Ahra menegakkan badannya dengan gugup, otaknya bahkan tak dapat berpikir jernih untuk mencari cara agar bisa kabur dari laki-laki itu saat ini.
"Ada sesuatu yang kau cari, nona Choi?" ucap Sehun tanpa menatapnya.
Dengan penuh kegugupan dan kepanikan dia menjawab pertanyaan laki-laki itu, "Ya," ucapnya.
Sehun berdiri dan menumpukan kedua siku di mejanya, lalu merogoh kantung kemejanya, mengeluarkan sesuatu berwarna kuning dan biru dari sana. "Mungkin ini yang kau cari?" lanjutnya lagi, kali ini menunjukkan sebuah benda kecil berbentuk tokoh Minions.
Mata Ahra segera melebar melihat benda yang berada di genggaman laki-laki itu. Yap, itu Flashdisk-nya yang amat sangat berharga. Semua tugas-tugas penting milik Ahra ada di dalam sana. Dan berita buruknya, laki-laki yang paling dia hindari selama ini memiliki benda itu di genggamannya. Ahra yang malang.
Kali ini Ahra bingung harus mengatakan apa. Tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berdiri disana, panik dan bingung bagaimana harus mengatasi keadaan yang terjadi.
"Ambillah. Aku tau kau ingin benda ini kembali, 'kan?"
Hanya untuk informasi, tugasnya yang berada di Flashdisk itu paling tidak membutuhan waktu tiga bulan untuk mengerjakannya, dan itupun belum tuntas seluruhnya. Ahra bersumpah dia tidak sudi mengorbankan tiga bulan lagi waktunya untuk mengerjakan ulang tugas itu. Harinya sudah cukup buruk dengan tiga bulan sebelumnya, dalam beberapa malam dia harus begadang dan bahkan tidak tidur sama sekali.
Jadi dengan berat hati Ahra mendekati posisi laki-laki itu, yang sejak tadi masih menunjukkan benda berharga itu di tangannya. Tangan Ahra sudah hampir mencapai Flashdisk-nya saat Sehun tiba-tiba kembali menarik tangannya dan kembali meletakkan benda itu di saku kemejanya.
Ahra yang terkejut refleks menatap Sehun, dan yang ditangkap Ahra adalah aura gelap dari laki-laki itu. Dia menatap Ahra dengan tajam, dan gadis itu sadar betul bahwa itu adalah ekspresi yang ditunjukkan saat orang sedang marah.
"Kau menghindariku." Ucap Sehun dengan intonasi rendah, memperlihatkan kemarahannya secara terang-terangan di depan gadis itu. "Kenapa?" lanjutnya.
Meskipun begitu, Ahra tidak gentar. Dia tidak akan menunjukkan rasa terintimidasi sedikitpun pada laki-laki itu. "Aku tidak." Ucapnya pendek, merutuk saat mendengar ada sedikit nada ketakutan pada suaranya.
Sehun mendengus jengkel mendengar jawaban Ahra. "Selama empat minggu ini kau selalu lari saat melihatku, apa itu bukan menghindar namanya?"
Kali ini Ahra tidak dapat menjawab.
"Kukira setelah malam itu aku adalah orang spesial bagimu. Kita saling tertarik, tapi kenapa kau selalu menyangkalnya dengan menghindariku?" laki-laki itu kembali bersuara.
Tertarik, huh?
Sepertinya Sehun salah tentang asumsi itu, karena Ahra tidak-well, mungkin hanya sedikit-memiliki ketertarikan kepada laki-laki itu.
"Apakah kita begitu?" Ahra akhirnya bersuara, dan Sehun menatapnya dengan berbahaya.
"Ya. Kau tidak pernah sekalipun absen pada mata kuliahku. Kau selalu hadir meskipun kemudian kembali melarikan diri. Bukankah itu artinya kau tertarik, padaku? Atau aku salah?" Sehun membalas ucapan gadis itu yang kembali mencoba untuk menyangkal kenyataan.
