Together, from now on!

By apricotpeach

151K 24K 5.1K

[A FEW CHAPTER PRIVATED] Siapa sih yang tidak tergila-gila pada Jeon Jeongguk? Wajah tampan bak patung Adonis... More

始まり
♡ 1. 名前はイェリムです。
♡ 2. ピンクと光り輝く。
♡ 3. 二回目は拒否されました。
♡ 4. 無限の不幸。
♡ 5. 闇の王子。
♡ 6. 少し近い。
♡ 7. 長い道のり。
♡ 8. 彼について少し。
♡ 9. 暖かさ。
♡ 10. 友人や敵。
♡ 11. 最初のキー。
♡ 12. 突然攻撃。
♡ 13. 宙返り。
♡ 14. 愛のライバル。
♡ 15. 初夏。
♡ 16. 砂糖のドーナツ。
♡ 17. 別の話。
♡ 19. 窓の近く。
♡ 20. 心の絆。
♡ 21. にがくてあまい。
♡ 22. 目の女の子。
♡ 23. 水着ドラマ。
♡ 24. 観覧車キス。
♡ 25. 混沌とした。
♡ 26. 壊れた心の旋律。
♡ 27. 空の花火。
♡ 28. 開示。
♡ 29. あなたと私。。
終わり

♡ 18. ここではキティ、キティ。

3.9K 694 56
By apricotpeach


🌊❤️🍰

Episode 18 

ここではキティ、キティ。

_pus, pus, sini kemari_

🌊❤️🍰

"Oh, sudah jam pulang sebentar lagi. Kenapa kau masih disini?" Morino memberhentikan kegiatannya untuk sementara, mengabaikan lap pel dan ember yang ada di sisi pintu masuk kafenya yang baru saja tutup. Kim Yerim masih ada di belakang konter barista, dengan topi dan celemek merah muda yang masih menempel di seragam maidnya. Gadis itu melirik jam dan menghela napas, ia masih harus setidaknya menunggu lima belas menit sebelum Taehyung menjemputnya. "Dijemput kakakmu lagi?"

Yerim mengangguk.

"Ah begitu, kapan-kapan undang dia untuk makan disini dong. Dia populer sekali, pelangganku pasti tambah banyak!" Morino mengedipkan satu matanya, membuat Yerim terbahak sebelum gadis itu kembali terfokus pada segelas cappucino yang baru saja dibuatnya – rasanya tidak terlalu manis, lebih ke pahit, cocok untuk kue Jeongguk. "Omong-omong Yerim, gossipnya tidak benar kan – kalau kakak sepupumu itu – penyuka sesama jenis?"

"Tidak, tidak, namanya juga gossip, mana ada yang fakta?" Yerim segera mengelak, tidak mungkin orang lain boleh tahu tentang kehidupan nyata seorang Kim Taehyung. Midomori mungkin lain cerita, ia yakin semua orang didalamnya bisa tutup mulut – walaupun Guanlin harus disogok dua porsi cupcake, bukan masalah besar. "Si sinting itu sedang mabuk berat, makanya ia kedapatan sedang mencium teman baiknya – yang pria."

"Yah, namanya juga gossip."

Cerita aslinya tidak begitu, tentu saja. Kakak sepupunya yang ceroboh kedapatan sedang mencium pacar lelakinya di sebuah club malam, tentu saja publik mengenal mereka sebagai teman dekat sehidup semati dan bromance bukanlah sesuatu yang aneh di negara asalnya. Taehyung juga tidak mabuk, ia seratus persen sadar ketika ia melakukannya – semuanya alibi saja. Manajemennya bilang ia sedang mabuk dan mengira pacar lelaki yang diciumnya itu adalah teman wanitanya, lawan mainnya di sebuah video klip.

Menurut Yerim, siapapun yang dicintai kakaknya tidak masalah, tapi pendapat orang terhadap kakaknya tidak selalu menyenangkan untuk didengar – Taehyung sudah merasakan terlalu banyak dorongan dalam hidupnya.

