari motor dan mendapat luka jahit di kaki kirinya.

Tapi karena setelah menyelesaikan ucapannya tadi, Adel menempelkan plester di lukanya dengan asal. Tanpa bersalah, gadis itu memukul luka Abi sekaligus menempel plester di sana.

"Males banget pakai perasaan ke lo! Berat, gue takkan kuat," kata Adel menirukan kata-kata yang sedang hits sekarang.

"Cie, baper." Abi mencolek dagu Adel sambil tertawa.

Adel bungkam. Lebih tepatnya, dia malas meladeni godaan Abi yang memang tepat sasaran. Perasaannya terlalu sering dia gunakan saat bersama Abi, dan jadinya seperti sekarang ini. Perasaanya jadi berlebihan untuk Abi. Padahal, perasaan Abi untuknya hanya sebatas sahabat.

Sungguh miris.

Abi masih melakukan aksinya mencolek dagu Adel yang kemudian berganti menjadi menusuk-nusuk pipi Adel dengan satu tangannya. "Gue habis dipukul Del." Tidak mendapat respons dari Adel membuat Abi menghentikan aksi jahilnya. Duduk Abi berubah agak mundur, sehingga punggungnya menyentuh sandaran kursi.

"Terus ngapain lapor ke gue? Gue bukan emak lo yang bakalan marahin orang yang sudah mukul lo ya Bi," kata Adel menanggapi cerita Abi yang hanya satu kalimat itu.

Abi tersenyum penuh arti. Kepalanya mendongak, menatap langit yang mulai berubah kemerahan. Angin bertiup sepoi-sepoi. Mereka berdua sedang duduk di beranda rumah Adel karena Adel takut berduaan di dalam rumah--meskipun sebenarnya Nohan juga ada di lantai atas.

"Lo pasti kaget kalau gue cerita siapa yang sudah mukul gue," ujar Abi masih dengan tersenyum.

"Siapa memangnya?" tanya Adel tertarik.

"Ryan." Abi mengucapkan nama itu dengan nada mengenang. Ryan sahabatnya. Atau dulu dia pernah menjadi sahabatnya. Setelah kehilangan kontak selama bertahun-tahun, sejujurnya dalam hati Abi merindukan Ryan.

"Kak Iyan?" ulang Adel kaget. Iyan ... begitulah Adel dulu memanggil Ryan. Alasannya? Karena lebih terdengar imut di telinga Adel.

"Iya." Abi mengangguk membenarkan. "Gue juga ketemu Laura tadi."

Adel terhenyak. Perasaan terbakar di dadanya muncul. Dia tidak menyukai cara Abi memanggil Laura yang seakan-akan masih memuja gadis itu.

Ah. Adel teringat kejadian tadi yang membuatnya menangis. Adel melupakan fakta bahwa Abi memang masih memuja gadis itu. Abinya masih mencintai Laura. Dan Adel cemburu.

"Kak Laura yang itu?"

"Memang ada berapa Laura sih Del?" Abi balas bertanya lalu dilanjutkan dengan kekehan geli. "Laura ternyata masih sama Del. Cengeng, suka jatuh, dan cantik. Nggak ah, dia sekarang lebih kelihatan imut." Sebuah senyuman lebar tercetak sempurna di bibir Abi.

Membayangkan Laura saja sudah bisa membuat Abi tersenyum gembira.

"Terus?" Adel menggigit bibir bawahnya. Dia sudah tahu kelanjutan cerita Abi. Mereka balikan, lalu bahagia selamanya. Abi menemukan kembali Laura. Menyisakan Adel dengan hati yang patah.

"Terus gimana ya?" Abi menatap Adel. Memberikan satu lagi senyuman usil pada gadis berwajah penasaran di sampingnya itu.

"Kalian balikan ya?" Pertanyaan bego, Del

Laura sudah punya pacar Del, dan bukan gue. "Hmm," jawab Abi kemudian. Sesungguhnya itu bukan jawaban. Hanya semata-mata respon atas pertanyaan Adel.