Ahra menatapnya dengan jengkel. Betapa arogannya laki-laki ini, menyimpulkan segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya.
Memangnya dia pikir dia ini siapa?
"Pertama, Mr. Lecturer," gadis itu menarik nafas sebentar, bersiap mengeluarkan segala keluhannya kepada laki-laki yang berada di depannya.
"Saya hanya ingin anda tau bahwa absen saya selalu sempurna bahkan sejak berada di sekolah dasar, dan saya tidak ingin itu berubah hanya karena anda muncul disini. Yang kedua, setelah malam itu saya tidak ingin lagi memiliki urusan apapun dengan anda karena saya tau betul laki-laki macam apa anda ini. Dan yang terakhir, saya tidak memiliki ketertarikan apapun pada anda, Sir." Ucap Ahra panjang lebar. Emosinya agak terbawa saat meluapkan semua itu di depan Sehun.
Laki-laki itu tergelak keras mendengar semua ucapan Ahra. Dia lalu menatap gadis itu lekat-lekat. "Kau salah kalau mengira kau bisa membohongiku, Choi Ahra. Matamu mengatakan kalau kau juga menginginkan aku seperti aku menginginkanmu."
"Saya tidak." suara Ahra datar.
"Itu kenyataannya sayang, meskipun kepala cantikmu itu terus menyangkal, tapi tubuhmu tidak dapat berbohong."
Sehun mengarah kepada nafas Ahra yang semakin tidak teratur dan pipi yang bersemu merah saat berbicara dengannya, selain itu Ahra juga menjadi gelisah walaupun hanya dengan berdiri di hadapannya seperti saat ini.
Ahra sendiri mengerti keadaan macam apa yang sedang dia hadapi saat ini. Ruangan ini sekejap dipenuhi dengan ketegangan seksual yang kental diantara mereka, tapi Ahra tidak akan membiarkan dirinya sendiri terlibat terlalu jauh dengan laki-laki itu. Dia tau konsekuensi apa yang akan dia hadapi nantinya dan dia tidak ingin kembali mengalami patah hati yang kedua kali karena diselingkuhi oleh laki-laki yang masih satu spesies dengan Taehyung ini.
"Anda begitu arogan." Ahra menyerang dengan ucapan terang-terangan.
Sehun menyeringai dan bibirnya mendekati telinga Ahra. "Maaf mengecewakanmu. Tapi begitulah caraku dibesarkan." gadis itu dapat merasakan hembusan nafas Sehun yang terasa hangat sekaligus menggoda di telinganya. Ahra merasakan darahnya berdesir dan perasaan itu mulai mendominasinya-perasaan yang sama saat pertama kali Sehun menciumnya malam itu.
"Dan asal kau tau nona, aku selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Apapun. Meskipun pada akhirnya aku harus menculikmu, akan kulakukan apapun konsekuensinya. Kau mengerti?" Bisik Sehun final sebelum memutuskan untuk berjalan lurus, melewati Ahra begitu saja. Dan gadis itu hanya mematung, tak dapat mendebat kembali kata-kata laki-laki itu.
Segera setelah Sehun keluar dari ruangan itu, Ahra mulai terengah keras dan merasa panik. Apa yang baru saja terjadi? Kaki dan tangannya bergetar ketakutan tak terkendali.
Ahra mulai takut kalau semua pernyataan laki-laki itu adalah sebuah kebenaran.
Bagaimanapun caranya, Ahra tak boleh masuk perangkap dan menjadi mangsa Oh Sehun. Sama sekali tidak boleh.
Setelah beberapa kali menarik nafas panjang dan menenangkan dirinya, Ahra baru tersadar kalau benda itu masih dipegang oleh Sehun.
Oh, shit. Kesialan selanjutnya.
Ahra lalu meraih sling-bag yang masih tergantung di pundaknya, berniat menghubungi kedua sahabatnya yang sangat dia butuhkan saat ini.
Saat merogoh ke dalam tasnya, Ahra malah menemukan secarik kertas yang seingatnya tidak berada disana sebelumnya. Gadis itu membukanya dengan alis bertaut.