Ia tidak butuh lebih banyak, tapi malah dia sendiri yang buat onar.

"Gila, Yerim. kenapa kau tidak bilang kalau kakak sepupumu itu si Kim Taehyung, Kim Taehyung yang itu!" Tayuya, salah satu pekerja sambilan lain di kafe tiba-tiba saja menyahuti dari balik pintu dapur, seragamnya sudah tak lagi terlihat – tergantikan seragam maid yang sama persis dengan milik Yerim. "Sudah itu, kudengar kau tinggal di Midomori ya? Kudengar isi rumah sewa itu dewa-dewi semua, dan ada atlit muda itu – Jeon Jeongguk! Astaga, wajahnya ada di semua koran!"

"Siapa yang tinggal dengan Jeon Jeongguk?" Satu kepala lagi menyembul dari dapur, Yurika – teman kerjanya yang lain, menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Yerim melenguh lelah, kemarin mereka memuja-muji kakaknya, sekarang malah orang yang disukainya. Ia memejamkan mata, pasrah. Semenjak musim panas dimulai, Morino menyewa beberapa orang lagi karena kafe semakin ramai – ia mulai merasa tersisih di tempat ini, dan kini ia harus membuat gossip segar untuk cewek-cewek ini. "Kau, tinggal dengan Jeon Jeongguk? Astaga, ceritakan padaku bagaimana sifat cowok itu! Cepat, cepat!"

Tuh kan, menjengkelkan.

"Apa kalian dekat?" Pertanyaan itu jawabannya jelas tidak. Jika yang mereka maksud adalah mengobrol santai sambil minum teh dan kopi, membicarakan sekolah dan kebodohan hidup sampai mereka ketiduran diatas sofa, tidak – mereka tidak seperti itu. Dekat dalam kamusnya – dan Jeongguk – adalah duduk bersebelahan tanpa harus mengatakan sesuatu dengan sarkasme dan niatan untuk mencakar wajah satu sama lain, tidak peduli betapa tingginya toleransi Jeongguk akan Kim Yerim belakangan ini.

"Tentu saja tidak, aku tidak mengenalnya secara pribadi."

Begitu jawab Yerim, bohong – tentu saja. Morino yang tahu separuh kecil kejadian hanya menutup mulut dan menatap gadis itu penuh tanya. Kenapa Yerim harus berbohong?

"Dia orang yang seperti apa? Apa benar dia pribadi yang dingin?"

Jeongguk itu usil, tapi nyaris tidak pernah tertawa. Ia juga pintar masak dan sedikit malas, kata Wonwoo. Selain itu ia sering menggerutu dan memiliki tingkat kesabaran seujung kuku, tidak pernah atau setidaknya tidak bisa mempedulikan perasaan orang lain dan keadaan sekitarnya. Tapi ia tidak bisa melihat orang lain kesusahan, memperlakukan orang dengan adil, gigih, dan juga tekun. Walau begitu, itu semua tidak mudah dilihat orang lain, mereka hanya akan melihatnya jika pemuda itu memperlihatkannya.

"Ya begitulah. Usil, malas, suka menggerutu, mudah marah, dan cuek." Yerim menjawab tanpa pikir panjang, membiarkan tatapan mata kolega kerjanya yang menatapnya penuh rasa penasaran. "Apa?"

Belum sempat teman-temannya menyahuti, suara lonceng kecil di atas pintu kafe terdengar kembali – Yerim hendak menyapa pelanggannya dan mengatakan kalau kafenya sudah ditutup, tapi yang muncul bukanlah tamu. Pemuda itu hanya menatap lurus kearahnya, mengabaikan beberapa pasang mata yang berdiri tak jauh dari mereka. Setidaknya, Yerim tahu Jeon Jeongguk datang kemari bukan demi menikmati kue dan milkshake, ia tidak suka manisan.

Tunggu, kalau begitu apa niat kedatangannya?