Abi tidak mau menjawab tidak, karena dia masih ingin mengusahakan Laura kembali terlebih dahulu. Sedangkan kalau dia menjawab iya, maka dia akan berbohong pada Adel.

"Bagus deh." Adel berusaha membuat suaranya terdengar riang. Berpura-pura menjadi sahabat terbaik Abi seperti yang sering dia lakukan.

Dia tidak akan menangis lagi asal Abi tidak membahas lebih lanjut kelanjutan hubungannya dengan Laura.

Beruntung, getaran dari ponsel Adel yang tergeletak di atas meja membuat Adel berhasil mengalihkan pikirannya dari Abi.

Reuel Keenan:
Gue udh smp rmh klo misalnya lo pngn tahu ;)

Bibir Adel melengkung naik sebelum mengetikkan balasaan pada Keenan.

Adela :

Gue g pgn tahu, btw :)

Reuel Keenan :
My heart was hurt u know?
Adel, apa yg lo lakuin ini jahat.

Adela :

G.

Dikira gue Rangganya Cinta apa?

Reuel Keenan:

Jadi Adelnya Keenan aja cukup :)

Adela:

Bentar, mau muntah dulu

"Jadi gue dicuekin nih demi hp?" sindir Abi yang membuat Adel mendongak dari hp di tangannya. Sebuah senyuman permintaan maaf Adel tunjukan pada Abi. Tapi sedetik kemudian, Adel kembali menunduk menatap hpnya.

"Ck." Abi menjulurkan kepala, berusaha untuk mengintip. "Lagi chat sama Keenan?"

"Iya."

Tangan Abi terkepal kuat. "Lo suka sama Keenan, Del?" tanya Abi pelan.

"Belum."

"Belum?" ulang Abi.

Adel menjawab belum, dan bukannya tidak seperti yang biasa Adel jawab setiap Abi bertanya pertanyaan serupa dengan yang tadi kepada Adel.

Belum yang artinya bisa saja Adel akan suka pada Keenan.

"Iya, belum. Memang kenapa sih?" Adel meletakkan ponsenya kembali ke atas meja. "Keenan baik kok. Dia adiknya Kak Mose, which is sahabat lo. Dan artinya bisa dipercaya kan? Eh Bi, kalau gue sama Keenan nggak apa-apa kan? Nggak masalah kan?"

Abi menelan ludah dengan susah payah. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang sebetulnya mudah dari Adel tadi.

"Gue masuk dulu deh, mau mandi. Kalau nungguin lo jawab bisa-bisa gue udah nggak jomblo lagi," pamit Adel dan menyisakan Abi yang duduk sendirian di depan.

Setelah Adel menghilang ke balik pintu barulah Abi menarik napas panjang. "Kalau gue jawab nggak boleh, gimana dong Del?" tanya Abi pada angin.

***

Makin egois aja ya Abi :(




Btw, maafkan updetan ini yang sangat molor dari jadwalnya. Jadi beberapa hari ini ... ku cuma mau pergi, tersesat lalu menghilang. Udah gitu doang.

Atau kalau nggak, pingin lari ke hutan lalu ke pantai aja!

Atau, pingin naik pesawat ke bulan buat lihat bintang.
.
.
.
.
.

Semoga masih betah baca Abidel ya :) yang masih setia baca dan komen dan vote sampai sekarang, makasih banyak yaa (●'з')♡

Dan teruntuk yang kemarin komen minta Abidel up ... you made my day♥

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 53.6K 56
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
1.6M 49K 60
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
246K 21.6K 55
Jika dirinya Bintang, Dia adalah Bulan. Jika dirinya Kakak, Dia adalah Adik. Lantas, kenapa sosok adiknya sangat berkuasa? ** Tara, begitulah orang m...
212K 11.3K 25
Kisah seorang Andrea si bodyguard tampan tapi Manis yang selalu menarik perhatian tuannya . "Tidak ada yang aneh, hanya saja kamu terlihat menarik di...