'Jadilah gadis baik dan datang ke rumahku malam ini.'
Itu adalah sebaris kalimat diatas sebuah alamat lengkap yang juga tertera di kertas itu. Kapan Sehun meletakkan ini di dalam tasnya?
Baiklah, itu tidak penting. Sekarang yang harus Ahra khawatirkan adalah nasibnya dan Flashdisk berharganya yang masih dijadikan sandera oleh laki-laki sialan itu.
'Jadi dia mencoba untuk menantangku? Dia pikir aku ini pengecut apa? Kalau dia ingin bermain, baiklah. Aku akan memainkannya sebaik mungkin.' Gadis itu berbisik geram di dalam hatinya sebelum menghentak jengkel keluar dari ruangan.
***
Ahra menghentikan Honda Civic merah cherry kesayangannya di depan sebuah gerbang megah. Dia kembali menatap secarik kertas di tangannya, memastikan kebenaran alamatnya sekali lagi.
Benar. Ini adalah tempatnya.
Seorang laki-laki dengan setelan rapi membuka pintu gerbang besar itu dan menghampirinya. Ahra segera menurunkan kaca jendela mobilnya guna berhadapan langsung dengan laki-laki itu.
"Silahkan masuk nona, anda sudah ditunggu." Ucapnya dengan wajah datar.
Ahra hanya tersenyum kikuk dan mengangguk sopan, "Baiklah. Terimakasih."
Gadis itu perlahan kembali menginjak pedal gas mobilnya, dengan tenang memasuki halaman rumah Sehun yang sangat luas.
Setelah mengetuk sebanyak tiga kali, pintu megah itu terbuka lebar dan memperlihatkan seorang wanita yang sudah cukup berumur tersenyum ramah padanya.
"Silakan, lewat sini nona."
Saat mulai melangkah memasuki rumah Sehun, Ahra hampir ternganga.
Arsitektur bangunan itu sungguh luar biasa.
Benarkah ini rumah milik Sehun? Tapi dia baru saja bekerja menjadi dosen-menurut cerita dari teman-temannya-bagaimana mungkin dia memiliki uang sebanyak itu hingga sanggup memiliki rumah sendiri yang sangat menakjubkan seperti ini?
Suara deritan pintu yang khas segera memenuhi penjuru ruangan saat wanita tua di depannya membukakan sebuah pintu. "Tuan ada didalam. Dia sudah menunggu nona sedari tadi." Ucap wanita itu.
Ahra mengangguk, "Terimakasih," lalu mulai melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu.
Dia menemukan banyak sekali rak-rak besar yang memenuhi ruangan, semuanya dengan berbagai buku tebal yang belum pernah Ahra lihat sebelumnya-well, mungkin ada beberapa yang pernah dia lihat di ruang kerja Papa-nya-dan Ahra selalu merasa tertarik dengan dunia sastra. Gadis itu menekan kuat-kuat keinginannya untuk menjelajahi perpustakaan milik Sehun dan hanya fokus pada tujuannya saat ini.
"Kau sudah datang," sebuah suara menggema mengagetkan Ahra. Dia berbalik dan menemukan Sehun dengan pakaian non-formalnya. Sebuah celana jeans dan kaus abu-abu yang membalut pas tubuh atletisnya. Laki-laki itu terlihat lezat.
'Tidak.' Ahra menggelengkan kepalanya pelan dan mengenyahkan jauh-jauh pikiran itu dari kepalanya. Dia harus fokus. Jangan sampai dia masuk ke perangkap Sehun seperti yang diinginkan laki-laki itu.
"Duduklah dulu." Minta Sehun sembari mendudukkan dirinya sendiri di salah satu sudut sofa. "Kau mau minum?" tawarnya.
Ahra menggeleng dengan ekspresi sedatar mungkin. "Tidak terimakasih. Saya hanya ingin meminta Flashdisk saya kembali, Sir."