Pemuda itu masih berdiri dengan kaku di depan pintu kafe, nampaknya sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya – kecuali, seekor russian blue yang sibuk mengendus kakinya. Jeongguk menghela napas, meraup kucing jantan itu dengan dua tangannya, dengan satu gerakan lembut yang perlahan. Yerim bersumpah ia bisa mendengar suara dua rekannya yang melenguh gemas, ia pun menahan diri untuk tidak melakukannya.

"Kau sudah selesai belum?" Jeongguk memeluk sang kucing yang nampaknya merasa nyaman di rengkuhannya, menatap lurus ke arah Yerim yang kini berdiri mematung dengan sepasang mata almond yang membulat. Ia sungguh, sungguh tidak mau tahu apa yang ada di pikiran gadis itu saat ini. "Oi, aku bicara padamu."

Yerim mengerjapkan matanya beberapa kali ketika Jeongguk mulai menghampirinya, membiarkan sang kucing melompat kembali ke atas lantai marmer dibawahnya dan berhenti sejenak, lagi-lagi di zona nuklir buatan Kim Yerim. Zona Nuklir Kim Yerim, artinya, jarak Jeon Jeongguk yang bisa membuat hatinya meledak dan kulitnya melepuh karena panas itu hanya berjarak kurang dari satu meter menuju permukaan kulitnya.

Ia butuh gas masker, atau setidaknya kain untuk menutup mata dan busa untuk menutup telinga.

Morino, yang sudah tahu mengenai hubungan dua orang itu memilih untuk diam ketika dua karyawan paruh waktunya mulai memekik, dan berbicara dengan mulut komat-kamit. Bagaimana tidak, Jeon Jeongguk berjalan lurus ke arah mereka dan menepuk, lebih tepatnya memukul kepala Yerim tanpa tenaga sambil menatap kearah gadis itu seorang. Pemandangan yang romantis dan tidak bisa dipercaya, setidaknya itulah yang dilihat Morino dan kolega Yerim.

Sayangnya, Yerim menjauhkan kata-kata romantis dari wujud Jeon Jeongguk. Mungkin Jeon Jeongguk memang romantis, hanya saja – tidak untuknya, tidak padanya. Kata-kata itu tidak terlintas di kepalanya sama sekali. Ia selalu ingin hati merah muda yang bertebaran di udara ditemani dengan buket bunga, apa daya – mustahil sekali jika orang yang kau sukai adalah Jeon Jeongguk. Maka dari itu, Yerim hanya merasa terpojok sekarang ini.

"Aku sudah menunggumu setengah jam diluar." Jeongguk mengeluh, mengerutkan keningnya dan bicara dengan intonasi datar yang meninggi di akhir kata. Yerim kembali mengerjap cepat, menelan air liurnya demi membasahi tenggorokannya yang sudah kering. "Kalau sudah selesai, kenapa tidak cepat keluar?"

Kali ini, Jeongguklah yang mengerjap beberapa kali, menyadari keberadaan Morino dan memberinya anggukan sopan sebelum keluar dari kafe tempat Kim Yerim bekerja. Kim Taehyung berhutang padanya untuk ini, seharusnya ia diam di kamar dan tidur dengan AC menyala, bukan menggantikan si bodoh itu menjemput adik perempuannya. Sedari awal ia harusnya menolak saja, sayangnya – Jeon Wonwoo ikut memaksanya angkat kaki dari rumah.

"Cepat ganti bajumu, aku mau pulang."

Jeongguk keluar dari kafe itu tanpa sahutan sepatah kata pun dari Yerim.

"Kau bohong." Tayuya tidak main-main ketika ia mulai memasang wajah garangnya. Yerim menoleh kearahnya dengan seketika, menyadari kalau sang pemuda sudah ada di luar kafe dan bersandar di pagar, tepat di samping sepedanya. "Tidak kenal secara pribadi apa? Cowok itu baru masuk dan menunggumu di bawah sinar matahari terik diluar sana! Idiot! Kalau bohong jangan yang ketahuan!"