"Tentu. Tentu. Aku akan mengembalikannya." Sehun meraih sesuatu dari laci meja kayu di sebelah sofa yang didudukinya, sebuah benda kecil berwarna Kuning dan biru. "Ambillah." Ucapnya sambil mengacungkan benda itu pada Ahra, tanpa sedikitpun beranjak dari posisi duduknya.
"Kau pasti tau kalau aku tidak akan kesana bukan?" ucap Ahra dengan angkuh.
"Tentu saja aku tau." Sehun tertawa, "Kau adalah gadis yang cerdas. Kau tidak akan mengulang kesalahan yang sama." Sindirnya. "Itulah yang aku sukai darimu." Lanjut laki-laki itu kemudian sambil sedikit merayu.
Sehun hampir saja bersorak saat melihat semu kemerahan merambat di kedua pipi Ahra.
Laki-laki itu bangun dan memutuskan untuk duduk di sofa yang sama dengan Ahra, dan seperti dugaannya, Ahra sedikit bergeser menjauh dari posisinya semula.
"Kau menyakiti perasaanku," ucap Sehun main-main saat melihat Ahra berpindah tempat. Gadis itu hanya memutar matanya jengah.
"Berikan padaku." minta Ahra kemudian, menadahkan tangan kanannya di depan laki-laki itu. Sehun tersenyum kecil, dengan sengaja membuat kulit mereka bersentuhan saat dia meletakkan benda itu di telapak tangan Ahra.
Sementara itu reaksi Ahra menjadi sangat menggemaskan menurut Sehun, dia menunduk gugup dan cepat-cepat menarik kembali telapak tangannya.
"Terimakasih." Ucap Ahra sedikit gugup.
"Setidaknya minum dulu tehmu. Bibi Jung sudah repot membuatkannya," Ucap Sehun setelah Bibi Jung meletakkan dua cangkir berisi teh hijau di meja kayu tepat di samping mereka. Ahra mengangguk kecil dan meraih salah satu cangkir cantik itu, segera menyeruput cairan hijau kecoklatan yang menyegarkan dan selalu dia sukai.
"Kau sedang bertamu, nona Choi. Tidakkah kau ingin membuka obrolan ringan dengan pemilik rumah?" ucap Sehun sarkastik.
Ahra terlihat berpikir sebentar, lalu mulai membuka percakapan.
"Siapa wanita yang tadi mengantarkanku? Apa dia bekerja disini?" tanya Ahra. Sehun menatapnya dan terlihat berpikir sebentar.
"Bibi Jung, Dia hanya datang pada sore hingga malam hari, sebenarnya. Tugasnya hanya memasak dan merapikan rumah. Bibi Jung sudah bekerja pada keluarga kami selama 30 tahun atau sekitar itu. Segera setelah aku membeli rumah ini, Eomma meminta Bibi Jung menjagaku karena seluruh keluargaku menetap di Jepang saat ini."
"Dan? Laki-laki yang berada di luar?"
"Paman Kang? Dia adalah orang yang menjaga rumah ini. Sebelum aku membeli dan pindah kesini juga paman Kang sudah duluan berada disini."
"Ah," Ahra mengangguk mengerti. Sebuah pertanyaan lalu kembali masuk ke pikirannya. "Kau masih baru bekerja menjadi seorang dosen, 'kan?" tanyanya lagi. Sehun menganggguk sebagai jawabannya.
"Ya, benar."
"Lalu bagaimana mungkin kau memiliki uang yang cukup untuk membeli sebuah rumah menakjubkan seperti ini?"
Selalu transparan dan tepat sasaran. Ahra sungguh tipe Sehun.
"Aku sebelumnya adalah seorang stockbroker*, well, sebenarnya masih berlanjut hingga sekarang. Menjadi dosen hanya pekerjaan sampingan karena kakak iparku yang memintanya." Jawab Sehun enteng setelah menelan teh hijau-nya, lalu kembali meletakkan cangkirnya diatas meja kayu.