🌊❤️🍰

"Jadi kakakku memintamu datang menjemputku?" Yerim berusaha memecah keheningan, membiarkan dress musim panasnya tertiup angin dan menenteng tasnya di tangan dengan tenaga super, ia sama sekali tidak bisa santai. "Kenapa juga kau mengiyakan keinginannya? Kau tahu apa yang berusaha ia lakukan."

Tentu saja, Jeongguk tidak bodoh.

"Kakakku juga memaksa." Ia menjawab sejujurnya, tapi ia tahu – ia tidak menjawab seluruhnya. Contohnya, ia tidak mengatakan pada Yerim kalau ia melakukan ini demi coffee fudge sisa di kulkas kamarnya. Wonwoo akan memberikan jatah makanan itu untuknya, jika ia setuju dengan Taehyung untuk menjemput Yerim. Sesungguhnya, tanpa coffee fudge itu – ia akan tetap memakai sendalnya dan menjemput gadis itu tanpa pikir dua kali.

Tapi tidak, Yerim tidak perlu tahu itu. Itu semua demi pertemanan, katanya.

"Oh." Yerim tidak tahu apa yang harus dikatakan, lantas berdeham dan mengatakan hal pertama yang ada di permukaan pikirannya. Kayuhan sepeda Jeongguk tidak cepat, tidak juga lambat – sama sekali tidak singkron dengan degup jantungnya yang tak beraturan. "Aku bisa pulang sendiri, harusnya kakakku mengirim pesan saja. Tak dijemput pun bukan masalah besar."

"Hm, seperti yang kau bilang tadi." Jeongguk menyahutinya, langsung dan diluar dugaan. "Kau tahu apa yang berusaha ia lakukan, jadi kesimpulanku – karena dia persis sepertimu – ia tidak akan berhenti sampai aku mengangkat pantatku dan mengayuh sepedaku ke tempat kerja paruh waktumu."

"Jeongguk, awas!" Jeongguk mengerem sepedanya secepat mungkin, dengan reflek dan tiba-tiba. Ia mendecih, menoleh kebelakang dan membiarkan amarah nampak di wajahnya.

"Dasar gila, apa-apaan kau?!" Yerim sudah menyadari kekesalan sejenak di wajah pemuda itu, lantas mengerutkan keningnya dan menunjuk sesuatu dengan jari telunjuknya. Membungkam mulut Jeongguk sebelum ia mengatakan hal-hal lain yang tidak menyenangkan dari bibirnya.

"Kalau kau tetap jalan dengan kecepatan barusan, ia bisa mati!"

Jeongguk membiarkan keheningan menyelimuti perjalanan mereka dibawah langit sore hari. Ini tidak buruk, begitu pikirnya. Jika ia tidak keluar untuk menikmati musim panas, ia tidak akan merasakan hangat di permukaan kulitnya dan warna-warni bunga yang mekar tak mungkin menyapa sepasang indra pengelihatannya. Ia juga tidak akan menemukan kucing hitam kecil dengan kaki terpincang yang kini berbaring lemas diatas aspal. Bagaimana bisa Yerim menyadari keberadaan hewan kecil itu, tapi ia tidak?

Ketika Jeongguk sibuk tercengang, gadis itu sudah turun dari sepedanya, melangkahkan kakinya terburu-buru ke arah hewan malang itu, memeperoleh suara meongan kecil ketika jari telunjuknya mengelus ujung kepala mungil sang kucing. Yerim memungutnya dengan hati-hati, berusaha mengabaikan suara pilu yang terdengar ketika kucing hitam itu merasakan sakit, menimangnya didalam lengan dengan wajah sedih.

"Apakah kau keberatan untuk mampir ke dokter hewan?"

"Kau punya berapa banyak uang untuk membayar perawatannya?"

Yerim menghela napas.