Wow, stockbroker*? Meskipun pekerjaan itu tidak membutuhkan pendidikan formal, tapi bisa menghasilkan jutaan won tiap bulannya. Sekarang Ahra mengerti seberapa kaya laki-laki itu.
"Kakak iparmu?" Ahra kembali bertanya, dia meraih cangkirnya kembali dan berniat meminum teh-nya.
"Jo Insung."
Ahra lalu tersedak minumannya sendiri. Setelah terbatuk beberapa kali dan dengan pertolongan Sehun yang menepuk pelan punggungnya, Ahra akhirnya kembali pulih dari tersedaknya walaupun rasa pahit masih terasa kental di tenggorokannya. "Profesor Jo Insung?!" gadis itu kembali memastikan sambil menatap Sehun sungguh-sungguh.
Sehun hanya mengangguk.
"Rektor Universitas Seoul?!"
Laki-laki itu kembali mengangguk pelan. "Ya. Kau terkejut?"
Ahra mulai tenang lagi. "Yah, sedikit." Ucapnya menyangkal. Menyembunyikan keterkejutan luar biasa dari sorot matanya. Sehun hanya tersenyum geli menatapnya.
"Kau bisa menganggapku licik, tapi sungguhan, Insung Hyung sendiri yang memintaku untuk mengajar di Seoul University. Dia bilang pendidikanku selama ini akan sia-sia kalau aku tidak pernah sekalipun mencoba untuk menjadi seorang dosen. Lagipula juga kebetulan Profesor Kim sedang mengambil cuti untuk beberapa bulan."
Ahra mengangguk kecil, "Jadi memang seharusnya kau menjadi seorang dosen? Tapi kenapa berpindah jalur?"
"Karena kurasa menjadi stockbroker lebih mudah dilakukan, selain itu penghasilan dari menjadi seorang dosen tidak sebanding dengan pekerjaanku saat ini."
"Kau benar," Ahra tanpa sadar tersenyum dan kembali mengangguk, karena merasa memiliki pemikiran yang sama dengan Oh Sehun. "Kukira kau mau menjadi dosen hanya agar bisa bertemu dengan para mahasiswi cantik disana." Lanjut Ahra kemudian setengah menyindir.
"Sebenarnya, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak memiliki hubungan apapun dengan anak didikku sendiri."
Ahra menatapnya dan tersenyum lebar, "Sungguh?"
"Kecuali satu. Karena itu berbeda lagi kasusnya."
Ahra sadar betul kalau yang Sehun maksud adalah dirinya. Gadis itu menautkan alisnya dengan sebal. Kenapa juga semua yang terjadi harus serba kebetulan seperti ini?
"Yah, begitupun denganku, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak memiliki hubungan apapun dengan dosenku." Ucap Ahra yang hanya membalik kata-kata Sehun.
Laki-laki itu tiba-tiba menatapnya dengan tajam.
Kalian lihat? Mulut gadis ini begitu cerdas untuk terus melawannya.
"Apa?"
"Ya, kau sudah dengar sendiri 'kan? Karena kupikir itu hanya akan menganggu pendidikanku saja. Aku yakin itu."
Karena terlanjur jengkel, Sehun dengan gerakan tiba-tiba langsung mendorong bahu Ahra hingga gadis itu terbaring paksa di sofanya. Ahra menatapnya dengan mata melebar karena terkejut.
Sehun memposisikan tubuhnya yang tinggi besar itu diatas tubuh Ahra yang mungil, dia juga mencengkram kedua lengan Ahra dan menahan keduanya diatas kepala gadis itu.
"Kau yakin? Meskipun dosenmu itu adalah laki-laki yang sudah mengambil keperawananmu? Dan orang yang menghabiskan malam paling bersejarah dalam hidupmu?" ucap Sehun dengan nada meremehkan.
"Apa yang kau bicarakan?" Ahra menanggapi dengan gugup.
"Ayolah sayang, jangan berpura-pura lupa. Mengingat bagaimana kau menjeritkan namaku dan memohon padaku agar jangan berhenti menyetubuhimu malam itu, sepertinya kau sangat ingin mengulangnya kembali, iya 'kan?" jawab Sehun lagi. Wajah Ahra langsung memerah mendengar Sehun mengucapkan semua itu dengan begitu gamblang.
"Itu pelecehan seksual. Aku bisa melaporkanmu." Ancam Ahra yang dalam keadaan terdesak.
Dalam posisinya saat ini, biasanya kata-kata itu akan berhasil.
"Melaporkanku, huh?" Sehun tergelak. "Kau pikir aku akan percaya dengan tipuan kecilmu itu? Lagipula kau tidak memiliki bukti untuk melaporkanku. Oh, atau kau ingin kubuatkan bukti sekarang juga agar lebih mudah untuk melaporkanku?"
"Brengsek. Lepaskan aku."
"Berbicaralah dengan sopan pada dosenmu, nona."
Ahra menatapnya dengan marah. "Kau bukan dosenku saat ini. Kau hanya laki-laki brengsek yang hobi mengintimidasi wanita."
Sehun tersenyum dan terlihat berpikir sebentar mendengar sebutan Ahra untuk dirinya, "Apa aku pernah mengatakan padamu kalau aku sungguhan menyukaimu?"
"Tidak. Dan aku tidak akan percaya." Jawab Ahra dengan pedas.
"Kenapa? Aku bisa memberikan apapun yang kau inginkan. I'll grant your wish, Baby. Anything you want." Ucap Sehun kembali dengan sedikit merayu.
Ahra mengerang jengkel dalam hati.
Dia tau betul apa yang sedang dilakukan laki-laki itu, merayunya. Dia hanya memastikan Ahra masuk ke perangkapnya persis seperti yang dia inginkan. Dan saat Ahra sudah masuk ke perangkapnya, laki-laki itu akan mempermainkannya sesuka hati.
"Lepaskan aku!" sentak Ahra sambil sedikit memberontak, tetapi Sehun semakin kuat mencengkram kedua lengannya, membuat gadis itu sedikit mengaduh karena kesakitan.
"Aku tidak akan melepaskanmu, sayang. Kau hanya milikku. Kalau aku tidak bisa memilikimu dengan cara halus, maka terpaksa aku menggunakan caraku sendiri," Laki-laki itu mulai mendekatkan wajahnya dan mulai mengecup pelan kulit leher Ahra, dengan senang hati mulai membuat beberapa bekas kemerahan di leher gadis itu.
Percayalah, Ahra sudah memberontak sekuat tenaganya, tapi tubuh mungilnya bukan tandingan Sehun, laki-laki itu dapat dengan mudah melumpuhkan gadis itu.
Setelah puas membuat beberapa hickey di leher Ahra, ciuman Sehun semakin naik dan semakin naik hingga akhirnya dia berhenti tepat di depan wajah Ahra yang telah memerah.
"Kau sangat cantik," bisiknya sebelum mendaratkan bibirnya diatas bibir Ahra, mencium gadis itu dengan kelaparan dan mendominasi, tidak mengizinkan gadis itu sedikitpun lepas dari cengkramannya.
Salah satu tangan laki-laki itu mulai merambat turun dan berusaha membuka kancing blouse yang dipakai Ahra, tidak mempedulikan erangan penuh penolakan dari gadis di bawahnya.
Ahra adalah miliknya, dan Sehun akan melakukan apapun yang ingin dia lakukan pada gadis itu.
Sedikit jahat, tapi, yah, begitulah sejak kecil Sehun dididik oleh kedua orang tuanya. Selalu mendapatkan apa yang dia inginkan dan melakukan apapun yang membuat dirinya puas dan bahagia.
Laki-laki itu mulai menarik blouse putih Ahra dengan kasar saat tiba-tiba kedua tangan gadis itu lepas dari cengkramannya dan Ahra mulai memukul dada Sehun agar melepaskan ciumannya.
tbc.
stockbroker* : Pialang Saham