"Benar, kita tidak punya uang. Aku tidak punya uang." Yerim mengulang kalimatnya dua kali, menyadari ketidakmungkinan untuk membawa kucing malang itu ke dokter hewan – tapi Midomori, punya dokter pribadi di rumah kan? Pikirannya melayang ke wajah Cha Eunwoo yang sedang tersenyum senang. "Tapi Eunwoo-oppa mungkin bisa mengobatinya dengan cuma-cuma! Kita bisa membawanya pulang! Lagipula kau suka kucing kan? Kau bisa memeliharanya!"

Tidak, tidak, itu ide yang sangat buruk.

"Pertama, Kim Yerim, Cha Eunwoo-hyung itu dokter spesialis. Bukan dokter hewan." Jeongguk memulai ceramahnya, bahkan menyempatkan diri untuk menyandarkan stang sepedanya demi celotehan yang dianggapnya penting. Sejak kapan ia sebanyak bicara ini? "Kedua, itu kucingmu. Kau yang menemukannya, bukan aku. Kenapa tanggung jawabnya pindah padaku? Ketiga, di rumah sewa – peliharaan itu dilarang."

"Jadi kau hanya akan membiarkannya disini dan mati?"

Tidak begitu juga, tentu saja.

"Dengar, aku mengerti kalau kau tidak bisa memeliharanya." Yerim menghela napas dan melangkahkan kakinya mendekat kearah Jeongguk, membuat pemuda itu terkesiap ketika gadis itu sudah kembali duduk di tempatnya. "Setidaknya kita harus membawanya ke Eunwoo-oppa, melihat apa yang bisa ia lakukan dengan kakinya dan melepasnya setelah ia sudah pulih. Aku akan memintanya menutup mulut, memaksanya – jika perlu."

"Sekarang, kayuh sepedamu dengan cepat dan bawa aku pulang kerumah."

Dasar tukang perintah.

🌊❤️🍰

Ia tidak mau kena masalah, begitu katanya.

Ia tidak mau kena masalah dan ingin semua urusan si kucing hitam selesai. Karena itu ia membiarkan Yerim menyelundupkan kucing hitam itu ke dalam kamarnya, dengan alasan kamarnya lebih dekat dengan kamar Eunwoo – itu bukan bualan, dan kemudian fakta bahwa kamarnya lebih besar dari kamar Yerim. Selain itu, Wonwoo juga tidak akan ada dirumah setidaknya untuk seminggu kedepan. Kamar Jeongguk adalah tempat persembunyian yang menurutnya aman.

"Kenapa kau bawa bantal ke kamarku?" Jeongguk menaikkan sebelah alisnya, memandangi Yerim – sudah segar setelah mandi dan beraroma citrus, sampo atau mungkin sabunnya. Gadis itu sudah berdiri di depan pintunya dan tidak mengindahkan pertanyaan Jeongguk, sadarkah ia kalau penampilan dan bawaannya bisa membuat orang yang melihat salah paham? Jeongguk enggan berpikir lebih panjang, menyuruhnya masuk – menarik tangannya dan menutup pintunya dengan perlahan.

"Kau bisa membuat semua orang salah paham."

"Apa ada yang salah dengan pakaianku atau bantalku?" Yerim menatapnya dengan tatapan yang sama menjengkelkannya, Jeongguk bersumpah kalau nampaknya Yerim bisa menggandakan ekspresinya dengan mudah seperti copy dan paste. "Ini piyamaku dan aku sudah memakainya selama delapan belas kali selama aku di sini, bantalku besar dan hangat – berwarna pink! Apa yang salah dengan bantal pink?"

"Kau berdiri di depan pintuku dengan bantal dan piyama yang salah, Yerim." Jeongguk menggerutu, membalik badannya dan memikirkan tentang apa isi kepala gadis itu. "Untuk apa pula kau bawa bantalnya kemari?"

"Untuk cookie, tentu saja. Bukan untukku, kau kira aku akan membiarkannya tidur di lantaimu?" Yerim menunjuk lantai tatami kamar Jeongguk yang dingin, melepas sendalnya dan menaruhnya di rak sambil menunggu Jeongguk mempersilahkannya. Pemuda itu tidak punya pilihan lain, lantas memberi ruang untuk Yerim dan membiarkan gadis itu menaruh bantal tipis datar berwarna merah muda itu di samping sofa, mengisyaratkan hewan kecil itu untuk naik.

"Lihat, cooky merasa nyaman. Kita biarkan saja ia istirahat sebentar, aku akan ke mini market untuk membeli makanan kucing porsi kecil dan susu untuknya." Yerim tidak menunggu Jeongguk menyahut, berniat untuk keluar kembali ketika ia melihat kerungan di kening Jeongguk. Yerim menggendong kucing hitam yang kini menggeliat di pelukannya itu, sesuai dugaannya – kucing hitam ini lebih menyukai Jeongguk.

Terbukti ketika ia mencakar jemari lentik Yerim.

"Ada apa?"

"Kau memberinya nama? Bukankah tidak ada yang akan memeliharanya disini?" Bukan aku dan bukan kau, begitu pikir sang pemuda. "Dan kenapa cooky, kenapa terdengar seperti namaku? Dia kucing betina!"

Yerim terkekeh, membiarkan dua kakinya dilapisi sendal sebelum kembali bicara.

"Yap, aku memberinya nama dan cooky adalah nama yang manis." Gadis itu membuka pintu dan berbalik, berusaha untuk tidak tertawa saat ia mengatakan lanjutan dari kalimatnya. "Pertama, Jeongguk – kucing betina itu lebih menyukaimu daripada aku. Dia mengendusmu sedari tadi, dan kedua – ya, aku menamainya dengan namamu karena kalian sama-sama menggemaskan dan –"

Yerim menunjuk jarinya yang terluka oleh cakaran ringan sang kucing.

"Menyebalkan."

Yerim menutup pintunya dengan debaman pelan sementara Jeongguk terdiam di tempatnya berdiri. Apa gadis itu baru saja bilang kalau ia menyebalkan? Darimana datangnya kosa kata itu di hidup Yerim, ia tidak menyebalkan – ia belum bertingkah menyebalkan. Kenapa ia bergitu terganggu? Ia bahkan tidak tahu apa yang membuatnya terganggu. Kata menyebalkan, atau senyuman yang menggantung di bibir gadis itu ketika ia mengatakannya.

Continue Reading

You'll Also Like

26.8K 2.6K 19
[ ᴄ ᴏ ᴍ ᴘ ʟ ᴇ ᴛ ᴇ ᴅ ] sᴇʙᴜᴀʜ ᴀᴡᴀʟ ʏᴀɴɢ ᴘᴇɴᴜʜ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇʙᴏʜᴏɴɢᴀɴ. sᴇᴍᴜᴀ ᴏʀᴀɴɢ ᴍᴇᴍᴀɴɢ ᴘᴀɴᴅᴀɪ ᴍᴇɴʏᴇᴍʙᴜɴʏɪᴋᴀɴ sɪғᴀᴛ ᴀsʟɪ ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴍᴇɴɢɢᴜɴᴀᴋᴀɴ ʙᴇɴᴅᴀ ʏᴀɴɢ ʙᴇʀ...
651K 51K 35
[PRIVATE MODE. Click ikon follow to read this story.] (Adult) Awalnya Bae Joohyun kira dia hanya akan dikenalkan sebagai 'partner' kerja lelaki dingi...
43.4K 6.4K 34
Ada beberapa hal dalam pikiran Alula yang tak sejalan dengan milik Arion, salah satunya : Kemana pun harus sama pacar. Tak punya pacar sejak lahir s...
15.7K 1.8K 14
Arabelle, gadis biasa yang baru duduk di kelas 2 SMA dan telah menjadi yatim piatu sejak setahun yang lalu. Kedua orang tuanya meninggal karena sebua...